Translate

Selasa, 27 September 2016

Al-Baqarah, ayat 133-141

{أَمْ كُنْتُمْ شُهَدَاءَ إِذْ حَضَرَ يَعْقُوبَ الْمَوْتُ إِذْ قَالَ لِبَنِيهِ مَا تَعْبُدُونَ مِنْ بَعْدِي قَالُوا نَعْبُدُ إِلَهَكَ وَإِلَهَ آبَائِكَ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ إِلَهًا وَاحِدًا وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ (133) تِلْكَ أُمَّةٌ قَدْ خَلَتْ لَهَا مَا كَسَبَتْ وَلَكُمْ مَا كَسَبْتُمْ وَلا تُسْأَلُونَ عَمَّا كَانُوا يَعْمَلُونَ (134) }
Adakah kalian hadir ketika Ya'qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya, "Apa yang kalian sembah sepeninggalku?" Mereka menjawab, "Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu Ibrahim, Ismail, dan Ishaq, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya." Itu adalah umat yang lalu, baginya apa yang telah diusahakannya dan bagi kalian apa yang sudah kalian usahakan, dan kalian tidak akan diminta pertanggungjawaban tentang apa yang telah mereka kerjakan.
Melalui ayat-ayat ini Allah Swt. membantah orang-orang musyrik Arab dari kalangan anak-anak Ismail dan orang-orang kafir dari kalangan Bani Israil (yaitu Ya'qub ibnu Ishaq ibnu Ibrahim a.s.), bahwa Ya'qub ketika menjelang kematiannya berwasiat kepada anak-anak-nya agar menyembah kepada Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya. Untuk itu ia berkata seperti yang disitir oleh firman-Nya:
{مَا تَعْبُدُونَ مِنْ بَعْدِي قَالُوا نَعْبُدُ إِلَهَكَ وَإِلَهَ آبَائِكَ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ}
"Apa yang kalian sembah sesudahku?' Mereka menjawab, "Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail, dan Ishaq." (Al-Baqarah: 133)
Penyebutan Nabi Ismail yang dimasukkan ke dalam kategori ayah dari Nabi Ya'qub termasuk ke dalam ungkapan taglib (prioritas), mengingat Nabi Ismail adalah paman Nabi Ya'qub. An-Nahhas mengatakan, orang-orang Arab biasa menyebut paman dengan sebutan ayah. Demikianlah menurut apa yang dinukil oleh Imam Qurtubi.
Ayat ini dijadikan dalil oleh orang yang menjadikan kakek sama kedudukannya dengan ayah, dan kakek dapat menghalangi hak warisan saudara-saudara, seperti pendapat yang dikatakan oleh Abu Bakar As-Siddiq. Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari darinya melalui jalur Ibnu Abbas dan Ibnuz Zubair. Kemudian Imam Bukhari mengatakan bahwa pendapat ini tidak diperselisihkan. Siti Aisyah Ummul Mu’minin sependapat dengan apa yang dikatakan oleh Abu Bakar As-Siddiq ini. Hal yang sama dikatakan pula oleh Al-Hasan Al-Basri, Tawus, dan Ata. Pendapat inilah yang dianut oleh mazhab Hanafi dan bukan hanya seorang ulama dari kalangan ulama Salaf dan Khalaf.
Imam Malik, Imam Syafii, dan Imam Ahmad menurut pendapat yang terkenal di kalangan mazhabnya mengatakan bahwa kakek ber-muqasamah (berbagi-bagi warisan) dengan saudara-saudara si mayat. Pendapat ini diriwayatkan dari Umar, Usman, Ali, Ibnu Mas'ud, Zaid ibnu Sabit, dan sejumlah ulama dari kalangan ulama Salaf dan Khalaf. Pendapat inilah yang dipilih oleh dua murid terkemuka Imam Abu Hanifah, yaitu Abu Yusuf dan Muhammad ibnul Hasan. Penjelasan dari masalah ini akan dikemukakan di lain pembahasan dalam ayat yang menyangkut pembagian warisan.
Firman Allah Swt. yang mengatakan, "liahan wahidan," artinya kami mengesakan-Nya sebagai Tuhan kami, dan kami tidak akan mempersekutukan sesuatu pun dengan-Nya di samping Dia.
Firman Allah Swt. yang mengatakan, "Wanahnu lahu muslimun," artinya kami tunduk patuh kepada-Nya. Pengertian ini sama dengan apa yang terkandung di dalam firman Allah Swt.:
{وَلَهُ أَسْلَمَ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ طَوْعًا وَكَرْهًا وَإِلَيْهِ يُرْجَعُونَ وسلم}
Padahal kepada-Nyalah menyerahkan diri segala apa yang di Langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa, dan hanya kepada Allah-lah mereka dikembalikan. (Ali Imran: 83)
Pada garis besamya Islam merupakan agama semua para nabi, sekalipun syariatnya bermacam-macam dan tuntunannya berbeda-beda, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya, "Bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Aku, maka sembahlah oleh kamu sekalian akan Akur (Al-Anbiya: 25)
Ayat-ayat dan hadis-hadis yang mengutarakan makna ini banyak jumlahnya. Di antara hadis-hadis tersebut ialah sabda Nabi Saw. yang mengatakan:
"نَحْنُ مَعْشَرَ الْأَنْبِيَاءِ أَوْلَادُ عَلات دِينُنَا وَاحِدٌ"
Kami para nabi adalah anak-anak dari ibu yang berbeda-beda, agama kami satu (sama, yakni Islam).
***************
Firman Allah Swt:
{تِلْكَ أُمَّةٌ قَدْ خَلَتْ لَهَا مَا كَسَبَتْ وَلَكُمْ مَا كَسَبْتُمْ}
Itu adalah umat yang lalu; baginya apa yang telah diusahakannya, dan bagi kalian apa yang sudah kalian usahakan. (Al-Baqarah: 134)
Dengan kata lain, sesungguhnya orang-orang terdahulu dari kalangan kakek moyang kalian yang menjadi nabi-nabi dan orang-orang saleh, tiada manfaatnya bagi kalian ikatan kalian dengan mereka jika kalian sendiri tidak mengerjakan kebaikan yang manfaatnya justru kembali kepada kalian. Karena sesungguhnya bagi mereka amalan mereka, dan bagi kalian amalan kalian sendiri. Dalam ayat berikutnya disebutkan:
{وَلا تُسْأَلُونَ عَمَّا كَانُوا يَعْمَلُونَ}
Dan kalian tidak akan diminta pertanggungjawaban tentang apa yang telah mereka kerjakan. (Al-Baqarah: 134)
Abul Aliyah, Ar-Rabi', dan Qatadah mengatakan sehubungan dengan takwil firman-Nya: Itu adalah umat yang lalu. (Al-Baqarah: 134) Bahwa yang dimaksud adalah Nabi Ibrahim, Nabi Ismail, Nabi Ishaq, Nabi Ya'qub, dan anak cucunya. Karena itu, di dalam sebuah asar disebutkan:
مَنْ أَبْطَأَ به عمله لم يسرع به نسبه
Barang siapa yang lamban amalnya karena mengandalkan kepada keturunan, maka keturunan (yang dibangga-banggakannya) itu tidak akan cepat menyusulnya.
Akan tetapi, adakalanya suatu asar dikemukakan sebagai suatu bagian dari makna yang terkandung di dalam hadis marfu', mengingat asar ini diriwayatkan oleh Imam Muslim secara marfu' melalui hadis yang panjang dari Abu Hurairah r.a.

{وَقَالُوا كُونُوا هُودًا أَوْ نَصَارَى تَهْتَدُوا قُلْ بَلْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ (135) }
Dan mereka berkata, "Hendaklah kalian menjadi penganut agama Yahudi atau Nasrani, niscaya kalian mendapat petunjuk." Katakanlah, "Tidak, melainkan (kami mengikuti) agama Ibrahim yang lurus. Dan bukanlah dia (Ibrahim) dari golongan orang musyrik."
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Abu Muhammad, telah menceritakan kepadaku Sa'id ibnu Jubair atau Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Abdullah ibnu Suria Al-A'war pernah berkata kepada Rasulullah Saw., "Tiadalah petunjuk itu melainkan agama yang kami peluk. Maka ikutlah kami, hai Muhammad, niscaya kamu mendapat petunjuk." Dan orang-orang Nasrani mengatakan hal yang serupa, maka Allah menurunkan firman-Nya: Dan mereka berkata, "Hendaklah kamu menjadi penganut agama Yahudi atau Nasrani, niscaya kamu mendapat petunjuk." (Al-Baqarah: 135)
****************
Firman Allah Swt.:
{بَلْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا}
Katakanlah, "Tidak, melainkan (kami mengikuti) agama Ibrahim yang lurus.” (Al-Baqarah: 135)
Yakni kami tidak mau mengikuti agama Yahudi dan agama Nasrani yang kalian serukan kepada kami agar kami mengikutinya, melainkan kami hanya mengikuti agama Nabi Ibrahim yang lurus. Hanifah artinya lurus menurut Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi dan Ais ibnu Jariyah; tetapi menurut Khasif, dari Mujahid, artinya ikhlas.
Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa makna hanifan ialah hajjan (yang berhaji). Hal yang sama diriwayatkan pula dari Al-Hasan, Ad-Dahhak, Atiyyah, dan As-Saddi.
Abul Aliyah mengatakan bahwa al-hanif artinya orang yang menghadap ke arah Baitullah dalam salatnya, dan ia berpendapat bahwa melakukan haji ke Baitullah hanyalah diwajibkan bila orang yang bersangkutan sanggup mengadakan perjalanan kepadanya.
Mujahid dan Ar-Rabi' ibnu Anas mengatakan bahwa hanifan artinya orang yang diikuti tuntunannya.
Abu Qilabah mengatakan bahwa al-hanif artinya orang yang beriman kepada semua rasul, dari rasul yang pertama hingga rasul yang terakhir.
Qatadah mengatakan, al-hanifiyyah ialah suatu kesaksian yang menyatakan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah; termasuk ke dalam ajaran ini ialah haram menikahi ibu, anak perempuan, bibi dari pihak ibu maupun dari pihak ayah, dan semua hal lainnya yang diharamkan oleh Allah Swt. Termasuk ajaran agama al-hanif ialah berkhitan
{قُولُوا آمَنَّا بِاللَّهِ وَمَا أُنزلَ إِلَيْنَا وَمَا أُنزلَ إِلَى إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ وَالأسْبَاطِ وَمَا أُوتِيَ مُوسَى وَعِيسَى وَمَا أُوتِيَ النَّبِيُّونَ مِنْ رَبِّهِمْ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْهُمْ وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ (136) }
Katakanlah (hai orang-orang mukmin), "Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishaq, Ya'qub, dan anak cucu-nya; dan apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhannya. Kami tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya."
Melalui ayat ini Allah Swt. memberikan petunjuk kepada hamba-hamba-Nya yang mukmin untuk beriman kepada Al-Qur'an secara rinci yang diturunkan kepada mereka melalui Rasul-Nya (yaitu Nabi Muhammad Saw.) dan beriman kepada semua kitab yang pernah diturunkan kepada para nabi terdahulu secara ijmal (globalnya). Dalam ayat ini disebutkan orang-orang yang tertentu dari kalangan para rasul, sedangkan yang lainnya disebutkan secara global. Hendaknya mereka tidak membeda-bedakan seorang pun di antara para rasul itu, bahkan mereka beriman kepada semua rasul. Janganlah mereka seperti orang-orang yang disebutkan di dalam firman-Nya:
{وَيُرِيدُونَ أَنْ يُفَرِّقُوا بَيْنَ اللَّهِ وَرُسُلِهِ وَيَقُولُونَ نُؤْمِنُ بِبَعْضٍ وَنَكْفُرُ بِبَعْضٍ وَيُرِيدُونَ أَنْ يَتَّخِذُوا بَيْنَ ذَلِكَ سَبِيلا * أُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ حَقًّا}
Dan mereka bermaksud memperbedakan antara Allah dan rasul-rasul-Nya dengan mengatakan, "Kami beriman kepada yang sebagian (dari rasul-rasul itu), dan kami kafir terhadap sebagian (yang lain)," serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan (lain) di antara yang demikian (iman atau kafir), merekalah orang-orang yang kafir sebenar-benarnya. (An-Nisa: 150-151), hingga akhir ayat.
قَالَ الْبُخَارِيُّ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ، حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ عُمَر، أَخْبَرَنَا عَلِيُّ بْنُ الْمُبَارَكِ، عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي كَثِيرٍ، عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قال: كان أهل الكتاب يقرؤون التَّوْرَاةَ بالعبْرَانيَّة وَيُفَسِّرُونَهَا بِالْعَرَبِيَّةِ لِأَهْلِ الْإِسْلَامِ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لا تُصَدِّقُوا أَهْلَ الْكِتَابِ وَلَا تُكَذبوهم، وَقُولُوا: آمَنَّا بِاللَّهِ وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْنَا"
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Usman ibnu Amrah, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Mubarak, dari Yahya ibnu Abu Kasir, dari Abu Salamah ibnu Abdur Rahman, dari Abu Hurairah r.a. yang menceritakan bahwa orang-orang ahli kitab acapkali membacakan kitab Taurat dengan bahasa Ibrani, lalu mereka menerjemahkannya ke dalam bahasa Arab kepada orang-orang Islam. Maka Rasulullah Saw. bersabda: Janganlah kalian percaya kepada ahli kitab, jangan pula kalian mendustakannya, melainkan katakanlah, "Kami beriman kepada Allah dan kepada kitab yang diturunkan Allah."
Imam Muslim, Imam Abu Daud, dan Imam Nasai meriwayatkan melalui hadis Usman ibnu Hakim, dari Sa'id ibnu Yasar, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa kebanyakan bacaan yang dilakukan oleh Rasulullah Saw. dalam dua rakaat sebelum salat Subuh ialah firman-Nya: Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami. (Al-Baqarah: 136), hingga akhir ayat. Sedangkan dalam rakaat yang keduanya adalah firman-Nya: Kami beriman kepada Allah; dan saksikanlah bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang yang menyerahkan diri (kepada Allah). (Ali Imran: 52)
Abul Aliyah, Ar-Rabi', dan Qatadah mengatakan bahwa Asbat adalah anak-anak Nabi Ya'qub, semuanya berjumlah dua belas orang; masing-masing orang menurunkan suatu umat, maka mereka dinamakan Asbat.
Khalil ibnu Ahmad dan lain-lainnya mengatakan bahwa Asbat menurut istilah orang-orang Bani Israil sama halnya dengan istilah kabilah menurut kalangan Bani Ismail (orang-orang Arab).
Az-Zamakhsyari di dalam tafsir Kasysyaf-nya mengatakan bahwa Asbat adalah cucu-cucu Nabi Ya'qub alias keturunan dari anak-anaknya yang dua belas orang. Ar-Razi menukil pendapat ini darinya, dan ia tidak menyangkalnya.
Imam Bukhari mengatakan bahwa Asbat adalah kabilah-kabilah Bani Israil. Hal ini menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan Asbat adalah suku-suku Bani Israil. Yang dimaksud dengan apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari kalangan mereka ialah kitab-kitab Allah yang diturunkan kepada mereka, seperti yang dikatakan oleh Musa a.s. kepada mereka (Bani Israil) melalui firman-Nya:
{اذْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ جَعَلَ فِيكُمْ أَنْبِيَاءَ وَجَعَلَكُمْ مُلُوكًا وَآتَاكُمْ مَا لَمْ يُؤْتِ أَحَدًا مِنَ الْعَالَمِينَ}
Ingatlah kalian nikmat Allah atas kalian ketika Dia mengangkat nabi-nabi di antara kalian, dan dijadikan-Nya kalian orang-orang merdeka. (Al-Maidah: 20), hingga akhir ayat.
Allah Swt. telah berfirman:
{وَقَطَّعْنَاهُمُ اثْنَتَيْ عَشْرَةَ أَسْبَاطًا أُمَمًا}
Dan mereka Kami bagi menjadi dua belas suku. (Al-A'raf: 160)
Al-Qurtubi mengatakan, mereka dinamakan Asbat yang diambil dari kata sibt artinya berturut-turut (bertumpuk-tumpuk), maka mereka merupakan sebuah jamaah yang besar.
Menurut pendapat yang lain, bentuk asalnya adalah sabat yang artinya pohon. Karena jumlah mereka yang banyak, maka keadaan mereka diserupakan dengan pohon (yang banyak cabangnya); bentuk tunggalnya adalah sabatah.
Az-Zujaj mengatakan, pengertian tersebut dijelaskan oleh sebuah asar yang diceritakan kepada kami oleh Muhammad ibnu Ja'far Al-Anbari, telah menceritakan kepada kami Abu Najid Ad-Daqqaq, telah menceritakan kepada kami Al-Aswad ibnu Amir, telah menceritakan kepada kami Israil, dari Sammak, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa seluruh nabi dari kalangan Bani Israil kecuali sepuluh orang nabi, yaitu Idris, Nuh, Hud, Saleh, Syu'aib, Ibrahim, Ishaq, Ya'qub, Ismail, dan Muhammad; semoga salawat dan salam Allah terlimpahkan kepada mereka semua.
Al-Qurtubi mengatakan, as-sibt artinya jamaah dan kabilah yang berasal dari satu keturunan.
Qatadah mengatakan, Allah memerintahkan kaum mukmin untuk beriman kepada-Nya dan membenarkan kitab-kitab-Nya serta seluruh rasul-Nya.
Sulaiman ibnu Habib mengatakan, sesungguhnya kita hanya di-perintahkan beriman kepada kitab Taurat dan kitab Injil, tetapi tidak diperintahkan untuk mengamalkan apa yang ada di dalamnya.
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ مُصْعب الصُّورِيُّ، حَدَّثَنَا مُؤَمَّل، حَدَّثَنَا عبيد الله بْنُ أَبِي حُمَيْدٍ، عَنْ أَبِي الْمَلِيحِ، عَنْ مَعْقل بْنِ يَسَارٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "آمِنُوا بِالتَّوْرَاةِ وَالزَّبُورِ وَالْإِنْجِيلِ وليسَعْكمُ الْقُرْآنُ"
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Muhammad ibnu Mus'ab As-Suwari, telah menceritakan kepada kami Muammal, telah menceritakan kepada kami Ubaidillah ibnu Abu Humaid, dari Abul Malih, dari Ma'qal ibnu Yasar yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Imanlah kepada Taurat, Zabur, dan Injil; dan amalkanlah Al-Qur'an oleh kalian.

{فَإِنْ آمَنُوا بِمِثْلِ مَا آمَنْتُمْ بِهِ فَقَدِ اهْتَدَوْا وَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّمَا هُمْ فِي شِقَاقٍ فَسَيَكْفِيكَهُمُ اللَّهُ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ (137) صِبْغَةَ اللَّهِ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ صِبْغَةً وَنَحْنُ لَهُ عَابِدُونَ (138) }
Maka jika mereka beriman kepada apa yang kalian telah beriman kepadanya, sungguh mereka telah mendapat petunjuk; dan jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan (dengan kamu). Maka Allah akan memelihara kamu dari mereka. Dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Sibgah Allah. Dan siapakah yang lebih baik sibgahnya daripada Allah? Dan hanya kepada-Nya-lah kami menyembah.
Allah Swt. berfirman, "Maka jika mereka beriman," yakni orang-orang kafir dan ahli kitab serta lain-lainnya mau beriman, "kepada apa yang kalian telah beriman kepadanya," hai orang-orang mukmin, yakni mereka beriman kepada semua kitab dan rasul Allah, serta tidak membedakan seorang pun di antara mereka, "sungguh mereka telah mendapat petunjuk," yakni mereka telah menempuh jalan yang hak dan mendapat bimbingan ke arahnya.
Allah Swt. berfirman, "Dan jika mereka berpaling," yakni dari jalan yang benar dan menempuh jalan yang batil, sesudahnya hujah mematahkan alasan mereka, "sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan (dengan kamu), maka Allah akan memelihara kamu dari mereka," yakni Allah akan menolongmu dalam menghadapi mereka dan Dia akan memberikan kemenangan kepada kalian atas mereka, "Dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui."
Ibnu Abu Hatim mengatakan bahwa Yunus ibnu Abdul A’la telah membacakan kepada kami, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepada kami Ziad ibnu Yunus, telah menceritakan kepada kami Nafi' ibnu Abu Na' im yang menceritakan bahwa mushaf Usman ibnu Affan dikirimkan kepada sebagian khulafa untuk dikoreksi. Ziad melanjutkan kisahnya, "Maka aku bertanya kepadanya (Nafi' ibnu Abu Na'im), 'Sesungguhnya orang-orang mengatakan bahwa mushaf (kopi asli Usman ibnu Affan) berada di atas pangkuannya ketika ia dibunuh, lalu darahnya menetesi mushaf yang ada tulisan firman-Nya: Maka Allah akan memelihara kamu dari mereka. Dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Al-Baqarah: 137)
Nafi' mengatakan, "Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri darah itu ada yang menetes pada ayat ini, tetapi agak pudar karena berlalunya masa."
Firman Allah Swt., "Sibgah Allah." Menurut Ad-Dahhak, dari Ibnu Abbas, yang dimaksud dengan sibgah ialah agama Allah. Hal yang semakna telah diriwayatkan pula dari Mujahid, Abul Aliyah, Ikrimah, Ibrahim, Al-Hasan, Qatadah, Ad-Dahhak, Abdullah ibnu Kasir, Atiyyah Al-Aufi, Ar-Rabi' ibnu Anas, dan As-Saddi.
Lafaz sibgah dibaca nasab, yakni sibgatallahi, adakalanya karena sebagai igra' (anjuran), seperti pengertian yang terkandung di dalam firman lainnya, yaitu:
{فِطْرَتَ اللَّهِ}
(tetaplah atas) fitrah Allah. (Ar-Rum: 30)
Dengan demikian, berarti makna sibgatallahi ialah tetaplah kalian pada sibgah (agama) Allah itu.
Ulama yang lain mengatakan bahwa lafaz sibgah dibaca nasab karena berkedudukan sebagai badal dari firman-Nya: (kami mengikuti) agama Ibrahim. (Al-Baqarah: 135)
Menurut Imam Sibawaih, lafaz sibgah dibaca nasab karena menjadi masdar mu'akkid dari fi'il yang terkandung di dalam firman-Nya: Kami beriman kepada Allah. (Al-Baqarah: 136); Perihalnya sama dengan firman-Nya: Allah telah membuat suatu janji. (An-Nisa: 122)
Telah disebutkan di dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim dan Ibnu Murdawaih melalui riwayat Asy'as ibnu Ishaq, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas, bahwa Nabi Saw. pernah bersabda:
"إِنَّ بَنِي إِسْرَائِيلَ قَالُوا: يَا مُوسَى، هَلْ يَصْبُغ رَبُّكَ؟ فَقَالَ: اتَّقُوا اللَّهَ. فَنَادَاهُ رَبُّهُ: يَا مُوسَى، سَأَلُوكَ هَلْ يَصْبُغ رَبُّكَ؟ فَقُلْ: نَعَمْ، أَنَا أصبُغ الْأَلْوَانَ: الْأَحْمَرَ وَالْأَبْيَضَ وَالْأَسْوَدَ، وَالْأَلْوَانُ كُلُّهَا مِنْ صَبْغي"
Sesungguhnya orang-orang Bani Israil pernah bertanya, "Wahai utusan Allah, apakah Tuhanmu melakukan celupan?" Musa a.s. menjawab, "Jangan kalian sembarangan, bertakwalah kepada Allah! Maka Tuhannya menyerunya, "Hai Musa, apakah mereka menanyakan kepadamu bahwa benarkah Tuhanmu melakukan celupan? Katakanlah, Benar, Aku mencelup berbagai warna, ada yang merah, ada yang putih, dan ada yang hitam, semuanya adalah hasil celupan-Ku." Allah Swt menurunkan kepada Nabi-Nya ayat berikut, yaitu firman-Nya: Sibgah Allah. Dan siapakah yang lebih baik sibgah-nya daripada Allah! (Al-Baqarah: 138)
Demikianlah menurut apa yang disebutkan di dalam riwayat Ibnu Murdawaih secara marfu’, sedangkan sanad ini menurut riwayat Ibnu Abu Hatim berpredikat mauquf, tetapi sanad Ibnu Abu Hatim lebih dekat kepada predikat marfu' jika sanadnya sahih.
{قُلْ أَتُحَاجُّونَنَا فِي اللَّهِ وَهُوَ رَبُّنَا وَرَبُّكُمْ وَلَنَا أَعْمَالُنَا وَلَكُمْ أَعْمَالُكُمْ وَنَحْنُ لَهُ مُخْلِصُونَ (139) أَمْ تَقُولُونَ إِنَّ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ وَالأسْبَاطَ كَانُوا هُودًا أَوْ نَصَارَى قُلْ أَأَنْتُمْ أَعْلَمُ أَمِ اللَّهُ وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ كَتَمَ شَهَادَةً عِنْدَهُ مِنَ اللَّهِ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ (140) تِلْكَ أُمَّةٌ قَدْ خَلَتْ لَهَا مَا كَسَبَتْ وَلَكُمْ مَا كَسَبْتُمْ وَلا تُسْأَلُونَ عَمَّا كَانُوا يَعْمَلُونَ (141) }
Katakanlah, "Apakah kalian memperdebatkan dengan kami tentang Allah, padahal Dia adalah Tuhan kami dan Tuhan kalian; bagi kami amalan kami, dan bagi kalian amalan kalian, dan hanya kepada-Nya kami mengikhlaskan hati; ataukah kalian (hai orang-orang Yahudi dan Nasrani) mengatakan bahwa Ibrahim, Ismail, Ishaq, Ya'qub, dan anak cucunya adalah penganut agama Yahudi atau Nasrani? Katakanlah, ''''Apakah kalian yang lebih mengetahui ataukah Allah, dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang menyembunyikan syahadah dari Allah yang ada padanya?" Dan Allah sekali-kali tiada lengah dari apa yang kalian kerjakan. Itu adalah umat yang telah lalu; baginya apa yang diusahakannya, dan bagi kalian apa yang kalian usahakan; dan kalian tidak akan diminta pertanggungjawaban tentang apa yang telah mereka kerjakan.
Melalui ayat ini Allah Swt. memberikan petunjuk kepada Nabi-Nya bagaimana cara menangkis hujah orang-orang musyrik. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{قُلْ أَتُحَاجُّونَنَا فِي اللَّهِ}
Katakanlah, "Apakah kalian memperdebatkan dengan kami tentang Allah!" (Al-Baqarah: 139)
Maksudnya, apakah kalian memperdebatkan dengan kami tentang mengesakan Allah, ikhlas kepada-Nya, taat dan mengikuti semua perintah-Nya serta meninggalkan larangan-larangan-Nya?
{وَهُوَ رَبُّنَا وَرَبُّكُمْ}
padahal Dia adalah Tuhan kami dan Tuhan kalian. (Al-Baqarah: 139)
Yakni Dialah yang mengatur kami dan juga kalian, Dia pula yang berhak di sembah secara ikhlas sebagai Tuhan yang tiada sekutu bagi-Nya.
{وَلَنَا أَعْمَالُنَا وَلَكُمْ أَعْمَالُكُمْ}
Bagi kami amalan kami dan bagi kalian amalan kalian. (Al-Baqarah: 139)
Dengan kata lain, kami berlepas diri dari kalian dan apa yang kalian sembah, dan kalian berlepas diri dari kami. Makna ayat ini sama dengan apa yang terdapat di dalam ayat lain, yaitu firman-Nya:
{وَإِنْ كَذَّبُوكَ فَقُلْ لِي عَمَلِي وَلَكُمْ عَمَلُكُمْ أَنْتُمْ بَرِيئُونَ مِمَّا أَعْمَلُ وَأَنَا بَرِيءٌ مِمَّا تَعْمَلُونَ}
Jika mereka mendustakan kamu, maka katakanlah, "Bagiku pekerjaanku, dan bagi kalian pekerjaan kalian. Kalian berlepas diri terhadap apa yang aku kerjakan, dan aku pun berlepas diri terhadap apa yang kalian kerjakan." (Yunus: 41)
{فَإِنْ حَاجُّوكَ فَقُلْ أَسْلَمْتُ وَجْهِيَ لِلَّهِ وَمَنِ اتَّبَعَنِ}
Kemudian jika mereka mendebat kamu, maka katakanlah, "Aku menyerahkan diriku kepada Allah dan (demikian pula) orang-orang yang mengikutiku." (Ali Imran: 20), hingga akhir ayat.
Allah Swt. menceritakan apa yang dialami oleh Nabi Ibrahim a.s. melalui firman-Nya:
{وَحَاجَّهُ قَوْمُهُ قَالَ أَتُحَاجُّونِّي فِي اللَّهِ}
Dan dia dibantah oleh kaumnya. Dia berkata, "Apakah kalian hendak membantahku tentang Allah! (Al-An'am: 80), hingga akhir ayat.
Allah Swt. telah berfirman pula:         
{أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِي حَاجَّ إِبْرَاهِيمَ فِي رَبِّهِ}
Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya (Allah). (Al-Baqarah: 258), hingga akhir ayat.
**************
Di dalam ayat berikut ini Allah Swt berfirman:
{ [وَلَنَا أَعْمَالُنَا وَلَكُمْ أَعْمَالُكُمْ] وَنَحْنُ لَهُ مُخْلِصُونَ}
Bagi kami amalan kami, dan bagi kalian amalan kalian, dan hanya kepada-Nya kami mengikhlaskan hati. (Al-Baqarah: 139)
Yakni ikhlas dalam ibadah dan menghadap kepada-Nya.
Kemudian Allah Swt. membantah dakwaan mereka yang mengakui bahwa Nabi Ibrahim dan nabi-nabi serta asbat yang disebutkan sesudahnya berada dalam agama mereka, yakni adakalanya agama Yahudi atau agama Nasrani. Karena itulah disebutkan di dalam firman selanjutnya:
{قُلْ أَأَنْتُمْ أَعْلَمُ أَمِ اللَّهُ}
Katakanlah, "Apakah kalian yang lebih mengetahui ataukah Allah! (Al-Baqarah: 140)
Dengan kata lain, bahkan Allahlah yang lebih mengetahui. Sesungguhnya Allah Swt. telah memberitahukan bahwa mereka bukanlah Yahudi, bukan pula Nasrani. Seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
{مَا كَانَ إِبْرَاهِيمُ يَهُودِيًّا وَلا نَصْرَانِيًّا وَلَكِنْ كَانَ حَنِيفًا مُسْلِمًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ}
Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, tetapi dia adalah seorang yang lurus lagi menyerahkan diri (kepada Allah) dan sekali-kali bukanlah dia dari golongan orang-orang musyrik. (Ali Imran: 67), dan ayat yang sesudahnya.
****************
Firman Allah Swt.:
{وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ كَتَمَ شَهَادَةً عِنْدَهُ مِنَ اللَّهِ}
Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang menyembunyikan syahadah dari Allah yang ada padanya. (Al-Baqarah: 140)
Al-Hasan Al-Basri mengatakan bahwa mereka (orang-orang ahli kitab) selalu membaca Kitabullah yang diturunkan kepada mereka, bahwa sesungguhnya agama yang diakui oleh Allah adalah agama Islam, dan sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah; dan Ibrahim, Ismail, Ishaq dan Ya'qub serta asbat, mereka semua berlepas diri dari Yahudi dan Nasrani. Lalu mereka mempersaksikan hal tersebut kepada Allah dan mengakuinya kepada Allah atas diri mereka sendiri, tetapi mereka menyembunyikan kesaksian Allah yang ada pada mereka menyangkut masalah ini.
***************
Firman Allah Swt:
{وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ}
Dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang kalian kerjakan. (Al-Baqarah: 140)
Hal ini merupakan peringatan dan ancaman keras, yakni ilmu Allah meliputi semua amal perbuatan kalian dan kelak Dia akan membalas-kannya terhadap kalian.
************
Firman Allah Swt.:
{تِلْكَ أُمَّةٌ قَدْ خَلَتْ لَهَا مَا كَسَبَتْ وَلَكُمْ مَا كَسَبْتُمْ وَلا تُسْأَلُونَ عَمَّا كَانُوا يَعْمَلُونَ}
Itu adalah umat yang telah lalu; baginya apa yang diusahakannya, dan bagi kalian apa yang kalian usahakan; dan kalian tidak akan diminta pertanggungjawaban tentang apa yang telah mereka kerjakan. (Al-Baqarah: 141)
Khalat, telah lalu.
Laha ma kasabat, walakum ma kasabtum, bagi mereka amal mereka dan bagi kalian amal kalian.
Wata tus-aluna 'amma kanu ya' maluna, tiada gunanya bagi kalian (ahli kitab) nasab kalian yang berkaitan dengan mereka bila kalian tidak mengikuti jejak mereka. Janganlah kalian teperdaya (terlena) hanya karena kalian mempunyai kaitan nasab dengan mereka, sebelum kalian mengikuti jejak mereka dalam menaati perintah-perintah Allah dan mengikuti rasul-rasul yang diutus sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan. Karena sesungguhnya orang yang ingkar kepada seorang nabi berarti ia ingkar terhadap seluruh rasul. Terlebih lagi jika ingkar kepada penghulu para nabi dan penutup para rasul, yaitu utusan Tuhan semesta alam kepada semua makhluk manusia dan jin dari kalangan kaum mukallaf. Semoga salawat Allah dan salam-Nya terlimpah kepadanya, juga kepada semua Nabi Allah.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar