{سَيَقُولُ
السُّفَهَاءُ مِنَ النَّاسِ مَا وَلاهُمْ عَنْ قِبْلَتِهِمُ الَّتِي كَانُوا
عَلَيْهَا قُلْ لِلَّهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ إِلَى
صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ (142) وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا
شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا وَمَا
جَعَلْنَا الْقِبْلَةَ الَّتِي كُنْتَ عَلَيْهَا إِلا لِنَعْلَمَ مَنْ يَتَّبِعُ
الرَّسُولَ مِمَّنْ يَنْقَلِبُ عَلَى عَقِبَيْهِ وَإِنْ كَانَتْ لَكَبِيرَةً إِلا
عَلَى الَّذِينَ هَدَى اللَّهُ وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُضِيعَ إِيمَانَكُمْ إِنَّ
اللَّهَ بِالنَّاسِ لَرَءُوفٌ رَحِيمٌ (143) }
Orang-orang yang kurang akalnya di antara
manusia akan berkata, "Apakah yang memalingkan mereka dari kiblatnya (Baitul
Maqdis) yang dahulu mereka telah berkiblat kepadanya?" Katakanlah, "Kepunyaan Allah-lah timur dan barat. Dia
memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus. Dan
demikian (pula) Kami telah menjadikan kalian (umat Islam) umat yang adil dan
pilihan, agar kalian menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul
(Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kalian. Dan Kami tidak menjadikan
kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya
nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. Dan sungguh
(pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah
diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan iman kalian.
Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia."
Menurut Az-Zujaj, yang dimaksud dengan Sufaha dalam ayat ini ialah orang-orang musyrik Arab. Menurut Mujahid adalah para rahib Yahudi. Sedangkan menurut As-Saddi, mereka adalah orang-orang munafik. Akan tetapi, makna ayat bersifat umum mencakup mereka semua.
قَالَ
الْبُخَارِيُّ: حَدَّثَنَا أَبُو نُعَيم، سَمِعَ زُهَيراً، عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ،
عَنِ الْبَرَاءِ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ؛ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ صَلَّى إِلَى بَيْتِ الْمَقْدِسِ ستَّة عَشَرَ شَهْرًا أَوْ سَبْعَةَ
عَشَرَ شَهْرًا، وَكَانَ يُعْجِبُهُ أَنْ تَكُونَ قِبْلَتُهُ قِبَلَ الْبَيْتِ،
وَأَنَّهُ صَلَّى أَوَّلَ صَلَاةٍ صَلَاهَا، صَلَاةَ الْعَصْرِ، وَصَلَّى مَعَهُ
قَوْمٌ. فَخَرَجَ رَجُلٌ مِمَّنْ كَانَ صَلَّى مَعَهُ، فَمَرَّ عَلَى أَهْلِ
الْمَسْجِدِ وَهُمْ رَاكِعُونَ، فَقَالَ: أَشْهَدُ بِاللَّهِ لَقَدْ صليتُ مَعَ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قبَل مَكَّةَ، فدارُوا كَمَا هُمْ
قَبِلَ الْبَيْتِ. وَكَانَ الذِي مَاتَ عَلَى الْقِبْلَةِ قَبْلَ أَنْ تُحَوّل
قِبَلَ الْبَيْتِ رِجَالًا قُتِلُوا لَمْ نَدْرِ مَا نَقُولُ فِيهِمْ، فَأَنْزَلَ
اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ {وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُضِيعَ إِيمَانَكُمْ إِنَّ اللَّهَ
بِالنَّاسِ لَرَءُوفٌ رَحِيمٌ}
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Na'im; ia pernah
mendengar Zubair menceritakan hadis berikut dari Abu Ishaq, dari Al-Barra
r.a.,bahwa Rasulullah Saw. salat menghadap ke Baitul Maqdis selama enam belas
atau tujuh belas bulan, padahal dalam hatinya beliau lebih suka bila kiblatnya
menghadap ke arah Baitullah Ka'bah. Mula-mula salat yang beliau lakukan
(menghadap ke arah kiblat) adalah salat Asar, dan ikut salat bersamanya suatu
kaum. Maka keluarlah seorang lelaki dari kalangan orang-orang yang salat
bersamanya, lalu lelaki itu berjumpa dengan jamaah suatu masjid yang sedang
mengerjakan salat (menghadap ke arah Baitul Maqdis), maka ia berkata, "Aku
bersaksi kepada Allah, sesungguhnya aku telah salat bersama Nabi Saw. menghadap
ke arah Mekah (Ka'bah)." Maka jamaah tersebut memutarkan tubuh mereka yang
sedang salat itu ke arah Baitullah. Tersebutlah bahwa banyak lelaki yang
meninggal dunia selama salat menghadap ke arah kiblat pertama sebelum
dipindahkan ke arah Baitullah. Kami tidak mengetahui apa yang harus kami katakan
mengenai mereka. Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Dan Allah tidak akan
menyia-nyiakan iman kalian. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
kepada manusia. (Al-Baqarah: 143)Imam Bukhari menyendiri dalam mengetengahkan hadis ini melalui sanad tersebut. Imam Muslim meriwayatkannya pula, tetapi melalui jalur sanad yang lain.
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ismail ibnu Abu Khalid, dari Abu Ishaq, dari Al-Barra yang menceritakan hadis berikut, bahwa pada mulanya Rasulullah Saw. salat menghadap ke arah Baitul Maqdis dan sering menengadahkan pandangannya ke arah langit, menunggu-nunggu perintah Allah. Maka Allah menurunkan firman-Nya: Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. (Al-Baqarah: 144) Lalu kaum laki-laki dari kalangan kaum muslim mengatakan, "Kami ingin sekali mengetahui nasib yang dialami oleh orang-orang yang telah mati dari kalangan kami sebelum kami dipalingkan ke arah kiblat (Ka'bah), dan bagaimana dengan salat kami yang menghadap ke arah Baitul Maqdis." Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan iman kalian. (Al-Baqarah:143) Kemudian berkatalah orang-orang yang kurang akalnya di antara manusia; mereka adalah Ahli Kitab, yang disitir oleh firman-Nya: Apakah yang memalingkan mereka (kaum muslim) dari kiblatnya (Baitul Maqdis) yang dahulu mereka berkiblat kepadanya? (Al-Baqarah: 142) Maka Allah menurunkan firman-Nya: Orang-orang yang kurang akalnya di antara manusia akan berkata. (Al-Baqarah: 142), hingga akhir ayat.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Zar'ah, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Atiyyah, telah menceritakan kepada kami Israil, dari Abu Ishaq, dari Al-Barra yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah salat menghadap ke arah Baitul Maqdis selama enam belas atau tujuh belas bulan, sedangkan hati beliau Saw. lebih suka bila diarahkan menghadap ke Ka'bah, maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. (Al-Baqarah: 144); Al-Barra melanjutkan kisahnya, bahwa setelah itu Nabi Saw. menghadapkan wajahnya ke arah kiblat. Maka berkatalah orang-orang yang kurang akalnya di antara manusia, yaitu orang-orang Yahudi, yang disitir oleh firman-Nya: Apakah yang memalingkan mereka (kaum muslim) dari kiblatnya (Baitul Maqdis) yang dahulu mereka berkiblat kepadanya? (Al-Baqarah: 142) Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Katakanlah, "Kepunyaan Allah-lah timur dan barat; Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus." (Al-Baqarah: 142)
Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari lbnu Abbas, bahwa ketika Rasulullah Saw. hijrah ke Madinah. Allah memerintahkannya agar menghadap ke arah Baitul Maqdis (dalam salatnya). Maka orang-orang Yahudi gembira melihatnya. dan Rasulullah Saw. menghadap kepadanya selama belasan bulan. padahal di dalam hati beliau Saw. sendiri lebih suka bila menghadap ke arah kiblat Nabi Ibrahim. Untuk itu. beliau Saw. selalu berdoa kepada Allah serta sering menengadahkan pandangannya ke langit. Maka Allah menurunkan firman-Nya: Palingkanlah mukamu ke arahnya. (Al-Baqarah: 144) Orang-orang Yahudi merasa curiga akan hal tersebut, lalu mereka mengatakan: Apakah yang memalingkan mereka (umat Islam) dari kiblatnya (Baitul Maqdis) yang dahulu mereka telah berkiblat kepadanya? (Al-Baqarah: 142) Lalu Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Katakanlah, "Kepunyaan Allah-lah timur dan barat; Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus." (Al-Baqarah: 142)
Banyak hadis yang menerangkan masalah ini, yang pada garis besarnya menyatakan bahwa pada mulanya Rasulullah Saw. menghadap ke arah Sakhrah di Baitul Maqdis. Beliau Saw. ketika di Mekah selalu salat di antara dua rukun yang menghadap ke arah Baitul Maqdis. Dengan demikian, di hadapannya ada Ka'bah; sedangkan ia menghadap ke arah Sakhrah di Baitul Maqdis (Ycaissalem). Ketika beliau Saw. hijrah ke Madinah, beliau tidak dapat menghimpun kedua kiblat itu; maka Allah memerintahkannya agar langsung menghadap ke arah Baitul Maqdis. Demikianlah menurut Ibnu Abbas dan jumhur ulama.
Akan tetapi, para ulama berbeda pendapat mengenai perintah Allah kepadanya untuk menghadap ke arah Baitul Maqdis, apakah melalui Al-Qur'an atau lainnya? Ada dua pendapat mengenainya.
Imam Qurtubi di dalam kitab tafsirnya meriwayatkan dari Ikrimah Abul Aliyah dan Al-Hasan Al-Basri, bahwa menghadap ke Baitul Maqdis adalah berdasarkan ijtihad Nabi Saw. sendiri. Yang dimaksudkan dengan menghadap ke Baitul Maqdis ialah setelah beliau Saw. tiba di Madinah. Hal tersebut dilakukan oleh Nabi Saw. selama belasan bulan, dan selama itu beliau memperbanyak doa dan ibtihal kepada Allah serta memohon kepada-Nya agar dihadapkan ke arah Ka'bah yang merupakan kiblat Nabi Ibrahim a.s. Hal tersebut diperkenankan oleh Allah, lalu Allah Swt. memerintahkannya agar menghadap ke arah Baitul Atiq. Lalu Rasulullah Saw. berkhotbah kepada orang-orang dan memberitahukan pemindahan tersebut kepada mereka. Salat pertama yang beliau lakukan menghadap ke arah Ka'bah adalah salat Asar, seperti yang telah disebutkan di atas di dalam kitab Sahihain melalui hadis Al-Barra r.a.
Akan tetapi, di dalam kitab Imam Nasai melalui riwayat Abu Sa'id ibnul Ma'la disebutkan bahwa salat tersebut (yang pertama kali dilakukannya menghadap ke arah Ka'bah) adalah salat Lohor. Abu Sa'id ibnul Ma'la mengatakan, dia dan kedua temannya termasuk orang-orang yang mula-mula salat menghadap ke arah Ka'bah.
Bukan hanya seorang dari kalangan Mufassirin dan lain-lainnya menyebutkan bahwa pemindahan kiblat diturunkan kepada Rasulullah Saw. ketika beliau Saw. salat dua rakaat dari salat Lohor, turunnya wahyu ini terjadi ketika beliau sedang salat di masjid Bani Salimah, kemudian masjid itu dinamakan Masjid Qiblatain.
Di dalam hadis Nuwailah binti Muslim disebutkan, telah datang kepada mereka berita pemindahan kiblat itu ketika mereka dalam salat Lohor. Nuwailah binti Muslim melanjutkan kisahnya, "Setelah ada berita itu, maka kaum laki-laki beralih menduduki tempat kaum wanita dan kaum wanita menduduki tempat kaum laki-laki." Demikianlah menurut apa yang dituturkan oleh Syekh Abu Umar ibnu Abdul Bar An-Namiri.
Mengenai ahli Quba, berita pemindahan itu baru sampai kepada mereka pada salat Subuh di hari keduanya, seperti yang disebutkan di dalam kitab Sahihain (Sahih Bukhari dan Sahih Muslim) dari Ibnu Umar r.a. yang menceritakan:
بَيْنَمَا
النَّاسُ بِقُبَاءَ فِي صَلَاةِ الصُّبْحِ، إِذْ جَاءَهُمْ آتٍ فَقَالَ: إِنَّ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم قد أنزل عليه الليلة قرآن
وقد
أُمِرَ
أَنْ يَسْتَقْبِلَ الْكَعْبَةَ، فَاسْتَقْبِلُوهَا. وَكَانَتْ وُجُوهُهُمْ إِلَى
الشَّامِ فَاسْتَدَارُوا إِلَى الْكَعْبَةِ
Ketika orang-orang sedang melakukan salat Subuh di Masjid Quba, tiba-tiba
datanglah kepada mereka seseorang yang mengatakan bahwa sesungguhnya Rasulullah
Saw. telah menerima wahyu tadi malam yang memerintahkan agar menghadap ke arah
Ka'bah. Karena itu, menghadaplah kalian ke Ka'bah. Saat itu wajah mereka
menghadap ke arah negeri Syam, lalu mereka berputar ke arah Ka'bah.Di dalam hadis ini terkandung dalil yang menunjukkan bahwa hukum yang ditetapkan oleh nasikh masih belum wajib diikuti kecuali setelah mengetahuinya, sekalipun turun dan penyampaiannya telah berlalu. Karena ternyata mereka tidak diperintahkan untuk mengulangi salat Asar, Magrib, dan Isya.
Setelah hal ini terjadi, maka sebagian orang dari kalangan kaum munafik, orang-orang yang ragu dan Ahli Kitab merasa curiga, dan keraguan menguasai diri mereka terhadap hidayah. Lalu mereka mengatakan seperti yang disitir oleh firman-Nya:
{مَا
وَلاهُمْ عَنْ قِبْلَتِهِمُ الَّتِي كَانُوا عَلَيْهَا}
"Apakah yang memalingkan mereka (umat Islam) dari kiblatnya (Baitul
Maqdis) yang dahulu mereka telah berkiblat kepadanya?" (Al-Baqarah: 142)Dengan kata lain, mereka bermaksud 'mengapa kaum muslim itu sesekali menghadap ke anu dan sesekali yang lain menghadap ke anu'. Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya sebagai jawaban terhadap mereka:
{قُلْ
لِلَّهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ}
Katakanlah, "Kepunyaan Allah-lah timur dan barat." (Al-Baqarah:
142)Yakni Dialah yang mengatur dan yang menentukan semuanya, dan semua perintah itu hanya di tangan kekuasaan Allah belaka. Maka ke mana pun kalian menghadap, di situlah wajah Allah. (Al-Baqarah: 115)
Adapun firman-Nya:
ولَيْسَ
الْبِرَّ أَنْ تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلكِنَّ
الْبِرَّ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ
Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebaktian,
tetapi sesungguhnya kebaktian itu ialah kebaktian orang yang beriman kepada
Allah. (Al-Baqarah: 177)Dengan kata lain, semua perkara itu dinilai sebagai kebaktian bilamana didasari demi mengerjakan perintah-perintah Allah. Untuk itu ke mana pun kita dihadapkan, maka kita harus menghadap. Taat yang sesungguhnya hanyalah dalam mengerjakan perintah-Nya, sekalipun setiap hari kita diperintahkan untuk menghadap ke berbagai arah. Kita adalah hamba-hamba-Nya dan berada dalam pengaturan-Nya, kita adalah pelayan-pelayan-Nya; ke mana pun Dia mengarahkan kita, maka kita harus menghadap ke arah yang diperintahkan-Nya.
Allah Swt. mempunyai perhatian yang besar kepada hamba dan Rasul-Nya, yaitu Nabi Muhammad Saw. dan umatnya. Hal ini ditunjukkan melalui petunjuk yang diberikan-Nya kepada dia untuk menghadap ke arah kiblat Nabi Ibrahim kekasih Tuhan Yang Maha Pemurah, yaitu menghadap ke arah Ka'bah yang dibangun atas nama Allah Swt. semata, tiada sekutu bagi-Nya. Ka'bah merupakan rumah Allah yang paling terhormat di muka bumi ini, mengingat ia dibangun oleh kekasih Allah Swt., Nabi Ibrahim a.s. Karena itu, di dalam firman-Nya disebutkan:
{قُلْ
لِلَّهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ
مُسْتَقِيمٍ}
Katakanlah, "Kepunyaan Allah-lah timur dan barat. Dia memberi petunjuk
kepada siapa yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus." (Al-Baqarah:
142)
وَقَدْ
رَوَى الْإِمَامُ أَحْمَدُ، عَنْ عَلِيِّ بْنِ عَاصِمٍ، عَنْ حُصَيْنِ بْنِ عَبْدِ
الرَّحْمَنِ، عَنْ عُمَر بْنِ قَيْسٍ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ الْأَشْعَثِ، عَنْ
عَائِشَةَ قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
-يَعْنِي فِي أَهْلِ الْكِتَابِ -:"إِنَّهُمْ لَا يَحْسُدُونَنَا عَلَى شَيْءٍ
كَمَا يَحْسُدُونَنَا عَلَى يَوْمِ الْجُمْعَةِ، التِي هَدَانَا اللَّهُ لَهَا
وضلوا عنها، وعلى القبلة التي هدانا الله لَهَا وَضَلُّوا عَنْهَا، وَعَلَى
قَوْلِنَا خَلْفَ الْإِمَامِ: آمِينَ"
Imam Ahmad meriwayatkan dari Ali ibnu Asim, dari Husain ibnu Abdur Rahman,
dari Amr ibnu Qais, dari Muhammad ibnul Asy'As, dari Siti Aisyah r.a. yang
menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda sehubungan dengan kaum Ahli
Kitab: Sesungguhnya mereka belum pernah merasa dengki terhadap sesuatu
sebagaimana kedengkian mereka kepada kita atas hari Jumat yang ditunjukkan oleh
Allah kepada kita, sedangkan mereka sesat darinya; dan atas kiblat yang telah
ditunjukkan oleh Allah kepada kita, sedangkan mereka sesat darinya, serta atas
ucapan kita amin di belakang imam.
***********
Firman Allah Swt.:
{وَكَذَلِكَ
جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ
الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا}
Dan demikian (pula) kami telah menjadikan kalian (umat Islam) umat yang
adil dan pilihan agar kalian menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar
Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kalian. (Al-Baqarah:
143)Allah Swt. berfirman, "Sesungguhnya Kami palingkan kalian ke arah kiblat Ibrahim a.s. dan Kami pilihkan kiblat tersebut untuk kalian, hanya karena Kami akan menjadikan kalian sebagai umat yang terpilih, dan agar kalian kelak di hari kiamat menjadi saksi atas umat-umat lain, mengingat semua umat mengakui keutamaan kalian."
Al-wasat dalam ayat ini berarti pilihan dan yang terbaik, seperti dikatakan bahwa orang-orang Quraisy merupakan orang Arab yang paling baik keturunan dan kedudukannya. Rasulullah Saw. seorang yang terbaik di kalangan kaumnya, yakni paling terhormat keturunannya. Termasuk ke dalam pengertian ini salatul wusta, salat yang paling utama, yaitu salat Asar, seperti yang telah disebutkan di dalam kitab-kitab sahih dan lain-lainnya. Allah Swt. menjadikan umat ini (umat Nabi Muhammad Saw.) merupakan umat yang terbaik; Allah Swt. telah mengkhususkannya dengan syariat-syariat yang paling sempurna dan tuntunan-tuntunan yang paling lurus serta jalan-jalan yang paling jelas, seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya:
هُوَ
اجْتَباكُمْ وَما جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ مِلَّةَ أَبِيكُمْ
إِبْراهِيمَ هُوَ سَمَّاكُمُ الْمُسْلِمِينَ مِنْ قَبْلُ وَفِي هَذَا لِيَكُونَ
الرَّسُولُ شَهِيداً عَلَيْكُمْ وَتَكُونُوا شُهَداءَ عَلَى
النَّاسِ
Dia telah memilih kalian dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kalian
dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tua kalian Ibrahim. Dia
(Allah) telah menamai kalian orang-orang muslim dari dahulu, dan (begitu pula)
dalam (Al-Qur'an) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas diri kalian dan
supava kalian semua menjadi saksi atas segenap manusia. (Al-Hajj: 78)
قَالَ
الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا وَكِيع، عَنِ الْأَعْمَشِ، عَنْ أَبِي صَالِحٍ،
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: "يُدْعَى نُوحٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَيُقَالُ لَهُ: هَلْ بلَّغت؟
فَيَقُولُ: نَعَمْ. فَيُدْعَى قَوْمُهُ فَيُقَالُ لَهُمْ: هَلْ بَلَّغَكُمْ؟
فَيَقُولُونَ: مَا أَتَانَا مِنْ نَذِيرٍ وَمَا أَتَانَا مِنْ أَحَدٍ، فَيُقَالُ
لِنُوحٍ: مَنْ يَشْهَدُ لَكَ؟ فَيَقُولُ: مُحَمَّدٌ وَأُمَّتُهُ" قَالَ: فَذَلِكَ
قَوْلُهُ: {وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا}
قَالَ:
الْوَسَطُ: الْعَدْلُ، فَتُدْعَوْنَ، فَتَشْهَدُونَ لَهُ بِالْبَلَاغِ، ثُمَّ
أَشْهَدُ عَلَيْكُمْ
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Waqi', dari Al-A'masy,
dari Abu Saleh, dari Abu Sa'id yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah
bersabda: Nabi Nuh kelak dipanggil di hari kiamat, maka ditanyakan kepadanya,
"Apakah engkau telah menyampaikan (risalahmu)?" Nuh menjawab, "Ya." Lalu
kaumnya dipanggil dan dikatakan kepada mereka, "Apakah dia telah
menyampaikan(nya) kepada kalian?" Maka mereka menjawab, "Kami tidak kedatangan
seorang pemberi peringatan pun dan tidak ada seorang pun yang datang kepada
kami." Lalu ditanyakan kepada Nuh, "Siapakah yang bersaksi untukmu?" Nuh
menjawab, "Muhammad dan umatnya." Abu Sa'id mengatakan bahwa yang demikian itu adalah firman-Nya, "Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kalian (umat Islam) umat yang adil" (Al-Baqarah: 143), al-wasat artinya adil. Kemudian kalian dipanggil dan kalian mengemukakan persaksian untuk Nabi Nuh, bahwa dia telah menyampaikan (nya) kepada umatnya, dan dia pun memberikan kesaksiannya pula terhadap kalian.
Hadis riwayat Imam Bukhari, Imam Turmuzi, Imam Nasai. Dan Imam Ibnu Majah melalui berbagai jalur dari Al-A'masy.
قَالَ
الْإِمَامُ أَحْمَدُ أَيْضًا: حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ، حَدَّثَنَا
الْأَعْمَشُ، عَنْ أَبِي صَالِحٍ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ: قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "يَجِيءُ النَّبِيُّ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ [وَمَعَهُ الرَّجُلُ وَالنَّبِيُّ] وَمَعَهُ الرَّجُلَانِ وَأَكْثَرُ
مِنْ ذَلِكَ فَيُدْعَى قَوْمُهُ، فَيُقَالُ [لَهُمْ] هَلْ بَلَّغَكُمْ هَذَا؟
فَيَقُولُونَ: لَا. فَيُقَالُ لَهُ: هَلْ بَلَّغْتَ قَوْمَكَ؟ فَيَقُولُ: نَعَمْ.
فَيُقَالُ [لَهُ] مَنْ يَشْهَدُ لَكَ؟ فَيَقُولُ: مُحَمَّدٌ وَأُمَّتُهُ فَيُدْعَى
بِمُحَمَّدٍ وَأُمَّتِهِ، فَيُقَالُ لَهُمْ: هَلْ بَلَّغَ هَذَا قَوْمَهُ؟
فَيَقُولُونَ: نَعَمْ. فَيُقَالُ: وَمَا عِلْمُكُمْ؟ فَيَقُولُونَ: جَاءَنَا
نَبِيُّنَا صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَخْبَرَنَا أَنَّ الرُّسُلَ قَدْ
بَلَّغُوا" فَذَلِكَ قَوْلُهُ عَزَّ وَجَلَّ: {وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً
وَسَطًا} قَالَ: "عَدْلًا {لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ
الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا} "
Imam Ahmad mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah,
telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Abu Saleh, dari Abu Sa'id
Al-Khudri yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Seorang
nabi datang di hari kiamat bersama dua orang laki-laki atau lebih dari itu, lalu
kaumnya dipanggil dan dikatakan, "Apakah nabi ini telah menyampaikan(nya) kepada
kalian?" Mereka menjawab, "Tidak." Maka dikatakan kepada si nabi, "Apakah kamu
telah menyampaikan(nya) kepada mereka?" Nabi menjawab, "Ya." Lalu dikatakan
kepadanya, "Siapakah yang menjadi saksimu?" Nabi menjawab, "Muhammad dan
umatnya." Lalu dipanggillah Muhammad dan umatnya dan dikatakan kepada mereka,
"Apakah nabi ini telah menyampaikan kepada kaumnya?" Mereka menjawab,
"Ya." Dan ditanyakan pula, "Bagaimana kalian dapat mengetahuinya?" Mereka
menjawab, "Telah datang kepada kami Nabi kami, lalu dia menceritakan kepada kami
bahwa rasul-rasul itu telah menyampaikan risalahnya." Yang demikian itu adalah
firman-Nya, "Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kalian (umat Islam) umat
yang adil agar kalian men-jadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul
(Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kalian" (Al-Baqarah: 143).
قَالَ
الْإِمَامُ أَحْمَدُ أَيْضًا: حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ، حَدَّثَنَا
الْأَعْمَشُ، عَنْ أَبِي صَالِحٍ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ، عَنِ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي قَوْلِهِ تَعَالَى: {وَكَذَلِكَ
جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا} قَالَ: "عَدْلًا"
Imam Ahmad mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah,
telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Abu Saleh, dari Abu Sa'id
Al-Khudri, dari Nabi Saw. sehubungan dengan firman-Nya: Dan demikian (pula)
Kami telah menjadikan kalian (umat Islam) umat yang adil. (Al-Baqarah: 143)
Bahwa yang dimaksud dengan wasatan ialah adil.Al-Hafiz Abu Bakar ibnu Murdawaih dan Ibnu Abu Hatim meriwayatkan melalui hadis Abdul Wahid ibnu Ziad, dari Abu Malik Al-Asyja'i, dari Al-Mugirah ibnu Utaibah ibnu Nabbas yang mengatakan bahwa seseorang pernah menuliskan sebuah hadis kepada kami dari Jabir ibnu Abdullah, dari Nabi Saw., bahwa Nabi Saw. pernah bersabda:
أَنَا
وأمَّتي يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَى كَوْم مُشرفين عَلَى الْخَلَائِقِ. مَا مِنَ
النَّاسِ أَحَدٌ إِلَّا وَدَّ أَنَّهُ منَّا. وَمَا مِنْ نَبِيٍّ كَذَّبه قَوْمُهُ
إِلَّا وَنَحْنُ نشهدُ أَنَّهُ قَدْ بَلَّغَ رسالةَ رَبِّهِ، عز وجل
Aku dan umatku kelak di hari kiamat berada di atas sebuah bukit yang
menghadap ke arah semua makhluk; tidak ada seorang pun di antara manusia
melainkan dia menginginkan menjadi salah seorang di antara kami, dan tidak ada
seorang nabi pun yang didustakan oleh umatnya melainkan kami menjadi saksi bahwa
nabi tersebut benar-benar telah menyampaikan risalah Tuhannya.Imam Hakim meriwayatkan di dalam kitab Mustadrak-nya dan Ibnu Murdawaih meriwayatkan pula, sedangkan lafaznya menurut apa yang ada pada Ibnu Murdawaih melalui hadis Mus'ab ibnu Sabit, dari Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi, dari Jabir ibnu Abdullah yang menceritakan:
شَهِدَ
رسولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جِنَازَةً، فِي بَنِي سَلِمَةَ،
وَكُنْتُ إِلَى جَانِبِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ،
فَقَالَ بَعْضُهُمْ: وَاللَّهِ -يَا رسولَ اللَّهِ -لَنِعْمَ المرءُ كَانَ، لَقَدْ
كَانَ عَفِيفًا مُسْلِمًا وَكَانَ ...
وَأَثْنَوْا عَلَيْهِ خَيْرًا. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: "أَنْتَ بِمَا تَقُولُ". فَقَالَ الرَّجُلُ: اللَّهُ أَعْلَمُ
بِالسَّرَائِرِ، فَأَمَّا الذِي بَدَا لَنَا مِنْهُ فَذَاكَ. فَقَالَ النَّبِيُّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "وَجَبَتْ". ثُمَّ شَهِد جِنَازَةً فِي بَنِي
حَارِثة، وكنتُ إِلَى جَانِبِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ،
فَقَالَ بَعْضُهُمْ: يَا رسولَ اللَّهِ، بِئْسَ المرءُ كَانَ، إِنْ كَانَ لفَظّاً
غَلِيظًا، فَأَثْنَوْا عَلَيْهِ شَرًّا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِبَعْضِهِمْ: "أَنْتَ بِالذِي تَقُولُ". فَقَالَ الرَّجُلُ:
اللَّهُ أَعْلَمُ بِالسَّرَائِرِ، فَأَمَّا الذِي بَدَا لَنَا مِنْهُ فَذَاكَ.
فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
"وَجَبَتْ".
قَالَ
مُصْعَبُ بْنُ ثَابِتٍ: فَقَالَ لَنَا عِنْدَ ذَلِكَ مُحَمَّدُ بْنُ كَعْب: صدقَ
رسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، ثُمَّ قَرَأَ: {وَكَذَلِكَ
جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ
الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا}
bahwa Rasulullah Saw. menghadiri suatu jenazah di kalangan Bani Maslamah,
sedangkan aku berada di sebelah Rasulullah Saw. Maka sebagian dari mereka
mengatakan, "Demi Allah, wahai Rasulullah, dia benar-benar orang yang baik,
sesungguhnya dia semasa hidupnya adalah orang yang memelihara kehormatannya lagi
seorang yang berserah diri (muslim)," dan mereka memujinya dengan pujian yang
baik. Maka Rasulullah Saw. bersabda, "Anda berani mengatakan yang seperti
itu?" Maka laki-laki itu menjawab, "Hanya Allah Yang Mengetahui rahasianya.
Adapun yang tampak pada kami, begitulah." Maka Nabi Saw. bersabda, "Hal itu
pasti (baginya)." Kemudian Rasulullah Saw. menghadiri pula jenazah
lain di kalangan Bani Harisah, sedangkan aku berada di sebelah Rasulullah Saw.
Maka sebagian dari mereka (orang-orang yang hadir) berkata, "Wahai Rasulullah,
dia adalah seburuk-buruk manusia, jahat lagi kejam." Lalu mereka membicarakannya
dengan pembicaraan yang buruk. Maka Rasulullah Saw. bersabda kepada sebagian
mereka, "Anda berani mengatakan yang seperti itu?" Jawabnya, "Hanya Allah
Yang Mengetahui rahasianya. Adapun yang tampak pada kami, begitulah." Maka
Rasulullah Saw. bersabda, "Hal itu pasti (baginya)." Mus'ab ibnu
Sabit berkata, "Pada saat itu Muhammad ibnu Ka'b mengatakan kepada kami,
'Benarlah apa yang dikatakan oleh Rasulullah Saw. itu,' kemudian ia membacakan
firman-Nya: 'Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kalian (umat Islam)
umat yang adil dan pilihan, agar kalian menjadi saksi atas (perbuatan) manusia
dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kalian '
(Al-Baqarah: 143)."Kemudian Imam Hakim mengatakan bahwa hadis ini sahih sanadnya, tetapi keduanya (Imam Bukhari dan Imam Muslim) tidak mengetengahkannya.
قَالَ
الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يُونُسُ بْنُ مُحَمَّدٍ، حَدَّثَنَا دَاوُدُ بْنُ
أَبِي الْفُرَاتِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بُريدة، عَنْ أَبِي الْأَسْوَدِ
أَنَّهُ قَالَ: أتيتُ الْمَدِينَةَ فَوَافَقْتُهَا، وَقَدْ وَقَعَ بِهَا مَرَضٌ،
فَهُمْ يَمُوتُونَ مَوْتًا ذَريعاً. فَجَلَسْتُ إِلَى عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ،
فَمَرَّتْ بِهِ جِنَازَةٌ، فَأثْنِيَ عَلَى صَاحِبِهَا خَيْرٌ. فَقَالَ: وَجَبَتْ
وجَبَت. ثُمَّ مُرّ بِأُخْرَى فَأُثْنِيَ عَلَيْهَا شرٌّ، فَقَالَ عُمَرُ: وَجَبَتْ
[وَجَبَتْ]. فَقَالَ أَبُو الْأَسْوَدِ: مَا وَجَبَتْ يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ؟
قَالَ: قُلْتُ كَمَا قَالَ رسولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
"أَيُّمَا مُسْلِمٍ شَهِد لَهُ أَرْبَعَةٌ بِخَيْرٍ أَدْخَلَهُ اللَّهُ
الْجَنَّةَ". قَالَ: فَقُلْنَا. وَثَلَاثَةٌ؟ قَالَ: "وَثَلَاثَةٌ". قَالَ،
فَقُلْنَا: وَاثْنَانِ؟ قَالَ: "وَاثْنَانِ" ثُمَّ لَمْ نَسْأَلْهُ عَنِ
الْوَاحِدِ.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Muhammad,
telah menceritakan kepada kami Daud ibnu Abul Furat, dari Abdullah ibnu
Buraidah, dari Abul Aswad yang menceritakan hadis berikut: Aku datang ke
Madinah, maka aku jumpai kota Madinah sedang dilanda wabah penyakit, hingga
banyak di antara mereka yang meninggal dunia. Lalu aku duduk di sebelah Khalifah
Umar r.a., maka lewatlah suatu iringan jenazah, kemudian jenazah itu dipuji
dengan pujian yang baik. Khalifah Umar ibnul Khattab berkata, "Hal itu pasti
baginya." Kemudian lewat pula suatu iringan jenazah yang lain. Jenazah itu
disebut-sebut sebagai jenazah yang buruk. Maka Umar r.a. berkata, "Hal itu pasti
baginya." Abul Aswad bertanya, "Apanya yang pasti itu, wahai Amirul Muminin?"
Umar r.a. mengatakan bahwa apa yang dikatakannya itu hanyalah menuruti apa yang
pernah dikatakan oleh Rasulullah Saw., yaitu sabdanya: Siapa pun orang
muslimnya dipersaksikan oleh empat orang dengan sebutan yang baik, niscaya Allah
memasukkannya ke surga. Maka kami bertanya, "Bagaimana kalau tiga orang?"
Beliau Saw. menjawab, "Ya, tiga orang juga." Maka kami bertanya,
"Bagaimana kalau oleh dua orang?" Beliau Saw. menjawab, "Ya, dua orang
juga." Tetapi kami tidak menanyakan kepadanya tentang persaksian satu
orang.Demikian pula hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Imam Turmuzi, dan Imam Nasai melalui hadis Daud ibnul Furat dengan lafaz yang sama.
قَالَ
ابْنُ مَرْدويه: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ عُثْمَانَ بْنِ يَحْيَى، حَدَّثَنَا
أَبُو قِلابة الرَّقَاشِيُّ، حَدَّثَنِي أَبُو الْوَلِيدِ، حَدَّثَنَا نَافِعُ بْنُ
عُمَرَ، حَدَّثَنِي أُمِّيَّةُ بْنُ صَفْوَانَ، عَنْ أَبِي بَكْرِ بْنِ أَبِي
زُهَيْرٍ الثَّقَفِيِّ، عَنْ أَبِيهِ، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بالنَّباوَة يَقُولُ: "يُوشِكُ أَنْ تَعْلَمُوا
خِيَارَكُمْ مِنْ شِرَارِكُمْ" قَالُوا: بِمَ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ:
بِالثَّنَاءِ الْحَسَنِ وَالثَّنَاءِ السَّيِّئ، أَنْتُمْ شُهَدَاءُ اللَّهِ فِي
الْأَرْضِ".
Ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Usman
ibnu Yahya, telah menceritakan kepada kami Abu Qilabah Ar-Raqqasyi, telah
menceritakan kepadaku Abul Walid, telah menceritakan kepada kami Nafi' ibnu
Umar, telah menceritakan kepadaku Umayyah ibnu Safwan, dari Abu Bakar ibnu Abu
Zuhair As-Saqafi, dari ayahnya yang menceritakan bahwa ia pernah mendengar
Rasulullah Saw. bersabda ketika di Al-Banawah: Hampir saja kalian mengetahui
orang-orang yang terpilih dari kalian dan orang-orang yang jahat dari
kalian. Mereka bertanya, "Dengan melalui apakah, wahai Rasulullah?"
Rasulullah Saw. menjawab, "Dengan melalui pujian yang baik dan sebutan yang
buruk; kalian adalah saksi-saksi Allah yang ada di bumi."Hadis ini diriwayatkan pula oleh Ibnu Majah, dari Abu Bakar ibnu Abu Syaibah, dari Yazid ibnu Harun, dan diriwayatkan pula oleh Imam Ahmad, dari Yazid ibnu Harun dan Abdul Malik ibnu Umar serta Syuraih, dari Nafi', dari Ibnu Umar dengan lafaz yang sama.
**************
Firman Allah Swt.:
{وَمَا
جَعَلْنَا الْقِبْلَةَ الَّتِي كُنْتَ عَلَيْهَا إِلا لِنَعْلَمَ مَنْ يَتَّبِعُ
الرَّسُولَ مِمَّنْ يَنْقَلِبُ عَلَى عَقِبَيْهِ وَإِنْ كَانَتْ لَكَبِيرَةً إِلا
عَلَى الَّذِينَ هَدَى اللَّهُ}
Dan Kami tidak menjadikan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang)
melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan
siapa yang membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat,
kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah. (Al-Baqarah:
143) Allah Swt. berfirman, "Sesungguhnya Kami pada mulanya mensyariatkan kepadamu Muhammad untuk menghadap ke arah Baitul Maqdis, kemudian Kami palingkan kamu darinya untuk menghadap ke Ka'bah. Hal ini tiada lain hanya untuk menampakkan keadaan sesungguhnya dari orang-orang yang mengikutimu, taat kepadamu, dan menghadap bersamamu ke mana yang kamu hadapi."
مِمَّن
يَنْقَلْبُ عَلَى عَقبَيْه
dan siapa yang membelot. (Al-Baqarah: 143) Maksudnya, murtad dari agamanya.
{وَإِنْ
كَانَتْ لَكَبِيرَةً}
Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat. (Al-Baqarah:
143)Yakni pemindahan kiblat dari Baitul Maqdis ke Ka'bah terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang mendapat hidayah dari Allah serta merasa yakin dengan percaya kepada Rasul, dan semua yang didatangkan beliau hanyalah perkara hak semata yang tidak diragukan lagi. Allah Swt. berbuat menurut apa yang dikehendaki-Nya, Dia memutuskan hukum menurut kehendak-Nya, Dia berhak membebankan kepada hamba-hamba-Nya apa yang Dia kehendaki, dan me-nasakh apa yang Dia kehendaki. Hanya milik-Nyalah hikmah yang sempurna dan hujah (alasan) yang kuat dalam hal tersebut secara keseluruhan.
Lain halnya dengan orang-orang yang di dalam hati mereka terdapat penyakit; sesungguhnya setiap kali terjadi sesuatu hal, maka timbullah rasa keraguan dalam hati mereka. Berbeda dengan keadaan orang-orang yang beriman, di dalam hati mereka keyakinan dan kepercayaan bertambah kuat, seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya:
{وَإِذَا
مَا أُنزلَتْ سُورَةٌ فَمِنْهُمْ مَنْ يَقُولُ أَيُّكُمْ زَادَتْهُ هَذِهِ
إِيمَانًا فَأَمَّا الَّذِينَ آمَنُوا فَزَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَهُمْ
يَسْتَبْشِرُونَ * وَأَمَّا الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ فَزَادَتْهُمْ
رِجْسًا إِلَى رِجْسِهِمْ}
Dan apabila diturunkan suatu surat, maka di antara mereka (orang-orang
munafik) ada yang berkata, "Siapakah di antara kalian yang bertambah imannya
dengan (turunnya) surat ini? Adapun orang-orang yang beriman, maka surat ini
menambah imannya, sedangkan mereka merasa gembira. Dan adapun orang-orang yang
di dalam hati mereka ada penyakit, maka dengan surat itu bertambah kekafiran
mereka, di samping kekafirannya (yang telah ada). (At-Taubah: 124-125)
{قُلْ
هُوَ لِلَّذِينَ آمَنُوا هُدًى وَشِفَاءٌ وَالَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ فِي
آذَانِهِمْ وَقْرٌ وَهُوَ عَلَيْهِمْ عَمًى}
Katakanlah, Al-Qur'an itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang
yang beriman. Dan orang-orang yang tidak beriman pada telinga mereka ada
sumbatan, sedangkan Al-Qur'an itu suatu kegelapan bagi mereka." (Fushshilat:
44)
وَنُنَزِّلُ
مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ وَلا يَزِيدُ
الظَّالِمِينَ إِلَّا خَساراً
Dan Kami turunkan dari Al-Qur'an suatu yang menjadi penawar dan rahmat
bagi orang-orang yang beriman, dan Al-Qur'an itu tidaklah menambah kepada
orang-orang yang zalim selain kerugian. (Al-Isra: 82) Karena itu, terbuktilah bahwa orang-orang yang teguh dalam membenarkan Rasulullah Saw. dan tetap mengikutinya dalam hal tersebut serta menghadap menurut apa yang diperintahkan oleh Allah Swt. kepadanya tanpa bimbang dan tanpa ragu barang sedikit pun, mereka adalah para sahabat yang terhormat.
Sebagian ulama mengatakan bahwa orang-orang yang mendapat predikat sabiqin awwalin adalah dari kalangan Muhajirin dan orang-orang Ansar, yaitu mereka yang salat ke dua kiblat.
Imam Bukhari mengatakan sehubungan dengan tafsir ayat ini:
حَدَّثَنَا
مُسَدَّد، حَدَّثَنَا يَحْيَى، عَنْ سُفيان، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ،
عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ: بَيْنَا الناسُ يُصَلُونَ الصُّبْحَ فِي مَسْجِدِ قُباء
إِذْ جَاءَ رَجُلٌ فَقَالَ: قَدْ أُنْزِلَ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قُرْآنٌ، وَقَدْ أُمِرَ أَنْ يَسْتَقْبِلَ الْكَعْبَةَ
فَاسْتَقْبِلُوهَا. فَتَوَجَّهُوا إِلَى الْكَعْبَةِ
telah menceritakan kepada kami Musaddad, telah menceritakan kepada kami
Yahya, dari Sufyan, dari Abdullah ibnu Dinar, dari Ibnu Umar yang menceritakan:
Ketika orang-orang sedang mengerjakan salat Subuh di Masjid Quba, tiba-tiba
datanglah seorang lelaki, lalu lelaki itu berkata, "Sesungguhnya telah
diturunkan kepada Nabi Saw. sebuah ayat yang memerintahkan kepada Nabi Saw. agar
menghadap ke arah Ka'bah, maka menghadaplah kalian ke Ka'bah." Maka mereka pun
menghadapkan dirinya ke Ka'bah. Hadis ini diriwayatkan pula oleh Imam Muslim melalui jalur yang lain dari sahabat Ibnu Umar, dan Imam Turmuzi meriwayatkannya melalui hadis Sufyan As-Sauri.
Di dalam riwayat Imam Turmuzi disebutkan:
أَنَّهُمْ
كَانُوا رُكُوعًا، فَاسْتَدَارُوا كَمَا هُمْ إِلَى الْكَعْبَةِ، وَهُمْ
رُكُوعٌ
Bahwa mereka sedang rukuk, lalu mereka berputar, sedangkan mereka dalam
keadaan masih rukuk menghadap ke arah Ka'bah.Demikian pula yang diriwayatkan oleh Imam Muslim melalui hadis Hammad ibnu Salimah, dari Sabit, dari Anas dengan lafaz yang semisal.
Hal ini menunjukkan betapa sempurnanya ketaatan mereka kepada Allah dan Rasul-Nya, juga ketundukan mereka terhadap perintah-perintah Allah Swt. Semoga Allah melimpahkan keridaan-Nya kepada mereka (para sahabat) semua.
******
Firman Allah Swt.:
{وَمَا
كَانَ اللَّهُ لِيُضِيعَ إِيمَانَكُمْ}
Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan iman kalian. (Al-Baqarah: 143)Yakni salat kalian yang telah kalian lakukan dengan menghadap ke arah Baitul Maqdis sebelum ada pemindahan ke arah Ka'bah. Dengan kata lain, Allah Swt. tidak akan menyia-nyiakan pahalanya; pahala itu ada di sisi-Nya.
Di dalam kitab sahih disebutkan melalui Abu Ishaq As-Subai'i, dari Al-Barra yang menceritakan:
مَاتَ
قَوْمٌ كَانُوا يُصَلُّونَ نَحْوَ بَيْتِ الْمَقْدِسِ فَقَالَ النَّاسُ: مَا
حَالُهُمْ فِي ذَلِكَ؟ فَأَنْزَلَ اللَّهُ تَعَالَى: {وَمَا كَانَ اللَّهُ
لِيُضِيعَ إِيمَانَكُمْ}
Telah meninggal dunia kaum yang dahulu mereka salat menghadap ke Baitul
Maqdis, maka orang-orang bertanya, "Bagaimanakah keadaan mereka?" Lalu Allah
Swt. menurunkan firman-Nya, "Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan iman
kalian" (Al-Baqarah: 143).Hadis diriwayatkan oleh Imam Turmuzi, dari Ibnu Abbas, dan Imam Turmuzi menilainya sahih.
Ibnu Ishaq mengatakan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Abu Muhammad, dari Ikrimah atau Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan takwil firman-Nya: Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan iman kalian. (Al-Baqarah: 143) Yaitu iman kalian kepada kiblat yang terdahulu, dan kepercayaan kalian kepada Nabi kalian serta mengikutinya menghadap ke arah kiblat yang lain (Ka'bah). Dengan kata lain, Allah pasti akan memberi kalian pahala keduanya. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia. (Al-Baqarah: 143)
Al-Hasan Al-Basri mengatakan sehubungan dengan takwil firman-Nya: Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan iman kalian. (Al-Baqarah: 143) Dengan kata lain, Allah tidak akan menyia-nyiakan Muhammad Saw. dan berpaling kalian bersamanya mengikuti ke mana dia menghadap. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia. (Al-Baqarah: 143)
Di dalam kitab sahih disebutkan bahwa Rasulullah Saw. melihat seorang wanita dari kalangan tawanan perang, sedangkan antara wanita itu dengan anaknya telah dipisahkan. Maka setiap kali wanita itu menjumpai seorang bayi, ia menggendongnya dan menempelkannya pada teteknya, sedangkan dia terus berputar ke sana kemari mencari bayinya. Setelah wanita itu menemukan bayinya, maka langsung digendong dan disusukannya. Maka Rasulullah Saw. bersabda:
"أَتَرَوْنَ
هَذِهِ طَارِحَةً وَلَدَهَا فِي النَّارِ، وَهِيَ تَقْدِرُ عَلَى أَلَّا
تَطْرَحَهُ؟ " قَالُوا: لَا يَا رَسُولَ اللَّهِ. قَالَ: "فَوَاللَّهِ، لَلَّهُ
أَرْحَمُ بِعِبَادِهِ مِنْ هَذِهِ بِوَلَدِهَا"
"Bagaimanakah pendapat kalian, akankah wanita ini tega melemparkan bayinya
ke dalam api, sedangkan dia sendiri mampu untuk tidak melemparkannya?"
Mereka menjawab, "Tentu tidak, wahai Rasulullah." Rasulullah Saw. bersabda,
"Maka demi Allah, sesungguhnya Allah lebih sayang kepada hamba-hamba-Nya
daripada wanita ini kepada anaknya."
{قَدْ
نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاءِ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا
فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَحَيْثُمَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا
وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ وَإِنَّ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ لَيَعْلَمُونَ أَنَّهُ
الْحَقُّ مِنْ رَبِّهِمْ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُونَ (144)
}
Sesungguhnya Kami (sering) melihat mukamu
menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang
kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah
Masjidil Haram. Dan di mana saja kalian berada, palingkanlah muka kalian ke
arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al-Kitab
(Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu
adalah benar dari Tuhannya, dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang
mereka kerjakan.Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, mula-mula ayat Al-Qur'an yang di-mansukh adalah masalah kiblat. Demikian itu terjadi ketika Rasulullah Saw. hijrah ke Madinah, kebanyakan penduduk Madinah saat itu terdiri atas orang-orang Yahudi. Maka Allah memerintahkannya agar menghadap ke arah Baitul Maqdis. Melihat hal ini orang-orang Yahudi merasa gembira. Rasulullah Saw. menghadap ke Baitul Maqdis selama belasan bulan, padahal beliau sendiri menyukai kiblat Nabi Ibrahim a.s. Beliau Saw. selalu berdoa kepada Allah serta sering memandang ke langit (menunggu-nunggu wahyu). Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit. (Al-Baqarah: 144) Sampai dengan firman-Nya: Palingkanlah muka kalian ke arahnya. (Al-Baqarah: 144)
Melihat hal tersebut orang-orang Yahudi merasa curiga, lalu mereka mengatakan seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
{مَا
وَلاهُمْ عَنْ قِبْلَتِهِمُ الَّتِي كَانُوا عَلَيْهَا قُلْ لِلَّهِ الْمَشْرِقُ
وَالْمَغْرِبُ}
Apakah yang memalingkan mereka (umat Islam) dari kiblatnya (Baitul Maqdis)
yang dahulu mereka telah berkiblat kepadanya?" Katakanlah, "Kepunyaan Allah-lah
timur dan barat." (Al-Baqarah: 142)
فَأَيْنَما
تُوَلُّوا فَثَمَّ وَجْهُ اللَّهِ
Maka kemanapun kamu menghadap, di situlah wajah Allah. (Al-Baqarah:
115)
{وَمَا
جَعَلْنَا الْقِبْلَةَ الَّتِي كُنْتَ عَلَيْهَا إِلا لِنَعْلَمَ مَنْ يَتَّبِعُ
الرَّسُولَ مِمَّنْ يَنْقَلِبُ عَلَى عَقِبَيْهِ}
Dan Kami tidak menjadikan kiblat yang menjadi kiblat kalian melainkan agar
Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang
membelot. (Al-Baqarah: 143)Ibnu Murdawaih meriwayatkan melalui hadis Al-Qasim Al-Umra dan pamannya Ubaidillah ibnu Amr, dari Daud ibnul Husain, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa Nabi Saw. apabila telah salam dari salatnya yang menghadap ke arah Baitul Maqdis selalu menengadahkan kepalanya ke langit, maka Allah menurunkan firman-Nya: Maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. (Al-Baqarah: 144) Yakni ke arah Ka'bah, tepat ke arah mizab (talang)nya, sedangkan Malaikat Jibril a.s. bermakmum kepadanya.
Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya meriwayatkan melalui hadis Syu'bah, dari Ya'la ibnu Ata, dari Yahya ibnu Quttah yang menceritakan bahwa ia pernah melihat Abdullah ibnu Amr duduk di Masjidil Haram di tempat yang lurus dengan talang Ka'bah, lalu ia membacakan firman-Nya: Maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. (Al-Baqarah: 144) Ia membacakan ayat ini seraya mengisyaratkan ke arah talang Ka'bah.
Kemudian Imam Hakim mengatakan, hadis ini sahih sanad-nya, tetapi keduanya (Imam Bukhari dan Imam Muslim) tidak mengetengahkannya.
Hadis ini diriwayatkan pula oleh Ibnu Abu Hatim, dari Al-Hasan ibnu Arafah, dari Hisyam, dari Ya'la ibnu Ata dengan lafaz yang sama. Hal yang sama dikatakan pula oleh yang lainnya.
Pendapat ini merupakan salah satu dari dua pendapat Imam Syafii r.a. yang mengatakan bahwa sesungguhnya yang dimaksud ialah menghadap ke arah 'ainul Ka'bah. Sedangkan pendapat lainnya yang dianut oleh kebanyakan ulama mengatakan, yang dimaksud ialah muwajahah (menghadap ke arahnya), seperti yang disebutkan di dalam riwayat Imam Hakim melalui hadis Muhammad ibnu Ishaq, dari Umair ibnu Ziad Al-Kindi, dari Ali ibnu Abu Talib r.a. sehubungan dengan tafsir firman-Nya: Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. (Al-Baqarah: 144) Yang dimaksud dengan syatrahu ialah ke arahnya (tidak harus tepat ke Ka'bah).
Kemudian Imam Hakim mengatakan bahwa hadis ini sahih sanadnya, tetapi keduanya (Bukhari dan Muslim) tidak mengetengahkannya.
Hal ini merupakan pendapat Abul Aliyah, Mujahid, Ikrimah, Sa'id ibnu Jubair, Qatadah, Ar-Rabi' ibnu Anas, dan lain-lainnya. Seperti yang telah disebutkan dalam hadis terdahulu, yaitu:
«مَا
بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ قِبْلَةٌ»
Di antara timur dan barat terdapat arah kiblat. Al-Qurtubi mengatakan bahwa Ibnu Juraij meriwayatkan dari Ata, dari Ibnu Abbas r.a., bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"مَا
بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ قِبْلَةٌ لِأَهْلِ الْمَسْجِدِ، وَالْمَسْجِدُ
قِبْلَةٌ لِأَهْلِ الْحَرَمِ، وَالْحَرَمُ قِبْلَةٌ لِأَهْلِ الْأَرْضِ فِي
مَشَارِقِهَا وَمَغَارِبِهَا مِنْ أُمَّتِي "
Baitullah adalah kiblat bagi ahli masjid, dan masjid adalah kiblat bagi
penduduk kota suci, sedangkan kota suci merupakan kiblat bagi penduduk bumi yang
ada di timur dan barat dari kalangan umatku.Abu Na'im (yaitu Al-Fadl ibnu Dakin) mengatakan:
حَدَّثَنَا
زُهَيْرٌ، عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ، عَنِ الْبَرَاءِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صلَّى قبلَ بَيْتِ الْمَقْدِسِ سِتَّةَ عَشَرَ شَهْرًا أَوْ
سَبْعَةَ عَشَرَ شَهْرًا، وَكَانَ يُعْجِبُهُ قِبْلَتُهُ قِبَلَ الْبَيْتِ
وَأَنَّهُ صَلّى صَلَاةَ الْعَصْرِ، وَصَلَّى مَعَهُ قَوْمٌ، فَخَرَجَ رَجُلٌ
مِمَّنْ كَانَ يُصَلِّي مَعَهُ، فَمَرَّ عَلَى أَهْلِ الْمَسْجِدِ وَهُمْ
رَاكِعُونَ، فَقَالَ: أَشْهَدُ بِاللَّهِ لَقَدْ صَلّيت مَعَ رَسُولِ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قبل مكَّة، فداروا كما هم قبل
البيت
telah menceritakan kepada kami Zuhair, dari Abi Ishaq, dari Al-Barra yang
menceritakan hadis berikut: Bahwa Nabi Saw. salat menghadap ke arah Baitul
Maqdis selama enam belas atau tujuh belas bulan, padahal beliau sendiri lebih
suka bila kiblatnya ke arah Baitullah (Ka'bah). Dan (pada suatu hari) beliau
melakukan salat Asar dan salat pula bersamanya suatu kaum (maka turunlah ayat
memerintahkan agar menghadap ke Ka'bah), lalu keluarlah seorang lelaki dari
jamaah yang ikut salat bersamanya. Kemudian lelaki itu melewati ahli masjid yang
sedang rukuk dalam salatnya, lalu lelaki itu berkata, "Aku bersaksi dengan nama
Allah, sesungguhnya aku telah solat bersama Rasulullah Saw. Dengan menghadap ke
arah Mekah.” Maka mereka berputar menghadap ke arah Baitullah dalam keadaan
rukuk.Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Israil, dari Abu Ishaq, dari Al-Barra yang menceritakan "bahwa ketika Rasulullah Saw. tiba di Madinah, beliau salat menghadap ke Baitul Maqdis selama enam belas atau tujuh belas bulan. Rasulullah Saw. menyukai bila dipalingkan ke arah Ka'bah. Maka turunlah firman-Nya: Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit. (Al-Baqarah: 144) Maka beliau berpaling menghadap ke arah Ka'bah.
Imam Nasai meriwayatkan dari Abu Sa'id ibnul Ma'la yang menceritakan:
كُنَّا
نَغْدُو إِلَى الْمَسْجِدِ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ، فَنَمُرُّ عَلَى الْمَسْجِدِ فَنُصَلِّي فِيهِ، فَمَرَرْنَا يَوْمًا
-وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَاعِدٌ عَلَى الْمِنْبَرِ
-فَقُلْتُ: لَقَدْ حَدث أَمْرٌ، فَجَلَسْتُ، فَقَرَأَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَذِهِ الْآيَةَ: {قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي
السَّمَاءِ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا} حَتَّى فَرَغَ مِنَ الْآيَةِ.
فَقُلْتُ لِصَاحِبِي: تَعَالَ نَرْكَعُ رَكْعَتَيْنِ قَبْلَ أَنْ يَنْزِلَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَنَكُونَ أَوَّلَ مَنْ صَلَّى،
فَتَوَارَيْنَا فَصَلَّيْنَاهُمَا. ثُمَّ نَزَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَصَلَّى لِلنَّاسِ الظُّهْرَ يَوْمَئِذٍ
"Kami biasa berangkat ke masjid di siang hari pada masa Rasulullah Saw. untuk
melakukan salat. Pada suatu hari kami lewat ketika Rasulullah Saw. sedang duduk
di atas mimbarnya. Maka aku berkata, 'Sesungguhnya telah terjadi suatu peristiwa
penting.' Aku duduk dan Rasulullah Saw. membacakan ayat ini: Sungguh Kami
(sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan
kamu ke kiblat yang kamu sukai. (Al-Baqarah: 144), hingga selesai dari ayat
ini. Aku berkata kepada temanku, 'Marilah kita salat dua rakaat sebelum
Rasulullah Saw. turun dari mimbarnya. Dengan demikian, kita adalah orang yang
mula-mula salat (menghadap ke arah Ka'bah).' Maka kami bersembunyi dan salat dua
rakaat. Kemudian Nabi Saw. turun dari mimbamya dan salat Lohor menjadi imam
orang-orang yang hadir saat itu." Hal yang sama diriwayatkan oleh Ibnu Murdawaih melalui sahabat Ibnu Umar r.a., bahwa salat yang mula-mula dilakukan oleh Rasulullah Saw. dengan menghadap ke arah kiblat ialah salat Lohor. Salat Lohorlah yang dimaksud dengan salat Wusta itu.
Tetapi menurut pendapat yang masyhur, salat yang mula-mula dilakukan oleh Rasulullah Saw. dengan menghadap ke arah Ka'bah adalah salat Asar. Karena itu, maka berita pemindahan ini terlambat sampai kepada penduduk Quba dan baru sampai kepada mereka pada salat Subuhnya.
قَالَ
الْحَافِظُ أَبُو بَكْرِ بْنُ مَرْدَوَيْهِ: حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ أَحْمَدَ،
حَدَّثَنَا الْحُسَيْنُ بْنُ إِسْحَاقَ التَّسْتَري، حَدَّثَنَا رَجَاءُ بْنُ
مُحَمَّدٍ السَّقَطِيُّ، حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ إِدْرِيسَ، حَدَّثَنَا
إِبْرَاهِيمُ بْنُ جَعْفَرٍ، حَدَّثَنِي أَبِي، عَنْ جَدَّتِهِ أُمِّ أَبِيهِ
نُوَيلة بِنْتِ مُسْلِمٍ، قَالَتْ: صَلَّينا الظُّهْرَ -أَوِ الْعَصْرَ -فِي
مَسْجِدِ بَنِي حَارِثَةَ، فَاسْتَقْبَلْنَا مَسْجِدَ إِيلِيَاءَ فَصَلَّيْنَا
رَكْعَتَيْنِ، ثُمَّ جَاءَ مَنْ يُحَدِّثُنَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدِ اسْتَقْبَلَ الْبَيْتَ الْحَرَامَ، فَتَحَوَّلَ النساءُ
مَكَانَ الرِّجَالِ، والرجالُ مَكَانَ النِّسَاءِ، فَصَلَّيْنَا السَّجْدَتَيْنِ
الْبَاقِيَتَيْنِ، وَنَحْنُ مُسْتَقْبِلُونَ الْبَيْتَ الْحَرَامَ. فَحَدَّثَنِي
رَجُلٌ مِنْ بَنِي حَارِثَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ: "أُولَئِكَ رِجَالٌ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ"
Al-Hafiz Abu Bakar ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami
Sulaiman ibnu Ahmad, telah menceritakan kepada kami Al-Husain ibnu Ishaq
At-Tusturi, telah menceritakan kepada kami Raja' ibnu Muhammad As-Siqti, telah
menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Idris, telah menceritakan kepada kami
Ibrahim ibnu Ja'far, telah menceritakan kepadaku ayahku, dari neneknya (ibu
ayah-nya) —yaitu Nuwailah binti Muslim— yang menceritakan, "Kami salat Lohor
atau salat Asar di masjid Bani Harisah. Kami menghadapkan wajah kami ke arah
Masjid Elia (Yerussalem/Baitul Maqdis). Setelah kami lakukan salat dua rakaat,
tiba-tiba datanglah seseorang yang menceritakan kepada kami bahwa Rasulullah
Saw. telah menghadap ke arah Baitullah. Maka kaum wanita beralih menduduki
tempat kaum laki-laki, dan kaum laki-laki beralih menduduki tempat kaum wanita.
Lalu kami melanjutkan salat kami yang tinggal dua rakaat lagi menghadap ke arah
Baitullah." Kemudian ada seorang lelaki dari kalangan Bani Harisah yang
menceritakan kepadaku bahwa Nabi Saw. telah bersabda: Mereka adalah kaum
laki-laki yang beriman kepada yang gaib.Ibnu Murdawaih mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ali ibnu Duhaim, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Hazim, telah menceritakan kepada kami Malik ibnu Ismail An-Nahdi, telah menceritakan kepada kami Qais, dari Ziad ibnu Alaqah ibnu Imarah ibnu Aus yang menceritakan, "Ketika kami sedang dalam salat kami yang menghadap ke Baitul Maqdis, yaitu dalam rukuk kami, tiba-tiba datanglah seorang yang menyerukan di pintu (masjid) bahwa kiblat telah dialihkan ke arah Ka'bah."
Imarah ibnu Aus melanjutkan kisahnya, bahwa ia menyaksikan imam mereka berpaling mengalihkan wajah mereka ke arah Ka'bah bersama-sama kaum laki-laki dan anak-anak yang bermakmum kepadanya, semua dalam keadaan rukuk.
***********
Firman Allah Swt:
{وَحَيْثُمَا
كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ}
Dan di mana saja kalian berada, palingkanlah mukamu ke arah-nya.
(Al-Baqarah: 144)Allah Swt. memerintahkan menghadap ke arah Ka'bah dari segenap penjuru dunia, baik dari timur, barat, utara, maupun selatan; semua diperintahkan agar menghadap ke arahnya. Dalam hal ini tiada yang dikecualikan selain dari orang yang mengerjakan salat sunat di atas kendaraannya dalam perjalanan; ia diperbolehkan mengerjakan salat sunat menghadap ke arah mana pun kendaraannya menghadap, tetapi hatinya harus tetap tertuju ke arah Ka'bah. Demikian pula di saat perang sedang berkecamuk, orang-orang yang terlibat di dalamnya diperbolehkan salat dalam keadaan apa pun. Dan orang yang tidak mengetahui arah kiblat boleh salat menghadap ke arah yang menurut ijtihadnya adalah arah kiblat, sekalipun pada hakikatnya keliru; karena sesungguhnya Allah Swt. tidak sekali-kali memberatkan seseorang melainkan sesuai dengan kemampuannya.
Mazhab Maliki menyimpulkan dalil ayat ini, bahwa orang yang salat harus memandang ke arah depannya, bukan ke arah tempat sujudnya. Seperti juga yang dikatakan oleh Imam Syafii, Imam Ahmad, dan Imam Abu Hanifah.
Mazhab Maliki mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. (Al-Baqarah: 144) Seandainya seseorang menghadapkan pandangannya ke tempat sujudnya, niscaya hal ini memerlukan sedikit menunduk, padahal hal ini bertentangan dengan kesempurnaan berdiri.
Sebagian ulama mengatakan bahwa seorang yang berdiri dalam salatnya memandang ke arah dadanya.
Syuraik Al-Qadi mengatakan bahwa orang yang berdiri dalam salatnya memandang ke arah tempat sujudnya. Hal yang sama dikatakan oleh jumhur jamaah, karena hal ini lebih menampilkan rasa tunduk dan lebih kuat kepada kekhusyukan, dan memang ada keterangan hadis yang menganjurkannya.
Dalam keadaan rukuk pandangan mata diarahkan ke tempat kedua telapak kaki, dan dalam keadaan sujud pandangan mata ditujukan ke arah hidung, sedangkan dalam keadaan duduk pandangan mata diarahkan ke pangkuan.
**************
Firman Allah Swt.:
{وَإِنَّ
الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ لَيَعْلَمُونَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ
رَبِّهِمْ}
Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi
Al-Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui bahwa berpaling ke Masjidil Haram
itu adalah benar dari Tuhannya. (Al-Baqarah: 144)Yakni orang-orang Yahudi yang memprotes kalian menghadap ke arah Ka'bah dan berpalingnya kalian dari arah Baitul Maqdis mengetahui bahwa Allah Swt. pasti akan mengarahkan kamu ke Ka'bah, melalui apa yang termaktub di dalam kitab-kitab mereka dari para nabi mereka tentang sifat dan ciri khas Nabi Muhammad Saw. serta umatnya. Disebutkan pula di dalamnya kekhususan yang diberikan oleh Allah kepadanya serta penghormatan yang diberikan-Nya, yaitu berupa syariat yang sempurna lagi besar. Akan tetapi Ahli Kitab menyembunyikan hal ini di antara sesama mereka karena dengki, kufur, dan ingkar. Karena itulah Allah mengancam mereka melalui firman-Nya:
{وَمَا
اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُونَ}
Dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.
(Al-Baqarah: 144)
{وَلَئِنْ
أَتَيْتَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ بِكُلِّ آيَةٍ مَا تَبِعُوا قِبْلَتَكَ
وَمَا أَنْتَ بِتَابِعٍ قِبْلَتَهُمْ وَمَا بَعْضُهُمْ بِتَابِعٍ قِبْلَةَ بَعْضٍ
وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءَهُمْ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ إِنَّكَ
إِذًا لَمِنَ الظَّالِمِينَ (145) }
Dan sesungguhnya jika kamu mendatangkan
kepada orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al-Kitab (Taurat dan Injil)
semua ayat (keterangan), mereka tidak akan mengikuti kiblatmu, dan kamu pun
tidak akan mengikuti kiblat mereka, dan sebagian mereka pun tidak akan mengikuti
kiblat sebagian yang lain. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti keinginan mereka
setelah datang ilmu kepadamu, sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk golongan
orang-orang yang zalim.Melalui ayat ini Allah Swt. menceritakan tentang kekufuran dan keingkaran orang-orang Yahudi serta pertentangan mereka terhadap apa yang mereka ketahui mengenai diri Rasulullah Saw. Seandainya ditegakkan terhadap mereka semua dalil yang membuktikan kebenaran apa yang disampaikan kepada mereka, niscaya mereka tidak akan mengikutinya dan justru mereka hanya tetap mengikuti hawa nafsu mereka sendiri. Seperti yang disebutkan di dalam ayat lainnya, yaitu firman-Nya:
إِنَّ
الَّذِينَ حَقَّتْ عَلَيْهِمْ كَلِمَتُ رَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ. وَلَوْ جاءَتْهُمْ
كُلُّ آيَةٍ حَتَّى يَرَوُا الْعَذابَ الْأَلِيمَ
Sesungguhnya orang-orang yang telah pasti terhadap mereka kalimat Tuhanmu,
tidaklah akan beriman, meskipun datang kepada mereka segala macam keterangan,
hingga menyaksikan azab yang pedih. (Yunus: 96-97)Karena itulah maka dalam ayat ini Allah Swt. berfirman:
{وَلَئِنْ
أَتَيْتَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ بِكُلِّ آيَةٍ مَا تَبِعُوا
قِبْلَتَكَ}
Dan sesungguhnya jika kamu mendatangkan kepada orang-orang yang diberi
Al-Kitab (Taurat dan Injil) semua ayat (keterangan), mereka tidak akan mengikuti
kiblatmu. (Al-Baqarah: 145)
*********
Adapun firman Allah Swt.:
{وَمَا
أَنْتَ بِتَابِعٍ قِبْلَتَهُمْ}
Dan kamu pun tidak akan mengikuti kiblat mereka. (Al-Baqarah: 145)Ayat ini menggambarkan tentang keteguhan hati Rasulullah Saw. dalam mengikuti apa yang diperintahkan oleh Allah kepadanya. Sebagaimana beliau berpegang teguh kepada perintah Allah, maka sebaliknya mereka pun berpegang teguh pula kepada pendapat dan keinginan mereka sendiri. Nabi Saw. akan tetap berpegang teguh kepada perintah Allah dan taat kepada-Nya serta mengikuti jalan yang di-ridai-Nya, beliau tidak akan mengikuti keinginan mereka dalam semua tindak tanduknya. Tidak sekali-kali beliau pernah menghadap ke arah Baitul Maqdis yang merupakan kiblat orang-orang Yahudi, melainkan semata-mata karena perintah Allah belaka.
Kemudian Allah Swt. memperingatkan agar jangan menentang perkara yang hak yang telah diketahuinya, dengan cara mengikuti keinginan diri sendiri. Karena sesungguhnya orang yang mengetahui, jika ia salah dalam berhujah akan berbalik menyerangnya, haruslah bersikap lebih lurus daripada orang lain (yang tidak mengetahui hujah). Untuk itu Allah berfirman kepada Rasul-Nya, sedangkan yang dimaksudkan adalah umatnya, yaitu:
{وَلَئِنِ
اتَّبَعْتَ أَهْوَاءَهُمْ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ إِنَّكَ إِذًا
لَمِنَ الظَّالِمِينَ}
Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti keinginan mereka setelah datang ilmu
kepadamu, sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk golongan orang-orang yang
zalim. (Al-Baqarah: 145)
{الَّذِينَ
آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَعْرِفُونَهُ كَمَا يَعْرِفُونَ أَبْنَاءَهُمْ وَإِنَّ
فَرِيقًا مِنْهُمْ لَيَكْتُمُونَ الْحَقَّ وَهُمْ يَعْلَمُونَ (146) الْحَقُّ مِنْ
رَبِّكَ فَلا تَكُونَنَّ مِنَ الْمُمْتَرِينَ (147) }
Orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang telah
kami beri Al-Kitab (Taurat dan Injil) mengenal Muhammad seperti mereka mengenal
anak-anaknya sendiri. Dan sesungguhnya sebagian di antara mereka menyembunyikan
kebenaran, padahal mereka mengetahui. Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab
itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu.Allah Swt. memberitahukan bahwa ulama Ahli Kitab mengenal kebenaran dari apa yang disampaikan oleh Rasulullah Saw. kepada mereka, sebagaimana seseorang dari mereka mengenal anaknya sendiri. Orang-orang Arab biasa membuat perumpamaan seperti ini untuk menunjukkan pengertian pengenalan yang sempurna.
Seperti yang disebutkan di dalam sebuah hadis, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda kepada seorang lelaki yang bersama anaknya:
"ابْنُكُ
هَذَا؟ " قَالَ: نَعَمْ يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَشْهَدُ بِهِ. قَالَ: "أَمَا إِنَّهُ
لَا يَجْنِي عَلَيْكَ وَلَا تجْنِي عَلَيْهِ"
"Apakah ini adalah anakmu?" Si lelaki menjawab, "Benar, wahai
Rasulullah, aku bersaksi bahwa dia adalah anakku." Rasulullah Saw. bersabda,
"Ingatlah, sesungguhnya dia tidak samar kepadamu dan kamu tidak samar
kepadanya."Al-Qurtubi mengatakan, telah diriwayatkan dari Umar r.a. bahwa ia pernah bertanya kepada Abdullah ibnu Salam, "Apakah engkau dahulu mengenal Muhammad sebagaimana engkau mengenal anakmu sendiri?" Abdullah ibnu Salam menjawab, "Ya, dan bahkan lebih dari itu; malaikat yang dipercaya turun dari langit kepada orang yang dipercaya di bumi seraya membawa keterangan mengenai sifat-sifatnya. Karena itu, aku dapat mengenalnya, tetapi aku tidak mengetahui seperti apa yang diketahui oleh ibunya."
Menurut kami, firman-Nya berikut ini:
{يَعْرِفُونَهُ
كَمَا يَعْرِفُونَ أَبْنَاءَهُمْ}
Mereka mengenalnya (Muhammad) sebagaimana mereka mengenal anak-anaknya
sendiri. (Al-Baqarah: 146)Dapat diartikan bahwa mereka mengenal Nabi Muhammad Saw. seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri di antara anak-anak manusia lainnya. Dengan kata lain, tiada seorang pun yang bimbang dan ragu dalam mengenal anaknya sendiri jika dia melihatnya di antara anak-anak orang lain.
Kemudian Allah Swt. memberitahukan bahwa sekalipun mereka mengetahui kenyataan ini dengan pengenalan yang yakin, tetapi mereka benar-benar menyembunyikan kebenaran ini. Dengan kata lain, mereka menyembunyikan apa yang terdapat di dalam kitab-kitab mereka mengenai sifat-sifat Nabi Muhammad Saw. dari pengetahuan umum, padahal mereka mengetahuinya, seperti yang disebutkan oleh firman selanjutnya:
وَإِنَّ
فَرِيقًا مِنْهُمْ لَيَكْتُمُونَ الْحَقَّ وَهُمْ يَعْلَمُونَ
Dan sesungguhnya sebagian di antara mereka menyembunyikan kebenaran,
padahal mereka mengetahui. (Al-Baqarah: 146)Kemudian Allah Swt. mengukuhkan kedudukan Nabi-Nya dan kaum mukmin serta memberitahukan kepada mereka bahwa apa yang dibawa oleh Rasul Saw. adalah perkara yang hak, tiada keraguan di dalamnya dan tiada pula kebimbangan. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{الْحَقُّ
مِنْ رَبِّكَ فَلا تَكُونَنَّ مِنَ الْمُمْتَرِينَ}
Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu
termasuk orang-orang yang ragu. (Al-Baqarah: 147)
{وَلِكُلٍّ
وِجْهَةٌ هُوَ مُوَلِّيهَا فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ أَيْنَمَا تَكُونُوا يَأْتِ
بِكُمُ اللَّهُ جَمِيعًا إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (148)
}
Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya
(sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kalian (dalam
membuat) kebaikan. Di mana saja kalian berada, pasti Allah akan mengumpulkan
kamu sekalian (pada hari kiamat), sesungguhnya Allah Mahakuasa atas segala
sesuatu.Al-Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas, yang dimaksud dengan pengertian 'tiap-tiap umat mempunyai kiblatnya yang ia menghadap kepadanya' ialah semua pemeluk agama. Dengan kata lain, tiap-tiap kabilah mempunyai kiblatnya sendiri yang disukainya, dan kiblat yang diridai oleh Allah ialah kiblat yang orang-orang mukmin menghadap kepadanya.
Abul Aliyah mengatakan bahwa orang-orang Yahudi mempunyai kiblatnya sendiri yang mereka menghadap kepadanya, dan orang-orang Nasrani mempunyai kiblatnya sendiri yang mereka menghadap kepadanya. Allah memberikan petunjuk kepada kalian, hai umat Muhammad, kepada kiblat yang merupakan kiblat yang sesungguhnya.
Telah diriwayatkan dari Mujahid, Ata, Ad-Dahhak, Ar-Rabi' ibnu Anas, dan As-Saddi hal yang semisal dengan pendapat Abul Aliyah tadi.
Mujahid mengatakan dalam riwayat yang lain —begitu pula Al-Hasaiy— bahwa Allah memerintahkan kepada semua kaum agar salat menghadap ke arah Ka'bah.
Ibnu Abbas, Abu Ja'far Al-Baqir, dan Ibnu Amir membaca ayat ini dengan bunyi walikullin wajhatun huwa muwallaha (Bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya sendiri yang diperintahkan oleh Dia (Allah) agar mereka menghadap kepadanya). Ayat ini serupa maknanya dengan firman-Nya:
لِكُلٍّ
جَعَلْنا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهاجاً وَلَوْ شاءَ اللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً
واحِدَةً وَلكِنْ لِيَبْلُوَكُمْ فِي مَا آتاكُمْ فَاسْتَبِقُوا الْخَيْراتِ إِلَى
اللَّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعاً
Untuk tiap-tiap umat di antara kalian, Kami berikan aturan dan jalan yang
terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kalian dijadikan-Nya satu umat
(saja), tetapi Allah hendak menguji kalian terhadap pemberian-Nya kepada kalian,
maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kalian
semuanya. (Al-Maidah: 48)Dalam surat ini Allah Swt. berfirman:
{أَيْنَمَا
تَكُونُوا يَأْتِ بِكُمُ اللَّهُ جَمِيعًا إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ
قَدِيرٌ}
Di mana saja kalian berada, pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian
(pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.
(Al-Baqarah: 148)Yakni Dia berkuasa untuk menghimpun kalian dari muka bumi, sekalipun jasad dan tubuh kalian bercerai-berai.
{وَمِنْ
حَيْثُ خَرَجْتَ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَإِنَّهُ
لَلْحَقُّ مِنْ رَبِّكَ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ (149) وَمِنْ
حَيْثُ خَرَجْتَ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَحَيْثُمَا
كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ لِئَلا يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَيْكُمْ
حُجَّةٌ إِلا الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْهُمْ فَلا تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِي
وَلأتِمَّ نِعْمَتِي عَلَيْكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ (150)
}
Dan dari mana saja kamu keluar (datang), maka
palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram; sesungguhnya ketentuan itu
benar-benar sesuatu yang hak dari Tuhanmu. Dan Allah sekali-kali tidak lengah
dari apa yang kalian kerjakan. Dan dari mana saja kamu berangkat, maka
palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kalian berada,
maka palingkanlah wajah kalian ke arahnya, agar tidak ada hujah bagi manusia
atas kalian, kecuali orang-orang yang zalim di antara mereka. Maka janganlah
kalian takut kepada mereka, dan takutlah kepada-Ku. Dan agar Kusempurnakan
nikmat-Ku atas kalian, dan supaya kalian mendapat petunjuk.Apa yang disebutkan oleh ayat ini adalah perintah yang ketiga dari Allah Swt. yang memerintahkan agar semuanya dari berbagai penjuru dunia menghadap ke arah kiblat.
Mufassirin berbeda pendapat mengenai hikmah yang terkandung di dalam pengulangan sebanyak tiga kali ini. Menurut suatu pendapat, hal ini merupakan taukid (pengukuhan), mengingat ia merupakan permulaan nasikh yang terjadi di dalam Islam, menurut apa yang di-nas-kan oleh Ibnu Abbas dan lain-lainnya.
Menurut pendapat yang lain bahkan hal ini merupakan tahapan dari berbagai keadaan. Tahapan yang pertama ditujukan kepada orang yang menyaksikan Ka'bah, tahapan yang kedua ditujukan kepada orang yang berada di dalam kota Mekah tetapi tidak melihat Ka'bah, dan tahapan yang ketiga ditujukan bagi orang yang berada di kota-kota lainnya. Demikianlah menurut pengarahan yang diketengahkan oleh Fakhrud Din Ar-Razi.
Menurut Al-Qurtubi, tahapan yang pertama ditujukan kepada orang yang berada di dalam kota Mekah, tahapan yang kedua ditujukan kepada orang yang tinggal di kota-kota lainnya, sedangkan tahapan yang ketiga ditujukan kepada orang yang berada di dalam perjalanannya. Demikianlah menurut apa yang ditarjihkan oleh Imam Qurtubi dalam jawabannya.
Menurut pendapat yang lain, sesungguhnya yang demikian itu dikemukakan hanyalah karena ia berkaitan dengan konteks yang sebelum dan yang sesudahnya. Pada awalnya Allah Swt. berfirman:
{قَدْ
نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاءِ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً
تَرْضَاهَا}
Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh
Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. (Al-Baqarah: 144)Sampai dengan firman-Nya:
{وَإِنَّ
الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ لَيَعْلَمُونَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَبِّهِمْ وَمَا
اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُونَ}
Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al-Kitab
(Taurat dan Injil) memang mengetahui bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu
adalah benar dari Tuhannya, dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang
mereka kerjakan. (Al-Baqarah: 144)Dalam ayat ini Allah menyebutkan tentang permintaan Nabi Saw. yang dikabulkan-Nya dan Allah memerintahkannya untuk menghadap ke arah kiblat yang disukainya. Kemudian dalam tahapan yang kedua Allah Swt. berfirman:
{وَمِنْ
حَيْثُ خَرَجْتَ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَإِنَّهُ
لَلْحَقُّ مِنْ رَبِّكَ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا
تَعْمَلُونَ}
Dan dari mana saja kamu keluar (datang), maka palingkanlah wajahmu ke arah
Masjidil Haram; sesungguhnya ketentuan itu benar-benar sesuatu yang hak dari
Tuhanmu. Dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang kalian kerjakan.
(Al-Baqarah: 149)Maka Allah Swt. menyebutkan bahwa perintah tersebut adalah kebenaran yang datang dari Allah. Pada tahapan pertama disebutkan bahwa kiblat Ka'bah tersebut sesuai dengan apa yang diinginkan oleh Rasul Saw. sendiri, dan padanya disebutkan bahwa hal tersebut merupakan kebenaran yang disukai dan diridai Allah pula.
Kemudian dalam tahapan yang ketiga disebutkan suatu hikmah yang mematahkan hujah orang-orang yang menentangnya dari kalangan orang-orang Yahudi, yaitu mereka yang memprotes masalah Rasul Saw. yang menghadap ke arah kiblat mereka, padahal mereka mengetahui melalui kitab-kitab mereka bahwa kelak Rasul Saw. akan dipalingkan ke arah kiblat Nabi Ibrahim a.s., yaitu ke Ka'bah. Demikian pula terpatahkan hujah orang-orang musyrik Arab ketika Rasu-lullah Saw. dipalingkan dari kiblat orang-orang Yahudi ke kiblat Nabi Ibrahim a.s., yaitu kiblat yang lebih mulia daripada kiblat Yahudi. Mereka mengagungkan Ka'bah dan merasa takjub dengan menghadap-nya Rasul ke arah Ka'bah.
Menurut pendapat yang lain tidak demikian alasan hikmah yang terkandung dalam pengulangan ini, seluruhnya dikemukakan oleh Ar-Razi dan lain-lainnya dengan bahasan yang terinci.
***********
Firman Allah Swt.:
لِئَلا
يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَيْكُمْ حُجَّةٌ}
Agar tidak ada hujah bagi manusia atas kalian. (Al-Baqarah: 150)Yang dimaksud dengan manusia adalah Ahli Kitab, karena sesungguhnya mereka mengetahui bahwa salah satu dari sifat umat ini ialah menghadap ke arah Ka'bah dalam ibadahnya. Apabila umat ini (Nabi Saw.) tidak mempunyai sifat tersebut, barangkali mereka (Ahli Kitab) akan menjadikannya sebagai senjata buat menghujah orang-orang muslim. Agar mereka tidak menghujah kaum muslim pula, karena kaum muslim mempunyai kiblat yang sesuai dengan kiblat mereka, yaitu Baitul Maqdis. Hal ini jelas.
Abul Aliyah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Agar tidak ada hujah bagi manusia atas kalian. (Al-Baqarah: 150) Yang dimaksud dengan manusia dalam ayat ini ialah kaum Ahli Kitab. yaitu di kala mereka mengatakan.”Muhammad telah dipalingkan ke arah Ka'bah.” Mereka mengatakan pula, "Lelaki ini merindukan rumah ayahnya dan agama kaumnya."
Tersebutlah bahwa hujah mereka terhadap Nabi Saw. ialah berpalingnya Nabi Saw. ke arah Baitul Haram, lalu mereka mengatakan, "Kelak dia akan kembali lagi kepada agama kita, sebagaimana dia kembali lagi kepada kiblat kita."
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah diriwayatkan dari Mujahid, Ata, Ad-Dahhak, Ar-Rabi' ibnu Anas, Qatadah, dan As-Saddi hal yang sama.
Ibnu Abu Hatim mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Kecuali orang-orang yang zalim di antara mereka. (Al-Baqarah: 150) Menurut mereka, yang dimaksud dengan orang-orang yang zalim di antara mereka adalah orang-orang musyrik Quraisy. Salah seorang dari mereka menghipotesiskan hujah orang-orang yang zalim itu, padahal hujah mereka dapat dipatahkan. Mereka mengatakan, "Sesungguhnya lelaki ini menduga bahwa dirinya berada dalam agama Nabi Ibrahim. Maka jika dia menghadap ke arah Baitul Maqdis karena memeluk agama Nabi Ibrahim, lalu mengapa dia berpaling darinya?" Sebagai jawabannya dapat dikatakan bahwa Allah Swt. memerintahkannya untuk menghadap ke arah Baitul Maqdis pada mulanya karena hikmah yang tertentu, lalu Nabi Saw. menaati Tuhannya dalam hal tersebut. Setelah itu Allah memalingkannya ke arah kiblat Nabi Ibrahim, yaitu Ka'bah; maka beliau menjalankan pula perintah Allah Swt. dalam hal tersebut. Nabi Saw. dalam semua keadaannya selalu taat kepada Allah, beliau tidak pernah menyimpang dari perintah Allah barang sekejap pun, dan umatnya berjalan mengikuti jejaknya.
************
Firman Allah Swt.:
{فَلا
تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِي}
Maka janganlah kalian takut kepada mereka, dan takutlah kalian
kepada-Ku. (Al-Baqarah: 150)Artinya, janganlah kalian merasa takut terhadap tuduhan yang dilancarkan oleh orang-orang zalim yang ingkar itu, dan takutlah kalian hanya kepada-Ku, karena sesungguhnya Allah Swt. lebih berhak untuk ditakuti.
Firman Allah Swt. yang mengatakan:
{وَلأتِمَّ
نِعْمَتِي عَلَيْكُمْ}
Dan agar Kusempurnakan nikmat-Ku atas kalian. (Al-Baqarah: 150)di-ataf-kan kepada firman-Nya:
{لِئَلا
يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَيْكُمْ حُجَّةٌ}
Agar tidak ada hujah bagi manusia atas kalian. (Al-Baqarah: 150)Dengan kata lain, Aku akan menyempurnakan kepada kalian nikmat-Ku, yaitu dengan mensyariatkan kepada kalian agar menghadap ke arah Ka'bah, agar syariat yang kalian jalani merupakan syariat yang paling sempurna dari segala seginya.
{وَلَعَلَّكُمْ
تَهْتَدُونَ}
Dan supaya kalian mendapat petunjuk. (Al-Baqarah: 150)Yakni agar kalian tidak sesat seperti apa yang dialami oleh umat-umat terdahulu dari apa yang telah Kami tunjukkan kepada kalian dan Kami khususkan hal itu buat kalian. Karena itu, maka umat ini merupakan umat yang paling mulia dan paling utama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar