{كَمَا
أَرْسَلْنَا فِيكُمْ رَسُولا مِنْكُمْ يَتْلُو عَلَيْكُمْ آيَاتِنَا وَيُزَكِّيكُمْ
وَيُعَلِّمُكُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُعَلِّمُكُمْ مَا لَمْ تَكُونُوا
تَعْلَمُونَ (151) فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلا تَكْفُرُونِ
(152) }
Sebagaimana Kami telah mengutus kepada kalian
Rasul di antara kalian yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kalian dan
menyucikan kalian dan mengajarkan kepada kalian Al-Kitab dan hikmah, serta
mengajarkan kepada kalian apa yang belum kalian ketahui. Karena itu, ingatlah kalian kepada-Ku, niscaya Aku ingat
(pula) kepada kalian; dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kalian
mengingkari (nikmat-Ku).Allah Swt. mengingatkan hamba-hamba-Nya yang mukmin akan nikmat yang telah dilimpahkan-Nya kepada mereka, yaitu diutus-Nya seorang Rasul —yakni Nabi Muhammad Saw.— untuk membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah yang jelas; menyucikan serta membersihkan mereka dari akhlak-akhlak yang rendah, jiwa-jiwa yang kotor, dan perbuatan-perbuatan Jahiliah; mengeluarkan mereka dari kegelapan kepada cahaya, mengajarkan kepada mereka Al-Qur'an dan sunnah, serta mengajarkan kepada mereka banyak hal yang sebelumnya tidak mereka ketahui. Di zaman Jahiliah mereka hidup dalam kebodohan yang menyesatkan. Akhirnya berkat barakah risalah Nabi Saw. dan misi yang diembannya, mereka menjadi orang-orang yang dikasihi oleh Allah, berwatak sebagai ulama, dan menjadi orang-orang yang berilmu paling mendalam, memiliki hati yang suci, paling sedikit bebannya, dan paling jujur ungkapannya.
Allah Swt. berfirman:
لَقَدْ
مَنَّ اللَّهُ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولًا مِنْ
أَنْفُسِهِمْ يَتْلُوا عَلَيْهِمْ آياتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ
Sesungguhnya Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman
ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka
sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa)
mereka. (Ali Imran: 164), hingga akhir ayat.Allah Swt. mencela orang yang tidak menghargai nikmat ini. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
أَلَمْ
تَرَ إِلَى الَّذِينَ بَدَّلُوا نِعْمَتَ اللَّهِ كُفْراً وَأَحَلُّوا قَوْمَهُمْ
دارَ الْبَوارِ
Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang telah menukar nikmat Allah
dengan kekafiran dan menjatuhkan kaumnya ke lembah kebinasaan? (Ibrahim:
28)Ibnu Abbas mengatakan, yang dimaksud dengan nikmat ini ialah nikmat yang berupa diutus-Nya Nabi Muhammad Saw. kepada mereka. Karena itulah maka Allah menyerukan kepada orang-orang mukmin agar mengakui nikmat ini dan membalasnya dengan banyak berzikir menyebut asma-Nya dan bersyukur kepada-Nya, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya: Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku, niscaya Aku ingat (pula) kepada kalian; dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kalian mengingkari (nikmat)-Ku. (Al-Baqarah: 152)
Mujahid mengatakan sehubungan dengan takwil firman-Nya: Sebagaimana Kami telah mengutus kepada kalian Rasul di antara kalian. (Al-Baqarah: 151) Yakni sebagaimana Aku telah melimpahkan nikmat kepada kalian, maka ingatlah kalian kepada-Ku.
Abdullah ibnu Wahb meriwayatkan dari Hisyam ibnu Sa'id, dari Zaid ibnu Aslam, bahwa Nabi Musa pernah berkata, "Wahai Tuhan-ku, bagaimana aku bersyukur kepada-Mu?" Tuhan berfirman kepadanya, "Ingatlah Aku dan jangan kamu lupakan Aku. Maka apabila kamu ingat kepada-Ku, berarti kamu telah bersyukur kepada-Ku. Apabila kamu lupa kepada-Ku, berarti kamu ingkar kepada-Ku."
Al-Hasan Al-Basri, Abul Aliyah, As-Saddi, dan Ar-Rabi' ibnu Anas mengatakan bahwa Allah Swt. selalu mengingat orang yang ingat kepada-Nya, memberikan tambahan nikmat kepada orang yang bersyukur kepada-Nya, dan mengazab orang yang ingkar terhadap-Nya.
Salah seorang ulama Salaf mengatakan sehubungan dengan takwil firman-Nya:
اتَّقُوا
اللَّهَ حَقَّ تُقاتِهِ
Bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya. (Ali Imran:
102)Bahwa makna yang dimaksud ialah hendaknya kita taat kepada-Nya dan tidak durhaka terhadap-Nya, selalu ingat kepada-Nya dan tidak melupakan-Nya, selalu bersyukur kepada-Nya dan tidak ingkar terhadap-Nya.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Muhammad ibnus Sabbah, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Harun, telah menceritakan kepada kami Imarah As-Saidalani, telah menceritakan kepada kami Makhul Al-Azdi yang mengatakan asar berikut, bahwa ia pernah bertanya kepada Ibnu Umar, "Bagaimanakah menurutmu tentang orang yang membunuh jiwa, peminum khamr, pencuri, dan pezina yang selalu ingat kepada Allah, sedangkan Allah Swt. telah berfirman: 'Karena itu, ingatlah kalian kepada-Ku, niscaya Aku ingat (pula) kepada kalian ' (Al-Baqarah: 152)?" Ibnu Umar menjawab, "Apabila Allah mengingat orang ini, maka Dia mengingatnya melalui laknat-Nya hingga dia diam."
Al-Hasan Al-Basri mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Karena itu, ingatlah kalian kepada-Ku, niscaya Aku ingat (pula) kepada kalian. (Al-Baqarah: 152) Makna yang dimaksud ialah: "Ingatlah kalian kepada-Ku dalam semua apa yang telah Kufardukan atas kalian, maka niscaya Aku akan mengingat kalian dalam semua apa yang Aku wajibkan bagi kalian atas diri-Ku".
Menurut Sa'id ibnu Jubair artinya: "Ingatlah kalian kepada-Ku dengan taat kepada-Ku, niscaya Aku selalu ingat kepada kalian dengan magfirah (ampunan)-Ku". Menurut riwayat yang lain disebutkan "dengan rahmat-Ku".
Dari Ibnu Abbas sehubungan dengan takwil firman-Nya: Karena itu, ingatlah kalian kepada-Ku, niscaya Aku ingat (pula) kepada kalian. (Al-Baqarah: 152) Disebutkan bahwa makna yang dimaksud ialah 'ingat Allah kepada kalian jauh lebih banyak daripada ingat kalian kepada-Nya'.
Di dalam sebuah hadis sahih disebutkan:
"يَقُولُ
اللَّهُ تَعَالَى: مَنْ ذَكَرَنِي فِي نَفْسِهِ ذَكَرْتُهُ فِي نَفْسِي، وَمَنْ
ذَكَرَنِي فِي مَلَأٍ ذَكَرْتُهُ فِي مَلَأٍ خَيْرٍ مِنْهُ".
Allah Swt. berfirman, "Barang siapa yang ingat kepada-Ku di dalam dirinya,
niscaya Aku ingat (pula) kepadanya di dalam diri-Ku; dan barang siapa yang ingat
kepada-Ku di dalam suatu golongan, niscaya Aku ingat (pula) kepadanya di dalam
golongan yang lebih baik daripada golongannya."
قَالَ
الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، أَخْبَرَنَا مَعْمَر، عَنْ
قَتَادَةَ، عَنْ أَنَسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: "قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: يَا ابْنَ آدَمَ، إِنْ ذَكَرْتَنِي فِي
نَفْسِكَ ذَكَرْتُكَ فِي نَفْسِي، وَإِنْ ذَكَرْتَنِي فِي مَلَأٍ ذَكَرْتُكَ، فِي
مَلَأٍ مِنَ الْمَلَائِكَةِ -أَوْ قَالَ: [فِي] مَلَأٍ خَيْرٍ مِنْهُمْ -وَإِنْ
دَنَوْتَ مِنِّي شِبْرًا دَنَوْتُ مِنْكَ ذِرَاعًا، وَإِنْ دَنَوْتَ مِنِّي
ذِرَاعًا دَنَوْتُ مِنْكَ بَاعًا، وَإِنْ أَتَيْتَنِي تَمْشِي أَتَيْتُكَ
أُهَرْوِلُ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah
menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Qatadah, dari Anas yang menceritakan bahwa
Rasulullah Saw. pernah bersabda: Allah Swt. berfirman, "Hai anak Adam, jika
kamu ingat kepada-Ku di dalam dirimu, niscaya Aku ingat pula kepadamu di dalam
diri-Ku. Dan jika kamu mengingat-Ku di dalam suatu golongan, niscaya Aku ingat
pula kepadamu di dalam golongan dari kalangan para malaikat -atau beliau
Saw. bersabda, 'Di dalam golongan yang lebih baik dari golonganmu'-.
Dan jika kamu mendekat kepada-Ku satu jengkal, niscaya Aku mendekat
kepadamu satu hasta. Dan jika kamu mendekat kepada-Ku satu hasta, niscaya Aku
mendekat kepadamu satu depa. Dan jika kamu datang kepada-Ku jalan kaki, niscaya
Aku datang kepadamu dengan berlari kecil.Sanad hadis ini sahih, diketengahkan oleh Imam Bukhari melalui hadis Qatadah yang di dalamnya disebutkan bahwa Qatadah mengatakan, "Makna yang dimaksud dari keseluruhannya ialah rahmat Allah lebih dekat kepadanya."
************
Firman Allah Swt.:
{وَاشْكُرُوا
لِي وَلا تَكْفُرُونِ}
Dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kalian mengingkari
(nikmat)-Ku. (Al-Baqarah: 152)Allah Swt. memerintahkan bersyukur dan menjanjikan pahala bersyukur berupa tambahan kebaikan dari-Nya. Seperti yang disebutkan di dalam ayat lain, yaitu firman-Nya:
وَإِذْ
تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ
عَذابِي لَشَدِيدٌ
Dan (ingatlah) tatkala Tuhanmu memaklumkan, "Sesungguhnya jika kalian
bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepada kalian; dan jika kalian
mengingkari (nikmat)-Ku, maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih." (Ibrahim:
7)
قَالَ
الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا رَوْحٌ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنِ الْفُضَيْلِ
بْنِ فَضَالَةَ -رَجُلٍ مِنْ قَيْسٍ-
حَدَّثَنَا
أَبُو رَجَاءٍ الْعُطَارِدِيُّ، قَالَ: خَرَجَ عَلَيْنَا عِمْرَانُ بْنُ حُصَيْنٍ
وَعَلَيْهِ مطْرف مِنْ خَزٍّ لَمْ نَرَهُ عَلَيْهِ قَبْلَ ذَلِكَ وَلَا بَعْدَهُ،
فَقَالَ: إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "مَنْ
أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِ نِعْمَةً فَإِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ أَنْ يَرَى أَثَرَ
نِعْمَتِهِ عَلَى خَلْقِهِ". وَقَالَ رَوْحٌ مَرَّةً: "عَلَى
عَبْدِهِ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Rauh, telah
menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Al-Fudail ibnu Fudalah (seorang lelaki
dari kalangan Bani Qais), telah menceritakan kepada kami Abu Raja Al-Ataridi
yang mengatakan bahwa Imran Ibnu Husain keluar menemui kami memakai jubah kain
sutra campuran yang belum pernah kami lihat dia memakainya, baik sebelum itu
ataupun sesudahnya. Lalu ia mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
Barang siapa dianugerahi suatu nikmat oleh Allah, maka sesungguhnya Allah
menyukai bila melihat penampilan dari nikmat yang telah Dia berikan kepada
makhluk-Nya. Dan adakalanya Rauh mengatakan 'kepada hamba-Nya".
{يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلاةِ إِنَّ اللَّهَ
مَعَ الصَّابِرِينَ (153) وَلا تَقُولُوا لِمَنْ يُقْتَلُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ
أَمْوَاتٌ بَلْ أَحْيَاءٌ وَلَكِنْ لَا تَشْعُرُونَ (154) }
Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah
sabar dan salat sebagai penolong kalian, sesungguhnya Allah beserta orang-orang
yang sabar. Dan janganlah kalian mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di
jalan Allah, (bahwa mereka itu) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup,
tetapi kalian tidak menyadarinya.Setelah Allah Swt. menerangkan perintah untuk bersyukur kepada-Nya, maka melalui ayat ini Dia menjelaskan perihal sabar dan hikmah yang terkandung di dalam masalah menjadikan sabar dan salat sebagai penolong serta pembimbing. Karena sesungguhnya seorang hamba itu adakalanya berada dalam kenikmatan, lalu ia mensyukurinya; atau berada dalam cobaan, lalu ia bersabar menanggungnya. Sebagaimana yang disebutkan oleh sebuah hadis yang mengatakan:
"عَجَبًا
لِلْمُؤْمِنِ. لَا يَقْضِي اللَّهُ لَهُ قَضَاءً إِلَّا كَانَ خَيْرًا لَهُ: إِنْ
أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ، فَشَكَرَ، كَانَ خَيْرًا لَهُ؛ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ
فَصَبَرَ كَانَ خَيْرًا لَهُ".
Mengagumkan perihal orang mukmin itu. Tidak sekali-kali Allah menetapkan
suatu ketetapan baginya, melainkan hal itu baik belaka baginya. Jika dia
mendapat kesenangan, maka bersyukurlah dia yang hal ini adalah lebih baik
baginya; dan jika tertimpa kesengsaraan, maka bersabarlah dia yang hal ini
adalah lebih baik baginya. Allah Swt. menjelaskan bahwa sarana yang paling baik untuk menanggung segala macam cobaan ialah dengan sikap sabar dan banyak salat, seperti yang dijelaskan di dalam firman-Nya:
وَاسْتَعِينُوا
بِالصَّبْرِ وَالصَّلاةِ وَإِنَّها لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى
الْخاشِعِينَ
Jadikanlah sabar dan salat sebagai penolong kalian. Dan sesungguhnya yang
demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk.
(Al-Baqarah: 45)Di dalam sebuah hadis disebutkan bahwa:
كَانَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا حَزَبَه أَمْرٌ
صَلَّى
Rasulullah Saw. apabila mendapat suatu cobaan, maka beliau mengerjakan
salat.Sabar itu ada dua macam, yaitu sabar dalam meninggalkan hal-hal yang diharamkan dan dosa-dosa, serta sabar dalam mengerjakan ketaatan dan amal-amal taqarrub. Jenis yang kedua inilah yang lebih utama, mengingat ia adalah tujuan utama. Adapun jenis sabar lainnya yaitu sabar dalam menanggung berbagai macam musibah dan cobaan, jenis ini pun hukumnya wajib; perihalnya sama dengan istigfar (memohon ampun) dari segala macam cela.
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan bahwa sabar itu ada dua macam, yaitu: Sabar karena Allah dalam mengerjakan hal-hal yang disukai oleh Allah, sekalipun berat terasa oleh jiwa dan raga; dan sabar karena Allah dalam meninggalkan hal-hal yang dibenci oleh-Nya, sekalipun bertentangan dengan kehendak hawa nafsu sendiri. Barang siapa yang demikian keadaannya, maka dia termasuk orang-orang yang sabar, yaitu mereka yang beroleh keselamatan. Insya Allah.
Ali ibnul Husain Zainul Abidin mengatakan, apabila Allah menghimpun semua manusia dari yang pertama hingga yang terakhir, maka terdengarlah suara seruan, "Di manakah orang-orang sabar? Hendaklah mereka masuk ke surga sebelum ada hisab (tanpa hisab)!" Maka bangkitlah segolongan manusia, lalu mereka bersua dengan para malaikat yang bertanya kepada mereka, "Hendak ke manakah kalian, hai anak Adam?" Mereka menjawab, "Ke surga." Para malaikat bertanya, "Sebelum ada hisab?" Mereka menjawab, "Ya." Para malaikat bertanya, "Siapakah kalian?" Mereka menjawab, "Kami adalah orang-orang yang sabar." Para malaikat bertanya, "Apakah sabar kalian?" Mereka menjawab, "Kami sabar dalam mengerjakan taat kepada Allah dan sabar dalam meninggalkan maksiat terhadap Allah, hingga Allah mewafatkan kami." Para malaikat berkata, "Kalian memang seperti apa yang kalian katakan, sekarang masuklah kalian semua ke dalam surga, maka sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal adalah kalian."
Menurut kami, hal ini dapat dibuktikan dengan nas firman Allah Swt. yang mengatakan:
إِنَّما
يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسابٍ
Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala
mereka tanpa hisab (batas). (Az-Zumar: 10)Sa'id ibnu Jubair mengatakan bahwa sabar itu merupakan pengakuan seorang hamba kepada Allah atas apa yang menimpanya, dan ia jalani hal ini dengan penuh ketabahan karena mengharapkan pahala yang ada di sisi-Nya. Adakalanya seorang lelaki itu berkeluh kesah, tetapi dia tabah dan tiada yang kelihatan dari dirinya melainkan hanya kesabaran semata.
**************
Firman Allah Swt.:
{وَلا
تَقُولُوا لِمَنْ يُقْتَلُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتٌ بَلْ
أَحْيَاءٌ}
Dan janganlah kalian mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan
Allah, (bahwa mereka itu) mati, bahkan (sebenarnya) mereka itu. hidup.
(Al-Baqarah: 154)Melalui ayat ini Allah Swt. memberitahukan bahwa orang-orang yang mati syahid di alam barzakhnya dalam keadaan hidup, mereka diberi rezeki oleh Allah; seperti yang disebutkan di dalam hadis sahih Muslim,
"إِنَّ
أَرْوَاحَ الشُّهَدَاءِ فِي حَوَاصِلِ طَيْرٍ خُضْرٍ تَسْرَحُ فِي الْجَنَّةِ
حَيْثُ شَاءَتْ ثُمَّ تَأْوِي إِلَى قَنَادِيلَ مُعَلَّقة تَحْتَ الْعَرْشِ،
فاطَّلع عَلَيْهِمْ رَبُّكَ اطِّلاعَة،
فَقَالَ:
مَاذَا تَبْغُونَ؟ فَقَالُوا: يَا رَبَّنَا، وَأَيُّ شَيْءٍ نَبْغِي، وَقَدْ
أَعْطَيْتَنَا مَا لَمْ تُعْطِ أَحَدًا مِنْ خَلْقِكَ؟ ثُمَّ عَادَ إِلَيْهِمْ
بِمِثْلِ هَذَا، فَلَمَّا رَأَوْا أَنَّهُمْ لَا يُتْرَكُون مِنْ أَنْ يَسْأَلُوا،
قَالُوا: نُرِيدُ أَنْ تَرُدَّنَا إِلَى الدَّارِ الدُّنْيَا، فَنُقَاتِلَ فِي
سَبِيلِكَ، حَتَّى نُقْتَلَ فِيكَ مَرَّةً أُخْرَى؛ لِمَا يَرَوْنَ مِنْ ثَوَابِ
الشَّهَادَةِ -فَيَقُولُ الرَّبُّ جَلَّ جَلَالُهُ: إِنِّي كتبتُ أنَّهم إِلَيْهَا
لَا يَرْجِعُونَ"
bahwa arwah para syuhada itu berada di dalam perut burung-burung hijau
yang terbang di dalam surga ke mana saja yang mereka kehendaki. Kemudian
burung-burung itu hinggap di lentera-lentera yang bergantung di bawah 'Arasy.
Kemudian Tuhanmu menjenguk mereka, dalam sekali jengukan-Nya Dia berfirman,
"Apakah yang kalian inginkan?" Mereka menjawab, "Wahai Tuhan kami, apa lagi yang
kami inginkan, sedangkan Engkau telah memberi kami segala sesuatu yang belum
pernah Engkau berikan kepada seorang pun di antara makhluk-Mu?"
Kemudian Allah mengulangi hal itu terhadap mereka. Manakala mereka
didesak terus dan tidak ada jalan lain kecuali mengemukakan permintaannya,
akhirnya mereka berkata, "Kami menginginkan agar Engkau mengembalikan kami ke
dalam kehidupan di dunia, lalu kami akan berperang lagi di jalan-Mu hingga kami
gugur lagi karena membela Engkau," mengingat mereka telah merasakan pahala dari
mati syahid yang tak terperikan itu. Maka Tuhan berfirman, "Sesungguhnya Aku
telah memastikan bahwa mereka tidak dapat kembali lagi ke dunia (sesudah mereka
mati)."Di dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad:
عَنِ
الْإِمَامِ الشَّافِعِيِّ، عَنِ الْإِمَامِ مَالِكٍ، عَنِ الزُّهْرِيِّ، عَنْ
عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ كَعْبِ بْنِ مَالِكٍ، عَنْ أَبِيهِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "نَسَمَةُ الْمُؤْمِنِ طَائِرٌ
تَعْلَقُ فِي شَجَرِ الْجَنَّةِ، حَتَّى يُرْجِعَهُ اللَّهُ إِلَى جَسَدِهِ يَوْمَ
يَبْعَثُهُ"
dari Imam Syafii, dari Imam Malik, dari Az-Zuhri, dari Abdur Rahman ibnu Ka'b
ib'nu Malik, dari ayahnya yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah
bersabda: Roh orang mukmin itu merupakan burung yang hinggap di pepohonan
surga, hingga Allah mengembalikannya ke jasadnya pada hari dia
dibangkitkan.Di dalam hadis ini terkandung pengertian yang menunjukkan bahwa hal tersebut menyangkut semua orang mukmin lainnya, hanya saja arwah para syuhada secara khusus disebutkan di dalam Al-Qur'an sebagai penghormatan buat mereka dan memuliakan serta mengagungkan derajat mereka.
{وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ
بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الأمْوَالِ وَالأنْفُسِ
وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ (155) الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ
مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ (156) أُولَئِكَ
عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ
(157) }
Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepada
kalian dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan
buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar (yaitu)
orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, "Inna lillahi
wainna ilaihi raji'un." Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan
rahmat dari Tuhannya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat
petunjuk.Allah Swt. memberitahukan bahwa Dia pasti menimpakan cobaan kepada hamba-hamba-Nya, yakni melatih dan menguji mereka. Seperti yang disebutkan di dalam firman lainnya, yaitu:
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ
حَتَّى نَعْلَمَ الْمُجاهِدِينَ مِنْكُمْ وَالصَّابِرِينَ وَنَبْلُوَا
أَخْبارَكُمْ
Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menguji kalian agar Kami mengetahui
(supaya nyata) orang-orang yang berjihad dan bersabar di antara kalian; dan agar
Kami menyatakan (baik buruknya) hal ihwal kalian. (Muhammad: 31)Adakalanya Allah Swt. mengujinya dengan kesenangan dan adakalanya mengujinya dengan kesengsaraan berupa rasa takut dan rasa lapar, seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya:
فَأَذاقَهَا
اللَّهُ لِباسَ الْجُوعِ وَالْخَوْفِ
Karena itu, Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan
ketakutan. (An-Nahl: 112)Di dalam surat ini Allah Swt. berfirman:
{بِشَيْءٍ
مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ}
dengan sedikit ketakutan dan kelaparan. (Al-Baqarah: 155)Yang dimaksud dengan sesuatu ialah sedikit.
Sedangkan firman-Nya:
{وَنَقْصٍ
مِنَ الأمْوَالِ}
dan kekurangan harta. (Al-Baqarah: 155) Yakni lenyapnya sebagian harta.
{وَالأنْفُسِ}
dan kekurangan jiwa. (Al-Baqarah: 155)Yaitu dengan meninggalnya teman-teman, kaum kerabat, dan kekasih-kekasih.
{وَالثَّمَرَاتِ}
dan kekurangan buah-buahan. (Al-Baqarah: 155)Yakni kebun dan lahan pertanian tanamannya tidak menghasilkan buahnya sebagaimana kebiasaannya (menurun produksinya). Sebagian ulama Salaf mengatakan bahwa sebagian pohon kurma sering tidak berbuah; hal ini dan yang semisal dengannya merupakan suatu cobaan yang ditimpakan oleh Allah Swt. kepada hamba-hamba-Nya. Barang siapa yang sabar, maka ia mendapat pahala; dan barang siapa tidak sabar, maka azab-Nya akan menimpanya. Karena itulah, maka di penghujung ayat ini disebutkan:
{وَبَشِّرِ
الصَّابِرِينَ}
Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.
(Al-Baqarah: 155)Salah seorang Mufassirin meriwayatkan bahwa makna yarg dimaksud dengan al-khauf ialah takut kepada Allah, al-ju'u ialah puasa bulan Ramadan, naqsul amwal ialah zakat harta benda, al-anfus ialah berbagai macam sakit, dan samarat ialah anak-anak. Akan tetapi, pendapat ini masih perlu dipertimbangkan.
Kemudian Allah menerangkan bahwa orang-orang yang sabar yang mendapat pahala dari Allah ialah mereka yang disebutkan di dalam firman berikut:
{الَّذِينَ
إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ
رَاجِعُونَ}
(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan inna
lillahi wa inna ilaihi raji'un. (Al-Baqarah: 156)Yakni mereka menghibur dirinya dengan mengucapkan kalimat tersebut manakala mereka tertimpa musibah, dan mereka yakin bahwa diri mereka adalah milik Allah. Dia memberlakukan terhadap hamba-hamba-Nya menurut apa yang Dia kehendaki. Mereka meyakini bahwa Allah tidak akan menyia-nyiakan pahala di sisi-Nya seberat biji sawi pun kelak di hari kiamat. Maka ucapan ini menanamkan di dalam hati mereka suatu pengakuan yang menyatakan bahwa diri mereka adalah hamba-hamba-Nya dan mereka pasti akan kembali kepada-Nya di hari akhirat nanti. Karena itulah maka Allah Swt. memberita-hukan tentang pahala yang akan diberikan-Nya kepada mereka sebagai imbalan dari hal tersebut melalui firman-Nya:
{أُولَئِكَ
عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ}
Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat
dari Tuhannya. (Al-Baqarah: 157)Maksudnya, mendapat pujian dari Allah Swt. Sedangkan menurut Sa'id ibnu Jubair, yang dimaksud ialah aman dari siksa Allah.
*************
Firman Allah Swt.:
{وَأُولَئِكَ
هُمُ الْمُهْتَدُونَ}
Dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk. (Al-Baqarah:
157)Amirul Muminin Umar ibnul Khattab r.a. pernah mengatakan bahwa sebaik-baik kedua jenis pahala ialah yang disebutkan di dalam firman-Nya: Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhannya. (Al-Baqarah: 157) Kedua jenis pahala tersebut adalah berkah dan rahmat yang sempurna. Dan apa yang disebutkan oleh firman-Nya: Dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk. (Al-Baqarah: 157) adalah pahala tambahannya, yang ditambahkan kepada salah satu dari kedua sisi timbangan hingga beratnya bertambah. Demikian pula keadaan mereka; mereka diberi pahala yang setimpal berikut tambahannya.
Sehubungan dengan pahala membaca istirja' di saat tertimpa musibah, banyak hadis-hadis yang menerangkannya. Yang dimaksud dengan istirja' ialah ucapan Inna lillahi wainna ilaihi raji'un (Sesungguhnya kita adalah milik Allah dan hanya kepada-Nyalah kita semua dikembalikan).
Antara lain ialah apa yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad yang mengatakan:
حَدَّثَنَا
يُونُسُ، حَدَّثَنَا لَيْثٌ -يَعْنِي ابْنَ سَعْدٍ -عَنْ يَزِيدَ بْنِ عَبْدِ
اللَّهِ بْنِ أُسَامَةَ بْنِ الْهَادِ، عَنْ عَمْرِو بْنِ أَبِي عَمْرو، عَنِ
الْمُطَّلِبِ، عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ قَالَتْ: أَتَانِي أَبُو سَلَمَةَ يَوْمًا مِنْ
عِنْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: لَقَدْ
سَمِعْتُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَوْلًا سُررْتُ
بِهِ. قَالَ: "لَا يُصِيبُ أَحَدًا مِنَ الْمُسْلِمِينَ مُصِيبَةٌ فَيَسْتَرْجِعُ
عِنْدَ مُصِيبَتِهِ، ثُمَّ يَقُولُ: اللَّهُمَّ أجُرني فِي مُصِيبَتِي واخلُف لِي
خَيْرًا مِنْهَا، إِلَّا فُعِل ذَلِكَ بِهِ". قَالَتْ أُمُّ سَلَمَةَ: فَحَفِظْتُ
ذَلِكَ مِنْهُ، فَلَمَّا تُوُفِّيَ أَبُو سَلَمَةَ اسْتَرْجَعْتُ وَقُلْتُ:
اللَّهُمَّ أَجِرْنِي فِي مُصِيبَتِي وَاخَلُفْ لِي خَيْرًا مِنْهُ، ثُمَّ رَجَعْتُ
إِلَى نَفْسِي. فَقُلْتُ: مِنْ أَيْنَ لِي خَيْرٌ مِنْ أَبِي سَلَمَةَ؟ فَلَمَّا
انْقَضَتْ عدَّتي اسْتَأْذَنَ عَلِيَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ -وَأَنَا أَدْبُغُ إِهَابًا لِي -فَغَسَلْتُ يَدِي مِنَ القَرَظ
وَأَذِنْتُ لَهُ، فَوَضَعْتُ لَهُ وِسَادَةَ أَدَمٍ حَشْوُها لِيفٌ، فَقَعَدَ
عَلَيْهَا، فَخَطَبَنِي إِلَى نَفْسِي، فَلَمَّا فَرَغَ مِنْ مَقَالَتِهِ قُلْتُ:
يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا بِي أَلَّا يَكُونَ بِكَ الرَّغْبَةُ، وَلَكِنِّي
امْرَأَةٌ، فِيَّ غَيْرة شَدِيدَةٌ، فَأَخَافَ أَنْ تَرَى مِنِّي شَيْئًا
يُعَذِّبُنِي اللَّهُ بِهِ، وَأَنَا امْرَأَةٌ قَدْ دخلتُ فِي السِّنِّ، وَأَنَا
ذَاتُ عِيَالٍ، فَقَالَ: "أَمَّا مَا ذَكَرْتِ مِنَ الْغَيْرَةِ فَسَوْفَ يُذهبها
اللَّهُ، عَزَّ وَجَلَّ عَنْكِ. وَأَمَّا مَا ذَكَرْتِ مِنَ السِّن فَقَدْ
أَصَابَنِي مثلُ الذِي أَصَابَكِ، وَأَمَّا مَا ذَكَرْتِ مِنَ الْعِيَالِ
فَإِنَّمَا عِيَالُكِ عِيَالِي". قَالَتْ: فَقَدْ سلَّمْتُ لِرَسُولِ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. فَتَزَوَّجَهَا رسول الله صلى الله عليه وسلم،
فقالت أُمُّ سَلَمَةَ بَعْدُ: أَبْدَلَنِي اللَّهُ بِأَبِي سَلَمَةَ خَيْرًا
مِنْهُ، رسولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada
kami Lais (yakni Ibnu Sa'd), dari Yazid ibnu Abdullah, telah menceritakan kepada
kami Usamah ibnul Had, dari Amr ibnu Abu Amr, dari Al-Muttalib, dari Ummu
Salamah yang menceritakan bahwa pada suatu hari Abu Salamah datang kepadanya
sepulang dari Rasulullah Saw. Lalu Abu Salamah berkata, "Aku telah mendengar
langsung dari Rasulullah Saw. suatu ucapan yang membuat hatiku gembira
karenanya." Beliau Saw. telah bersabda: Tidak sekali-kali seorang muslim
tertimpa suatu musibah, lalu ia membaca istirja' ketika musibah menimpanya,
kemudian mengucapkan, "Ya Allah, berilah daku pahala dalam musibahku ini, dan
gantikanlah buatku yang lebih baik daripadanya," melainkan diberlakukan
kepadanya apa yang dimintanya itu. Ummu Salamah melanjutkan kisahnya, "Maka
aku hafal doa tersebut darinya. Ketika Abu Salamah meninggal dunia, maka aku
ber-istirja'' dan kuucapkan pula, 'Ya Allah, berilah daku pahala dalam musibahku
ini, dan berilah daku ganti yang lebih baik daripada dia.' Kemudian aku berkata
kepada diriku sendiri, 'Dari manakah aku mendapatkan suami yang lebih baik
daripada Abu Salamah?' Tatkala masa idahku habis, Rasulullah Saw. meminta izin
untuk menemuiku; ketika itu aku sedang menyamak selembar kulit milikku. Maka aku
mencuci kedua tanganku dari cairan qaraz (bahan penyamak), dan aku izinkan
beliau Saw. masuk, lalu aku letakkan sebuah bantal kulit yang berisikan sabut,
kemudian Rasulullah Saw. duduk di atasnya dan mulailah beliau Saw. melamarku.
Setelah Rasulullah Saw. selesai dari ucapannya, aku berkata, 'Wahai Rasulullah,
aku tidak menyangka kalau engkau mempunyai hasrat kepada diriku, sedangkan
diriku ini adalah seorang wanita yang sangat pencemburu, maka aku merasa
khawatir bila kelak engkau akan melihat dari diriku sesuatu hal yang menyebabkan
Allah akan mengazabku karenanya. Aku juga seorang wanita yang sudah berumur
serta mempunyai banyak tanggungan anak-anak.' Maka Rasulullah Saw. bersabda,
'Adapun mengenai cemburu yang kamu sebutkan, mudah-mudahan Allah Swt. akan
melenyapkannya dari dirimu. Dan mengenai usia yang telah kamu sebutkan,
sesungguhnya aku pun mengalami hal yang sama seperti yang kamu alami (berusia
lanjut). Dan mengenai anak-anak yang kamu sebutkan tadi, sesungguhnya anak-anak
tanggunganmu itu nanti akan menjadi tanggunganku pula'." Ummu Salamah
melanjutkan kisahnya, "Maka aku memasrahkan diriku kepada Rasulullah Saw."
Kemudian Rasulullah Saw. mengawininya. Sesudah itu Ummu Salamah mengatakan,
"Allah Swt. telah menggantikan Abu Salamah dengan orang yang lebih baik daripada
dirinya, yaitu Rasulullah Saw." Di dalam kitab Sahih Muslim disebutkan dari Ummu Salamah. Ia mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda:
"مَا
مِنْ عَبْدٍ تُصِيبُهُ مُصِيبَةٌ فَيَقُولُ: {إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ
رَاجِعُونَ} اللَّهُمَّ أجُرني في مصيبتي واخلف لي خيرا منها، إلا آجَرَهُ اللَّهُ
مِنْ مُصِيبَتِهِ، وَأَخْلَفَ لَهُ خَيْرًا مِنْهَا" قَالَتْ: فَلَمَّا تُوُفي
أَبُو سَلَمَةَ قُلْتُ كَمَا أَمَرَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ، فَأَخْلَفَ اللَّهُ لِي خَيْرًا مِنْهُ: رسولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Tidak sekali-kali seorang hamba tertimpa musibah, lalu ia mengucapkan,
"Inna lillahi wainna ilaihi raji'un (Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan
sesungguhnya kami hanya kepada-Nyalah dikembalikan). Ya Allah, berilah daku
pahala dalam musibahku ini, dan gantikanlah kepadaku yang lebih baik
daripadanya," melainkan Allah akan memberinya pahala dalam musibahnya itu dan
menggantikan kepadanya apa yang lebih baik daripadanya. Ummu Salamah
melanjutkan kisahnya, "Ketika Abu Salamah meninggal dunia, aku mengucapkan doa
seperti yang diperintahkan oleh Rasulullah Saw. itu. Maka Allah memberikan
gantinya kepadaku dengan yang lebih baik daripada Abu Salamah, yaitu Rasulullah
Saw. sendiri."
قَالَ
الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَزِيدُ، وعَبَّاد بْنُ عَبَّادٍ قَالَا
حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ أَبِي هِشَامٍ، حَدَّثَنَا عَبَّادُ بْنُ زِيَادٍ، عَنْ
أُمِّهِ، عَنْ فَاطِمَةَ ابْنَةِ الْحُسَيْنِ، عَنْ أَبِيهَا الْحُسَيْنِ بْنِ
عَلِيٍّ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "مَا مِنْ
مُسْلِمٍ وَلَا مُسَلَمَةَ يُصَابُ بِمُصِيبَةٍ فَيَذْكُرُهَا وَإِنْ طَالَ
عَهْدُهَا -وَقَالَ عَبَّادٌ: قَدُمَ عَهْدُهَا -فَيُحْدِثُ لِذَلِكَ
اسْتِرْجَاعًا، إِلَّا جَدَّدَ اللَّهُ لَهُ عِنْدَ ذَلِكَ فَأَعْطَاهُ مِثْلَ
أَجْرِهَا يَوْمَ أُصِيبَ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yazid dan Abbad ibnu
Abbad. Keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami ibnu Abu Hisyam,
telah menceritakan kepada kami Abbad ibnu Ziad, dari ibunya, dari Fatimah bintil
Husain, dari ayahnya Al-Husain ibnu Ali, dari Nabi Saw. yang telah bersabda:
Tidak sekali-kali seorang lelaki atau perempuan muslim tertimpa suatu
musibah, lalu ia mengingatnya, sekalipun waktunya telah berlalu —Abbad
mengatakan, "Sekalipun waktunya telah silam"—, kemudian ingatannya itu
menggerakkannya untuk membaca istirja', melainkan Allah memperbarui untuknya
saat itu dan memberikan kepadanya pahala yang semisal dengan pahala ketika di
hari ia tertimpa musibah.Hadis yang sama diriwayatkan pula oleh Ibnu Majah di dalam kitab sunannya, dari Abu Bakar ibnu Abu Syaibah, dari Waki', dari Hisyam ibnu Ziad, dari ibunya, dari Fatimah bintil Husain, dari ayah-nya. Ismail ibnu Ulayyah dan Yazid ibnu Harun telah meriwayatkan pula hadis yang sama, dari Hisyam ibnu Ziad, dari ibunya, dari Fatimah, dari ayahnya.
قَالَ
الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ إِسْحَاقَ السَّالَحِينِيُّ،
أَخْبَرَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ، عَنْ أَبِي سِنَانٍ قَالَ: دفنتُ ابْنًا لِي،
فَإِنِّي لَفِي الْقَبْرِ إِذْ أَخَذَ بِيَدِي أَبُو طَلْحَةَ -يَعْنِي
الْخَوْلَانِيُّ -فَأَخْرَجَنِي، وَقَالَ لِي: أَلَا أُبَشِّرُكَ؟ قُلْتُ: بَلَى.
قَالَ: حَدَّثَنِي الضَّحَّاكُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عرْزَب، عَنْ أَبِي
مُوسَى، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "قَالَ
اللَّهُ :يَا مَلَكَ الْمَوْتِ، قبضتَ وَلَدَ عَبْدِي؟ قَبَضْتَ قُرَّة عَيْنِهِ
وَثَمَرَةَ فُؤَادِهِ؟ قَالَ نَعَمْ. قَالَ: فَمَا قَالَ؟ قَالَ: حَمِدَك
وَاسْتَرْجَعَ، قَالَ: ابْنُو لَهُ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ، وسمُّوه بيتَ
الْحَمْدِ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Ishaq
As-Sailahini, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Samalah, dari Abu Sinan
yang menceritakan, "Aku baru menguburkan salah seorang anakku yang meninggal
dunia. Ketika aku masih berada di pekuburan, tiba-tiba tanganku dipegang oleh
Abu Talhah Al-Aulani, lalu ia mengeluarkan aku dari pekuburan itu dan berkata
kepadaku, 'Maukah engkau aku sampaikan berita gembira kepadamu?' Aku menjawab,
'Tentu saja mau'." Abu Talhah mengatakan bahwa telah menceritakan kepadanya
Ad-Dahhak ibnu Abdur Rahman ibnu Auzab, dari Abu Musa yang mengatakan bahwa
Rasulullah Saw. pernah bersabda: Allah berfirman, "Hai malaikat maut, engkau
telah mencabut anak hamba-Ku, engkau telah mencabut nyawa penyejuk mata dan buah
hatinya!" Malaikat maut menjawab, "Ya." Allah Swt. bertanya, "Lalu apa
yang dikatakannya?" Malaikat maut menjawab, "Dia memuji dan ber-istirja'
kepada-Mu." Allah Swt. berfirman, "Bangunkanlah buatnya sebuah gedung di dalam
surga dan namailah gedung itu dengan sebutan Baitul Hamdi (rumah
pujian)."Kemudian Imam Ahmad meriwayatkannya pula dari Ali ibnu Ishaq, dari Abdullah ibnul Mubarak, lalu ia mengetengahkannya. Hal yang sama telah diriwayatkan pula oleh Imam Turmuzi, dari Suwaid ibnu Nasr, dari Ibnul Mubarrak. Imam Turmuzi mengatakan bahwa predikat hadis ini hasan garib. Nama asli Abu Sinan ialah Isa ibnu Sinan.
{إِنَّ
الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِنْ شَعَائِرِ اللَّهِ فَمَنْ حَجَّ الْبَيْتَ أَوِ
اعْتَمَرَ فَلا جُنَاحَ عَلَيْهِ أَنْ يَطَّوَّفَ بِهِمَا وَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا
فَإِنَّ اللَّهَ شَاكِرٌ عَلِيمٌ (158) }
Sesungguhnya Safa dan Marwah adalah sebagian
dari syiar Allah. Maka barang siapa yang beribadah haji ke Bailullah atau
berumrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa'i antara keduanya. Dan
barang siapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, maka
sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha Mengetahui.
قَالَ
الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ دَاوُدَ الْهَاشِمِيُّ،
أَخْبَرَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ سَعْدٍ، عَنِ الزُّهْرِيِّ، عَنْ عُرْوَةَ، عَنْ
عَائِشَةَ قَالَتْ: قُلْتُ: أَرَأَيْتِ قَوْلَ الله تَعَالَى: {إِنَّ الصَّفَا
وَالْمَرْوَةَ مِنْ شَعَائِرِ اللَّهِ فَمَنْ حَجَّ الْبَيْتَ أَوِ اعْتَمَرَ فَلا
جُنَاحَ عَلَيْهِ أَنْ يَطَّوَّفَ بِهِمَا} قُلْتُ: فَوَاللَّهِ مَا عَلَى أَحَدٍ
جُنَاحٌ أَنْ لَا يطَّوف بِهِمَا؟ فَقَالَتْ عَائِشَةُ: بِئْسَمَا قُلْتَ يَا ابْنَ
أُخْتِي إِنَّهَا لَوْ كَانَتْ عَلَى مَا أوّلتَها عليه كانت: فلا جناح
عليه
أَلَّا
يَطَّوَفَ بِهِمَا، وَلَكِنَّهَا إِنَّمَا أُنْزِلَتْ أَنَّ الْأَنْصَارَ كَانُوا
قَبْلَ أَنْ يُسْلِمُوا كَانُوا يُهِلّون لِمَنَاةَ الطَّاغِيَةِ، التِي كَانُوا
يَعْبُدُونَهَا عِنْدَ المُشلَّل. وَكَانَ مَنْ أهلَّ لَهَا يَتَحَرَّجُ أَنْ
يطوَّف بِالصَّفَا وَالْمَرْوَةِ، فَسَأَلُوا عَنْ ذَلِكَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّا كُنَّا
نَتَحَرَّجُ أَنْ نطَّوف بِالصَّفَا وَالْمَرْوَةِ فِي الْجَاهِلِيَّةِ. فَأَنْزَلَ
اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: {إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِنْ شَعَائِرِ اللَّهِ}
إِلَى قَوْلِهِ: {فَلا جُنَاحَ عَلَيْهِ أَنْ يَطَّوَّفَ بِهِمَا} قَالَتْ
عَائِشَةُ: ثُمَّ قَدْ سَنَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
الطَّوَافَ بِهِمَا، فَلَيْسَ لِأَحَدٍ أَنْ يَدع الطَّوَافَ
بِهِمَا.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Daud
Al-Hasyimi, telah menceritakan kepada kami Ibrahim Sa'd, dari Az-Zuhri, dari
Urwah, dari Aisyah. Urwah menceritakan bahwa Siti Aisyah pernah berkata
kepadanya, bagaimanakah pendapatmu mengenai makna firman-Nya: Sesungguhnya
Safa dan Marwah adalah sebagian dari syiar Allah. Maka barang siapa yang
beribadah haji ke Baitullah atau berumrah, maka tidak ada dosa baginya
mengerjakan sa'i antara keduanya. (Al-Baqarah: 158) Aku menjawab, "Demi
Allah, tidak ada dosa bagi seseorang bila dia tidak melakukan tawaf di antara
keduanya." Siti Aisyah berkata, "Alangkah buruknya apa yang kamu katakan itu,
hai anak saudara perempuanku. Sesungguhnya bila makna ayat ini seperti apa yang
engkau takwilkan, maka maknanya menjadi 'Tidak ada dosa bagi seseorang bila
tidak tawaf di antara keduanya'. Akan tetapi, ayat ini diturunkan hanyalah
karena orang-orang Ansar di masa lalu sebelum mereka masuk Islam, mereka selalu
ber-ihlal untuk berhala Manat sesembahan mereka yang ada di
Musyallal (tempat yang terletak di antara Safa dan Marwah), dan
orang-orang yang pernah melakukan ihlal untuk berhala Manat merasa
berdosa bila melakukan tawaf di antara Safa dan Marwah. Lalu mereka menanyakan
hal tersebut kepada Rasulullah Saw. dan mengatakan, 'Wahai Rasulullah,
sesungguhnya kami merasa berdosa bila melakukan tawaf di antara Safa dan Marwah
karena masa Jahiliah kami. Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya:
Sesungguhnya Safa dan Marwah adalah sebagian dari syiar Allah. Maka barang
siapa yang beribadah haji ke Baitullah atau berumrah, maka tidak ada dosa
baginya mengerjakan sa'i antara keduanya '(Al-Baqarah: 158). Siti Aisyah
r.a. berkata, "Kemudian Rasulullah Saw. menetapkan (mewajibkan) sa'i antara
keduanya, maka tiada alasan bagi seseorang untuk tidak melakukan sa'i di antara
keduanya."Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkan hadis ini di dalam kitab Sahihain.
Di dalam sebuah riwayat dari Az-Zuhri disebutkan, ia mengatakan bahwa ia menceritakan hadis ini kepada Abu Bakar ibnu Abdur Rahman ibnul Haris ibnu Hisyam. Maka Abu Bakar ibnu Abdur Rahman menjawab, "Sesungguhnya pengetahuan mengenai ini belum pernah kudengar, dan sesungguhnya aku pernah mendengar dari banyak lelaki dari kalangan ahlul 'ilmi. Mereka mengatakan, 'Sesungguhnya orang-orang —kecuali yang disebutkan oleh Siti Aisyah— mengatakan bahwa tawaf di antara kedua batu ini (Safa dan Marwah) termasuk perbuatan Jahiliah.' Orang-orang lain dari kalangan Ansar mengatakan, 'Sesungguhnya kami hanya diperintahkan melakukan tawaf di Baitullah dan tidak diperintahkan untuk tawaf antara Safa dan Marwah.' Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: 'Sesungguhnya Safa dan Marwah adalah sebagian dari syiar Allah ' (Al-Baqarah: 158). Abu Bakar ibnu Abdur Rahman mengatakan, "Barangkali ayat ini diturunkan berkenaan dengan mereka (sebagian ahlul ilmi) dan mereka (kalangan orang-orang Ansar) yang lainnya."
Imam Bukhari meriwayatkannya melalui hadis Malik, dari Hisyam ibnu Urwah, dari ayahnya, dari Siti Aisyah yang lafaznya semisal dengan hadis di atas.
Kemudian Imam Bukhari mengatakan:
حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ يُوسُفَ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنْ عَاصِمِ بْنِ سُليمان قَالَ:
سَأَلْتُ أَنَسًا عَنِ الصَّفَا وَالْمَرْوَةِ قَالَ: كُنَّا نَرَى ذَلِكَ مِنْ
أَمْرِ الْجَاهِلِيَّةِ، فَلَمَّا جَاءَ الْإِسْلَامُ أَمْسَكْنَا عَنْهُمَا،
فَأَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: {إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِنْ شَعَائِرِ
اللَّهِ}
telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Yusuf, telah menceritakan kepada
kami Sufyan, dari Asim ibnu Sulaiman yang mengatakan bahwa ia pernah, bertanya
kepada Anas r.a. tentang masalah Safa dan Marwah. Maka Anas r.a. menjawab, "Pada
mulanya kami menganggap termasuk perkara Jahiliah. Ketika Islam datang, maka
kami berhenti melakukan tawaf di antara keduanya. Maka Allah menurunkan
firman-Nya: 'Sesungguhnya Safa dan Marwah adalah bagian dari syiar
Allah.' (Al-Baqarah: 158)Imam Qurtubi menyebutkan di dalam kitab tafsirnya, dari Ibnu Abbas r.a. yang mengatakan bahwa setan-setan menyebar di antara Safa dan Marwah di sepanjang malam, di antara keduanya banyak terdapat berhala-berhala. Ketika Islam datang, mereka bertanya kepada Rasulullah Saw. tentang melakukan sa'i di antara keduanya, maka turunlah ayat ini (Al-Baqarah: 158).
Asy-Sya'bi mengatakan, "Dahulu berhala Isaf berada di atas Safa, dan berhala Nailah berada di atas Marwah; mereka selalu mengusap keduanya. Akhirnya mereka merasa berdosa sesudah masuk Islam untuk melakukan tawaf di antara keduanya. Maka turunlah ayat ini (Al-Baqarah: 158).
Menurut kami, Muhammad ibnu Ishaq menyebutkan di dalam kitab Sirah-nya bahwa berhala Isaf dan Nailah pada mulanya adalah dua orang manusia (laki-laki dan perempuan), lalu keduanya berzina di dalam Ka'bah, maka keduanya dikutuk menjadi batu. Kemudian orang-orang Quraisy memancangkan keduanya di dekat Ka'bah untuk dijadikan sebagai pelajaran bagi orang lain. Ketika masa berlalu cukup lama, keduanya disembah, kemudian letaknya dipindahkan ke Safa dan Marwah, lalu keduanya dipancangkan di tempat tersebut. Setiap orang yang melakukan tawaf (sa'i) di antara Safa dan Marwah selalu mengusap keduanya. Karena itu, Abu Talib pernah mengatakan dalam salah satu kasidahnya yang terkenal:
وَحَيْثُ
يُنِيخُ الْأَشْعَرُونَ رِكَابَهُمْ ...
بِمَفْضَى السِّيُولُ مِنْ إِسَافِ وَنَائِلِ ...
Di tempat orang-orang yang ziarah
menambatkan unta-unta kendaraan mereka, mereka benar-benar bagaikan air bah
turun dari Isaf dan Nailah.
Di dalam kitab Sahih Muslim disebutkan melalui hadis Jabir yang cukup
panjang, bahwa ketika Rasulullah Saw. selesai dari tawafnya di Baitullah, maka
beliau kembali ke rukun, lalu mengusapnya, kemudian keluar dari pintu Safa
seraya membacakan firman-Nya: Sesungguhnya Safa dan Marwah adalah sebagian
dari syiar Allah. (Al-Baqarah: 158)Kemudian beliau Saw. bersabda:
"أَبْدَأُ
بِمَا بَدَأَ اللَّهُ بِهِ"
Aku memulai dengan apa yang dimulai oleh Allah (yakni dari Safa ke
Marwah).Di dalam riwayat Imam Nasai disebutkan:
"ابدؤوا
بِمَا بَدَأَ اللَّهُ بِهِ"
Mulailah oleh kalian dengan apa yang dimulai oleh Allah!
قَالَ
الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا شُرَيْحٌ، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ
الْمُؤَمَّلِ، عَنْ عَطَاءِ بْنِ أَبِي رَبَاحٍ، عَنْ صَفِيَّةَ بِنْتِ شَيْبَةَ،
عَنْ حَبِيبة بِنْتِ أَبِي تَجْرَاةَ قَالَتْ: رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَطُوفُ بَيْنَ الصَّفَا وَالْمَرْوَةِ، وَالنَّاسُ
بَيْنَ يَدَيْهِ، وَهُوَ وَرَاءَهُمْ، وَهُوَ يَسْعَى حَتَّى أَرَى رُكْبَتَيْهِ
مِنْ شِدَّةِ السَّعْيِ يَدُورُ بِهِ إِزَارُهُ، وَهُوَ يَقُولُ: "اسعَوا، فَإِنَّ
اللَّهَ كَتَبَ عَلَيْكُمُ السَّعْيَ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Syuraih, telah
menceritakan kepada kami Abdullah Muammal, dari Ata ibnu Abu Rabah, dari
Safiyyah binti Syaibah, dari Habibah binti Abu Tajrah yang menceritakan: Aku
melihat Rasulullah Saw. sa'i antara Safa dan Marwah, sedangkan orang-orang
berada di bagian depannya dan beliau di belakang mereka seraya bersa'i, hingga
aku melihat kedua lutut-nya, karena sa'inya yang kencang hingga kain sarungnya
berputar seraya mengatakan, "Bersa'ilah kalian, karena sesungguhnya Allah
telah memfardukan sa'i atas kalian."
ثُمَّ
رَوَاهُ الْإِمَامُ أَحْمَدُ، عَنْ عَبْدِ الرَّزَّاقِ، أَخْبَرَنَا مَعْمَر، عَنْ
وَاصِلٍ -مَوْلَى أَبِي عُيَينة -عَنْ مُوسَى بْنِ عُبَيْدَةَ (4) عَنْ صَفِيَّةَ
بِنْتِ شَيْبَةَ، أَنَّ امْرَأَةً أَخْبَرَتْهَا أَنَّهَا سَمِعَتِ النَّبِيَّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَ الصَّفَا وَالْمَرْوَةِ يَقُولُ: "كُتِبَ
عَلَيْكُمُ السَّعْيُ، فَاسْعَوْا"
Kemudian Imam Ahmad meriwayatkan pula dari Abdur Razzaq yang mengatakan,
telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Wasil maula Abu Uyaynah, dari Musa
ibnu Ubaidah, dari Safiyyah binti Syaibah, bahwa ada seorang wanita menceritakan
kepadanya; dia pernah mendengar Nabi Saw. di antara Safa dan Marwah menyerukan:
Telah difardukan atas kalian sa'i. Karena ilu, bersa'ilah kalian!Hadis ini dijadikan dalil oleh orang yang mengatakan bahwa sa'i antara Safa dan Marwah merupakan salah satu dari rukun ibadah haji, seperti yang dikatakan oleh mazhab Syafii dan para pengikutnya, dan menurut salah satu riwayat dari Imam Ahmad yang merupakan pendapat yang terkenal dari Imam Malik.
Menurut suatu pendapat, sa'i bukan rukun haji, tetapi hukumnya wajib. Karena itu, barang siapa yang meninggalkannya —baik dengan sengaja atau lupa— ia dapat menggantinya dengan menyembelih kurban. Pendapat ini merupakan salah satu riwayat dari Imam Ahmad dan dijadikan pegangan oleh segolongan ulama.
Menurut pendapat yang lain, sa'i hukumnya sunat. Hal ini dikatakan oleh Imam Abu Hanifah, As'-Sauri, Asy-Sya'bi, dan Ibnu Sirin yang bersumberkan dari riwayat Anas, Ibnu Umar, dan Ibnu Abbas; juga diriwayatkan oleh Imam Malik di dalam kitab Al-Utabiyyah. Menurut Imam Qurtubi, alasan mereka mengatakannya sunat berdasarkan firman-Nya: Dan barang siapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati. (Al-Baqarah: 158)
Akan tetapi, pendapat yang pertama lebih kuat karena Rasulullah Saw. melakukan sa'i antara keduanya seraya mengucapkan:
"لِتَأْخُذُوا
عَنِّي مَنَاسِكَكُمْ"
Hendaklah kalian mengambil dariku manasik-manasik kalian.Semua yang dilakukan oleh Nabi Saw. dalam hajinya itu hukumnya wajib dan harus dikerjakan dalam ibadah haji, kecuali hal-hal yang dikecualikan berdasarkan dalil.
Dalam keterangan terdahulu telah disebutkan sabda Nabi Saw. yang mengatakan:
«اسْعَوْا
فَإِنَّ اللَّهَ كَتَبَ عَلَيْكُمُ السَّعْيَ»
Bersa'ilah kalian! Karena sesungguhnya Allah telah memfardukan sa'i atas
kalian.Allah Swt. telah menjelaskan bahwa sa'i antara Safa dan Marwah termasuk salah satu syiar Allah, yakni salah satu syiar yang disyariatkan oleh Allah Swt. kepada Nabi Ibrahim a.s. dalam manasik haji. Telah dijelaskan pula dalam hadis Ibnu Abbas bahwa asal mula hal tersebut diambil dari tawaf Siti Hajar, ia pulang pergi antara Safa dan Marwah dalam rangka mencari air untuk putranya ketika persediaan air dan bekal mereka habis setelah mereka ditinggalkan oleh Nabi Ibrahim a.s. di tempat tersebut. Sedangkan di tempat itu tidak ada seorang manusia pun selain mereka berdua.
Ketika Siti Hajar merasa khawatir terhadap kelangsungan hidup putranya di tempat itu karena perbekalannya telah habis, maka Siti Hajar meminta pertolongan kepada Allah Swt. Ia mondar-mandir antara Safa dan Marwah seraya merendahkan diri, penuh dengan rasa takut kepada Allah dan sangat mengharapkan pertolongan-Nya, hingga Allah membebaskannya dari kesusahannya itu, dan mengusir rasa keterasingannya, melenyapkan kesengsaraannya, serta menganugerahkan kepadanya zamzam yang airnya merupakan makanan yang mengenyangkan dan obat penawar bagi segala penyakit.
Karena itu, orang yang melakukan sa'i di antara Safa dan Marwah hendaknya melakukannya dengan hati yang penuh harap kepada Allah, rendah diri dan memohon petunjuk serta perbaikan keadaannya, dan mengharapkan ampunan-Nya. Hendaknya dia berlindung kepada Allah Swt. agar dibebaskan dari semua kekurangan dan aib yang ada pada dirinya, dan memohon hidayah-Nya akan jalan yang lurus. Hendaknya dia memohon kepada Allah agar hatinya ditetapkan pada hidayah itu (Islam) hingga akhir hayatnya. Hendaknya ia memohon kepada Allah agar Dia mengalihkan keadaan dirinya yang penuh dengan dosa dan kedurhakaan kepada keadaan yang sempurna, ampunan, keteguhan hati dalam menempuh jalan yang lurus, seperti apa yang dialami oleh Siti Hajar a.s.
**********
Firman Allah Swt.:
{فَمَنْ
تَطَوَّعَ خَيْرًا}
Dan barang siapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan
hati. (Al-Baqarah: 158)Menurut suatu pendapat, makna yang dimaksud ialah melakukan sa'i lebih dari yang telah diwajibkan, misalnya delapan kali putaran atau sembilan kali putaran.
Menurut pendapat lain, makna yang dimaksud ialah melakukan sa'i di antara Safa dan Marwah dalam haji tatawwu' (sunat) dan 'umrah tatawwu'.
Menurut pendapat yang lainnya lagi, makna yang dimaksud ialah melakukan tambahan kebaikan dalam semua jenis ibadah. Semuanya diriwayatkan oleh Ar-Razi, dan pendapat yang ketiga dikaitkan dengan Al-Hasan Al-Basri.
**********
Firman Allah Swt.:
{فَإِنَّ
اللَّهَ شَاكِرٌ عَلِيمٌ}
Maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha Mengetahui.
(Al-Baqarah: 158)Yakni Allah memberi pahala kepada amal yang sedikit dan amal yang banyak tanpa pandang bulu, lagi Maha Mengetahui kadar pahala yang diberikan-Nya; maka tiada seorang pun dirugikan dalam menerima pahala dari-Nya. Seperti yang disebutkan di dalam firman lainnya, yaitu:
ولا
يَظْلِمُ مِثْقالَ ذَرَّةٍ وَإِنْ تَكُ حَسَنَةً يُضاعِفْها وَيُؤْتِ مِنْ لَدُنْهُ
أَجْراً عَظِيماً
Sesungguhnya Allah tidak menganiaya seseorang, walaupun sebesar zarrah;
dan jika ada kebajikan sebesar zarrah, niscaya Allah akan melipatgandakannya dan
memberikan dari sisi-Nya pahala yang besar. (An-Nisa: 40)
{إِنَّ
الَّذِينَ يَكْتُمُونَ مَا أَنزلْنَا مِنَ الْبَيِّنَاتِ وَالْهُدَى مِنْ بَعْدِ
مَا بَيَّنَّاهُ لِلنَّاسِ فِي الْكِتَابِ أُولَئِكَ يَلْعَنُهُمُ اللَّهُ
وَيَلْعَنُهُمُ اللاعِنُونَ (159) إِلا الَّذِينَ تَابُوا وَأَصْلَحُوا وَبَيَّنُوا
فَأُولَئِكَ أَتُوبُ عَلَيْهِمْ وَأَنَا التَّوَّابُ الرَّحِيمُ (160) إِنَّ
الَّذِينَ كَفَرُوا وَمَاتُوا وَهُمْ كُفَّارٌ أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ لَعْنَةُ
اللَّهِ وَالْمَلائِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ (161) خَالِدِينَ فِيهَا لَا
يُخَفَّفُ عَنْهُمُ الْعَذَابُ وَلا هُمْ يُنْظَرُونَ (162) }
Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan
apa yang telah kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan
petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al-Kitab, mereka itu
dilaknati Allah dan dilaknati (pula) oleh semua (makhluk) yang dapat melaknati,
kecuali mereka yang telah tobat dan mengadakan perbaikan dan menerangkan
(kebenaran); maka terhadap mereka itulah Aku menerima tobat-nya dan Akulah Yang
Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang. Sesungguhnya orang-orang kafir dan mereka mati dalam
keadaan kafir, mereka itu mendapat laknat Allah, para malaikat, dan manusia
seluruhnya. Mereka kekal di dalam laknat itu; tidak akan diringankan siksa dari
mereka dan tidak (pula) mereka diberi tangguh.Ancaman yang keras buat orang yang menyembunyikan apa yang telah disampaikan oleh rasul-rasul berupa keterangan-keterangan yang jelas yang bertujuan benar serta petunjuk yang bermanfaat bagi had manusia, sesudah dijelaskan oleh Allah Swt. kepada hamba-hamba-Nya melalui kitab-kitab yang diturunkan kepada rasul-rasul-Nya.
Abul Aliyah mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang Ahli Kitab. Mereka menyembunyikan sifat Nabi Muhammad Saw. Kemudian Allah Swt. memberitahukan bahwa segala sesuatu melaknat perbuatan mereka itu; sebagaimana halnya orang yang alim, segala sesuatu memohonkan ampun baginya, hingga ikan-ikan yang ada di air dan burung-burung yang ada di udara. Sikap mereka (Ahli Kitab) bertentangan dengan sikap ulama. Karena itu, mereka dilaknat oleh Allah, dan segala sesuatu ikut melaknat mereka.
Telah disebutkan di dalam hadis musnad melalui berbagai jalur yang satu sama lainnya saling memperkuat predikat hadis, dari Abu Hurairah dan lain-lainnya yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"مَنْ
سُئِل عَنْ عِلْمٍ فَكَتَمَهُ، أُلْجِمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِلِجَامٍ مِنْ
نَارٍ"
Barang siapa yang ditanya mengenai suatu ilmu, lalu ia menyembunyikannya,
niscaya dia akan disumbat kelak di hari kiamat dengan tali kendali dari api
neraka.Di dalam kitab sahih dari Abu Hurairah disebutkan bahwa ia pernah mengatakan, "Seandainya tidak ada suatu ayat dalam Kilabullah, niscaya aku tidak akan menceritakan apa pun kepada orang lain." Yang dimaksud ialah firman-Nya: Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk. (Al-Baqarah: 159), hingga akhir ayat.
قَالَ
ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ عَرَفَةَ، حَدَّثَنَا عَمَّارُ
بْنُ مُحَمَّدٍ، عَنْ لَيْثِ بْنِ أَبِي سُلَيْمٍ،
عَنِ
الْمِنْهَالِ بْنِ عَمْرٍو، عَنْ زَاذَانَ أَبِي عُمَر عَنِ الْبَرَاءِ بْنِ
عَازِبٍ، قَالَ: كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي
جِنَازَةٍ، فَقَالَ: "إِنَّ الْكَافِرَ يُضْرَبُ ضَرْبَةً بَيْنَ عَيْنَيْهِ،
فَيَسْمَعُ كُلُّ دَابَّةٍ غَيْرَ الثَّقَلَيْنِ، فَتَلْعَنُهُ كُلُّ دَابَّةٍ
سَمِعَتْ صَوْتَهُ، فَذَلِكَ قَوْلُ اللَّهِ تَعَالَى: {أُولَئِكَ يَلْعَنُهُمُ
اللَّهُ وَيَلْعَنُهُمُ اللاعِنُونَ} يَعْنِي: دَوَابُّ الْأَرْضِ"
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu
Arafah, telah menceritakan kepada kami Ammar ibnu Muhammad, dari Lais ibnu Abu
Sulaim, dari Al-Minhal ibnu Amr, dari Zazan Abu Umar, dari Al-Barra ibnu Azib
yang menceritakan: Bahwa kami pernah bersama Nabi Saw. menghadiri suatu jenazah,
maka beliau Saw. bersabda, "Sesungguhnya orang kafir akan dipukul sekali
pukul di antara kedua matanya; semua makhluk hidup mendengar (jeritan)nya selain
manusia dan jin, maka semua hewan yang mendengar suaranya melaknatnya.
Yang demikian itu adalah firman Allah Swt., 'Mereka itu dilaknati Allah
dan dilaknati (pula) oleh semua (makhluk) yang dapat melaknati!'
(Al-Baqarah: 159), yakni semua hewan bumi." Ibnu Majah meriwayatkan pula hadis ini dari Muhammad ibnus Sabah, dari Amir ibnu Muhammad dengan lafaz yang sama. Ata ibnu Abu Rabah mengatakan bahwa semua hewan, jin, dan manusia turut melaknatinya.
Mujahid mengatakan bahwa apabila bumi kekeringan (paceklik), maka semua hewan mengatakan, "Ini akibat orang-orang yang durhaka dari Bani Adam, semoga Allah melaknat orang-orang durhaka dari Bani Adam."
Abul Aliyah, Ar-Rabi' ibnu Anas, dan Qatadah mengatakan sehubungan dengan takwil firman-Nya: Dan dilaknati (pula) oleh semua (makhluk) yang dapat melaknati. (Al-Baqarah: 159) Yakni mereka dilaknati oleh para malaikat dan orang-orang mukmin.
Telah disebutkan di dalam sebuah hadis bahwa orang yang alim itu dimintakan ampunan baginya oleh segala sesuatu sehingga ikan-ikan yang ada di laut memintakan ampunan buatnya.
Di dalam ayat ini (Al-Baqarah ayat 159) disebutkan bahwa orang yang menyembunyikan ilmu akan dilaknat oleh Allah, para malaikat, seluruh manusia, dan semua makhluk yang dapat melaknati. Mereka adalah semua makhluk yang dapat berbicara dan yang tidak dapat bicara, baik dengan lisan ataupun dengan perbuatan, jika makhluk itu termasuk yang berakal pada hari kiamat.
Kemudian Allah Swt. mengecualikan dari mereka orang-orang yang bertobat kepada-Nya. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{إِلا
الَّذِينَ تَابُوا وَأَصْلَحُوا وَبَيَّنُوا}
Kecuali mereka yang telah tobat dan mengadakan perbaikan dan
menerangkan (kebenaran). (Al-Baqarah: 160)Yaitu mereka kembali sadar dari apa yang sebelumnya mereka lakukan dan mau memperbaiki amal perbuatannya serta menjelaskan kepada orang-orang semua apa yang sebelumnya mereka sembunyikan.
{فَأُولَئِكَ
أَتُوبُ عَلَيْهِمْ وَأَنَا التَّوَّابُ الرَّحِيمُ}
Maka terhadap mereka itulah Aku menerima tobatnya dan Aku-lah Yang Maha
Penerima tobat lagi Maha Penyayang. (Al-Baqarah: 160)Di dalam ayat ini terkandung pengertian bahwa orang yang menyeru kepada kekufuran atau bid'ah, apabila ia bertobat kepada Allah, niscaya Allah menerima tobatnya. Sesungguhnya telah disebutkan bahwa umat-umat terdahulu yang melakukan perbuatan seperti itu, tobat mereka tidak diterima, karena sesungguhnya hal ini merupakan kekhususan bagi syariat Nabi pembawa tobat, yaitu Nabi pembawa rahmat; semoga salawat dan salam Allah terlimpahkan kepadanya.
Kemudian Allah Swt. menceritakan keadaan orang yang kafir dan tetap pada kekafirannya hingga ia mati, melalui firman-Nya:
{عَلَيْهِمْ
لَعْنَةُ اللَّهِ وَالْمَلائِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ * خَالِدِينَ
فِيهَا}
Mereka itu mendapat laknat Allah, para malaikat, dan manusia seluruhnya.
Mereka kekal di dalam laknat itu. (Al-Baqarah: 161-162)Maksudnya, laknat terus mengikuti mereka sampai hari kiamat, kemudian laknat membarenginya di dalam neraka Jahannam yang tidak diringankan siksa dari mereka di dalamnya. Dengan kata lain, siksaan yang menimpa mereka tidak dikurangi, tidak pula mereka diberi tangguh; yakni tidak ada perubahan barang sesaat pun, tidak pula ada henti-hentinya, bahkan siksaan terus-menerus berlangsung terhadap dirinya. Semoga Allah melindungi kita dari siksaan tersebut.
Abul Aliyah dan Qatadah mengatakan, sesungguhnya orang kafir itu akan dihentikan di hari kiamat, lalu Allah melaknatnya, kemudian para malaikat melaknatnya pula, setelah itu manusia seluruhnya melaknatnya.
Tidak ada perselisihan pendapat di kalangan ulama mengenai masalah boleh melaknat orang-orang kafir. Sesungguhnya dahulu Khalifah Umar ibnul Khattab r.a. serta para imam sesudahnya melak-nati orang-orang kafir dalam doa qunut mereka dan doa lainnya.
Mengenai orang kafir tertentu, ada segolongan ulama yang berpendapat tidak boleh melaknatinya, dengan alasan bahwa kita belum mengetahui khatimah apakah yang dikehendaki oleh Allah buatnya. Sebagian di antara ulama memperbolehkan demikian dengan berdalilkan firman-Nya: Sesungguhnya orang-orang kafir dan mereka mati dalam keadaan kafir, mereka itu mendapat laknat Allah, para malaikat, dan manusia seluruhnya. (Al-Baqarah: 161)
Segolongan ulama lainnya berpendapat, bahkan boleh melaknati orang kafir yang tertentu. Pendapat ini dipilih oleh Al-Faqih Abu Bakar ibnul Arabi Al-Maliki, tetapi dalil yang dijadikan pegangannya adalah sebuah hadis yang di dalamnya mengandung ke-daif-an. Sedangkan selain Abu Bakar ibnul Arabi berdalilkan sabda Rasulullah Saw. dalam kisah seorang lelaki pemabuk yang dihadapkan kepadanya, lalu beliau menjatuhkan hukuman hati terhadapnya. Kemudian ada seorang lelaki (lain) yang mengatakan, "Semoga Allah melaknatinya, alangkah besar dosa yang dilakukannya." Maka Rasulullah Saw. bersabda:
"لَا
تَلْعَنْهُ فَإِنَّهُ يُحِبُّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ"
Janganlah engkau melaknatinya, karena sesungguhnya dia mencintai Allah dan
Rasul-Nya.Dari hadis ini dapat disimpulkan bahwa orang yang tidak mencintai Allah dan Rasul-Nya boleh dilaknati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar