{وَلا
تَلْبِسُوا الْحَقَّ بِالْبَاطِلِ وَتَكْتُمُوا الْحَقَّ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
(42) وَأَقِيمُوا الصَّلاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ
(43) }
Dan janganlah kalian campur adukkan yang hak
dengan yang batil, dan janganlah kalian sembunyikan yang hak itu, sedangkan
kalian mengetahui. Dan dirikanlah salat, tunaikanlah zakat, dan rukuklah beserta
orang-orang yang rukuk.Allah Swt berfirman melarang orang-orang Yahudi melakukan hal yang biasa mereka kerjakan di masa lalu, misalnya mencampuradukkan antara perkara yang hak dengan perkara yang batil, memulas perkara yang batil dengan perkara yang hak, menyembunyikan perkara yang hak dan menampakkan perkara yang batil. Allah Swt. berfirman:
{وَلا
تَلْبِسُوا الْحَقَّ بِالْبَاطِلِ وَتَكْتُمُوا الْحَقَّ وَأَنْتُمْ
تَعْلَمُونَ}
Dan janganlah kalian campur adukkan yang hak dengan yang batil, dan
janganlah kalian menyembunyikan yang hak itu, sedangkan kalian mengetahui.
(Al-Baqarah: 42)Allah Swt. melarang mereka dari kedua perkara tersebut secara bersamaan, dan memerintahkan mereka agar menampakkan perkara yang hak dan menjelaskannya. Karena itu, Ad-Dahhak meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya, "Janganlah kalian campur adukkan yang hak dengan yang batil" (Al-Baqarah: 42), yakni janganlah kalian memalsukan yang hak dengan yang batil, yang benar dengan kedustaan.
Abul Aliyah mengatakan. makna firman-Nya.”Janganlah kalian campur adukkan yang hak dengan yang batil" (Al-Baqarah: 42) artinya janganlah kalian mencampuri yang hak dengan yang batil, dan tunaikanlah nasihat kepada hamba-hamba Allah dari kalangan umat Muhammad Saw.
Hal yang semisal telah diriwayatkan dari Sa'id ibnu Jubair dan Ar-Rabi' ibnu Anas.
Qatadah mengatakan bahwa firman-Nya, "Janganlah kalian campur adukkan yang hak dengan yang batil" (Al-Baqarah: 42), yakni janganlah kalian campur adukkan Yahudi dan Nasrani dengan Islam, sedangkan kalian mengetahui bahwa agama Allah itu adalah agama Islam; agama Yahudi dan agama Nasrani itu adalah bid'ah, bukan dari Allah. Hal yang semisal telah diriwayatkan dari Al-Hasan Al-Basri.
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan, telah menceritakan kepadanya Muhammad ibnu Abu Muhammad, dari Ikrimah atau Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan janganlah kalian sembunyikan perkara yang hak, sedangkan kalian mengetahui. (Al-Baqarah: 42) Artinya, janganlah kalian menyembunyikan apa yang ada pada kalian mengenai pengetahuan tentang Rasul-Ku dan apa yang diturunkan kepadanya (Al-Qur'an), sedangkan kalian menemukan hal tersebut termaktub pada sisi kalian melalui apa yang kalian ketahui dari kitab-kitab yang ada di tangan kalian. Hal yang semisal telah diriwayatkan dari Abul Aliyah.
Mujahid, As-Saddi, Qatadah, dan Ar-Rabi' Ibnu Anas mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya, "Dan janganlah kalian sembunyikan perkara yang hak" (Al-Baqarah: 42), yakni Nabi Muhammad Saw.
Menurut pendapat kami, lafaz taktumu dapat dianggap majzum, dapat pula dianggap mansub. Dengan kata lain, artinya menjadi "janganlah kalian menyatukan antara ini dan itu (hak dan batil)." Perihalnya sama dengan perkataan, "La ta-kulis samaka watasyrabal labana (janganlah kamu makan ikan serta minum susu)."
Az-Zamakhsyari mengatakan bahwa di dalam mushaf Ibnu Mas'ud disebutkan wataktumunal haqqa artinya 'sedangkan kalian ketika menyembunyikan perkara yang hak itu', wa antum ta'lamuna, yakni 'dalam keadaan mengetahui perkara hak tersebut'.
Boleh pula diartikan 'sedangkan kalian mengetahui akibat perbuatan tersebut, yaitu berakibat mudarat yang besar atas umat manusia'. Mudarat yang besar tersebut ialah mereka sesat dari jalan hidayah yang menjerumuskan mereka ke dalam neraka jika mereka menempuh jalan kebatilan yang kalian tampakkan kepada mereka, tetapi kalian pulas dengan semacam perkara yang hak agar dapat diterima oleh mereka. dan juga kalian warnai dengan penjelasan dan keterangan. Begitu pula kebalikannya, yaitu menyembunyikan yang hak dan mencampuradukkannya dengan yang batil.
************
Firman Allah Swt.:
{وَأَقِيمُوا
الصَّلاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ}
Dan dirikanlah salat, tunaikan zakat, dan rukuklah beserta
orang-orang yang rukuk. (Al-Baqarah: 43)Muqatil mengatakan bahwa firman Allah Swt. yang ditujukan kepada orang-orang ahli kitab, "Dan dirikanlah salat," merupakan perintah Allah kepada mereka agar mereka salat bersama Nabi Saw. Firman-Nya, "Dan tunaikanlah zakat," merupakan perintah Allah kepada mereka agar mereka menunaikan zakat, yakni menyerahkannya kepada Nabi Saw. Firman Allah Swt., "Dan rukuklah kalian bersama orang-orang yang rukuk," merupakan perintah Allah kepada mereka agar melakukan rukuk (salat) bersama orang-orang yang rukuk (salat) dari kalangan umat Muhammad Saw. Singkatnya, jadilah kalian bersama-sama mereka dan termasuk golongan mereka.
Ali ibnu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, yang dimaksud dengan zakat ialah taat dan ikhlas kepada Allah Swt.
Waki' meriwayatkan dari Abu Janab, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya, "Dan tunaikanlah zakat," yakni harta yang wajib dizakati, menurut Ibnu Abbas adalah dua ratus hingga lebih.
Mubarak ibnu Fudalah meriwayatkan dari Al-Hasan sehubungan dengan makna firman-Nya, "Dan tunaikanlah zakat," bahwa makna yang dimaksud ialah zakat merupakan fardu yang tiada gunanya amal perbuatan tanpa zakat dan salat.
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Abu Zar'ah, telah menceritakan kepada kami Usman ibnu Abu Syai-bah, telah menceritakan kepada kami Jarir, dari Abu Hayyan At-Taimi, dari Al-Haris Al-Akli sehubungan dengan makna firman-Nya, "Dan tunaikanlah zakat," bahwa yang dimaksud ialah zakat fitrah.
******
Firman Allah Swt.:
{وَارْكَعُوا
مَعَ الرَّاكِعِينَ}
Dan rukuklah kalian bersama orang-orang yang rukuk. (Al-Baqarah:
43)Maksudnya, jadilah kalian bersama orang-orang mukmin dalam amal perbuatan mereka yang paling baik, salah satunya dan paling khusus serta paling sempurna ialah salat.
Banyak kalangan ulama menyimpulkan dalil ayat ini akan wajibnya salat berjamaah. Masalah ini —insya Allah— akan kami terangkan dengan panjang lebar dalam kitab kami Al-Ahkamul Kabir. Al-Qurtubi mengetengahkan berbagai masalah mengenai salat berjamaah dan imamah, ternyata pembahasannya itu cukup baik.
{أَتَأْمُرُونَ
النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنْسَوْنَ أَنْفُسَكُمْ وَأَنْتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ
أَفَلا تَعْقِلُونَ (44) }
Mengapa kalian suruh orang lain (mengerjakan)
kebajikan, sedangkan kalian melupakan diri kalian sendiri, padahal kalian
membaca Al-Kitab (Taurat)? Maka tidakkah kalian berpikir?Allah Swt. berfirman, "Apakah layak bagi kalian, hai orang-orang ahli kitab, bila kalian memerintahkan manusia berbuat kebajikan yang merupakan inti dari segala kebaikan, sedangkan kalian melupakan diri kalian sendiri dan kalian tidak melakukan apa yang kalian perintahkan kepada orang-orang untuk mengerjakannya, padahal selain itu kalian membaca kitab kalian dan mengetahui di dalamnya akibat apa yang akan menimpa orang-orang yang melalaikan perintah Allah? Tidakkah kalian berakal memikirkan apa yang kalian lakukan terhadap diri kalian sendiri, lalu kalian bangun dari kelelapan kalian dan melihat setelah kalian buta?"
Pengertian tersebut diungkapkan oleh Abdur Razzaq dari Ma'mar, dari Qatadah sehubungan dengan makna firman-Nya: Mengapa kalian suruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedangkan kalian melupakan diri kalian sendiri. (Al-Baqarah: 44) Pada mulanya kaum Bani Israil memerintahkan orang lain taat kepada Allah, takwa kepadanya, dan mengerjakan kebajikan; kemudian mereka bersikap berbeda dengan apa yang mereka katakan itu, maka Allah mengecam sikap mereka. Makna yang sama diketengahkan pula oleh As-Saddi.
Ibnu Jurairj mengatakan sehubungan dengan firman-Nya, "Mengapa kalian suruh orang lain (mengerjakan) kebajikan," bahwa orang-orang ahli kitab dan orang-orang munafik selalu memerintahkan orang lain untuk melakukan puasa dan salat, tetapi mereka sendiri tidak melakukan apa yang mereka perintahkan kepada orang-orang untuk melakukannya. Maka Allah mengecam perbuatan mereka itu, karena orang yang memerintahkan kepada suatu kebaikan, seharusnya dia adalah orang yang paling getol dalam mengerjakan kebaikan itu dan berada paling depan daripada yang lainnya.
Muhammad ibnu Ishaq meriwayatkan dari Muhammad ibnu Ikrimah atau Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas mengenai firman-Nya, "Sedangkan kalian melupakan diri kalian sendiri," yakni meninggalkan diri kalian sendiri dalam kebajikan itu. Firman Allah Swt.: Padahal kalian membaca Al-Kitab (Taurat)? Maka tidakkah kalian berpikir? (Al-Baqarah: 44) Yakni kalian melarang manusia berbuat kekufuran atas dasar apa yang ada pada kalian, yaitu kenabian dan perjanjian dari kitab Taurat, sedangkan kalian meninggalkan diri kalian sendiri. Dengan kata lain, sedangkan kalian sendiri kafir terhadap apa yang terkandung di dalam kitab Taurat yang di dalamnya terdapat perjanjian-Ku yang harus kalian penuhi, yaitu percaya kepada Rasul-Ku. Ternyata kalian merusak perjanjian-Ku yang telah kalian sanggupi dan kalian mengingkari apa yang kalian ketahui dari Kitab-Ku.
Ad-Dahhak meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna ayat ini, yaitu 'apakah kalian memerintahkan orang lain untuk masuk ke dalam agama Nabi Muhammad Saw. dan lain-lainnya yang diperintahkan kepada kalian untuk melakukannya —seperti mendirikan salat— sedangkan kalian melupakan diri kalian sendiri?'.
Abu Ja'far ibnu Jarir meriwayatkan, telah menceritakan kepadaku Jarir, telah menceritakan kepadaku Ali ibnul Hasan, telah menceritakan kepada kami Aslam Al-Harami, telah menceritakan kepada kami Makhlad ibnul Husain, dari Ayyub As-Sukhtiyani, dari Abu Qilabah, sehubungan dengan makna firman-Nya: Mengapa kalian suruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedangkan kalian melupakan diri kalian sendiri, padahal kalian membaca Al-Kitab (Taurat)? (Al-Baqarah: 44); Abu Darda pernah mengatakan, seseorang masih belum dapat dikatakan sebagai ahli fiqih yang sempurna sebelum dia membenci orang yang menentang Allah, kemudian ia merujuk kepada dirinya sendiri, maka sikapnya terhadap dirinya sendiri jauh lebih keras (ketimbang terhadap orang lain).
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan sehubungan dengan ayat ini, bahwa orang-orang Yahudi itu apabila datang kepada mereka seseorang menanyakan sesuatu yang tidak mengandung perkara hak, tidak pula risywah (suap), mereka memerintahkan dia untuk mengerjakan hal yang hak. Maka Allah berfirman: Mengapa kalian suruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedangkan kalian melupakan diri kalian sendiri, padahal kalian membaca Al-Kitab (Taurat)? Maka tidakkah kalian berpikir? (Al-Baqarah: 44) Makna yang dimaksud ialah Allah Swt. mencela mereka atas perbuatan itu dan memperingatkan mereka akan kesalahannya yang menyangkut hak diri mereka sendiri; karena mereka memerintahkan kepada kebaikan, sedangkan mereka sendiri tidak mengerjakannya. Bukanlah pengertian yang dimaksud sebagai celaan terhadap mereka karena mereka memerintahkan kepada kebajikan, sedangkan mereka sendiri tidak melakukannya, melainkan karena mereka meninggalkan kebajikan itu sendiri. Mengingat amar wa'ruf/hukumnya wajib atas setiap orang alim, tetapi yang lebih diwajibkan bagi orang alim ialah melakukannya di samping memerintahkan orang lain untuk mengerjakannya, dan ia tidak boleh ketinggalan.
Perihalnya sama dengan apa yang dikatakan oleh Nabi Syu'aib a.s. yang disitir oleh firman-Nya:
{وَمَا
أُرِيدُ أَنْ أُخَالِفَكُمْ إِلَى مَا أَنْهَاكُمْ عَنْهُ إِنْ أُرِيدُ إِلا
الإصْلاحَ مَا اسْتَطَعْتُ وَمَا تَوْفِيقِي إِلا بِاللَّهِ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ
وَإِلَيْهِ أُنِيبُ}
Dan aku tidak berkehendak mengerjakan apa yang aku larang kalian darinya,
aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih
berkesanggupan. Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan)
Allah. Hanya kepada Allah aku berlawakal dan hanya kepada-Nya-lah aku
kembali. (Hud: 88)Melakukan amar ma'ruf dan melakukan perbuatan makruf hukumnya wajib, masing-masing dari keduanya tidak gugur karena tidak melakukan yang lain. Demikianlah pendapat yang paling sahih dari kedua golongan ulama, yaitu ulama Salaf dan ulama Khalaf.
Sebagian ulama mengatakan bahwa orang yang berbuat maksiat tidak boleh melarang orang lain untuk melakukannya. Pendapat ini lemah, dan lebih lemah lagi mereka memegang ayat ini sebagai dalil mereka, karena sesungguhnya tidak ada hujah bagi mereka dalam ayat ini.
Tetapi pendapat yang sahih mengatakan bahwa orang yang alim harus memerintahkan amar ma'ruf, sekalipun dia sendiri tidak mengerjakannya; harus melarang perbuatan yang mungkar, sekalipun dia sendiri mengerjakannya.
Malik ibnu Rabi'ah mengatakan bahwa ia pernah mendengar Sa'id ibnu Jubair berkata, "Seandainya seseorang tidak melakukan amar ma'ruf, tidak pula nahi munkar karena diharuskan baginya bersih dari hal tersebut, niscaya tiada seorang pun yang melakukan amar ma'ruf, tidak pula nahi munkar." Malik berkata, "Dan memang benar, siapakah orangnya yang bersih dari kesalahan?"
Menurut kami, dalam keadaan demikian (orang yang bersangkutan adalah seorang yang alim) ia tercela, sebab meninggalkan amal ketaatan dan mengerjakan maksiat, karena dia adalah seorang yang alim dan pelanggaran yang dilakukannya atas dasar pengetahuan, mengingat tidaklah sama antara orang yang alim dengan orang yang tidak alim. Untuk itu, banyak hadis yang mengancam orang yang melakukan hal tersebut. Imam Abul Qasim At-Tabrani di dalam kitab Mu'jamul Kabir telah meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnul Ma’la Ad-Dimasyqi dan Al-Hasan ibnu Ali Al-Umri; keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Ammar, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Sulaiman Al-Kalbi, telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Abu Tamimah Al-Hujaimi, dari Jundub ibnu Abdullah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"مَثَلُ
الْعَالِمِ الَّذِي يُعَلِّمُ النَّاسَ الْخَيْرَ وَلَا يَعْمَلُ بِهِ كَمَثَلِ
السِّرَاجِ يُضِيءُ لِلنَّاسِ وَيَحْرِقُ نَفْسَهُ"
Perumpamaan orang alim yang mengajarkan kebaikan kepada orang lain,
sedangkan dia sendiri tidak mengamalkannya, sama dengan pelita; ia memberikan
penerangan kepada orang lain, sedangkan dirinya sendiri terbakar.Hadis ini bila ditinjau dari sanad ini berpredikat garib.
Hadis kedua diketengahkan oleh Imam Ahmad di dalam kitab Musnad-nya:
حَدَّثَنَا
وَكِيع، حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ، عَنْ عَلِيِّ بْنِ زَيْدٍ هُوَ ابْنُ
جُدْعَانَ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَرَرْتُ لَيْلَةَ أُسْرِيَ بِي عَلَى
قَوْمٍ شِفَاهُهُمْ تُقْرَض بِمَقَارِيضَ
مِنْ
نَارٍ. قَالَ: قُلْتُ: مَنْ هَؤُلَاءِ؟ " قَالُوا: خُطَبَاءُ مِنْ أَهْلِ
الدُّنْيَا مِمَّنْ كَانُوا يَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَيَنْسَوْنَ
أَنْفُسَهُمْ، وَهُمْ يَتْلُونَ الْكِتَابَ أَفَلَا يَعْقِلُونَ؟
telah menceritakan kepada kami Waki', telah menceritakan kepada kami Hammad
ibnu Salamah, dari Ali ibnu Zaid (yaitu ibnu Jad'an), dari Anas ibnu Malik r.a.
yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Di malam aku
diisrakan, aku bersua dengan suatu kaum yang bibir mereka digunting dengan
gunting-gunting api, lalu aku bertanya, "Siapakah mereka itu?" Mereka (para
malaikat) menjawab, "Mereka adalah tukang ceramah umatmu di dunia, dari kalangan
orang-orang yang memerintahkan orang lain untuk mengerjakan ketaatan, sedangkan
mereka melupakan dirinya sendiri, padahal mereka membaca Al-Qur'an. Maka
tidakkah mereka berpikir?" Hadis ini diriwayatkan pula oleh Abdu ibnu Humaid di dalam kitab Musnad-nya, juga di dalam kitab tafsirnya yang bersumber dari Al-Hasan ibnu Musa, dari Hammad ibnu Salamah dengan lafaz yang sama. Hadis ini diriwayatkan pula oleh Ibnu Murdawaih di dalam kitab tafsirnya melalui hadis Yunus Ibnu Muhammad Al-Muaddib dan Al-Hajjaj ibnu Minhal, keduanya menerima hadis ini dari Hammad ibnu Salamah dengan lafaz yang sama. Hal yang sama diriwayatkan pula oleh Yazid ibnu Harun, dari Hammad ibnu Salamah dengan lafaz yang sama.
Kemudian Ibnu Murdawaih meriwayatkan:
حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ، حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ
هَارُونَ، حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ التُّسْتَرِيُّ بِبَلْخٍ،
حَدَّثَنَا مَكِّيُّ بْنُ إِبْرَاهِيمَ، حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ قَيْسٍ، عَنْ
عَلِيِّ بْنِ زَيْدٍ عَنْ ثُمَامَةَ، عَنْ أَنَسٍ، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "مَرَرْتُ لَيْلَةَ أُسْرِيَ بِي عَلَى
أُنَاسٍ تُقْرَضُ شِفَاهُهُمْ وَأَلْسِنَتُهُمْ بِمَقَارِيضَ مِنْ نَارٍ. قُلْتُ:
مَنْ هَؤُلَاءِ يَا جِبْرِيلُ؟ " قَالَ: هَؤُلَاءِ خُطَبَاءُ أُمَّتِكَ، الَّذِينَ
يَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَيَنْسَوْنَ أَنْفُسَهُمْ.
telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah ibnu Ibrahim, telah
menceritakan kepada kami Musa ibnu Harun, telah menceritakan kepada kami Ishaq
ibnu Ibrahim At-Tusturi di Balakh, telah menceritakan kepada kami Makki ibnu
Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Umar ibnu Qais, dari Ali ibnu Yazid,
dari Sumamah, dari Anas yang menceritakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah
Saw. bersabda: Di malam aku diisrakan aku bersua dengan orang-orang yang
bibir dan lidah mereka digunting dengan gunting-gunting dari api, lalu aku
bertanya, "Siapakah mereka itu, hai Jibril?" Jibril menjawab, "Mereka
adalah tukang ceramah umatmu yang memerintahkan kepada orang lain untuk
melakukan ketaatan, sedangkan mereka melupakan dirinya sendiri."Hadis ini diketengahkan oleh Ibnu Hibban di dalam kitab sahihnya dan Ibnu Abu Hatim serta Ibnu Murdawaih melalui hadis Hisyam Ad-Dustuwai, dari Al-Mugirah yakni Ibnu Habib menantu Malik ibnu Dinar, dari Malik ibnu Dinar, dari Sumamah, dari Anas ibnu Malik yang menceritakan:
لَمَّا
عُرِجَ بِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَّ بِقَوْمٍ تُقْرض
شِفَاهُهُمْ ، فَقَالَ: "يَا جِبْرِيلُ، مَنْ هَؤُلَاءِ؟ " قَالَ: هَؤُلَاءِ
الْخُطَبَاءُ مِنْ أُمَّتِكَ يَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَيَنْسَوْنَ
أَنْفُسَهُمْ؛ أَفَلَا يَعْقِلُونَ؟
Ketika Rasulullah Saw. dibawa mikraj, beliau bersua dengan suatu kaum yang
bibir mereka diguntingi, lalu beliau bertanya, "Hai Jibril, siapakah mereka
itu?" Jibril menjawab, "Mereka adalah tukang khotbah dari kalangan umatmu,
mereka memerintahkan orang lain untuk mengerjakan kebajikan, sedangkan mereka
melupakan dirinya sendiri. Maka tidakkah mereka berpikir?"Hadis lainnya diriwayatkan oleh Imam Ahmad, disebut bahwa:
حَدَّثَنَا
يَعْلَى بْنُ عُبَيْدٍ، حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ، عَنْ أَبِي وَائِلٍ، قَالَ: قِيلَ
لِأُسَامَةَ -وَأَنَا رَدِيفُهُ-: أَلَا تُكَلِّمُ عُثْمَانَ؟ فَقَالَ: إِنَّكُمْ
تُرَون أَنِّي لَا أُكَلِّمُهُ إِلَّا أُسْمِعُكُمْ. إِنِّي لَا أُكَلِّمُهُ فِيمَا
بَيْنِي وَبَيْنَهُ مَا دُونُ أَنْ أَفْتَتِحَ أَمْرًا -لَا أُحِبُّ أَنْ أَكُونَ
أَوَّلَ مَنِ افْتَتَحَهُ، وَاللَّهِ لَا أَقُولُ لِرَجُلٍ إِنَّكَ خَيْرُ
النَّاسِ. وَإِنْ كَانَ عَلَيَّ أَمِيرًا -بَعْدَ أَنْ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ، قَالُوا: وَمَا سَمِعْتَهُ يَقُولُ؟
قَالَ: سَمِعْتُهُ يَقُولُ: "يُجَاء بِالرَّجُلِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَيُلْقَى فِي
النَّارِ، فَتَنْدَلِقُ بِهِ أَقْتَابُهُ ، فَيَدُورُ بِهَا فِي النَّارِ كَمَا
يَدُورُ الْحِمَارُ بِرَحَاهُ، فَيُطِيفُ بِهِ أهلُ النَّارِ، فَيَقُولُونَ: يَا
فُلَانُ مَا أَصَابَكَ؟ أَلَمْ تَكُنْ تَأْمُرُنَا بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَانَا
عَنِ الْمُنْكَرِ؟ فَيَقُولُ: كُنْتُ آمُرُكُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَلَا آتِيهِ،
وَأَنْهَاكُمْ عَنِ الْمُنْكَرِ وَآتِيهِ"
telah menceritakan kepada kami Ya’la ibnu Ubaid, telah menceritakan kepada
kami Al-A'masy, dari Abu Wail yang telah menceritakan bahwa pernah dikatakan
kepada Usamah yang saat itu aku membonceng padanya, "Mengapa engkau tidak
berbicara kepada Usman?" Usamah menjawab, "Sesungguhnya kalian berpandangan
bahwa tidak sekali-kali aku berbicara kepadanya melainkan aku akan
memperdengarkannya kepada kalian. Sesungguhnya aku akan berbicara dengannya
mengenai urusan antara aku dan dia tanpa menyinggung suatu perkara yang paling
aku sukai bila diriku adalah orang pertama yang memulainya. Demi Allah, aku
tidak akan mengatakan kepada seorang pun bahwa engkau adalah sebaik-baik orang,
sekalipun dia bagiku adalah sebagai amir, sesudah aku mendengar Rasulullah Saw.
bersabda." Mereka bertanya, "Apakah yang telah engkau dengar dari beliau?"
Usamah menjawab bahwa dia pernah mendengar Nabi Saw. bersabda: Kelak di hari
kiamat ada seorang lelaki yang didatangkan, lalu dicampakkan ke dalam neraka,
maka berhamburanlah isi perutnya, lalu berputar-putar seraya membawa isi
perutnya ke dalam neraka sebagaimana keledai berputar dengan penggilingannya.
Maka penghuni neraka mengelilinginya dan mengatakan, "Hai Fulan, apakah gerangan
yang telah menimpamu? Bukankah kamu dahulu memerintahkan kepada kami untuk
berbuat yang makruf dan melarang kami dari perbuatan yang mungkar?" Lelaki itu
menjawab, "Dahulu aku memerintahkan kalian kepada perkara yang makruf, tetapi
aku sendiri tidak mengerjakannya; dan aku melarang kalian melakukan perbuatan
yang mungkar, tetapi aku sendiri mengerjakannya."Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan hadis yang semisal melalui hadis Sulaiman ibnu Mihran, dari Al-A'masy dengan lafaz yang sama.
قَالَ
أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا سَيَّارُ بْنُ حَاتِمٍ، حَدَّثَنَا جَعْفَرُ بْنُ سُلَيْمَانَ
عَنْ ثَابِتٍ عَنْ أَنَسٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: "إِنَّ اللَّهَ يُعَافِي الْأُمِّيِّينَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَا لَا
يُعَافِي الْعُلَمَاءَ"
Imam Ahmad meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Sayyar ibnu Hatim,
telah menceritakan kepada kami Ja'far ibnu Sulaiman, dari Sabit, dari Anas yang
menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya Allah
memaafkan orang-orang yang ummi di hari kiamat dengan pemaafan yang tidak Dia
lakukan terhadap ulama.Di dalam suatu asar dijelaskan bahwa Allah memberikan ampunan bagi orang yang bodoh sebanyak tujuh puluh kali, sedangkan kepada orang yang alim cuma sekali. Tiadalah orang yang tidak alim itu sama dengan orang yang alim. Allah Swt. telah berfirman:
{قُلْ
هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ إِنَّمَا
يَتَذَكَّرُ أُولُو الألْبَابِ}
Katakanlah, "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang
yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima
pelajaran. (Az-Zumar: 9)Di dalam bab autobiografi Al-Walid ibnu Uqbah, Ibnu Asakir meriwayatkan sebuah hadis yang menyebutkan bahwa Nabi Saw. pernah bersabda:
"إِنَّ
أُنَاسًا مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ يَطَّلِعُونَ عَلَى أُنَاسٍ مِنْ أَهْلِ النَّارِ
فَيَقُولُونَ: بِمَ دَخَلْتُمُ النَّارَ؟ فَوَاللَّهِ مَا دَخَلْنَا الْجَنَّةَ
إِلَّا بِمَا تَعَلَّمْنَا مِنْكُمْ، فَيَقُولُونَ: إِنَّا كُنَّا نَقُولُ وَلَا
نَفْعَلُ"
Sesungguhnya ada segolongan orang dari kalangan penduduk surga melihat
segolongan orang dari kalangan penduduk neraka, lalu mereka bertanya, "Apakah
sebabnya hingga kalian masuk neraka? Padahal demi Allah, tiada yang memasukkan
kami ke surga kecuali apa yang kami pelajari dari kalian." Ahli neraka
menjawab, "Sesungguhnya dahulu kami hanya berkata, tetapi tidak
mengamalkannya."Ibnu Jarir At-Tabari meriwayatkan hadis ini dari Ahmad ibnu Yahya Al-Khabbaz Ar-Ramli, dari Zuhair ibnu Abbad Ar-Rawasi, dari Abu Bakar Az-Zahiri Abdullah ibnu Hakim, dari Ismail ibnu Abu Khalid, dari Asy-Sya'bi dari Al-Walid ibnu Uqbah, kemudian Ibnu Jarir mengetengahkan hadis ini.
Ad-Dahhak meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa ia pernah kedatangan seorang lelaki, lalu lelaki itu berkata, "Hai Ibnu Abbas, sesungguhnya aku hendak melakukan amar ma'ruf dan nahi munkar." Ibnu Abbas bertanya, "Apakah kamu telah melakukannya?" Lelaki itu menjawab, "Aku baru mau melakukannya." Ibnu Abbas berkata, "Jika kamu tidak takut nanti akan dipermalukan oleh tiga ayat dari Kitabullah, maka lakukanlah." Lelaki itu bertanya, "Apakah ayat-ayat tersebut?" Ibnu Abbas membacakan firman-Nya: Mengapa kalian suruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedangkan kalian melupakan diri kalian sendiri? (Al-Baqarah: 44) Lalu dia berkata, "Apakah engkau mampu melakukannya?" Lelaki itu menjawab, "Tidak." Ibnu Abbas berkata, "Ayat yang kedua ialah firman-Nya: 'Mengapa kalian mengatakan apa yang tidak kalian perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kalian mengatakan apa-apa yang tidak kalian kerjakan.' (Ash-Shaff: 2-3) Apakah kamu mampu melakukannya?" Lelaki itu menjawab, "Tidak." Ibnu Abbas melanjutkan perkataannya, "Dan ayat yang ketiga ialah ucapan seorang hamba saleh —yaitu Nabi Syu'aib a.s.— yang disitir oleh firman-Nya: 'Dan aku tidak berkehendak mengerjakan apa yang aku larang kalian darinya. Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan’ (Hud: 88) Apakah kamu mampu melakukan apa yang terkandung dalam ayat ini?" Lelaki itu menjawab, "Tidak." Maka Ibnu Abbas berkata, "Mulailah dari dirimu sendiri!" Demikianlah menurut riwayat Ibnu Murdawaih di dalam kitab tafsirnya.
قَالَ
الطَّبَرَانِيُّ حَدَّثَنَا عَبْدَانُ بْنُ أَحْمَدَ، حَدَّثَنَا زَيْدُ بْنُ
الْحَرِيشِ، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ خِرَاش، عَنِ الْعَوَّامِ بْنِ
حَوْشَبٍ، عَنْ [سَعِيدِ بْنِ] الْمُسَيَّبِ بْنِ رَافِعٍ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ،
قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنْ دَعَا النَّاسَ إِلَى قَوْلٍ أَوْ عَمَلٍ وَلَمْ
يَعْمَلْ هُوَ بِهِ لَمْ يَزَلْ فِي ظِلِّ سُخْطِ اللَّهِ حَتَّى يَكُفَّ أَوْ
يَعْمَلَ مَا قَالَ، أَوْ دَعَا إِلَيْهِ"
Imam Tabrani meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Abdan ibnu Ahmad,
telah menceritakan kepada kami Zaid ibnul Haris, telah menceritakan kepada kami
Abdullah ibnu Khirasy, dari Al-Awwam ibnu Hausyab, dari Al-Musayyab ibnu Rafi',
dari Ibnu Umar yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Barang
siapa menyeru kepada orang lain untuk berucap atau beramal, sedangkan dia
sendiri tidak mengamalkannya, maka ia terus-menerus berada di bawah naungan
murka Allah sebelum berhenti atau mengamalkan apa yang telah dia ucapkan atau
mengamalkan apa yang telah dia serukan.Dalam sanad hadis ini terkandung ke-daif-an (kelemahan).
Ibrahim An-Nakha'i mengatakan, sesungguhnya dia benar-benar tidak menyukai bercerita karena tiga ayat, yaitu firman-Nya: Mengapa kalian suruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedangkan kalian melupakan diri kalian sendiri? (Al-Baqarah: 44); Hai orang-orang yang beriman, mengapa kalian mengatakan apa yang tidak kalian perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kalian mengatakan apa-apa yang tidak kalian kerjakan. (Ash-Shaff: 2-3) Juga firman Allah Swt. menyitir kata-kata yang diucapkan oleh Nabi Syu'aib, yaitu: Dan aku tidak berkehendak mengerjakan apa yang aku larang kalian darinya. Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih berkesanggupan. Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah aku bertawakal dan hanya kepada-Nya-lah aku kembali. (Hud: 88)
{وَاسْتَعِينُوا
بِالصَّبْرِ وَالصَّلاةِ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلا عَلَى الْخَاشِعِينَ (45)
الَّذِينَ يَظُنُّونَ أَنَّهُمْ مُلاقُو رَبِّهِمْ وَأَنَّهُمْ إِلَيْهِ رَاجِعُونَ
(46) }
Jadikanlah sabar dan salat sebagai
penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu amal berat, kecuali bagi
orang-orang yang khusyuk, (yaitu) orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan
menemui Tuhannya dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.Allah Swt. berfirman seraya memerintahkan hamba-hamba-Nya agar mereka dapat meraih kebaikan dunia dan akhirat yang mereka dambakan, yaitu menjadikan sabar dan salat sebagai sarananya. Demikian yang dikatakan oleh Muqatil Ibnu Hayyan dalam tafsir ayat ini, yaitu: "Minta tolonglah kalian untuk memperoleh kebaikan akhirat dengan cara menjadikan sabar dalam mengerjakan amal-amal fardu dan salat sebagai sarananya."
Pengertian sabar menurut suatu pendapat yang dimaksud adalah puasa, menurut apa yang di-nas-kan oleh Mujahid. Al-Qurtubi dan lain-lainnya mengatakan, karena itulah maka bulan Ramadan dinamakan "bulan sabar", seperti yang disebutkan oleh salah satu hadis.
قَالَ
سُفْيَانُ الثَّوْرِيُّ، عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ، عَنْ جُرَيّ بْنِ كُليب، عَنْ
رَجُلٍ مِنْ بَنِي سَلِيمٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ: "الصَّوْمُ نِصْفُ الصَّبْرِ".
Sufyan As-Sauri meriwayatkan dari Abu Ishaq, dari Jaryu ibnu Kulaib, dari
seorang lelaki Bani Tamim, dari Nabi Saw., bahwa Nabi Saw. pernah bersabda:
Puasa adalah separo dari kesabaran.Menurut pendapat lain, yang dimaksud dengan sabar ialah menahan diri terhadap perbuatan-perbuatan maksiat. Karena itu, dalam ayat ini dibarengi dengan menunaikan amal-amal ibadah; dan amal ibadah yang paling tinggi ialah salat.
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Ubay, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Hamzah ibnu Ismail, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Sulaiman, dari Abu Sinan, dari Umar ibnul Khattab r.a. yang mengatakan bahwa sabar itu ada dua macam, yaitu sabar di saat musibah; hal ini baik. Dan yang lebih baik daripada itu ialah sabar terhadap hal-hal yang diharamkan oleh Allah. Hal yang semisal diriwayatkan dari Al-Hasan Al-Basri dengan perkataan Umar r.a.
Ibnul Mubarak meriwayatkan dari Ibnu Luhai'ah, dari Malik ibnu Dinar dari Sa'id ibnu Jubair yang mengatakan, "Sabar itu merupakan pengakuan seorang hamba kepada Allah bahwa musibah yang menimpanya itu dari Allah dengan mengharapkan rida Allah dan pahala yang ada di sisi-Nya. Adakalanya seseorang mengeluh, padahal ia tetap tegar dan tak terlihat darinya kecuali hanya sabar belaka."
Abul Aliyah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Jadikanlah sabar dan salat sebagai penolong kalian. (Al-Baqarah: 45) Yang dimaksud dengan sabar ialah dalam melakukan hal-hal yang diridai oleh Allah, dan ketahuilah baliwa salat itu merupakan amal taat kepada Allah.
Mengenai firman-Nya, "Was salati (dan salat)," karena sesungguhnya salat merupakan penolong yang paling besar untuk memperteguh diri dalam melakukan suatu perkara, seperti yang diungkapkan oleh ayat lainnya, yaitu firman-Nya:
{اتْلُ
مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنَ الْكِتَابِ وَأَقِمِ الصَّلاةَ إِنَّ الصَّلاةَ تَنْهَى
عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ}
Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al-Kitab (Al-Qur'an),
dan dirikanlah salat. Sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan)
keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (salat) adalah lebih
besar (keutamaannya daripada ibadah-ibadah yang lain). (Al-Ankabut 45)
قَالَ
الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا خَلَفُ بْنُ الْوَلِيدِ، حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ
زَكَرِيَّا بْنِ أَبِي زَائِدَةَ، عَنْ عِكْرِمَةَ بْنِ عَمَّارٍ، عَنْ مُحَمَّدِ
بْنِ عَبْدِ اللَّهِ الدُّؤَلِيِّ، قَالَ: قَالَ عَبْدُ الْعَزِيزِ أَخُو
حُذَيْفَةَ، قَالَ حُذَيْفَةُ، يَعْنِي ابْنَ الْيَمَانِ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا حَزَبَهُ أَمْرٌ صَلَّى.
Imam Ahmad meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Khalaf ibnul Walid,
telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Zakaria ibnu Abu Zaidah, dari Ikrimah
ibnu Ammar, dari Muhammad ibnu Abdullah Ad-Du-ali yang menceritakan bahwa Abdul
Aziz (saudara Huzaifah) mengatakan bahwa Huzaifah ibnul Yaman r.a. pernah
mengatakan: Rasulullah Saw. bila mengalami suatu perkara (cobaan), maka
beliau selalu salat.Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Abu Daud, dari Muhammad ibnu Isa, dari Yahya ibnu Zakaria, dari Ikrimah ibnu Ammar, seperti yang akan disebutkan nanti.
وَقَدْ
رَوَاهُ ابْنُ جَرِيرٍ، مِنْ حَدِيثِ ابْنِ جُرَيج، عَنْ عِكْرِمة بْنِ عَمَّارٍ،
عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عُبَيْدِ بْنِ أَبِي قُدَامَةَ، عَنْ عَبْدِ الْعَزِيزِ بْنِ
الْيَمَانِ، عَنْ حُذَيْفَةَ، قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا حَزَبَهُ أَمْرٌ فَزِعَ إِلَى الصَّلَاةِ
Ibnu Jarir meriwayatkan melalui hadis Ibnu Juraij, dari Ikrimah ibnu Ammar,
dari Muhammad ibnu Abu Ubaid ibnu Abu Qudamah, dari Abdul Aziz ibnul Yaman, dari
Huzaifah yang menceritakan: Rasulullah Saw. bila mengalami suatu perkara,
maka beliau bersegera melakukan salat.Sebagian dari mereka meriwayatkan hadis ini dari Abdul Aziz —anak saudara lelaki Huzaifah, dan dikatakan saudara Huzaifah— secara mursal dari Nabi Saw.
Muhammad ibnu Nasr Al-Marwazi meriwayatkan di dalam Kitabus Salat:
حَدَّثَنَا
سَهْلُ بْنُ عُثْمَانَ أَبُو مَسْعُودٍ الْعَسْكَرِيُّ، حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ
زَكَرِيَّا بْنِ أَبِي زَائِدَةَ قَالَ: قَالَ عِكْرِمَةُ بْنُ عَمَّارٍ: قَالَ
مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الدُّؤَلِيُّ: قَالَ عَبْدُ الْعَزِيزِ: قَالَ
حُذَيْفَةُ: رَجَعْتُ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْلَةَ
الْأَحْزَابِ وَهُوَ مُشْتَمِلٌ فِي شَمْلَةٍ يُصَلِّي، وَكَانَ إِذَا حَزَبَهُ
أَمْرٌ صَلَّى .
telah menceritakan kepada kami Sahl ibnu Usman Al-Askari, telah menceritakan
kepada kami Yahya ibnu Zakaria ibnu Abu Zaidah yang mengatakan bahwa Ikrimah
ibnu Ammar, Muhammad ibnu Abdullah Ad-Du-ali, dan Abdul Aziz semuanya
menceritakan bahwa Huzaifah telah menceritakan hadis berikut: Aku kembali
kepada Nabi Saw. pada malam (Perang) Ahzab, sedangkan Nabi Saw. ketika itu
menyelimuti dirinya dengan jubah tebal dalam keadaan melakukan salat. Dan
beliau bila menghadapi suatu perkara (besar) selalu salat.
وَحَدَّثَنَا
عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ مُعَاذٍ، حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ أَبِي
إِسْحَاقَ سَمِعَ حَارِثَةَ بْنَ مُضَرِّبٍ سَمِعَ عَلِيًّا يَقُولُ: لَقَدْ
رَأَيْتَنَا لَيْلَةَ بَدْرٍ وَمَا فِينَا إِلَّا نَائِمٌ غَيْرَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي ويدعو حتى أصبح
Telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Mu'az, telah menceritakan kepada
kami Ubay, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Abu Ishaq yang pernah
mendengar dari Hariqah ibnu Mudarrib, bahwa ia pernah mendengar sahabat Ali r.a.
menceritakan hadis berikut: Sesungguhnya aku di malam Perang Badar melihat
kami semua (pasukan kaum muslim) tiada seorang pun melainkan tertidur kecuali
Rasulullah Saw. yang selalu salat dan berdoa hingga subuh.Ibnu Jarir mengatakan, telah diriwayatkan dari Rasulullah Saw. bahwa beliau bersua dengan Abu Hurairah yang sedang tengkurap di atas perutnya, lalu beliau bersabda, "Apakah perutmu sakit?" Abu Hurairah menjawab, "Ya." Maka Nabi Saw. bersabda:
"قُمْ
فَصَلِّ فَإِنَّ الصَّلَاةَ شِفَاءٌ"
Berdirilah dan salatlah, karena sesungguhnya salat itu adalah penawar
(obat penyembuh).Ibnu Jarir meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul Fadl dan Ya'qub ibnu Ibrahim; keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Ulayyah, telah menceritakan kepada kami Uyaynah ibnu Abdur Rahman, dari ayahnya, bahwa Ibnu Abbas mendapat berita belasungkawa atas kematian saudaranya yang bernama Qasim, sedangkan ketika itu ia dalam suatu perjalanan. Maka ia mengucapkan kalimah istirja' (inna lillahi wa inna ilaihi raji'un), kemudian menjauh dari jalan dan mengistirahatkan unta kendaraannya, lalu salat dua rakaat. Dalam salatnya itu ia melakukan duduk dalam waktu yang cukup lama, kemudian bangkit dan berjalan menuju unta kendaraannya, lalu membacakan firman-Nya: Jadikanlah sabar dan salat sebagai penolong kalian. Dan sesungguhnya yang demikian itu amat berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk. (Al-Baqarah: 45)
Sunaid telah mengatakan dari Hajjaj, dari Ibnu Juraij, mengenai firman-Nya: Jadikanlah sabar dan salat sebagai penolong kalian. (Al-Baqarah: 45) Kedua hal tersebut merupakan sarana untuk memperoleh rahmat Allah, sedangkan damir yang terkandung di dalam firman-Nya, “In-naha lakabirah" kembali kepada salat, yakni sesungguhnya salat itu berat kecuali bagi orang-orang yang khusyuk. Demikian yang di-nas-kan oleh Mujahid dan dipilih oleh Ibnu Jarir.
Akan tetapi, dapat pula diinterpretasikan bahwa damir tersebut kembali kepada apa yang ditunjukkan oleh konteks kalimat, yaitu wasiat akan hal tersebut. Perihalnya sama dengan firman Allah Swt. dalam kisah Qarun, yaitu:
{وَقَالَ
الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ وَيْلَكُمْ ثَوَابُ اللَّهِ خَيْرٌ لِمَنْ آمَنَ
وَعَمِلَ صَالِحًا وَلا يُلَقَّاهَا إِلا الصَّابِرُونَ}
Berkatalah orang-orang yang dianugerahi ilmu, "Kecelakaan yang besarlah
bagi kalian, pahala Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan
beramal saleh, dan tidak diperoleh pahala itu, kecuali oleh orang-orang yang
sabar.'''' (Al-Qashash: 80)Demikian pula dalam firman Allah Swt.:
{وَلا
تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلا السَّيِّئَةُ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا
الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ * وَمَا
يُلَقَّاهَا إِلا الَّذِينَ صَبَرُوا وَمَا يُلَقَّاهَا إِلا ذُو حَظٍّ
عَظِيمٍ}
Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan
cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada
permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. Sifat-sifat yang
baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak
dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang
besar. (Fushshilat 34-35)Maksudnya, tiada yang layak menerima wasiat ini kecuali orang-orang yang sabar, dan tiada yang dianugerahi dan diilhaminya kecuali orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang besar.
Berdasarkan kedua hipotesis tersebut, maka firman Allah Swt.”Innaha lakabirah" artinya sesungguhnya hal itu benar-benar merupakan masyaqat yang besar.”Illa 'alal khasyi'in" artinya kecuali bagi orang-orang yang khusyuk.
Ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, yang dimaksud dengan khasyi'in ialah orang-orang yang percaya kepada Al-Kitab yang diturunkan oleh Allah Swt. Menurut Mujahid, artinya orang-orang yang benar-benar beriman. Menurut Abul Aliyah, arti 'kecuali bagi orang-orang yang khusyuk' ialah orang-orang yang takut.
Muqatil ibnu Hayyan mengatakan, makna 'kecuali bagi orang-orang yang khusyuk' ialah orang-orang yang rendah diri.
Ad-Dahhak mengatakan, makna firman-Nya, "Innaha lakabirah," ialah sesungguhnya hal tersebut benar-benar berat kecuali bagi orang-orang yang tunduk, patuh, taat kepada-Nya, takut kepada pembalasan-Nya, serta percaya kepada janji dan ancaman-Nya.
Pengertian yang terkandung di dalam ayat ini mirip dengan apa yang disebutkan di dalam salah satu hadis, yaitu:
"لَقَدْ
سَأَلْتَ عَنْ عَظِيمٍ، وَإِنَّهُ لَيَسِيرٌ عَلَى مَنْ يَسَّرَهُ اللَّهُ
عَلَيْهِ"
Sesungguhnya engkau telah menanyakan sesuatu yang berat, dan sesungguhnya
hal itu benar-benar mudah bagi orang yang dimudahkan oleh Allah.Ibnu Jarir mengatakan, makna ayat ialah 'hai para ulama ahli kitab (Yahudi), jadikanlah sabar dalam menjalankan ketaatan kepada Allah dan sebagai penolong kalian; dirikanlah salat, mengingat salat dapat mencegah diri dari perbuatan keji dan mungkar, mendekatkan diri kepada rida Allah, dan berat dikerjakannya kecuali bagi orang-orang yang khusyuk, yaitu orang-orang yang rendah diri, berpegang teguh kepada ketaatan, dan merasa hina karena takut kepada-Nya. Demikian menurut Ibnu Jarir. Akan tetapi, menurut pengertian lahiriah ayat, sekalipun sebagai suatu khitab dalam konteks peringatan yang ditujukan kepada kaum Bani Israil, sesungguhnya khitab ini bukan hanya ditujukan kepada mereka secara khusus, melainkan pengertiannya umum mencakup pula selain mereka.
***********
Firman Allah Swt.:
{الَّذِينَ
يَظُنُّونَ أَنَّهُمْ مُلاقُو رَبِّهِمْ وَأَنَّهُمْ إِلَيْهِ
رَاجِعُونَ}
(yaitu) orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan
bahwa mereka akan kembali kepada-Nya. (Al-Baqarah: 46)Ayat ini merupakan kelengkapan dari makna yang terkandung pada ayat sebelumnya yang menyatakan bahwa salat atau wasiat ini benar-benar berat kecuali bagi orang-orang yang khusyuk, yaitu orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Tuhannya. (Al-Baqarah: 45-46)
Artinya, mereka meyakini bahwa mereka pasti dihimpun dan dihadapkan kepada-Nya di hari kiamat kelak.
وَأَنَّهُمْ
إِلَيْهِ رَاجِعُونَ
dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya. (Al-Baqarah: 46)Yakni semua urusan mereka kembali kepada kehendak-Nya. Dia memutuskannya menurut apa yang dikehendaki-Nya dengan adil. Mengingat mereka percaya dan yakin kepada adanya hari kemudian dan hari pembalasan, maka mudahlah bagi mereka melakukan amal-amal ketaatan dan meninggalkan hal-hal yang mungkar.
Adapun mengenai firman-Nya:
{يَظُنُّونَ
أَنَّهُمْ مُلاقُو رَبِّهِمْ}
yang meyakini bahwa mereka akan menemui Tuhannya. (Al-Baqarah: 46)Ibnu Jarir mengatakan bahwa orang-orang Arab itu adakalanya menamakan dengan sebutan zan (dugaan), dan syak (ragu) dengan sebutan zan pula. Perihalnya sama dengan istilah zulmah (kegelapan) yang adakalanya mereka sebut dengan istilah sidfah, dan diya (terang) disebut pula sidfah; serta al-mugis (penolong) disebut sarikh, dan mustagis (orang yang minta tolong) disebut pula dengan istilah sarikh. Masih banyak contoh lain yang serupa, yaitu isim-isim yang digunakan untuk nama sesuatu dan juga sebagai nama lawannya, seperti yang dikatakan oleh Duraid ibnus Simmah:
فَقُلْتُ
لَهُمْ ظُنُّوا بِأَلْفَيْ مُدَجَّجٍ ...
سَرَاتُهُم فِي الفَارسِيِّ المُسَرَّدِ
Maka kukatakan kepada mereka bahwa
mereka merasa yakin akan kedatangan dua ribu personel pasukan yang bersenjata
lengkap, orang-orang yang berkecukupan dari kalangan pasukan berada dalam
barisan pasukan berkuda yang lengkap peralatannya.
Makna yang dimaksud ialah bahwa mereka merasa yakin kalian akan kedatangan
dua ribu personel pasukan yang bersenjatakan lengkap. Umair ibnu Tariq
mengatakan:
بِأنْ
يَعْتَزُوا قَوْمِي وأقعُدَ فِيكُمُ ... وأجعلَ
مِنِّي الظنَّ غَيْبًا مُرَجَّمَا
Maka jika mereka mengambil pelajaran
dari kaumku, dan aku duduk di antara kalian, niscaya aku jadikan suatu hal yang
yakin sebagai perkara gaib yang tiada kenyataannya.
Yakni aku anggap perkara yang yakin sebagai perkara gaib berdasarkan dugaan
belaka. Ibnu Jarir mengatakan bahwa syawahid (bukti-bukti) tersebut diambil dari
syair-syair orang-orang Arab dan pembicaraan mereka. Hal tersebut menunjukkan
bahwa lafaz zan (dugaan) banyak dipakai di kalangan mereka untuk
menunjukkan pengertian yakin dalam jumlah yang tak terhitung banyaknya. Dan
keterangan yang telah kami sebutkan di atas sudah cukup bagi orang yang diberi
taufik untuk memahaminya; di antaranya ada pula firman Allah Swt.:
{وَرَأَى
الْمُجْرِمُونَ النَّارَ فَظَنُّوا أَنَّهُمْ مُوَاقِعُوهَا}
Dan orang-orang yang berdosa melihat neraka, maka mereka meyakini bahwa
mereka akan jatuh ke dalamnya. (Al-Kahfi: 53) Kemudian Ibnu Jarir meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Abu Asim, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Jabir, dari Mujahid, bahwa semua lafaz zan yang ada di dalam Al-Qur'an menunjukkan makna yakin, misalnya zanantu dan zannu (aku yakin dan mereka yakin). Telah menceritakan kepadaku Al-Musanna, telah menceritakan kepada kami Ishaq, telah menceritakan kepada kami Abu Daud Al-Jabari, dari Sufyan, dari Ibnu Abu Nujaih, dari Mujahid yang mengatakan bahwa semua lafaz zan di dalam Al-Qur'an menunjukkan makna ilmu (pengetahuan/yakin). Sanad riwayat ini berpredikat sahih.
Abu Ja'far Ar-Razi meriwayatkan dari Ar-Rabi' ibnu Anas, dari Abul Aliyah, sehubungan dengan makna firman-Nya: (yaitu) orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Tuhannya. (Al-Baqarah: 46) Menurutnya, lafaz zan di sini menunjukkan makna yakin.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, hal yang semisal dengan perkataan Abul Aliyah telah diriwayatkan dari Mujahid, As-Saddi, Ar-Rabi' ibnu Anas, dan Qatadah.
Sunaid meriwayatkan dari Hajjaj, dari ibnu Juraij, mengenai makna firman-Nya: (yaitu) orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Tuhannya. (Al-Baqarah: 46) Yakni mereka yakin bahwa mereka pasti akan menemui Tuhan mereka. Perihalnya sama dengan makna yang terdapat pada ayat lain, yaitu firman-Nya:
{إِنِّي
ظَنَنْتُ أَنِّي مُلاقٍ حِسَابِيَهْ}
Sesungguhnya aku yakin bahwa sesungguhnya aku akan menemui hisab terhadap
diriku. (Al-Haqqah: 20)Maksudnya, dia merasa yakin akan hal tersebut. Hal yang sama dikatakan pula oleh Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam.
Menurut kami, di dalam kitab sahih disebutkan sebuah hadis yang mengatakan:
"أَنَّ
اللَّهَ تَعَالَى يَقُولُ لِلْعَبْدِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ: أَلَمْ أُزَوِّجْكَ،
أَلَمْ أُكْرِمْكَ، أَلَمْ أُسَخِّرْ لَكَ الْخَيْلَ وَالْإِبِلَ، وَأَذَرْكَ
تَرْأَسُ وَتَرَبَّعُ؟ فَيَقُولُ: بَلَى. فَيَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى: أَفَظَنَنْتَ
أَنَّكَ مُلَاقِيَّ؟ فَيَقُولُ: لَا. فَيَقُولُ اللَّهُ: الْيَوْمَ أَنْسَاكَ كَمَا
نَسِيتَنِي".
bahwa di hari kiamat kelak Allah Swt. berfirman kepada seorang hamba:
"Bukankah Aku telah mengawinkanmu, bukankah Aku telah memuliakanmu, bukankah
Aku telah menundukkan bagimu kuda dan unta, dan Aku biarkan kamu memimpin dan
berkuasa?" Hamba itu berkata, "Memang benar." Allah Swt. berfirman, "Apakah
engkau meyakini bahwa engkau akan menemui-Ku?" Hamba tersebut menjawab, "Tidak."
Maka Allah berfirman, "Pada hari ini Aku melupakanmu seperti kamu dahulu
melupakan-Ku."Pembahasan ini akan diketengahkan dengan panjang lebar, insya Allah, dalam membahas tafsir firman-Nya:
{نَسُوا
اللَّهَ فَنَسِيَهُمْ}
Mereka telah lupa kepada Allah, maka Allah melupakan mereka.
(At-Taubah: 67)
{يَا
بَنِي إِسْرَائِيلَ اذْكُرُوا نِعْمَتِيَ الَّتِي أَنْعَمْتُ عَلَيْكُمْ وَأَنِّي
فَضَّلْتُكُمْ عَلَى الْعَالَمِينَ (47) }
Hai Bani Israil, ingatlah akan nikmat-Ku yang
telah Aku anugerahkan kepada kalian dan (ingatlah) bahwasanya Aku telah
melebihkan kalian atas segala umat.Allah Swt. mengingatkan mereka akan nikmat-nikmat-Nya yang telah dilimpahkan kepada kakek moyang mereka yang terdahulu; dan keutamaan yang dianugerahkan oleh Allah kepada mereka, yaitu diutus-Nya rasul-rasul dari kalangan mereka, diturunkan kitab-kitab kepada mereka, dan diutamakan-Nya mereka atas segala umat pada zaman-nya, seperti yang disebut oleh ayat lain, yaitu firman-Nya:
{وَلَقَدِ
اخْتَرْنَاهُمْ عَلَى عِلْمٍ عَلَى الْعَالَمِينَ}
Dan sesungguhnya telah Kami pilih mereka dengan pengetahuan (Kami) atas
bangsa-bangsa. (Ad-Dukhan: 32)
{وَإِذْ
قَالَ مُوسَى لِقَوْمِهِ يَا قَوْمِ اذْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ
جَعَلَ فِيكُمْ أَنْبِيَاءَ وَجَعَلَكُمْ مُلُوكًا وَآتَاكُمْ مَا لَمْ يُؤْتِ
أَحَدًا مِنَ الْعَالَمِينَ}
Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya, "Hai kaumku, ingatlah
nikmat Allah atas kalian ketika Dia mengangkat nabi-nabi di antara kalian, dan
dijadikan-Nya kalian orang-orang merdeka, dan diberikan-Nya kepada kalian apa
yang belum pernah diberikan-Nya kepada seorang pun di antara umat-umat yang
lain." (Al-Maidah: 20)Abu Ja'far Ar-Razi meriwayatkan dari Ar-Rabi' ibnu Anas, dari Abul Aliyah, sehubungan dengan tafsir firman-Nya: dan (ingatlah) bahwasanya Aku telah melebihkan kalian atas segala umat. (Al-Baqarah: 47) Disebutkan bahwa keutamaan tersebut berkat apa yang telah diberikan-Nya kepada mereka berupa kerajaan, rasul-rasul, dan kitab-kitab; hingga mereka berada di atas semua umat di masanya, karena sesungguhnya tiap-tiap zaman itu mempunyai umatnya masing-masing. Hal yang semisal telah diriwayatkan dari Mujahid, Ar-Rabi' ibnu Anas, Qatadah, dan Ismail ibnu Abu Khalid. Makna ayat ini memang wajib ditafsirkan berdasar pengertian tersebut, mengingat umat sekarang ini (umat Nabi Muhammad Saw.) lebih utama daripada mereka, karena berdasarkan firman Allah Swt. yang berkhitab kepada umat ini, yaitu:
{كُنْتُمْ
خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ
الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ
خَيْرًا لَهُمْ}
Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada
yang makruf dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya
ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. (Ali Imran:
110)Di dalam kitab-kitab Musnad dan kitab-kitab Sunnah disebutkan sebuah hadis dari Mu'awiyah ibnu Haidah Al-Qusyairi yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"أَنْتُمْ
تُوفُونَ سَبْعِينَ أُمَّةً، أَنْتُمْ خَيْرُهَا وَأَكْرَمُهَا عَلَى
اللَّهِ".
Kalian dapat mengimbangi tujuh puluh umat, kalianlah yang paling baik dan
paling mulia menurut Allah.Hadis-hadis yang menceritakan hal ini cukup banyak, disebutkan dalam tafsir firman-Nya:
{كُنْتُمْ
خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ}
Kalian adalah umat yang terbaik, yang dilahirkan untuk manusia. (Ali
Imran: 110)Menurut suatu pendapat, yang dimaksud ialah keutamaan yang dimiliki mereka adalah berkat suatu kelebihan yang dimiliki mereka diatas umat manusia lainnya, hal ini bukan berarti mereka adalah yang paling utama secara mutlak. Demikian pendapat Ar-Razi, tetapi pendapatnya ini masih perlu dipertimbangkan.
Menurut pendapat lainnya, mereka diutamakan di atas umat yang lainnya karena dari kalangan mereka banyak nabinya. Demikian riwayat Al-Qurtubi di dalam kitab tafsirnya, tetapi pendapatnya ini masih perlu dipertimbangkan, karena pengertian 'alamin bersifat umum mencakup nabi-nabi yang sebelum dan sesudah mereka. Nabi Ibrahim —kekasih Allah— adalah sebelum mereka, sedangkan beliau lebih afdal daripada semua nabi mereka. Nabi Muhammad yang sesudah mereka adalah lebih utama daripada semua makhluk, beliau adalah penghulu Bani Adam di dunia dan akhirat secara mutlak.
{وَاتَّقُوا
يَوْمًا لَا تَجْزِي نَفْسٌ عَنْ نَفْسٍ شَيْئًا وَلا يُقْبَلُ مِنْهَا شَفَاعَةٌ
وَلا يُؤْخَذُ مِنْهَا عَدْلٌ وَلا هُمْ يُنْصَرُونَ (48) }
Dan jagalah diri kalian dari (azab) hari
(kiamat, yang pada hari itu) seseorang tidak dapat membela orang lain, walau
sedikit pun, dan (begitu pula) tidak diterima syafaat dan tebusan darinya, dan
tidaklah mereka akan ditolong.Setelah Allah Swt. mengingatkan mereka akan nikmat-nikmat-Nya yang telah dilimpahkan kepada mereka pada ayat pertama, kemudian hal itu diiringi dengan peringatan yang menyatakan akan kekuasaan pembalasan Allah terhadap mereka kelak di hari kiamat. Untuk itu Allah Swt. berfirman, "Dan jagalah diri kalian dari (siksa) pada hari kiamat." Kemudian disebutkan pada ayat selanjutnya, "(yang pada hari itu) seseorang tidak dapat membela orang lain walau sedikit pun," yakni tiada seorang pun yang dapat menolong orang lain. Makna ayat ini sama dengan ayat lain yang dinyatakan di dalam firman-Nya:
{وَلا
تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى}
Dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain.
(Al-An'am: 164)
{لِكُلِّ
امْرِئٍ مِنْهُمْ يَوْمَئِذٍ شَأْنٌ يُغْنِيهِ}
Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang cukup
menyibukkannya. (Abasa: 37)
{يَا
أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمْ وَاخْشَوْا يَوْمًا لَا يَجْزِي وَالِدٌ عَنْ
وَلَدِهِ وَلا مَوْلُودٌ هُوَ جَازٍ عَنْ وَالِدِهِ شَيْئًا}
Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhan kalian dan takutilah suatu hari yang
(pada hari itu) seorang bapak tidak dapat menolong anaknya dan seorang anak
tidak dapat (pula) menolong bapaknya sedikit pun. (Luqman: 33)Hal ini merupakan kedudukan paling jelas, mengingat disebutkan bahwa seorang ayah dan anaknya masing-masing dari kedua belah pihak tidak dapat menolong pihak yang lain barang sedikit pun.
********
Firman Allah Swt.:
{وَلا
يُقْبَلُ مِنْهَا شَفَاعَةٌ}
dan (begitu pula) tidak diterima syafaat darinya. (Al-Baqarah: 48)Yakni dari orang-orang kafir. Perihalnya sama dengan makna yang terkandung di dalam firman Allah Swt. lainnya, yaitu:
{فَمَا
تَنْفَعُهُمْ شَفَاعَةُ الشَّافِعِينَ}
Maka tidak berguna lagi bagi mereka syafaat dari orang-orang yang memberi
syafaat. (At-Muddatstsir 48)Firman Allah Swt kepada penghuni neraka:
{فَمَا
لَنَا مِنْ شَافِعِينَ * وَلا صَدِيقٍ حَمِيمٍ}
Maka kami tidak mempunyai pemberi syafaat seorang pun, dan tidak pula
mempunyai teman yang akrab. (Asy-Syu'ara: 100-101)
********
Adapun firman Allah Swt.:
{وَلا
يُؤْخَذُ مِنْهَا عَدْلٌ}
Dan tidak diambil darinya suatu tebusan pun. (Al-Baqarah: 48)Maksudnya, tidak diterima darinya suatu tebusan pun; seperti pengertian yang terdapat pada ayat lainnya, yaitu firman-Nya:
إِنَّ
الَّذِينَ كَفَرُوا وَمَاتُوا وَهُمْ كُفَّارٌ فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْ أَحَدِهِمْ
مِلْءُ الأرْضِ ذَهَبًا وَلَوِ افْتَدَى بِهِ}
Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan mati sedang mereka tetap dalam
kekafirannya, maka tidaklah akan diterima dari seorang pun di antara mereka emas
sepenuh bumi, walaupun dia menebus diri dengan emas (yang sebanyak) itu.
(Ali Imran: 91)
{إِنَّ
الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْ أَنَّ لَهُمْ مَا فِي الأرْضِ جَمِيعًا وَمِثْلَهُ مَعَهُ
لِيَفْتَدُوا بِهِ مِنْ عَذَابِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ مَا تُقُبِّلَ مِنْهُمْ
وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ}
Sesungguhnya orang-orang yang kafir sekiranya mereka mempunyai apa yang di
bumi ini seluruhnya dan mempunyai yang sebanyak itu (pula) untuk menebusi diri
mereka dengan itu dari azab hari kiamat, niscaya (tebusan itu) tidak akan
diterima dari mereka, dan mereka beroleh azab yang pedih. (Al-Maidah:
36)
{وَإِنْ
تَعْدِلْ كُلَّ عَدْلٍ لَا يُؤْخَذْ مِنْهَا}
Dan jika ia menebus dengan segala macam tebusan pun, niscaya tidak akan
diterima darinya. (Al-An'am: 70)Demikian pula dalam firman Allah Swt. lainnya, yaitu:
{فَالْيَوْمَ
لَا يُؤْخَذُ مِنْكُمْ فِدْيَةٌ وَلا مِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا}
Maka pada hari ini tidak diterima tebusan dari kalian dan tidak pula dari
orang-orang kafir. Tempal kalian ialah neraka. Dan nerakalah tempat berlindung
kalian (Al-Hadid: 15)Melalui ayat ini Allah memberitahukan bahwa mereka tidak mau beriman kepada Rasul-Nya, tidak mau mengikuti apa yang telah diembankan oleh Allah kepadanya, dan mereka menemui Allah di hari kiamat dalam keadaan masih tetap dalam kekafiran. Maka sesungguhnya tidak bermanfaat bagi mereka pertolongan seorang karib pun, dan tidak diterima pula syafaat dari seseorang yang berkedudukan, serta tidak dapat diterima dari mereka suatu tebusan pun sekalipun tebusan itu berupa emas sepenuh bumi, seperti yang diungkapkan oleh Allah dalam ayat lainnya:
{مِنْ
قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ يَوْمٌ لَا بَيْعٌ فِيهِ وَلا خُلَّةٌ وَلا
شَفَاعَةٌ}
sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak
ada lagi persahabatan yang akrab dan tidak ada lagi syafaat. (Al-Baqarah:
254)
{لَا
بَيْعٌ فِيهِ وَلا خِلالٌ}
yang pada hari itu tidak ada jual beli dan persahabatan. (Ibrahim:
31)Sunaid meriwayatkan, telah menceritakan kepadaku Hajjaj, telah menceritakan kepadaku Ibnu Juraij, dari Mujahid yang mengatakan bahwa sabahat Ibnu Abbas r.a. pernah mengatakan sehubungan dengan tafsir firman-Nya, "Wala yukhazu minha 'adlun." 'Adlun artinya pengganti, yang dimaksud ialah tebusan.
As-Saddi mengatakan, "adlun artinya yang sepadan, maksudnya ialah 'seandainya dia datang dengan membawa emas sepenuh bumi untuk menebus dirinya (dari neraka), niscaya tidak dapat diterima'. Hal yang sama dikatakan pula oleh Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam.
Abu Ja'far Ar-Razi telah meriwayatkan dari Ar-Rabi' ibnu Anas, dari Abul Aliyah mengenai firman-Nya, "Wala yuqbalu minha 'adlun," bahwa yang dimaksud dengan 'adlun ialah tebusan.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, hal yang serupa telah diriwayatkan dari Abu Malik, Al-Hasan, Sa'id ibnu Jubair, Qatadah, dan Ar-Rabi' ibnu Anas.
Abdur Razzaq meriwayatkan, telah bercerita kepada kami As-Sauri, dari Al-A’masy, dari Ibrahim At-Taimi, dari ayahnya, dari sahabat Ali r.a. dalam suatu hadis yang panjang, yang di dalamnya disebut bahwa as-sirfu dan al-'adlu sama artinya dengan amal sunnah dan amal fardu. Hal yang sama dikatakan pula oleh Al-Walid ibnu Muslim, dari Usman ibnu Abul Atikah, dari Umair ibnu Hani'. Tetapi pendapat ini garib (aneh) dalam kaitannya dengan makna ayat ini.
Pendapat pertama mengenai tafsir ayat ini merupakan pendapat paling kuat, mengingat ada sebuah hadis yang mengukuhkannya, yaitu hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir. Dia mengatakan:
حَدَّثَنِي
نَجِيح بْنُ إِبْرَاهِيمَ، حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ حَكِيمٍ، حَدَّثَنَا حُمَيْدُ
بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ عَمْرو بْنِ قَيْسٍ الْمُلَائِيِّ ،
عَنْ رَجُلٍ مِنْ بَنِي أُمَيَّةَ -مِنْ أَهْلِ الشَّامِ أَحْسَنَ عَلَيْهِ
الثَّنَاءَ -قَالَ: قِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا الْعَدْلُ؟ قَالَ: "الْعَدْلُ
الْفِدْيَةُ"
telah menceritakan kepadaku Nujaih ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada
kami Ali Ibnu Hakim, telah menceritakan kepada kami Humaid ibnu Abdur Rahman,
dari ayahnya, dari Amr ibnu Qais Al-Mala-i, dari seorang lelaki dari kalangan
Bani Umayyah yang tinggal di negeri Syam. Disebutkan bahwa pernah ditanyakan
kepada Rasulullah Saw.: "Wahai Rasulullah, apakah arti al-'adl itu?"
Beliau menjawab, "Al-'adl artinya tebusan."
********
Firman Allah Swt.:
{وَلا
هُمْ يُنْصَرُونَ}
Dan tidaklah mereka akan ditolong. (Al-Baqarah: 48)Dengan kata lain, tiada seorang pun yang marah karena demi membela mereka, kemudian ia menolong dan menyelamatkan mereka dari siksa Allah; seperti yang disebutkan di atas, bahwa tiada seorang kerabat dan tiada seorang yang berkedudukan pun yang belas kasihan kepada mereka dan tidak diterima suatu tebusan pun dari mereka. Semuanya itu ditinjau dari segi belas kasihan. Dengan kata lain, tiada seorang pun dari kalangan mereka yang dapat menolong dirinya sendiri, tidak pula dari kalangan orang luar. Pengertiannya sama dengan firman Allah Swt.:
{فَمَا
لَهُ مِنْ قُوَّةٍ وَلا نَاصِرٍ}
Maka sekali-kali tiada bagi manusia itu suatu kekuatan pun dan tidak
(pula) seorang penolong. (At-Thariq: 10)Dengan kata lain, Allah Swt. tidak mau menerima tebusan —tidak pula syafaat— yang diajukan untuk membela orang yang kafir kepada-Nya. Tiada seorang penyelamat yang dapat menyelamatkan seseorang dari azab-Nya. Tiada seorang pun yang dapat menyelamatkan diri dari siksa-Nya dan tiada seorang pun yang dapat memberikan perlindungan dari azab-Nya. Hal ini sama dengan apa yang terkandung di dalam firman lainnya, yaitu:
{وَهُوَ
يُجِيرُ وَلا يُجَارُ عَلَيْهِ}
Dialah Yang melindungi dan tidak ada yang dapat dilindungi dari
(azab)-Nya, (Al-Mu’minun: 88)
{فَيَوْمَئِذٍ
لَا يُعَذِّبُ عَذَابَهُ أَحَدٌ * وَلا يُوثِقُ وَثَاقَهُ أَحَدٌ}
Maka pada hari itu tiada seorang pun yang menyiksa seperti siksa-Nya, dan
tiada seorang pun yang mengikat seperti ikatan-Nya. (Al-Fajr: 25-26)
{مَا
لَكُمْ لَا تَنَاصَرُونَ * بَلْ هُمُ الْيَوْمَ مُسْتَسْلِمُونَ}
Mengapa kalian tidak saling tolong-menolong? Bahkan mereka pada hari itu
menyerah diri. (Ash-Shaffat: 25-26)
{فَلَوْلا
نَصَرَهُمُ الَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِ اللَّهِ قُرْبَانًا آلِهَةً بَلْ
ضَلُّوا عَنْهُمْ}
Maka mengapa yang mereka sembah selain Allah sebagai Tuhan untuk
mendekatkan diri (kepada Allah) tidak dapat menolong mereka. Bahkan tuhan-tuhan
itu telah lenyap dari mereka? (Al-Ahqaf: 28)Ad-Dahhak meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya, "Mengapa kalian tidak tolong-menolong?" (Ash-Shaffat 25). Yakni, mengapa kalian pada hari ini tidak saling menolong dari azab Kami? Mustahillah bagi kalian untuk dapat melakukan hal tersebut pada hari ini.
Ibnu Jarir berkata sehubungan dengan takwil firman-Nya: dan tidaklah mereka akan ditolong. (Al-Baqarah: 48) Bahwa pada hari itu tiada seorang pun yang dapat menolong mereka, sebagaimana tiada seorang pun yang dapat memberikan syafaat kepadanya. Tidak dapat diterima dari mereka tebusan, tidak pula syafaat; hari itu tidak berlaku lagi kasih sayang, dan pudarlah semua suap dan perantara, lenyaplah tolong menolong dan bantu membantu dari kaum, karena semua hukum kembali kepada Tuhan Yang Mahaperkasa lagi Mahaadil yang di hadapan-Nya, tiada manfaatnya lagi para perantara dan para penolong. Dia memberikan balasan suatu keburukan dengan balasan yang semisal dan membalas amal kebaikan dengan balasan yang berlipat ganda.
Pengertian ayat ini sama dengan ayat lain, yaitu firman-Nya:
{وَقِفُوهُمْ
إِنَّهُمْ مَسْئُولُونَ* مَا لَكُمْ لَا تَنَاصَرُونَ* بَلْ هُمُ الْيَوْمَ
مُسْتَسْلِمُونَ}
Dan tahanlah mereka (di tempat perhentian) karena sesungguhnya mereka akan
ditanya, "Mengapa kalian tidak tolong-menolong?" Bahkan mereka pada hari itu
menyerah diri. (Ash-Shaffat: (24-26)
{وَإِذْ
نَجَّيْنَاكُمْ مِنْ آلِ فِرْعَوْنَ يَسُومُونَكُمْ سُوءَ الْعَذَابِ يُذَبِّحُونَ
أَبْنَاءَكُمْ وَيَسْتَحْيُونَ نِسَاءَكُمْ وَفِي ذَلِكُمْ بَلاءٌ مِنْ رَبِّكُمْ
عَظِيمٌ (49) وَإِذْ فَرَقْنَا بِكُمُ الْبَحْرَ فَأَنْجَيْنَاكُمْ وَأَغْرَقْنَا
آلَ فِرْعَوْنَ وَأَنْتُمْ تَنْظُرُونَ (50) }
Dan (ingatlah) ketika Kami selamatkan kalian
dari Fir'aun dan pengikut-pengikutnya; mereka menimpakan kepada kalian siksaan
yang seberat-beratnya, mereka menyembelih anak kalian yang laki-laki dan
membiarkan hidup anak kalian yang perempuan. Dan pada yang demikian itu terdapat cobaan-cobaan yang
besar dari Tuhan kalian. Dan (ingatlah) ketika Kami belah laut untuk kalian,
lalu Kami selamatkan kalian dan Kami tenggelamkan Fir'aun dan
pengikut-pengikutnya, sedangkan kalian sendiri menyaksikan.Allah Swt. berfirman, "Ingatlah, hai Bani Israil, akan nikmat-Ku yang telah Kulimpahkan kepada kalian, yaitu ketika Kami selamatkan kalian dari Fir'aun dan pengikut-pengikutnya yang telah menimpakan kepada kalian siksaan yang berat-berat." Maksudnya, Aku selamatkan kalian dari mereka, dan Aku luputkan kalian dari tangan kekuasaan mereka, karena kalian mengikut kepada Nabi Musa a.s. Fir'aun dan bala tentaranya di masa lalu mendatangkan dan menguasakan serta menimpakan kepada kalian siksaan yang paling buruk.
Pada mulanya Fir'aun bermimpi tentang hal yang sangat mengejutkan dirinya dan membuatnya ngeri. Dia melihat api keluar dari Baitul Muqaddas, lalu api tersebut memasuki semua rumah orang-orang Qibti (Egypt) di negeri Mesir, kecuali rumah-rumah kaum Bani Israil. Takbir mimpi tersebut menyatakan bahwa kelak kerajaan Fir'aun akan lenyap di tangan salah seorang lelaki dari kalangan Bani Israil. Setelah Fir'aun mendapat takbir tersebut, kemudian dilaporkan kepadanya bahwa orang-orang Bani Israil meramalkan akan munculnya seorang lelaki dari kalangan mereka yang kelak akan berkuasa di kalangan mereka dan mengangkat nasib mereka. Demikian yang disebutkan di dalam hadis Al-Fulun, seperti yang akan dijelaskan nanti pada tempatnya. yaitu dalam tafsir surat Thaha, insya Allah.
Maka pada saat itu juga Fir'aun yang terkutuk itu memerintahkan agar setiap bayi laki-laki yang baru lahir di kalangan Bani Israil harus dibunuh, dan membiarkan hidup bayi-bayi perempuan. Lalu dia memerintahkan pula agar kaum lelaki orang-orang Bani Israil ditugaskan untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang berat lagi hina.
Di dalam ayat ini siksaan ditafsirkan (dijelaskan) dengan penyembelihan bayi-bayi lelaki mereka, sedangkan dalam surat Ibrahim memakai ungkapan alaf, yaitu dalam firman-Nya:
{يَسُومُونَكُمْ
سُوءَ الْعَذَابِ ويُذَبِّحُونَ أَبْنَاءَكُمْ وَيَسْتَحْيُونَ
نِسَاءَكُمْ}
Mereka menyiksa kalian dengan siksaan yang pedih dan mereka menyembelih
anak-anak laki-laki kalian serta membiarkan hidup anak-anak perempuan
kalian. (Ibrahim: 6)Tafsir mengenai pengertian ini akan dijelaskan nanti dalam permulaan surat Al-Qashash, insya Allah.
Makna yasumunakum ialah menguasakan kepada kalian, yakni menimpakan kepada kalian. Demikian pendapat Abu Ubaidah, menurutnya sama dengan perkataan, "Samahu khittatu khasfin.'" Dikatakan demikian bila seseorang telah dikuasai oleh siksaan yang berat menimpa dirinya. Amr ibnu Kalsum, salah seorang penyair, mengatakan:
إِذَا
مَا الْمُلْكُ سَامَ النَّاسَ خَسْفًا ...
أَبَيْنَا أَنْ نُقِرَّ الْخَسْفَ فِينَا ...
Apabila raja menimpakan siksaan yang
berat kepada orang-orang, maka kami memberonlak sebagai protes kami karena kami
menolak siksaan menimpa diri kami.
Menurut pendapat lain, arti yasumunakum ialah terus-menerus menyiksa
kalian; sama halnya dengan kata-kata saimatul ganam yang diambil dari
makna terus-menerus menggembalakan ternak kambing. Demikian yang dinukil oleh
Al-Qurtubi. Sesungguhnya dalam ayat ini dikatakan: Mereka menyembelih anak kalian yang laki-laki dan membiarkan hidup anak kalian yang perempuan. (Al-Baqarah: 49) Tiada lain hal tersebut hanyalah sebagai tafsir dan penjelasan dari siksaan yang menimpa mereka, yang disebutkan pada kalimat sebelumnya, yaitu: mereka menimpakan kepada kalian siksaan yang seberat-beratnya. (Al-Baqarah: 49). Ayat-ayat tersebut merupakan tafsir atau penjelasan dari firman sebelumnya, yaitu: Ingatlah akan nikmat-Ku yang telah Aku anugerahkan kepada kalian. (Al-Baqarah: 47)
Adapun yang terdapat di dalam surat Ibrahim, yaitu ketika Allah Swt. berfirman:
{وَذَكِّرْهُمْ
بِأَيَّامِ اللَّهِ}
Dan ingatkanlah mereka kepada hari-hari Allah. (Ibrahim: 5)Yakni pertolongan-pertolongan dan nikmat-nikmat-Nya kepada mereka, maka sangat sesuailah bila dikatakan dalam firman selanjutnya: mereka menyiksa kalian dengan siksa yang pedih dan mereka menyembelih anak-anak laki-laki kalian seria membiarkan hidup anak-anak perempuan kalian. (Ibrahim: 6)
Dalam surat ini lafaz az-zabah (penyembelihan) di-'ataf-kan kepada lafaz yasumunakum untuk menunjukkan makna berbilangnya nikmat dan pertolongan Allah Swt. kepada kaum Bani Israil.
Fir'aun merupakan isim 'alam untuk nama julukan bagi seorang raja kafir dari bangsa Amaliq dan lain-lainnya (di negeri Mesir). Seperti halnya 'Kaisar', isim alam untuk julukan bagi setiap raja yang menguasai negeri Romawi dan Syam yang kafir; dan 'Kisra' julukan bagi Raja Persia, 'Tubba' julukan bagi raja negeri Yaman yang kafir, 'Najasyi' julukan bagi raja yang menguasai negeri Habsyah, dan 'Batalimus' nama julukan bagi Raja India.
Menurut suatu pendapat, nama Fir'aun yang hidup sezaman dengan Nabi Musa a.s. adalah Al-Walid ibnu Mus'ab ibnur Rayyan. Menurut pendapat lainnya bernama Mus'ab ibnur Rayyan, dia termasuk salah seorang keturunan dari Amliq ibnul Aud ibnu Iram ibnu Sam ibnu Nuh; sedangkan nama kunyah-nya ialah Abu Murrah. Ia berasal dari Persia, yaitu dari Istakhar. Apa pun asalnya dia, semoga laknat Allah atas dirinya.
************
Firman Allah Swt.:
{وَفِي
ذَلِكُمْ بَلاءٌ مِنْ رَبِّكُمْ عَظِيمٌ}
Dan pada yang demikian itu terdapat cobaan-cobaan yang besar dari Tuhan
kalian. (Al-Baqarah: 49)Menurut Ibnu Jarir, makna ayat ialah bahwa apa yang telah Kami lakukan terhadap kalian, yakni Kami selamatkan kakek moyang kalian dari apa yang mengungkung diri mereka akibat siksaan Fir'aun dan bala tentaranya, hal tersebut merupakan cobaan besar bagi kalian dari Tuhan. Dengan kata lain, hal tersebut merupakan nikmat yang besar bagi kalian.
Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas mengenai firman Allah Swt.: merupakan cobaan yang besar dari Tuhan kalian. (Al-Baqarah: 49) Yang dimaksud dengan cobaan ialah nikmat.
Mujahid mengatakan bahwa firman Allah Swt., "Merupakan cobaan yang besar dari Tuhan kalian," artinya nikmat yang besar dari Tuhan kalian.
Hal yang sama dikatakan pula oleh Abul Aliyah, Abu Malik, dan As-Saddi serta lain-lainnya. Asal makna lafaz al-bala ialah cobaan, tetapi adakalanya cobaan itu ditujukan untuk kebaikan sama halnya dengan keburukan, seperti makna yang terkandung di dalam firman-Nya:
{وَنَبْلُوكُمْ
بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً}
Dan Kami akan menguji kalian dengan keburukan dan kebaikan sebagai
cobaan (yang sebenar-benarnya). (Al-Anbiya: 25)
{وَبَلَوْنَاهُمْ
بِالْحَسَنَاتِ وَالسَّيِّئَاتِ}
Dan Kami coba mereka dengan (nikmat) yang baik-baik dan (bencana) yang
buruk-buruk agar mereka kembali (kepada kebenaran) (Al-A'raf: 168)Ibnu Jarir mengatakan, makna cobaan untuk keburukan kebanyakan dipakai kata balautuhu, abluhu, bala-an; sedangkan untuk kebaikan dipakai kata ublihi, ibla-an, dan bala-an. Zuhair ibnu Abu Salma mengatakan dalam salah satu bait syairnya:
جَزَى
اللَّهُ بِالْإِحْسَانِ مَا فَعَلا بكُم ...
وَأَبْلَاهُمَا خَيْرَ البلاءِ الَّذِي يَبْلُو
Semoga Allah membalas dengan kebajikan
atas apa yang telah dilakukan oleh keduanya terhadap kalian, dan semoga Allah
mencoba keduanya dengan sebaik-baik cobaan yang diberikan-Nya.
Di dalam syair ini kedua sisi pengertian digabungkan menjadi satu, karena
penyair bermaksud 'semoga Allah memberikan kenikmatan kepada keduanya dengan
nikmat yang paling baik yang diberikan-Nya untuk menguji hamba-hamba-Nya'.Menurut pendapat yang lain, makna yang dimaksud dari firman-Nya, "Pada yang demikian itu terdapat cobaan," merupakan isyarat yang ditujukan kepada siksaan yang pernah mereka alami di masa silam, yakni siksaan yang hina, seperti anak-anak lelaki mereka disembelih dan anak-anak perempuan mereka dibiarkan hidup. Al-Qurtubi mengatakan bahwa hal ini merupakan pendapat jumhur ulama. Dikatakannya sesudah dia mengetengahkan pendapat pertama tadi, selanjutnya dia mengatakan bahwa menurut jumhur ulama isyarat ini ditujukan kepada penyembelihan dan yang semisal dengannya, sedangkan pengertian bala dalam ayat ini untuk keburukan, yang artinya ialah bahwa peristiwa penyembelihan anak-anak tersebut merupakan hal yang tidak disukai dan sebagai ujian.
*********
Firman Allah Swt.:
{وَإِذْ
فَرَقْنَا بِكُمُ الْبَحْرَ فَأَنْجَيْنَاكُمْ وَأَغْرَقْنَا آلَ فِرْعَوْنَ
وَأَنْتُمْ تَنْظُرُونَ}
Dan (ingatlah) ketika Kami belah laut untuk kalian, lalu Kami selamatkan
kalian dan Kami tenggelamkan (Fir'aun) dan pengikut-pengikutnya, sedangkan
kalian sendiri menyaksikan. (Al-Baqarah: 50)Makna ayat, yaitu: Sesudah Kami selamatkan kalian dari Fir'aun dan bala tentaranya, lalu kalian berangkat bersama Musa a.s., dan Fir'aun pun berangkat pula mengejar kalian, maka Kami belahkan laut buat kalian. Hal ini diberitakan oleh Allah Swt. secara rinci yang akan di-kemukakan pada tempatnya, dan yang paling panjang pembahasannya ialah dalam surat Asy-Syu'ara, insya Allah.
Fa anjainakum, yakni Kami selamatkan kalian dari mereka dan Kami halang-halangi antara kalian dan mereka; lalu Kami tenggelamkan mereka, sedangkan kalian sendiri menyaksikan hal tersebut, agar hati kalian lebih tenang dan lega serta lebih meyakinkan dalam menghina musuh kalian.
Abdur Razzaq meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Abu Ishaq Al-Hamdani, dari Amr ibnu Maimun Al-Audi sehubungan dengan firman-Nya, "Dan (ingatlah) ketika Kami belah laut untuk kalian," sampai dengan firman-Nya, "sedangkan kalian menyaksikan." Bahwa tatkala Musa berangkat bersama kaum Bani Israil, beritanya terdengar oleh Fir'aun. Maka Fir'aun berkata, "Janganlah kalian mengejar mereka sebelum ayam berkokok (waktu pagi hari)." Akan tetapi, demi Allah, pada malam itu tiada seekor ayam jago pun yang berkokok hingga pagi hari. Lalu Fir'aun memerintahkan agar didatangkan ternak kambing, lalu kambing-kambing itu disembelih. Fir'aun berkata, "Aku tidak akan mengambil hatinya sebelum berkumpul di hadapanku enam ratus ribu orang Qibti." Ternyata sebelum dia mengambil hati kambing-kambing yang telah disembelih itu telah berkumpul di hadapannya enam ratus ribu orang Qibti.
Ketika Musa sampai di tepi laut, maka berkatalah kepadanya salah seorang dari sahabatnya yang dikenal dengan nama Yusya' ibnu Nun, "Manakah perintah Tuhanmu?" Musa berkata, "Di hadapanmu," seraya mengisyaratkan ke arah laut. Lalu Yusya' ibnu Nun memacu kudanya ke arah laut hingga sampai di tempat yang besar ombaknya, kemudian ombak menepikannya dan ia kembali (ke tepi), lalu bertanya lagi, "Manakah perintah Tuhanmu, hai Musa? Demi Allah, engkau tidaklah berdusta, tidak pula didustakan." Yusya' ibnu Nun melakukan hal tersebut sebanyak tiga kali. Kemudian Allah menurunkan wahyu-Nya kepada Musa dan memerintahkan kepadanya agar memukul laut dengan tongkatnya. Musa a.s. memukulkan tongkatnya, ternyata laut terbelah, dan tersebutlah bahwa setiap belahan itu pemandangannya sama dengan bukit yang besar.
Kemudian Musa berjalan bersama orang-orang yang mengikutinya, lalu Fir'aun dan bala tentaranya mengejar mereka melalui jalan yang telah ditempuh mereka. Tetapi ketika Fir'aun dan semua bala tentaranya telah masuk ke laut, maka Allah menenggelamkan mereka dengan menangkupkan kembali laut atas diri mereka. Karena itu, disebutkan di dalam firman-Nya: Dan Kami tenggelamkan Fir'aun dan para pengikutnya, sedangkan kalian sendiri menyaksikan. (Al-Baqarah: 50)
Hal yang sama dikatakan pula oleh bukan hanya seorang ulama Salaf, seperti yang akan dijelaskan nanti pada tempatnya.
Di dalam sebuah riwayat dinyatakan bahwa hari tersebut adalah hari yang jatuh dalam bulan Asyura. Sebagaimana Imam Ahmad meriwayatkan:
حَدَّثَنَا
عَفَّانُ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَارِثِ، حَدَّثَنَا أَيُّوبُ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ
بْنِ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: قَدِمَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَدِينَةَ فَرَأَى
الْيَهُودَ يَصُومُونَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ، فَقَالَ: "مَا هَذَا الْيَوْمُ الَّذِي
تَصُومُونَ؟ ". قَالُوا: هَذَا يَوْمٌ صَالِحٌ، هَذَا يَوْمٌ نَجَّى اللَّهُ عَزَّ
وَجَلَّ فِيهِ بَنِي إِسْرَائِيلَ مِنْ عَدُوِّهِمْ ، فَصَامَهُ مُوسَى، عَلَيْهِ
السَّلَامُ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَنَا
أَحَقُّ بِمُوسَى مِنْكُمْ". فَصَامَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ، وَأَمَرَ بِصَوْمِهِ.
telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Abdul
Waris, telah menceritakan kepada kami Ayyub, dari Abdullah ibnu Sa'id ibnu
Jubair, dari ayahnya, dari Ibnu Abbas yang menceritakan hadis berikut:
Rasulullah Saw. tiba di Madinah dan beliau melihat orang-orang Yahudi melakukan
puasa pada had Asyura. Maka beliau bersabda, "Hari apakah sekarang yang
kalian melakukan puasa padanya?" Mereka menjawab, "Ini adalah hari yang
baik, ini adalah hari ketika Allah Swt. menyelamatkan Bani Israil dan musuh
mereka, maka Musa melakukan puasa padanya." Lalu Rasulullah Saw. bersabda,
"Aku lebih berhak terhadap Musa daripada kalian." Kemudian Rasulullah
Saw. puasa dan memerintahkan (para sahabat) agar melakukan puasa di hari
itu.Hadis ini diriwayatkan pula oleh Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Nasai, dan Imam Ibnu Majah melalui berbagai jalur periwayatan dari Ayub As-Sukhtiyani dengan lafaz yang semisal.
وَقَالَ
أَبُو يَعْلَى الْمَوْصِلِيُّ: حَدَّثَنَا أَبُو الرَّبِيعِ، حَدَّثَنَا سَلَّامٌ
-يَعْنِي ابْنَ سُلَيْمٍ-عَنْ زَيْدٍ العَمِّيّ عَنْ يَزِيدَ الرَّقَاشِيِّ عَنْ
أَنَسٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " فَلَقَ
اللَّهُ الْبَحْرَ لِبَنِي إِسْرَائِيلَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ "
Abu Ya’la Al-Mausuli meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Abur Rabi',
telah menceritakan kepada kami Salam (yakni Ibnu Sulaim), dari Zaid Al-Ama, dari
Yazid Ar-Raqqasyi, dari Anas r.a. yang menceritakan bahwa Nabi Saw. pernah
bersabda: Allah membelah laut bagi kaum Bani Israil pada hari Asyura.Hadis ini daif ditinjau dari sanad ini, karena sesungguhnya Zaid Al-Ama orangnya berpredikat daif, sedangkan gurunya, yaitu Zaid Ar-Raqqasyi, lebih daif lagi darinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar