Translate

Senin, 03 Oktober 2016

Ali Imran, ayat 1-17

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
{الم (1) اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ (2) نزلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ وَأَنزلَ التَّوْرَاةَ وَالإنْجِيلَ (3) مِنْ قَبْلُ هُدًى لِلنَّاسِ وَأَنزلَ الْفُرْقَانَ إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا بِآيَاتِ اللَّهِ لَهُمْ عَذَابٌ شَدِيدٌ وَاللَّهُ عَزِيزٌ ذُو انْتِقَامٍ (4) }
Alif Lam Mim. Allah, tida kada Tuhan melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi senantiasa berdiri sendiri. Dia menurunkan Al-Kitab (Al-Qur'an) kepadamu dengan sebenarnya; membenarkan kitab yang telah diturunkan sebelumnya dan menurunkan Taurat serta Injil sebelum (Al-Qur'an), menjadi petunjuk bagi manusia, dan Dia menurunkan Al-Furqan. Sesungguhnya orang-orang yang kafir terhadap ayat-ayat Allah akan memperoleh siksa yang berat; dan Allah Mahaperkasa lagi mempunyai balasan (siksa).
Kami menyebutkan sebuah hadis yang menerangkan bahwa asma Allah yang teragung ada di dalam kedua ayat berikut, yaitu firman-Nya: Allah, tidak ada Tuhan melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus-menerus mengurus (makhluk-Nya). (Al-Baqarah: 255), Dan firman-Nya: Alif Lam Mim. Allah, tidak ada Tuhan melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi senantiasa berdiri sendiri. (Ali Imran: 1-2) Yaitu dalam tafsir ayat Kursi.
Dalam pembahasan yang lalu —yaitu dalam permulaan surat Al-Baqarah— telah disebutkan tafsir Alif Lam Mim. Jadi, hal ini tidak perlu diulangi. Dalam tafsir ayat Kursi telah kami sebutkan pula pembahasan mengenai firman-Nya: Allah, tidak ada Tuhan melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus-menerus mengurus (makhluk-Nya). (Al-Baqarah: 255)
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
نَزَّلَ عَلَيْكَ الْكِتابَ بِالْحَقِّ
Dia menurunkan Al-Kitab (Al-Qur'an) kepadamu dengan sebenarnya. (Ali Imran: 3)
Maksudnya, Dialah yang menurunkan Al-Qur'an kepadamu, hai Muhammad, dengan sebenarnya. Yakni tidak ada kebimbangan dan tidak ada keraguan padanya, melainkan ia benar-benar diturunkan dari sisi Allah. Dia menurunkannya dengan sepengetahuan-Nya, sedangkan para malaikat menyaksikannya; dan cukuplah Allah sebagai saksi.
*******************
Firman Allah Swt.:
مُصَدِّقاً لِما بَيْنَ يَدَيْهِ
Membenarkan kitab yang telah diturunkan sebelumnya.  (Ali Imran: 3)
Yakni kitab-kitab sebelum Al-Qur'an yang diturunkan dari langit buat hamba-hamba Allah dan para nabi. Kitab-kitab tersebut membenarkan Al-Qur'an melalui apa yang diberitakannya dan apa yang disiarkan-nya sejak zaman dahulu kala. Begitu pula sebaliknya, Al-Qur'an membenarkan kitab-kitab tersebut, karena Al-Qur'an sesuai dengan apa yang diberitakan oleh kitab-kitab tersebut yang isinya antara lain membawa berita gembira yang sangat besar, yaitu janji Allah yang akan mengutus Nabi Muhammad Saw. dan menurunkan Al-Qur'an yang agung kepadanya.
*******************
Firman Allah Swt.:
وَأَنْزَلَ التَّوْراةَ
dan menurunkan Taurat. (Ali Imran: 3)
Yakni kepada Musa ibnu Imran.
وَالْإِنْجِيلَ
dan kitab Injil. (Ali Imran: 3)
Yaitu kepada Isa ibnu Maryam a.s.
مِنْ قَبْلُ
sebelumnya. (Ali Imran: 4)
Yakni sebelum Al-Qur'an.
هُدىً لِلنَّاسِ
menjadi petunjuk bagi manusia. (Ali Imran: 4)
Maksudnya, sebagai petunjuk buat mereka di zamannya masing-masing.
وَأَنْزَلَ الْفُرْقانَ
dan Dia menurunkan Al-Furqan. (Ali Imran: 4)
Yaitu yang membedakan antara hidayah dan kesesatan, antara yang hak dengan yang batil, jalan yang menyimpang dan jalan yang lurus, melalui apa yang disebutkan oleh Allah Swt. berupa hujah-hujah, keterangan-keterangan, dan dalil-dalil yang jelas serta bukti-bukti yang akurat. Allah Swt. menerangkannya, menjelaskannya, menafsirkannya, menetapkannya, dan memberi petunjuk kepadanya serta mengingatkannya.
Qatadah dan Ar-Rabi' ibnu Anas mengatakan, yang dimaksud dengan Al-Furqan dalam ayat ini ialah Al-Qur'an. Ibnu Jarir memilih pendapat yang mengatakan bahwa Al-Furqan dalam ayat ini adalah bentuk masdar dari Al-Qur'an, mengingat sebelumnya disebutkan Al-Qur'an, yaitu di dalam firman-Nya: Dia menurunkan Al-Kitab (Al-Qur'an) kepadamu dengan sebenarnya. (Ali Imran: 3), Yang dimaksud dengan Al-Kitab adalah Al-Qur'an.
Adapun mengenai apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim, dari Abu Saleh, bahwa yang dimaksud dengan Al-Furqan dalam ayat ini ialah kitab Taurat merupakan pendapat yang lemah pula, mengingat sebelumnya telah disebutkan Taurat.
*******************
Firman Allah Swt.:
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا بِآياتِ اللَّهِ
Sesungguhnya orang-orang yang kafir terhadap ayat-ayat Allah. (Ali Imran: 4)
Yakni ingkar dan ragu terhadapnya  serta menentangnya dengan kebatilan.
لَهُمْ عَذابٌ شَدِيدٌ
Bagi mereka akan memperoleh siksa yang berat. (Ali Imran: 4)
Yaitu kelak di hari kiamat.
وَاللَّهُ عَزِيزٌ
dan Allah Mahaperkasa. (Ali Imran: 4)
Yakni Zat Yang Mahaperkasa lagi Mahabesar kekuasaan-Nya.
ذُو انْتِقامٍ
lagi mempunyai balasan. (Ali Imran: 4)
Yakni terhadap orang-orang yang mendustakan ayat-ayat-Nya, menentang rasul-rasul-Nya dan nabi-nabi-Nya.

{إِنَّ اللَّهَ لَا يَخْفَى عَلَيْهِ شَيْءٌ فِي الأرْضِ وَلا فِي السَّمَاءِ (5) هُوَ الَّذِي يُصَوِّرُكُمْ فِي الأرْحَامِ كَيْفَ يَشَاءُ لَا إِلَهَ إِلا هُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ (6) }
Sesungguhnya bagi Allah tidak ada satu pun yang tersembunyi di bumi dan tidak (pula) di langit. Dialah yang membentuk kalian dalam rahim sebagaimana dikehendaki-Nya. Tak ada Tuhan melainkan Dia, Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.
Allah Swt. memberitakan bahwa Dia mengetahui semua yang gaib di langit dan di bumi, tiada sesuatu pun darinya yang tersembunyi dari pengetahuan-Nya.
هُوَ الَّذِي يُصَوِّرُكُمْ فِي الْأَرْحامِ كَيْفَ يَشاءُ
Dialah yang membentuk kalian dalam rahim sebagaimana dikehendaki-Nya. (Ali Imran: 6)
Yakni menciptakan kalian di dalam rahim menurut yang dikehendaki-Nya, apakah laki-laki atau perempuan, apakah tampan atau buruk rupanya, dan apakah celaka atau bahagia.
لَا إِلهَ إِلَّا هُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
Tidak ada Tuhan melainkan Dia, Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana. (Ali Imran: 6)
Artinya, Dialah Yang Maha Pencipta, dan Dialah semata yang berhak disembah, tidak ada sekutu bagi-Nya; dan milik-Nya-lah semua keagungan yang tak terbatas, hikmah, dan semua keputusan hukum.
Di dalam ayat ini terkandung sindiran —dan bahkan cukup jelas— bahwa Isa ibnu Maryam adalah seorang hamba lagi makhluk, seperti manusia lainnya yang diciptakan oleh Allah; karena Allah telah membentuknya di dalam rahim dan menciptakannya sebagaimana dikehendaki-Nya, maka mana mungkin ia dianggap sebagai tuhan seperti yang diduga oleh orang-orang Nasrani. Sesungguhnya dia tumbuh di dalam rahim dan berubah-ubah dari satu keadaan kepada keadaan yang lainnya, seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya:
يَخْلُقُكُمْ فِي بُطُونِ أُمَّهاتِكُمْ خَلْقاً مِنْ بَعْدِ خَلْقٍ فِي ظُلُماتٍ ثَلاثٍ
Dia menjadikan kalian dalam perut ibu kalian kejadian demi kejadian dalam tiga kegelapan. (Az-Zumar: 6)
{هُوَ الَّذِي أَنزلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ مِنْهُ آيَاتٌ مُحْكَمَاتٌ هُنَّ أُمُّ الْكِتَابِ وَأُخَرُ مُتَشَابِهَاتٌ فَأَمَّا الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ زَيْغٌ فَيَتَّبِعُونَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ ابْتِغَاءَ الْفِتْنَةِ وَابْتِغَاءَ تَأْوِيلِهِ وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيلَهُ إِلا اللَّهُ وَالرَّاسِخُونَ فِي الْعِلْمِ يَقُولُونَ آمَنَّا بِهِ كُلٌّ مِنْ عِنْدِ رَبِّنَا وَمَا يَذَّكَّرُ إِلا أُولُو الألْبَابِ (7) رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ (8) رَبَّنَا إِنَّكَ جَامِعُ النَّاسِ لِيَوْمٍ لَا رَيْبَ فِيهِ إِنَّ اللَّهَ لَا يُخْلِفُ الْمِيعَادَ (9) }
Dialah yang menurunkan Al-Kitab (Al-Qur'an) kepada kamu. Di antara isinya ada ayat-ayat yang muhkamat, itulah pokok-pokok isi Al-Qur'an; dan yang lain (ayat-ayat) mutasyabihat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti ayat-ayat yang mutasyabihat darinya untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya, padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata, "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu dari sisi Tuhan Kami." Dan tidak dapat mengambil pelajaran (darinya) melainkan orang-orang yang berakal. (Mereka berdoa), "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau memberi petunjuk kepada kami, dan karuniakanian Kepaaa Kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkaulah Maha Pemberi (karunia). Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau mengumpulkan manusia untuk (menerima pembalasan pada) hari yang tak ada keraguan padanya." Sesungguhnya Allah tidak menyalahi janji.
Allah Swt. memberitakan bahwa di dalam Al-Qur'an terdapat ayat-ayat muhkam, yang semuanya merupakan Ummul Kitab, yakni terang dan jelas pengertiannya, tiada seorang pun yang mempunyai pemahaman yang keliru tentangnya. Bagian yang lain dari kandungan Al-Qur'an adalah ayat-ayat mutasyabih (yang samar) pengertiannya bagi kebanyakan orang atau sebagian dari mereka. Barang siapa yang mengembalikan hal yang mutasyabih kepada dalil yang jelas dari Al-Qur'an, serta memutuskan dengan ayat yang muhkam atas ayat yang mutasyabih, maka sesungguhnya dia mendapat petunjuk. Barang siapa yang terbalik, yakni memutuskan yang mutasyabih atas yang muhkam, maka terbaliklah dia. Karena itulah Allah Swt. berfirman:
هُنَّ أُمُّ الْكِتابِ
itulah pokok-pokok isi Al-Qur'an. (Ali Imran: 7)
Yaitu pokok dari isi Al-Qur'an yang dijadikan aijukan di saat menjumpai yang mutasyabih.
وَأُخَرُ مُتَشابِهاتٌ
dan yang lain (ayat-ayat) mutasyabihat. (Ali Imran: 7)
Yakni ayat-ayat yang pengertiannya terkadang mirip dengan ayat-ayat yang muhkam dan terkadang mirip dengan pengertian lainnya bila ditinjau dari segi lafaz dan susunannya, tetapi tidak dari segi makna yang dimaksud. Mereka berselisih pendapat mengenai muhkam dan mutasyabih, berbagai pendapat banyak diriwayatkan dari kalangan ulama Salaf. Untuk itu, Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. bahwa ayat-ayat yang muhkam adalah ayat-ayat yang me-nasakh (merevisi), ayat-ayat yang menerangkan tentang halal dan haram, batasan-batasan dari Allah, serta semua hal yang berpengaruh dan diamalkan.
Disebutkan pula dari Ibnu Abbas bahwa ayat-ayat muhkam (antara lain) ialah firman Allah Swt.:
قُلْ تَعالَوْا أَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ أَلَّا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئاً
Katakanlah, "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kalian oleh Tuhan kalian, yaitu janganlah kalian mempersekutukan sesuatu dengan Dia (Al-An'am: 151)
Dan ayat-ayat lain yang sesudahnya, juga firman Allah Swt.:
وَقَضى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ
Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kalian jangan menyembah selain Dia. (Al-Isra: 23)
Serta ketiga ayat sesudahnya. Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya pula; dia meriwayatkannya dari Said ibnu Jubair dengan lafaz yang sama.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepadaku ayahku, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Harb, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Zaid, dari Ishaq ibnu Suwaid, bahwa Yahya ibnu Ya'mur dan Abu Fakhitah melakukan perdebatan sehubungan dengan makna ayat ini, yaitu firman-Nya: itulah pokok-pokok  isi Al-Qur'an dan yang  lain   (ayat-ayat) mutasyabihat. (Ali Imran: 7). Maka Abu Fakhitah berkata, "Yang dimaksud dengan ayat-ayat mutasyabihat ialah pembukaan tiap-tiap surat (yang terdiri atas rangkaian huruf-huruf hijaiyah)." Sedangkan menurut Yahya ibnu Ya'mur, makna yang dimaksud dengan Ummul Kitab ialah yang menyangkut fardu-fardu, perintah, dan larangan, serta halal dan haram.
Ibnu Luhai'ah meriwayatkan dari Ata ibnu Dinar, dari Sa'id ibnu Jubair sehubungan dengan firman-Nya: itulah pokok-pokok isi Al-Qur'an. (Ali Imran: 7), Dinamakan Ummul Kitab karena ayat-ayat tersebut tertulis di dalam semua kitab.
Muqatil ibnu Hayyan mengatakan bahwa dikatakan demikian karena tiada seorang pemeluk agama pun melainkan ia rida dengannya. Menurut pendapat yang lain sehubungan dengan ayat-ayat mutasyabihat, yang dimaksud adalah ayat yang di-mansukh, hal yang didahulukan dan hal yang diakhirkan, semua misal (perumpamaan) yang terdapat di dalam Al-Qur'an, semua qasam (sumpah) dan hal-hal yang hanya diimani tetapi tidak diamalkan. Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ali ibnu Abu Talhah dari Ibnu Abbas.
Menurut pendapat yang lain, ayat-ayat mutasyabihat ialah huaif-huruf hijaiyah yang ada pada permulaan tiap-tiap surat. Demikian menurut Muqatil ibnu Hayyan.
Telah diriwayatkan dari Mujahid, bahwa ayat-ayat mutasyabihat sebagian darinya membenarkan sebagian yang lain. Hal ini hanyalah menyangkut tafsir firman-Nya:
كِتاباً مُتَشابِهاً مَثانِيَ
yaitu sebuah kitab (Al-Qur'an) yang serupa lagi berulang-ulang. (Az-Zumar: 23)
Dalam tafsir ayat ini mereka menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan mutasyabih ialah suatu kalam yang berada dalam konteks yang sama; sedangkan yang dimaksud dengan masani ialah kalam yang menggambarkan dua hal yang berlawanan, seperti gambaran surga dan gambaran neraka, dan keadaan orang-orang yang bertakwa dengan keadaan orang-orang yang durhaka, begitulah seterusnya.
Yang dimaksud dengan istilah mutasyabih dalam ayat ini (Ali Imran: 7) ialah lawan kata dari muhkam. Pendapat yang paling baik sehubungan dengan masalah ini ialah apa yang telah kami sebut di atas, yaitu yang dinaskan oleh Muhammad ibnu Ishaq ibnu Yasar ketika ia mengatakan sehubungan dengan tafsir firman-Nya: Di antara (isi)nya ada ayat-ayat muhkamat. (Ali Imran: 7)
Ayat-ayat yang muhkam merupakan hujah Tuhan, dan pemeliharaan bagi hamba-hamba Allah, serta untuk mematahkan hujah lawan yang batil. Ayat-ayat ini tidak dapat dibelokkan pengertiannya dan tidak dapat ditakwilkan dengan pengertian yang menyimpang dari apa adanya.
Muhammad ibnu Ishaq ibnu Yasar mengatakan bahwa mutasyabihat dalam hal kebenarannya tidak memerlukan adanya pengertian lain dan takwil yang terkandung di balik makna lahiriahnya; Allah menguji hamba-hamba-Nya dengan ayat-ayat mutasyabihat ini, sebagaimana Dia menguji mereka dengan masalah halal dan haram. Pada garis besarnya ayat-ayat mutasyabihat tidak boleh dibelokkan kepada pengertian yang batil dan tidak boleh diselewengkan dari perkara yang hak.
Karena itulah Allah Swt. berfirman:
فَأَمَّا الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ زَيْغٌ
Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan. (Ali Imran: 7)
Yakni kesesatan dan menyimpang dari perkara yang hak, menyukai perkara yang batil.
فَيَتَّبِعُونَ مَا تَشابَهَ مِنْهُ
Maka mereka mengikuti ayat yang mutasyabihat darinya. (Ali Imran: 7)
Yaitu sesungguhnya mereka hanya mau mengambil yang mutasyabihnya saja, karena dengan yang mutasyabih itu memungkinkan bagi mereka untuk membelokkannya sesuai dengan tujuan-tujuan mereka yang rusak, lalu mereka mengartikannya dengan pengertian tersebut, mengingat lafaznya mirip dengan pengertian mereka yang menyimpang. Terhadap yang muhkam, maka tidak ada jalan bagi mereka untuk melakukan penyimpangan-penyimpangan padanya, karena yang muhkam merupakan hujah yang mematahkan alasan mereka dan dapat membungkam mereka.
Karena itulah Allah Swt. berfirman:
ابْتِغاءَ الْفِتْنَةِ
untuk menimbulkan fitnah. (Ali Imran: 7)
Yaitu untuk menyesatkan para pengikut mereka dengan cara memakai Al-Qur'an sebagai hujah mereka untuk mengelabui para pengikutnya terhadap bid'ah yang mereka lakukan. Padahal kenyataannya hal tersebut merupakan hujah yang menghantam mereka dan sama sekali bukan hujah yang mereka peralat. Perihalnya sama dengan masalah seandainya orang-orang Nasrani mengemukakan hujahnya 'Al-Qur'an telah menyebutkan bahwa Isa adalah roh (ciptaan) Allah dan kalimat (perintah)-Nya yang Dia sampaikan kepada Maryam dan roh dari Allah', tetapi mereka mengesampingkan firman-Nya yang mengatakan:
إِنْ هُوَ إِلَّا عَبْدٌ أَنْعَمْنا عَلَيْهِ
Isa tidak lain hanyalah seorang hamba yang Kami berikan kepadanya nikmat (kenabian). (Az-Zukhruf: 59)
إِنَّ مَثَلَ عِيسى عِنْدَ اللَّهِ كَمَثَلِ آدَمَ خَلَقَهُ مِنْ تُرابٍ ثُمَّ قالَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ
Sesungguhnya misal (penciptaan) isa di sisi Allah adalah seperti (penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah berfirman kepadanya, "Jadilah" (seorang manusia), maka jadilah dia. (Ali Imran: 59)
Dan ayat-ayat lainnya yang muhkam lagi jelas menunjukkan bahwa Isa adalah salah seorang dari makhluk Allah, dan merupakan seorang hamba serta seorang rasul di antara rasul-rasul Allah.
*******************
Firman Allah Swt.:
وَابْتِغاءَ تَأْوِيلِهِ
dan untuk mencari-cari takwilnya. (Ali Imran: 7)
Yakni penyimpangannya menurut apa yang mereka kehendaki. Muqatil ibnu Hayyan dan As-Saddi mengatakan bahwa mereka ingin mencari tahu apa yang bakal terjadi dan bagaimana akibat dari ber-bagai hal melalui Al-Qur'an.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ، حَدَّثَنَا أَيُّوبُ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي مُلَيْكَة، عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: قَرَأَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: {هُوَ الَّذِي أَنزلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ مِنْهُ آيَاتٌ مُحْكَمَاتٌ هُنَّ أُمُّ الْكِتَابِ وَأُخَرُ مُتَشَابِهَاتٌ [فَأَمَّاالَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ زَيْغٌ] } إِلَى قَوْلِهِ: {أُولُو الألْبَابِ} فَقَالَ: "فَإِذَا رَأَيْتُمُ الَّذِينَ يُجَادِلُون فِيهِ فَهُمُ الَّذِينَ عَنَى اللهُ فَاحْذَرُوهُمْ.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ismail, telah menceritakan kepada kami Ya'qub, dari Abdullah ibnu Abu Mulaikah, dari Siti Aisyah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. membacakan firman-Nya: Dialah yang menurunkan Al-Kitab (Al-Qur'an) kepada kamu. Di antara (isi)nya ada ayat-ayat muhkamat, itulah pokok-pokok isi Al-Qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyabihat. (Ali Imran: 7) sampai dengan firman-Nya: orang-orang yang berakal. (Ali Imran: 7) Lalu beliau Saw. bersabda: Apabila kalian melihat orang-orang yang berbantah-bantahan mengenainya (mutasyabih), maka merekalah orang-orang yang dimaksudkan oleh Allah. Karena itu, hati-hatilah kalian terhadap mereka.
Demikianlah bunyi hadis ini menurut apa yang terdapat di dalam Musnad Imam Ahmad melalui riwayat Ibnu Abu Mulaikah, dari Siti Aisyah r.a. tanpa ada seorang perawi pun di antara keduanya (antara Ibnu Abu Mulaikah dengan Siti Aisyah).
Hal yang sama diriwayatkan oleh Ibnu Majah melalui jalur Ismail ibnu Ulayyah dan Abdul Wahhab As-Saqafi, keduanya dari Ayyub dengan lafaz yang sama. Muhammad ibnu Yahya Al-Abdi meriwayatkan pula di dalam kitab musnadnya melalui Abdul Wahhab As-Saqafi dengan lafaz yang sama. Hal yang sama diriwayatkan pula oleh Abdur Razzaq, dari Ma'mar, dari Ayyub. Hal yang sama diriwayatkan pula oleh bukan hanya seorang, dari Ayyub. Ibnu Hibban meriwayatkan pula di dalam kitab sahihnya melalui hadis Ayyub dengan lafaz yang sama.
Abu Bakar ibnul Munzir meriwayatkannya di dalam kitab tafsirnya melalui dua jalur, yaitu dari Abun Nu'man, Muhammad ibnul Fadl As-Sudusi yang laqab-nya (julukannya) adalah Arim, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Zaid, telah menceritakan kepada kami Ayyub, dari Ibnu Abu Mulaikah, dari Siti Aisyah dengan lafaz yang sama. Ayyub (yaitu Abu Amir Al-Kharraz) dan lain-lainnya mengikutinya, dari Ibnu Abu Mulaikah; lalu Imam Turmuzi meriwayatkannya dari Bandar, dari Abu Daud At-Tayalisi, dari Abu Amir Al-Kharraz, kemudian ia menuturkan hadis ini.
Sa'id ibnu Mansur meriwayatkannya pula di dalam kitab sunnah-nya, dari Hammad ibnu Yahya, dari Abdullah ibnu Abu Mulaikah, dari Aisyah. Ibnu Jarir meriwayatkannya pula melalui hadis Rauh ibnul Qasim dan Nafi' ibnu Umar Al-Jumahi; keduanya dari Ibnu Abu Mulaikah, dari Aisyah.
Nafi' mengatakan dalam riwayatnya dari Ibnu Abu Mulaikah, bahwa Siti Aisyah pernah menceritakan kepadaku, lalu ia (Ibnu Abu Mulaikah) menuturkan hadis ini.
Imam Bukhari meriwayatkan pula hadis ini dalam tafsir ayat ini, sedangkan Imam Muslim meriwayatkannya di dalam Kitabul Qadar dari kitab sahihnya, dan Abu Daud di dalam kitab sunnahnya; ketiganya meriwayatkan hadis ini dari Al-Aqnabi, dari Yazid ibnu Ibrahim At-Tusturi dari Ibnu Abu Mulaikah dari Al-Qasim ibnu Muhammad dari Siti Aisyah r.a. yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. membaca ayat berikut, yaitu firman-Nya: Dialah yang menurunkan Al-Kitab (Al-Qur'an) kepada kamu. Di antara (isi)nya ada ayat-ayat yang muhkamat. (Ali Imran: 7), sampai dengan firman-Nya: Dan tidak dapat mengambil pelajaran (darinya) melainkan orang-orang yang berakal. (Ali Imran: 7)
Siti Aisyah r.a. melanjutkan kisahnya, bahwa setelah itu Rasulullah Saw. bersabda:
«فَإِذَا رَأَيْتَ الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ فَأُولَئِكَ الَّذِينَ سَمَّى اللَّهُ فَاحْذَرُوهُمْ»
Apabila kalian melihat orang-orang yang mengikuti hal-hal yang mutasyabih darinya, maka mereka itulah orang-orang yang disebutkan oleh Allah; maka hati-hatilah kalian terhadap mereka.
Demikianlah menurut lafaz Imam Bukhari.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Turmuzi melalui Bandar, dari Abu Daud At-Tayalisi, dari Yazid ibnu Ibrahim dengan lafaz yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan sahih. Imam Turmuzi menuturkan bahwa Yazid ibnu Ibrahim At-Tusturi sendirilah yang menyebut Al-Qasim dalam sanad ini, sedangkan menurut yang lainnya yang bukan hanya seorang meriwayatkannya dari Ibnu Abu Mulaikah langsung dari Siti Aisyah, tanpa menyebut Al-Qasim. Demikian komentar Imam Turmuzi.
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abul Walid At-Tayalisi, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Ibrahim At-Tusturi dan Hammad ibnu Abu Mulaikah, dari Al-Qasim ibnu Muhammad, dari Siti Aisyah r.a. yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah ditanya mengenai makna firman-Nya: Adapun orang-orang yang di dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti ayat-ayat yang mutasyabihat darinya. (Ali Imran: 7)
Maka Rasulullah Saw. menjawab melalui sabdanya:
«إِذَا رَأَيْتُمُ الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ، فَأُولَئِكَ الَّذِينَ سَمَّى اللَّهُ فَاحْذَرُوهُمْ»
Apabila kalian melihat orang-orang yang mengikuti hal-hal yang mutasyabih dari Al-Qur'an, maka mereka itulah orang-orang yang disebutkan oleh Allah (dalam ayat ini); maka hati-hatilah (waspadalah) kalian terhadap mereka.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Sahl, telah menceritakan kepada kami Al-Walid ibnu Muslim, dari Hammad ibnu Salamah, dari Abdur Rahman ibnul Qasim, dari ayah-nya, dari Siti Aisyah r.a. yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah ditanya mengenai ayat ini, yaitu firman-Nya: maka mereka mengikuti ayat-ayat yang mutasyabihat darinya untuk menimbulkan fitnah. (Ali Imran: 7)
Kemudian beliau Saw. bersabda:
«قَدْ حَذَّرَكُمُ اللَّهُ فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمْ فَاعْرِفُوهُمْ»
Allah telah memperingatkan kalian. Maka apabila kalian melihat mereka, waspadalah kalian terhadap mereka.
Hadis ini diriwayatkan pula oleh Ibnu Murdawaih melalui jalur yang lain, dari Al-Qasim, dari Siti Aisyah dengan lafaz yang sama.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَبُو كَامِلٍ، حَدَّثَنَا حَمَّادٌ، عَنْ أَبِي غَالِبٍ قَالَ: سَمِعْتُ أَبَا أُمَامَةَ يُحَدِّثُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ في قوله: {فَأَمَّاالَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ زَيْغٌ فَيَتَّبِعُونَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ} قَالَ: "هُمُ الْخَوَارِجُ"، وَفِي قَوْلِهِ: {يَوْمَ تَبْيَضُّ وُجُوهٌ وَتَسْوَدُّ وُجُوهٌ} . [آلِ عِمْرَانَ: 106] قَالَ: "هُمُ الْخَوَارِجُ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kamil, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Abu Galib yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Abu Umamah menceritakan hadis berikut dari Nabi Saw. sehubungan dengan firman-Nya: Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti ayat-ayat yang mutasyabihat darinya. (Ali Imran: 7) bahwa mereka adalah golongan Khawarij. Juga firman-Nya: Pada hari yang di waktu itu ada muka yang menjadi putih berseri, dan ada pula muka yang menjadi hitam muram. (Ali Imran: 106). Mereka (yang mukanya menjadi hitam muram) adalah golongan Khawarij.
Ibnu Murdawaih meriwayatkannya pula melalui jalur yang lain, dari Abu Galib, dari Abu Umamah, lalu ia menuturkan hadis ini.
Minimal hadis ini berpredikat mauquf karena dikategorikan sebagai perkataan seorang sahabat, tetapi makna yang dikandungnya sahih (benar).
Karena sesungguhnya mula-mula bid'ah yang terjadi dalam permulaan masa Islam ialah fitnah Khawarij. Pada mulanya mereka muncul disebabkan masalah duniawi, yaitu ketika Nabi Saw. membagi-bagi hasil ganimah Perang Hunain. Dalam akal mereka yang tidak sehat seakan-akan mereka melihat bahwa Nabi Saw. tidak berlaku adil dalam pembagian ganimah. Lalu mereka mengejutkan Nabi Saw. dengan suatu ucapan yang tidak pantas. Maka seseorang dari mereka (Khawarij) yang dikenal dengan julukan "Zul Khuwaisirah" (si pinggang kecil, semoga Allah merobek pinggangnya) berkata, "Berlaku adillah engkau, karena sesungguhnya engkau tidak adil." Lalu Rasulullah Saw. menjawab:
«لَقَدْ خِبْتُ وَخَسِرْتُ إِنْ لَمْ أَكُنْ أَعْدِلُ، أَيَأْمَنُنِي عَلَى أَهْلِ الْأَرْضِ وَلَا تَأْمَنُونِي»
Sesungguhnya kecewa dan merugilah aku jika aku tidak adil. Allah mempercayakan aku untuk penduduk bumi, maka mengapa engkau tidak percaya kepadaku?
Ketika lelaki itu pergi, Umar ibnul Khattab —menurut riwayat yang lain Khalid ibnul Walid— meminta izin kepada Nabi Saw. untuk membunuh lelaki yang mengatakan demikian itu. Tetapi Nabi Saw. bersabda:
"دَعْهُ فَإِنَّهُ يَخْرُجُ مِنْ ضِئْضِئ هَذَا-أَيْ: مِنْ جِنْسِهِ -قَوْمٌ يَحْقِرُ أَحَدُكُمْ صَلَاتَهُ مَعَ صَلَاتِهِمْ، وَصِيَامَهِ مَعَ صِيَامِهِمْ، وَقِرَاءَتَهُ مَعَ قِرَاءَتِهِمْ، يَمْرُقُونَ مِنَ الدِّينِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنَ الرّمِيَّة، فَأَيْنَمَا لَقِيتُمُوهُمْ فَاقْتُلُوهُمْ، فَإِنَّ فِي قَتْلِهِمْ أجْرًا لِمَنْ قَتَلَهُمْ.
Biarkanlah dia, sesungguhnya kelak akan muncul dari golongan lelaki ini suatu kaum yang seseorang di antara kalian memandang kecil salatnya bila dibandingkan dengan salat mereka, dan bacaannya dengan bacaan mereka. Mereka menembus agama sebagaimana anak panah menembus sasarannya. Maka dimana pun kalian jumpai mereka, perangilah mereka, karena sesungguhnya bagi orang yang membunuh mereka akan mendapat pahala.
Mereka baru muncul dalam masa Khalifah Ali ibnu Abu Talib r.a.: dan ia memerangi mereka di Nahrawan. Kemudian bercabanglah dari mereka berbagai kabilah dan puak serta berbagai aliran dan sekte yang cukup banyak. Lalu muncullah aliran Qadariyah, Mu'tazilah, Jahmiyah, dan aliran-aliran bid'ah lainnya yang jauh sebelum itu telah diberitakan oleh Nabi Saw. dalam salah satu sabdanya:
"وَسَتَفْتَرِقُ هَذِهِ الْأُمَّةُ عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً، كُلُّهَا فِي النَّارِ إِلَّا وَاحِدَةً" قَالُوا: [مَنْ] هُمْ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: " مَنْ كَانَ عَلَى مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِي"
Umat ini kelak akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan, semuanya masuk neraka kecuali satu golongan. Mereka (para sahabat) bertanya, "Siapakah mereka yang satu golongan itu, ya Rasulullah?" Rasulullah Saw. menjawab, "Orang-orang yang berpegang kepada tuntunanku dan tuntunan para sahabatku.”
Hadis diketengahkan oleh Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya dengan tambahan ini.
قَالَ الْحَافِظُ أَبُو يَعْلَى: حَدَّثَنَا أَبُو مُوسَى، حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ عَاصِمٍ، حَدَّثَنَا الْمُعْتَمِرُ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنِ الْحَسَنِ عَنْ جُنْدُبِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ أَنَّهُ بَلَغَهُ، عَنْ حُذَيْفَةَ -أَوْ سَمِعَهُ مِنْهُ-يُحَدِّثُ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ ذَكَرَ: " إِنَّ فِي أُمَّتِي قَوْمًا يقرؤون الْقُرْآنَ يَنْثُرُونَهُ نَثْر الدَّقَل، يَتَأوَّلُوْنَهُ عَلَى غَيْرِ تَأْوِيلِهِ".
Al-Hafiz Abu Ya'la mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Musa, telah menceritakan kepada kami Amr Ibnu Asim, telah menceritakan kepada kami Al-Mu'tamir, dari ayahnya, dari Qatadah, dari Al-Hasan ibnu Jundub ibnu Abdullah; telah disampaikan kepadanya sebuah hadis dari Huzaifah atau dia mendengarnya langsung dari Huzaifah, dari Rasulullah Saw. Disebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah menuturkan hal berikut: Sesungguhnya di dalam umatku terdapat suatu kaum, mereka membaca Al-Qur'an dengan bacaan yang sangat lancar seperti menebar anak panah, mereka menakwilkannya bukan dengan takwil yang sebenarnya.
*******************
Firman Allah Swt.:
وَما يَعْلَمُ تَأْوِيلَهُ إِلَّا اللَّهُ
padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya melainkan Allah. (Ali Imran: 7)
Para ahli qurra berselisih pendapat mengenai bacaan waqaf dalam ayat ini. Menurut suatu pendapat, waqaf dilakukan pada lafzul Jalalah, seperti apa yang telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a., bahwa ia pernah mengatakan, "Tafsir itu ada empat macam, yaitu tafsir yang tidak sulit bagi seseorang untuk memahaminya, tafsir yang diketahui oleh orang-orang Arab melalui bahasanya, tafsir yang hanya diketahui oleh orang-orang yang berilmu mendalam, dan tafsir yang tiada yang mengetahuinya selain Allah."
Pendapat yang sama diriwayatkan pula dari Siti Aisyah, Urwah, Abusy Sya'sa, Abu Nuhaik, dan Lain-lain.
قَالَ الْحَافِظُ أَبُو الْقَاسِمِ فِي الْمُعْجَمِ الْكَبِيرِ: حَدَّثَنَا هَاشِمُ بْنُ مَرْثَدٍ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ بْنِ عَيَّاشٍ، حَدَّثَنِي أَبِي، حَدَّثَنِي ضَمْضَم بْنُ زُرْعَة، عَنْ شُرَيْح بْنِ عُبَيْدٍ، عَنْ أَبِي مَالِكٍ الْأَشْعَرِيِّ أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: " لَا أَخَافُ عَلَى أُمَّتِي إِلَّا ثَلَاثَ خِلَالٍ: أَنْ يَكْثُرَ لهم المال  فَيَتَحَاسَدُوا فَيَقْتَتِلُوا، وَأَنْ يُفْتَحَ لَهُمُ الْكِتَابُ فَيَأْخُذَهُ الْمُؤْمِنُ يَبْتَغِي تَأْوِيلَهُ، {وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيلَهُ إِلا اللَّهُ وَالرَّاسِخُونَ فِي الْعِلْمِ يَقُولُونَ آمَنَّا بِهِ [كُلٌّ مِنْ عِنْدِ رَبِّنَا وَمَا يَذَّكَّرُ إِلا أُولُو الألْبَابِ] } الْآيَةَ، وَأَنْ يَزْدَادَ عِلْمُهُمْ فَيُضَيِّعُوهُ وَلَا يُبَالُونَ عَلَيْهِ "
Al-Hafiz Abul Qasim di dalam kitab Mu'jamul Kabir-nya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasyim ibnu Marsad, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ismail ibnu Iyasy, telah menceritakan kepadaku ayahku, telah menceritakan kepadaku Damdam ibnu Zur'ah, dari Syuraih ibnu Ubaid, dari Abu Malik Al-Asy'ari, bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Aku tidak mengkhawatirkan umatku kecuali terhadap tiga perkara, yaitu bila harta bertambah banyak bagi mereka, lalu mereka saling mendengki, dan akhirnya mereka saling berperang; dan bila dibukakan bagi mereka (pemahaman) Al-Qur'an, lalu orang mukmin mengambilnya dengan tujuan mencari-cari takwilnya, "Padahal tidak ada yang mengetahui takwil-nya melainkan Allah dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata, 'Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat' (Ali Imran: 7), hingga akhir ayat.” Dan bilamana ilmu mereka makin bertambah, yang pada akhirnya mereka menyia-nyiakannya dan mereka tidak menanyakannya.
Hadis ini garib sekali.
قَالَ الْحَافِظُ أَبُو بَكْرِ بْنُ مَرْدَوَيْهِ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ إِبْرَاهِيمَ، أَخْبَرَنَا أَحْمَدُ بْنُ عَمْرٍو، أَخْبَرَنَا هِشَامُ بْنُ عَمَّارٍ، أَخْبَرَنَا ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ عَنْ أَبِيهِ، عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنِ ابْنِ الْعَاصِ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِنَّ الْقُرْآنَ لَمْ يَنْزِلْ لِيُكَذِّبَ بَعْضُهُ بَعْضًا، فَمَا عَرَفْتُمْ مِنْهُ فَاعْمَلُوا بِهِ، وَمَا تَشَابَهَ مِنْهُ فَآمِنُوا بِهِ"
Ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Amr, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Ammar, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Hatim, dari ayahnya, dari Amr ibnu Syu'aib, dari ayahnya, dari Ibnul As, dari Rasulullah Saw. yang telah bersabda: Sesungguhnya Al-Qur'an itu sebagian darinya tidaklah diturunkan untuk mendustakan sebagian yang lainnya. Maka apa saja darinya yang kalian ketahui, amalkanlah; dan apa saja darinya yang mutasyabih, maka berimanlah kalian kepadanya.
وَقَالَ عَبْدُ الرَّزَّاقِ: أَنْبَأَنَا مَعْمَر، عَنِ ابْنِ طَاوُسٍ، عَنْ أَبِيهِ قَالَ: كَانَ ابْنُ عَبَّاسٍ يَقْرَأُ: "وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيلَهُ إِلَّا اللَّهُ، وَيَقُولُ الرَّاسِخُونَ: آمَنَّا بِهِ"
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Tawus, dari ayahnya yang menceritakan bahwa Ibnu Abbas membaca ayat ini dengan bacaan seperti berikut: Padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya, melainkan Allah. Sedangkan orang-orang yang mendalam ilmunya (hanya) mengatakan, "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat.”
Hal yang sama diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, dari Umar ibnu Abdul Aziz dan Malik ibnu Anas, bahwa mereka (orang-orang yang mendalam ilmunya) hanya beriman kepadanya, sedangkan mereka tidak mengetahui takwilnya.
Ibnu Jarir meriwayatkan bahwa di dalam qiraat Abdullah ibnu Mas'ud disebutkan takwil ayat-ayat mutasyabihat hanya ada pada Allah, sedangkan orang-orang yang mendalam ilmunya hanya mengatakan, "Kami beriman kepada apa yang disebutkan oleh ayat-ayat mutasyabihat."
Hal yang sama diriwayatkan dari Ubay ibnu Ka'b, dan pendapat ini dipilih oleh Ibnu Jarir.
Di antara mereka ada yang melakukan waqaf pada firman-Nya:
{وَالرَّاسِخُونَ فِي الْعِلْمِ}
Dan orang-orang yang mendalam ilmunya. (Ali Imran: 7)
Pendapat ini diikuti oleh banyak ahli tafsir dan ahli Usul, dan mereka mengatakan bahwa khitab dengan memakai ungkapan yang tidak dimengerti merupakan hal yang mustahil.
Ibnu Abu Nujaih meriwayatkan dari Mujahid, dari Ibnu Abbas, bahwa ia pernah mengatakan, "Aku termasuk orang-orang yang mendalam ilmunya, yaitu mereka yang mengetahui takwilnya."
Ibnu Abu Nujaih meriwayatkan pula dari Mujahid, bahwa orang-orang yang mendalam ilmunya mengetahui takwilnya dan mereka mengatakan, "Kami beriman kepadanya." Hal yang sama dikatakan oleh Ar-Rabi' ibnu Anas.
Muhammad ibnu Ishaq meriwayatkan dari Muhammad ibnu Ja'far ibnuz Zubair, bahwa makna yang dimaksud ialah tidak ada seorang pun yang mengetahui makna yang dimaksud kecuali hanya Allah. Orang-orang yang mendalam ilmunya mengatakan, "Kami beriman kepada mutasyabih."
Kemudian mereka yang mendalam ilmunya dalam menakwilkan ayat-ayat yang mutasyabihat merujuk kepada apa yang telah mereka ketahui dari takwil ayat-ayat muhkamat yang semua orang mempunyai takwil yang sama mengenainya. Dengan demikian, maka semua isi Al-Qur'an serasi berkat pendapat mereka, sebagian di antaranya  membenarkan   sebagian   yang   lain;   sehingga   hujah   pun menembus sasarannya dan tiada suatu alasan pun untuk mengelak darinya, serta semua kebatilan tersisihkan dan semua kekufuran tertolak berkat Al-Qur'an. Di dalam sebuah hadis disebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah mendoakan sahabat Ibnu Abbas dengan doa berikut:
«اللَّهُمَّ فَقِّهْهُ فِي الدِّينِ وَعَلِّمْهُ التَّأْوِيلَ»
Ya Allah, berilah dia pemahaman dalam agama dan ajarkanlah kepadanya takwil (Al-Qur'an).
Di antara ulama ada yang merincikan masalah ini, dia mengatakan bahwa takwil Al-Qur'an dimaksudkan mempunyai dua pengertian. Salah satunya ialah takwil dengan pengertian hakikat sesuatu dan merupakan kesimpulan darinya. Termasuk ke dalam pengertian ini ialah firman-Nya:
وَقالَ يا أَبَتِ هذا تَأْوِيلُ رُءْيايَ مِنْ قَبْلُ
Dan berkata Yusuf, "Wahai ayahku, inilah tabir mimpiku yang dahulu itu." (Yusuf: 100)
Dan firman-Nya:
هَلْ يَنْظُرُونَ إِلَّا تَأْوِيلَهُ يَوْمَ يَأْتِي تَأْوِيلُهُ
Tiadalah mereka menunggu-nunggu kecuali (terlaksananya kebenaran) Al-Qur'an itu. Pada hari datangnya kebenaran pemberitaan Al-Qur'an itu. (Al-A'raf: 53)
Yakni hakikat dari apa yang diberitakan kepada mereka menyangkut perkara akhirat, apabila yang dimaksud dengan takwil seperti di atas berarti waqaf-nya pada lafzul Jalalah. Karena hakikat dan kenyataan segala sesuatu itu tidak ada seorang pun yang mengetahuinya dengan jelas kecuali hanya Allah Swt. Dengan demikian, berarti firman-Nya: Dan orang-orang yang mendalam ilmunya. (Ali Imran: 7) berkedudukan sebagai mubtada. Sedangkan firman-Nya: mengatakan, "Kami beriman kepadanya." (Ali Imran: 7) berkedudukan sebagai khabar-nya.
Adapun jika yang dimaksud dengan takwil ialah pengertian yang lain, yaitu seperti tafsir, penjelasan, dan keterangan mengenai sesuatu, seperti makna yang terdapat di dalam firman-Nya:
نَبِّئْنا بِتَأْوِيلِهِ
Berikanlah kepada kami takwilnya. (Yusuf: 36)
Yakni tafsir dari mimpinya itu. Jika yang dimaksud adalah seperti ini, berarti waqaf-nya pada firman-Nya: dan orang-orang yang mendalam ilmunya. (Ali Imran: 7)
Karena mereka mengetahui dan memahami apa yang di-khitab-kan oleh Al-Qur'an dengan ungkapannya itu, sekalipun pengetahuan mereka tidak meliputi hakikat segala sesuatu seperti apa adanya. Berdasarkan analisis ini, berarti firman-Nya: mengatakan, "Kami beriman kepadanya." (Ali Imran: 7) berkedudukan sebagai hal yang menggambarkan keadaan mereka. Hal ini memang diperbolehkan; dan ia merupakan bagian dari ma'tuf, bukan ma'tuf 'alaih, seperti pengertian yang terkandung di dalam firman-Nya:
لِلْفُقَراءِ الْمُهاجِرِينَ الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِنْ دِيارِهِمْ وَأَمْوالِهِمْ
(Juga) bagi orang fakir yang berhijrah yang diusir dari kampung halaman dan harta benda mereka. (Al-Hasyr: 8)
sampai dengan firman-Nya:
يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنا وَلِإِخْوانِنَا
mereka berdoa, "Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami." (Al-Hasyr: 10), hingga akhir ayat.
Dan seperti firman Allah Swt.:
وَجاءَ رَبُّكَ وَالْمَلَكُ صَفًّا صَفًّا
Dan datanglah Tuhanmu, dan (datang pula) malaikat dengan berbaris-baris. (Al-Fajr: 22)
Firman Allah Swt. yang memberitakan perihal mereka yang mendalam ilmunya, bahwa mereka mengatakan, "Kami beriman kepadanya," yakni kepada ayat-ayat mutasyabihat itu. Semuanya —yakni yang muhkam dan yang mutasyabih— berasal dari sisi Tuhan kami dengan sebenarnya. Masing-masing dari keduanya membenarkan yang lainnya dan mempersaksikannya, karena semuanya berasal dari sisi Allah; Tiada sesuatu pun dari sisi Allah yang berbeda dan tidak pula berlawanan, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
أَفَلا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ وَلَوْ كانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلافاً كَثِيراً
Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Qur'an? Kalau sekiranya Al-Qur'an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya. (An-Nisa: 82)
*******************
Karena itulah Allah Swt. berfirman:
وَما يَذَّكَّرُ إِلَّا أُولُوا الْأَلْبابِ
Dan tidak dapat mengambil pelajaran (darinya) melainkan orang-orang yang berakal. (Ali Imran: 7)
Dengan kata lain, sesungguhnya orang yang mengerti dan dapat memahaminya dengan pemahaman yang sebenarnya hanyalah orang-orang yang berakal sehat dan berpemahaman yang lurus.
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَوْفٍ الحِمْصَيّ، حَدَّثَنَا نُعَيْم بْنُ حَمَّادٍ، حَدَّثَنَا فَيَّاضٌ الرَّقِّيّ، حَدَّثْنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يَزِيدَ -وَكَانَ قَدْ أَدْرَكَ أَصْحَابَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَنَسًا، وَأَبَا أُمَامَةَ، وَأَبَا الدَّرْدَاءِ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ، قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو الدَّرْدَاءِ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ عَنِ الرَّاسِخِينَ فِي الْعِلْمِ، فَقَالَ: "مَنْ بَرَّت يَمِينُهُ، وَصَدَقَ لِسَانُهُ، وَاسْتَقَامَ قَلْبُهُ، وَمَنْ أَعَفَّ بَطْنَهُ وَفَرْجَهُ، فَذَلِكَ مِنَ الرَّاسِخِينَ فِي الْعِلْمِ"
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Auf Ahimsi, telah menceritakan kepada kami Nu'aim ibnu Hammad, telah menceritakan kepada kami Fayyad Ar-Riqqi, telah menceritakan kepada kami Ubaidillah ibnu Yazid (seseorang yang pernah bersua dengan sahabat-sahabat Nabi Saw., yaitu Anas, Abu Umamah, dan Abu Darda), bahwa Rasulullah Saw. pernah ditanya mengenai pengertian orang-orang yang mendalam ilmunya. Maka beliau Saw. bersabda: Orang yang menunaikan sumpahnya, jujur lisannya dan hatinya lurus, serta orang yang memelihara kehormatan perut dan farjinya. Maka yang bersifat demikian itu termasuk orang-orang yang mendalam ilmunya.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، حَدَّثَنَا مَعْمَر، عن الزهري، عن عمر بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ، عَنْ جَدِّهِ قَالَ: سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَوْمًا يَتَدَارَءُونَ فَقَالَ: "إِنَّمَا هَلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ بِهَذَا، ضَرَبُوا كِتَابَ اللَّهِ بَعْضَهُ بِبَعْضٍ، وَإِنَّمَا أُنْزِلَ كِتَابُ اللَّهِ لِيُصَدِّقَ بَعْضُهُ بَعْضًا، فَلَا تُكَذِّبُوا بَعْضَهُ بِبَعْضٍ، فَمَا عَلِمْتُمْ مِنْهُ فقولوا، وما جهلتم فَكِلُوهُ إلى عَالِمِه"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Az-Zuhri, dari Amr ibnu Syu'ab, dari ayahnya, dari kakeknya yang pernah menceritakan bahwa Rasulullah Saw. mendengar suatu kaum yang sedang berbantah-bantahan. Maka beliau Saw. bersabda: Sesungguhnya telah binasa orang-orang sebelum kalian karena hal ini; mereka mengadukan sebagian dari Kitabullah dengan sebagian yang lain. Dan sesungguhnya Kitabullah itu diturunkan hanyalah untuk membenarkan sebagian darinya dengan sebagian yang lain. Karena itu, janganlah kalian mendustakan sebagian darinya dengan sebagian yang lain. Hal-hal yang kalian ketahui darinya, maka katakanlah ia; dan hal-hal yang kalian tidak mengetahuinya, maka serahkanlah hal itu kepada yang mengetahuinya.
Dalam pembahasan terdahulu hadis ini telah disebut oleh riwayat Ibnu Murdawaih melalui jalur Hisyam ibnu Ammar, dari Abu Hazim, dari Amr ibnu Syu'aib dengan lafaz yang sama.
قَالَ الْحَافِظُ أَبُو يَعْلَى أَحْمَدُ بْنُ عَلِيِّ بْنِ الْمُثَنَّى الْمَوْصِلِيُّ فِي مُسْنَدِهِ، حَدَّثَنَا زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ، حَدَّثَنَا أَنَسُ بْنُ عِيَاضٍ، عَنْ أَبِي حَازِمٍ، عَنْ أَبِي سَلَمَةَ قَالَ: لَا أَعْلَمُهُ إِلَّا عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "نَزَلَ الْقُرْآنُ عَلَى سَبْعَةِ أَحْرُفٍ، والمِرَاءُ فِي الْقُرْآنِ كُفْرٌ -ثَلَاثًا-مَا عَرَفْتُمْ مِنْهُ فَاعْمَلُوا بِهِ، وَمَا جَهِلْتُمْ مِنْهُ فَرُدُّوهُ إِلَى عَالِمِهِ".
Abu Ya'la Al-Mausuli mengatakan di dalam kitab musnadnya, telah menceritakan kepada kami Zuhair ibnu Harb, telah menceritakan kepada kami Anas ibnu Iyad, dari Abu Hazim, dari Abu Salamah yang mengatakan bahwa ia tidak mengetahui hadis ini melainkan dari Abu Hurairah yang isinya menyebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Al-Qur'an diturunkan dengan memakai tujuh dialek, berdebat dalam masalah Al-Qur'an merupakan kekufuran —sebanyak tiga kali—. Apa saja yang kalian ketahui darinya, maka amalkanlah hal itu; dan apa saja yang kalian tidak ketahui darinya, maka kembalikanlah hal itu kepada Yang Maha Mengetahuinya.
Sanad hadis ini sahih, tetapi di dalamnya terdapat illat (cela) disebabkan ucapan perawi yang mengatakan, "Aku tidak mengetahuinya kecuali dari Abu Hurairah."
Ibnul Munzir di dalam kitab tafsirnya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah ibnu Abdul Hakam, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Nafi' ibnu Yazid yang mengatakan bahwa menurut suatu pendapat, orang-orang yang mendalam ilmunya ialah orang-orang yang tawadu' kepada Allah, lagi rendah diri kepada Allah demi memperoleh rida-Nya. Mereka tidak berbesar diri terhadap orang yang berada di atas mereka, dan tidak menghina orang yang berada di bawah mereka.
*******************
Kemudian Allah Swt. memberitakan perihal mereka, bahwa mereka selalu berdoa kepada Tuhan mereka seraya mengucapkan:
رَبَّنا لَا تُزِغْ قُلُوبَنا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنا
Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau memberi petunjuk kepada kami. (Ali Imran: 8)
Yakni janganlah Engkau menjadikannya menyimpang dari petunjuk sesudah Engkau meluruskannya pada jalan hidayah. Dan janganlah Engkau jadikan kami seperti orang-orang yang di dalam hati mereka terdapat kesesatan, yaitu mereka mengikuti ayat-ayat Al-Qur'an yang mutasyabih, tetapi tetapkanlah (teguhkanlah) kami pada jalan-Mu yang lurus dan agama-Mu yang lurus.
وَهَبْ لَنا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً
dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau. (Ali Imran: 8)
Agar hati kami menjadi teguh, dan kesatuan kami terhimpun, serta iman dan keyakinan kami bertambah karenanya.
إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ
karena sesungguhnya Engkaulah Maha Pemberi (karunia). (Ali Imran: 8)
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الأوْدِي -وَقَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْب -قَالَا جَمِيعًا: حَدَّثَنَا وَكِيع، عَنْ عَبْدِ الْحَمِيدِ بْنِ بَهْرام، عَنْ شَهْرِ بْنِ حَوْشَب، عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقُولُ: "يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِينِكَ" ثُمَّ قَرَأَ: {رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ}
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Abdullah Al-Audi; dan Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib. Keduanya mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Waki', dari Abdul Hamid ibnu Bahrain, dari Syar ibnu Hausyab, dari Ummu Salamah, bahwa Nabi Saw. mengucapkan doa berikut: Ya Tuhan Yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku pada agama-Mu. Kemudian membaca ayat berikut: Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau memberi petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkaulah Maha Pemberi (karunia). (Ali Imran: 8)
رَوَاهُ ابْنُ مَرْدَوَيْهِ مِنْ طَرِيقِ مُحَمَّدِ بْنِ بَكَّار، عَنْ عَبْدِ الْحَمِيدِ بْنِ بَهْرَامَ، عَنْ شَهْرِ بْنِ حَوْشَبٍ، عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ، وَهِيَ  أَسْمَاءُ بِنْتُ يَزِيدَ بْنِ السَّكَنِ، سمعها تحد ث أن رسول الله صلى الله عليه وسلم كَانَ يُكْثِرُ فِي دُعَائِهِ: "اللَّهُمَّ مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ، ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِينِكَ" قَالَتْ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَإِنَّ الْقَلْبَ لَيَتَقَلَّبُ ؟ قَالَ: "نَعَمْ، مَا خَلَقَ اللَّهُ مِنْ بَنِي آدَمَ مِنْ بَشَرٍ إِلَّا أَنَّ قَلْبَهُ بَيْنَ أُصْبُعَيْنِ مِنْ أَصَابِعِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ، فَإِنْ شَاءَ أَقَامَهُ، وَإِنْ شَاءَ أَزَاغَهُ"
Hadis ini diriwayatkan pula oleh Ibnu Murdawaih dari jalur Muhammad ibnu Bakkar, dari Abdul Hamid ibnu Bahram, dari Syahr ibnu Hausyab, dari Ummu Salamah, dari Asma binti Yazid ibnus Sakan; aku pernah mendengar Asma binti Yazid ibnus Sakan menceritakan bahwa Rasulullah Saw. acapkali mengucapkan doa berikut: Ya Tuhan Yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku pada agama-Mu. Ummu Salamah melanjutkan kisahnya, bahwa ia bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah hati itu benar-benar berbolak-balik?" Rasul Saw. menjawab: Ya, tidak sekali-kali Allah menciptakan seorang manusia melainkan hati manusia itu berada di antara dua jari (kekuasaan) Allah Swt. Jika Dia menghendaki untuk meluruskannya, maka Dia menjadikannya lurus. Dan jika Dia menghendaki untuk menyesatkannya, maka Dia menjadikannya sesat.
Kami memohon kepada Allah, Tuhan kami, semoga Dia tidak menjadikan hati kami sesat sesudah Dia memberinya petunjuk. Dan kami memohon kepada-Nya semoga Dia menganugerahkan kepada kami rahmat dari sisi-Nya, karena sesungguhnya Dia Maha Pemberi karunia.
Begitu pula menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir melalui hadis Asad ibnu Musa, dari Abdul Hamid ibnu Bahram, disebutkan hal yang semisal. Ibnu Jarir meriwayatkannya pula dari Al-Musanna, dari Al-Hajjaj ibnu Minhal, dari Abdul Hamid ibnu Bahram dengan lafaz yang semisal. Tetapi di dalam riwayat ini ditambahkan seperti berikut:
«قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَلَا تُعَلِّمُنِي دَعْوَةً أَدْعُو بِهَا لِنَفْسِي؟ قَالَ: «بَلَى، قُولِي اللَّهُمَّ رَبَّ النَّبِيِّ مُحَمَّدٍ، اغْفِرْ لِي ذَنْبِي، وَأَذْهِبْ غَيْظَ قَلْبِي، وَأَجِرْنِي مِنْ مُضِلَّاتِ الْفِتَنِ»
Aku (Ummu Salamah) berkata, "Wahai Rasulullah, maukah engkau mengajarkan kepadaku suatu doa yang aku panjatkan buat diriku sendiri?"  Rasulullah  Saw.  menjawab,   "Baiklah. Ucapkanlah, 'Ya Allah, Tuhan Muhammad yang menjadi nabi, berilah daku ampun atas dosa-dosaku, lenyapkanlah luapan hatiku, dan lindungilah aku dari fitnah-fitnah yang menyesatkan'."
قَالَ ابْنُ مَرْدَوَيْهِ: حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ أَحْمَدَ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ هَارُونَ بْنِ بِكَارٍ الدِّمَشْقِيُّ، أَخْبَرَنَا الْعَبَّاسُ بْنُ الْوَلِيدِ الْخَلَّالُ، أَخْبَرَنَا يَزِيدُ بْنُ يَحْيَى بْنِ عُبَيْدِ اللَّهِ، أَخْبَرَنَا سَعِيدُ بْنُ بَشِيرٍ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ أَبِي حَسَّانَ الْأَعْرَجِ عَنْ عَائِشَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، قَالَتْ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَثِيرًا مَا يَدْعُو: "يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ، ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِينِكَ"، قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا أَكْثَرَ مَا تَدْعُو بِهَذَا الدُّعَاءِ. فَقَالَ: "لَيْسَ مِنْ قَلْبٍ إِلَّا وَهُوَ بَيْنُ أُصْبُعَيْنِ مِنْ أَصَابِعِ الرَّحْمَنِ، إِذَا شَاءَ أَنْ يُقِيمَهُ أَقَامَهُ، وَإِذَا شَاءَ أَنْ يُزِيغَهُ أَزَاغَهُ، أَمَا تَسْمَعِينَ قَوْلَهُ: {رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ} .
Ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Ahmad, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Harun ibnu Bakkar Ad-Dimasyqi, telah menceritakan kepada kami Al-Abbas ibnul Walid Al-Khallal, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Yahya ibnu Ubaidillah, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Basyir, dari Qatadah, dari Hassan Al-A'raj, dari Aisyah r.a. yang mengatakan bahwa doa yang sering dibaca oleh Rasulullah Saw. adalah seperti berikut: Ya Tuhan Yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku pada agama-Mu. Siti Aisyah melanjutkan kisahnya, lalu ia bertanya, "Wahai Rasulullah, engkau sering sekali membaca doa ini." Maka beliau Saw. menjawab: Tidak ada suatu hati pun melainkan ia berada di antara kedua jari (kekuasaan) Tuhan Yang Maha Pemurah. Jika Dia menghendaki meluruskannya, niscaya Dia membuatnya lurus; dan jika Dia menghendaki menyesatkannya, niscaya Dia membuatnya sesat. Tidakkah engkau pernah mendengar firman-Nya, "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan  hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau memberi petunjuk kepada kami; dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau, karena sesungguhnya Engkaulah Maha Pemberi (rahmat)" (Ali Imran: 8).
Hadis ini garib bila ditinjau dari lafaz ini, tetapi asalnya ada di dalam kitab Sahihain dan kitab-kitab hadis lainnya yang diriwayatkan melalui berbagai jalur yang cukup banyak tanpa tambahan ayat ini.
Hadis ini diriwayatkan pula oleh Abu Daud, Nasai, dan Ibnu Murdawaih melalui riwayat Abu Abdur Rahman Al-Maqbari. Imam Nasai, Ibnu Hibban, dan Abdullah ibnu Wahb menambahkan bahwa keduanya meriwayatkan hadis ini dari Sa'id ibnu Abu Ayyub, telah menceritakan kepadaku Abdullah ibnul Walid At-Tajibi, dari Sa'id ibnul Musayyab, dari Siti Aisyah r.a., bahwa Rasulullah Saw. apabila terbangun di malam hari mengucapkan doa berikut:
«لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ، سُبْحَانَكَ، اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْتَغْفِرُكَ لِذَنْبِي، وَأَسْأَلُكُ رَحْمَةً، اللَّهُمَّ زِدْنِي عِلْمًا وَلَا تُزِغْ قَلْبِي بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنِي، وَهَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ»
Tidak ada Tuhan selain Engkau, Mahasuci Engkau, aku memohon ampun kepada-Mu atas dosa-dosaku, dan aku memohon rahmat kepada-Mu. Ya Allah, tambahkanlah ilmu kepadaku dan janganlah Engkau sesatkan hatiku sesudah Engkau memberinya petunjuk; dan karuniakanlah kepadaku rahmat dari sisi-Mu, karena sesungguhnya Engkau Maha Pemberi karunia.
Lafaz hadis ini berdasarkan apa yang ada pada Ibnu Murdawaih.
Abdur Razzaq meriwayatkan dari Malik, dari Abu Ubaid maula Sulaiman ibnu Abdul Malik, dari Ubadah ibnu Nissi yang menceritakan kepadanya bahwa ia pernah mendengar Qais ibnul Haris mengatakan bahwa Abu Abdullah As-Sanabiji menceritakan kepadanya bahwa ia pernah salat bermakmum di belakang sahabat Abu Bakar As-Siddiq r.a. dalam salat Magrib. Lalu sahabat Abu Bakar dalam dua rakaat pertamanya membaca Ummul Qur'an dan dua surat mufassal yang pendek. Dalam rakaat yang ketiganya ia membaca Al-Qur'an pula. Abu Abdullah As-Sanabiji melanjutkan kisahnya, bahwa lalu ia mendekatkan dirinya kepada Abu Bakar, sehingga bajunya hampir saja bersentuhan dengan baju Abu Bakar. Maka ia mendengarnya membaca Ummul Qur'an (surat Al-Fatihah) dan ayat berikut, yaitu firman-Nya: Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau memberi petunjuk kepada kami. (Ali Imran: 8), hingga akhir ayat.
Abu Ubaid mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ubadah ibnu Nissi, bahwa ia pernah berada di sisi Umar ibnu Abdul Aziz dalam .masa kekhalifahannya. Lalu Umar berkata kepada Qais, "Apakah yang engkau sampaikan kepadaku dari Abu Abdullah?" Umar berkata pula, "Sejak aku mendengar ayat ini darinya, maka aku tidak pernah meninggalkannya, sekalipun sebelum itu aku tidak membaca demikian." Kemudian ada seorang lelaki bertanya, "Wahai Amirul Mukminin, apakah yang engkau baca sebelum itu (sebelum mendengar asar tersebut)?" Umar ibnu Abdul Aziz menjawab bahwa ia sebelumnya selalu membaca: Katakanlah, "Dialah Allah Yang Maha Esa." (Al-Ikhlas: 1), hingga akhir surat.
Asar ini diriwayatkan pula oleh Al-Walid ibnu Muslim, dari Malik dan Al-Auza'i; keduanya dari Abu Ubaid dengan kisah yang sama.
Asar ini diriwayatkan pula oleh Al-Walid, dari Ibnu Jabir, dari Yahya ibnu Yahya Al-Gassani, dari Mahmud ibnu Labid, dari As-Sanabiji, bahwa ia salat di belakang Abu Bakar dalam salat Magrib-nya. Maka Abu Bakar membaca surat Al-Fatihah dan sebuah surat yang pendek dengan bacaan yang keras dalam dua rakaat pertamanya. Ketika ia bangkit dalam rakaat yang ketiganya dan memulai membaca Al-Qur'an, maka aku mendekat kepadanya hingga bajuku benar-benar menyentuh bajunya, dan ternyata dia membaca ayat ini, yaitu firman-Nya: Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan. (Ali Imran: 8), hingga akhir ayat.
*******************
Firman Allah Swt.:
رَبَّنا إِنَّكَ جامِعُ النَّاسِ لِيَوْمٍ لَا رَيْبَ فِيهِ
Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau mengumpulkan manusia untuk (menerima pembatesan pada) hari yang tak ada keraguan padanya. (Ali Imran: 9)
Mereka mengatakan pula dalam doanya, bahwa sesungguhnya Engkau, ya Tuhan kami, akan menghimpun semua makhluk-Mu di hari kiamat nanti; dan kelak Engkau akan memutuskan peradilan di antara mereka serta memutuskan perihal yang mereka perselisihkan di antara mereka, lalu Engkau membalas tiap-tiap orang sesuai dengai amal perbuatannya dan kebaikan serta keburukan yang dikerjakannya selama di dunia.

{إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا لَنْ تُغْنِيَ عَنْهُمْ أَمْوَالُهُمْ وَلا أَوْلادُهُمْ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا وَأُولَئِكَ هُمْ وَقُودُ النَّارِ (10) كَدَأْبِ آلِ فِرْعَوْنَ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا فَأَخَذَهُمُ اللَّهُ بِذُنُوبِهِمْ وَاللَّهُ شَدِيدُ الْعِقَابِ (11) }
Sesungguhnya orang-orang yang kafir, harta benda dan anak-anak mereka sedikit pun tidak dapat menolak (siksa) Allah dari mereka. Dan mereka itu adalah bahan bakar api neraka, (keadaan mereka) adalah sebagai keadaan kaum Fir'aun dan orang-orang yang sebelumnya; mereka mendustakan ayat-ayat Kami; karena itu Allah menyiksa mereka disebabkan dosa-dosanya. Dan Allah sangat keras siksa-Nya.
Allah Swt. memberitakan perihal orang-orang kafir, bahwa kelak mereka akan menjadi bahan bakar api neraka. Hal ini disebutkan melalui firman-Nya dalam ayat yang lain:
فَلا تُعْجِبْكَ أَمْوالُهُمْ وَلا أَوْلادُهُمْ إِنَّما يُرِيدُ اللَّهُ لِيُعَذِّبَهُمْ بِها فِي الْحَياةِ الدُّنْيا وَتَزْهَقَ أَنْفُسُهُمْ وَهُمْ كافِرُونَ
(yaitu) hari yang tidak berguna bagi orang-orang zalim permintaan maafnya dan bagi merekalah laknat dan bagi merekalah tempat tinggal yang buruk. (Al-Mu’min: 52)
Semua yang diberikan kepada mereka ketika di dunia —yaitu berupa harta benda dan anak-anak— tidak ada manfaatnya bagi mereka di sisi Allah, juga tidak dapat menyelamatkan mereka dari siksa Allah yang amat pedih. Seperti yang diungkapkan oleh ayat lainnya, yaitu firman-Nya:
فَلا تُعْجِبْكَ أَمْوالُهُمْ وَلا أَوْلادُهُمْ إِنَّما يُرِيدُ اللَّهُ لِيُعَذِّبَهُمْ بِها فِي الْحَياةِ الدُّنْيا وَتَزْهَقَ أَنْفُسُهُمْ وَهُمْ كافِرُونَ
Maka janganlah harta benda dan anak-anak mereka menarik hatimu. Sesungguhnya Allah menghendaki dengan (memberi) harta benda dan anak-anak itu untuk menyiksa mereka dalam kehidupan dunia dan kelak akan melayang nyawa mereka, sedangkan mereka dalam keadaan kafir. (At-Taubah: 55)
Firman Allah Swt. yang mengatakan;
لَا يَغُرَّنَّكَ تَقَلُّبُ الَّذِينَ كَفَرُوا فِي الْبِلادِ، مَتاعٌ قَلِيلٌ ثُمَّ مَأْواهُمْ جَهَنَّمُ وَبِئْسَ الْمِهادُ
Jangan sekali-kali kamu teperdaya oleh kebebasan orang-orang kafir bergerak di dalam negeri. Itu hanyalah kesenangan sementara, kemudian tempat tinggal mereka ialah Jahannam; dan Jahannam itu adalah tempat yang seburuk-buruknya. (Ali Imran 196-197)
Sedangkan dalam ayat ini Allah Swt. berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا
Sesungguhnya orang-orang yang kafir. (Ali Imran: 10)
Yakni orang-orang yang ingkar kepada ayat-ayat Allah, mendustakan rasul-rasul-Nya, menentang Kitab-Nya, dan tidak mengambil manfaat dari wahyu-Nya yang diturunkan kepada nabi-nabi-Nya.
لَنْ تُغْنِيَ عَنْهُمْ أَمْوالُهُمْ وَلا أَوْلادُهُمْ مِنَ اللَّهِ شَيْئاً وَأُولئِكَ هُمْ وَقُودُ النَّارِ
harta benda dan anak-anak mereka sedikit pun tidak dapat menolak (siksa) Allah dari mereka. Dan mereka itu adalah bahan bakar api neraka. (Ali Imran: 10)
Yaitu kayu bakarnya yang digunakan untuk memperbesar api nerak; Perihalnya sama dengan makna yang disebutkan dalam ayat yang lain, yaitu firman-Nya:
إِنَّكُمْ وَما تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ حَصَبُ جَهَنَّمَ
Sesungguhnya kalian dan apa yang kalian sembah selain Allah adalah kayu bakar Jahannam. (Al-Anbiya: 98), hingga akhir ayat.
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي مَرْيَمَ، أَخْبَرَنَا ابْنُ لَهِيْعة، أَخْبَرَنِي ابْنُ الْهَادِ، عَنْ هِنْدَ بِنْتِ الْحَارِثِ، عَنْ أُمِّ الْفَضْلِ أَمِّ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ قَالَتْ: بَيْنَمَا نَحْنُ بِمَكَّةَ قَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ من اللَّيْلِ، فَقَالَ هَلْ بَلَّغْتُ، اللَّهُمَّ هَلْ بَلَّغْتُ ... " ثَلَاثًا، فَقَامَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ فَقَالَ: نَعَمْ. ثُمَّ أَصْبَحَ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لَيَظْهَرَنَّ الْإِسْلَامُ حَتَّى يَرُدَّ الْكُفْرَ إِلَى مَوَاطِنِهِ، وَلَتَخُوضُنَّ الْبِحَارَ بِالْإِسْلَامِ، وَلِيَأْتِيَنَّ عَلَى النَّاسِ زمان يتعلمون القرآن ويقرؤونه، ثُمَّ يَقُولُونَ: قَدْ قَرَأْنَا وَعَلِمْنَا، فَمَنْ هَذَا الَّذِي هُوَ خَيْرٌ مِنَّا، فَهَلْ فِي أُولَئِكَ مِنْ خَيْرٍ؟ " قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، فَمَنْ أولئك؟ قال: "أولئك منكم وأولئك هم وَقُودُ النَّارِ".
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Maryam, telah menceritakan kepada kami ibnu Luhai'ah, telah menceritakan kepadaku Ibnul Had, dari Hindun bintil Haris, dari Ummul Fadl (yaitu Ummu Abdullah ibnu Abbas) yang menceritakan: Ketika kami berada di Mekah, maka di suatu malam Rasulullah Saw. bangkit, lalu berseru, "Apakah aku telah menyampaikan, ya Allah, apakah aku telah menyampaikan," sebanyak tiga kali. Maka Umar ibnul Khatlab r.a. bangkit, lalu menjawab, "Ya." Kemudian pada pagi harinya Rasulullah Saw. bersabda, "Islam benar-benar akan menang hingga kekufuran dikembalikan ke tempat asalnya, dan sesungguhnya banyak lelaki yang menempuh laut berkat Islam. Dan benar-benar akan datang suatu masa atas manusia, mereka   mempelajari Al-Qur'an   dan   membacanya, kemudian mereka mengatakan, 'Kami telah membaca dan mengetahui(nya). Maka siapakah orang-orang yang lebih baik daripada kami ini, apakah di antara mereka terdapat kebaikan'?" Mereka bertanya, "Wahai Rasulullah, siapakah mereka itu?" Rasulullah Saw. menjawab," Mereka dari kalangan kalian, tetapi mereka adalah bahan bakar neraka."
قَدْ رَوَاهُ ابْنُ مَرْدَوَيْهِ مِنْ حَدِيثِ يَزِيدَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْهَادِ، عَنْ هِنْدَ بِنْتِ الْحَارِثِ، امْرَأَةِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ شَدَّادٍ، عَنْ أُمِّ الْفَضْلِ؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَامَ لَيْلَةً بِمَكَّةَ فَقَالَ: "هَلْ بَلَّغْتَ" يَقُولُهَا ثَلَاثًا، فَقَامَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ -وَكَانَ أوَّاها-فَقَالَ: اللَّهُمَّ نَعَمْ، وحرصتَ وجهدتَ ونصحتَ فَاصْبِرْ. فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لَيَظْهَرَنَّ الْإِيمَانُ حَتَّى يَرُدَّ الْكُفْرَ إِلَى مَوَاطِنِهِ، وَلِيَخُوضُنَّ رِجَالٌ الْبِحَارَ بِالْإِسْلَامِ وَلِيَأْتِيَنَّ عَلَى الناس زمان يقرؤون القرآن، فيقرؤونه وَيَعْلَمُونَهُ، فَيَقُولُونَ: قَدْ قَرَأْنَا، وَقَدْ عَلِمْنَا، فَمَنْ هَذَا الَّذِي هُوَ خَيْرٌ مِنَّا؟ فَمَا فِي أُولَئِكَ مِنْ خَيْرٍ" قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، فَمَنْ أُولَئِكَ؟ قَالَ: "أُولَئِكَ مِنْكُمْ، وَأُولَئِكَ هُمْ وَقُودُ النَّارِ"
Ibnu Murdawaih meriwayatkan hadis ini melalui Yazid ibnu Abdullah ibnul Had, dari Hindun bintil Haris (istri Abdullah ibnu Syaddad), dari Ummul Fadl yang telah menceritakan: Bahwa Rasulullah Saw. bangkit di suatu malam di Mekah, lalu bersabda, "Apakah aku telah menyampaikan," beliau mengucapkannya sebanyak tiga kali. Maka bangkitlah Umar ibnul Khattab, dia orangnya sangat perasa, lalu ia menjawab, "Ya Allah, benar, engkau telah berusaha dan telah berupaya dengan sekuat tenaga serta telah memberi nasihat, maka bersabarlah." Maka Nabi Saw. bersabda, "Iman benar-benar akan menang hingga kekufuran dikembalikan ke tempat asalnya, dan banyak kaum lelaki yang menempuh laut berkat Islam. Dan sungguh akan datang atas manusia suatu zaman, yang di zaman itu mereka mempelajari Al-Qur'an, maka mereka membacanya dan mengajarkannya. Mereka mengatakan, 'Kami telah pandai membaca Al-Qur'an dan kami telah berpengetahuan. Siapakah orang yang lebih baik dari kita ini?' Tetapi di kalangan mereka tidak ada suatu kebaikan pun." Mereka bertanya, "Wahai Rasulullah, siapakah mereka itu?" Nabi Saw. menjawab, "Mereka dari kalangan kalian, mereka adalah bahan bakar neraka."
Ibnu Murdawaih meriwayatkannya pula melalui jalur Musa  ibnu Ubaidah, dari Muhammad ibnu Ibrahim, dari Bintil Had, dari Al-Abbas ibnu Abdul Muttalib dengan lafaz yang semisal.
*******************
Firman Allah Swt.:
كَدَأْبِ آلِ فِرْعَوْنَ
sebagai keadaan kaum Fir'aun. (Ali Imran: 11)
Ad-Dahhak meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa makna yang dimaksud ialah seperti perbuatan kaum Fir'aun. Hal yang sama telah diriwayatkan pula dari Ikrimah, Mujahid, Abu Malik, dan Ad-Dahhak serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang. Di antara mereka ada yang mengatakan seperti sepak terjang kaum Fir'aun, seperti perbuatan kaum Fir'aun, serupa dengan kaum Fir'aun, tetapi pada garis besarnya ungkapan mereka berdekatan.
Ad-da-bu atau ad-da-abu sama wazan-nya dengan lafaz nahrun dan naharun, artinya perbuatan, keadaan, perkara, dan kebiasaan. Seperti dikatakan dalam bahasa Arab: Hal ini masih tetap menjadi kebiasaanku dan kebiasaanmu.
Umru-ul Qais, salah seorang penyair mereka, mengatakan:
وُقُوفًا بِهَا صَحْبِي عَلَيَّ مَطِيَّهُمْ ... يَقُولُونَ لَا تأسف أَسًى وَتَجَمَّلِ
كَدَأْبِكَ مِنْ أُمِّ الْحُوَيْرِثِ قَبْلَهَا ... وَجَارَتِهَا أَمِّ الرَّبَابِ بِمَأْسَلِ
Yang mengajak teman-temanku berhenti di atas kendaraan mereka masing-masing karena dia. Mereka mengatakan, "Janganlah engkau merusak dirimu dengan rasa putus asa, tetapi kuatkanlah hatimu. Seperti kebiasaanmu dengan Ummul Huwairis sebelum dia dan tetangga wanitanya, yaitu Ummur Rabbab di Ma-sal.
Makna da-bika dalam syair di atas ialah seperti kebiasaanmu dengan Ummul Huwairis, ketika engkau merusak dirimu sendiri karena mencintainya, lalu kamu menangisi rumah dan bekas-bekas yang ditinggalkannya.
Makna ayat, orang-orang kafir itu tidak bermanfaat buat diri mereka harta benda dan anak-anak mereka, bahkan mereka binasa dan disiksa seperti yang pernah terjadi pada kaum Fir'aun dan orang-orang sebelumnya dari kalangan orang-orang yang mendustakan ayat: ayat Allah dan hujah-hujah-Nya yang dibawa oleh para rasul.
*******************
وَاللَّهُ شَدِيدُ الْعِقابِ
Dan Allah sangat keras siksa-Nya. (Ali Imran: 11)
Yakni pembalasan Allah sangat keras lagi siksa-Nya sangat pedih, tidak ada seorang pun yang dapat menolaknya dan tiada sesuatu pun yang luput dari-Nya. Bahkan Dia Maha Melakukan apa yang Dia kehendaki, Dia Mahamenang atas segala sesuatu. Tidak ada Tuhan yang wajib disembah selain Dia, dan tidak ada Tuhan yang berkuasa selain Dia.
{قُلْ لِلَّذِينَ كَفَرُوا سَتُغْلَبُونَ وَتُحْشَرُونَ إِلَى جَهَنَّمَ وَبِئْسَ الْمِهَادُ (12) قَدْ كَانَ لَكُمْ آيَةٌ فِي فِئَتَيْنِ الْتَقَتَا فِئَةٌ تُقَاتِلُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَأُخْرَى كَافِرَةٌ يَرَوْنَهُمْ مِثْلَيْهِمْ رَأْيَ الْعَيْنِ وَاللَّهُ يُؤَيِّدُ بِنَصْرِهِ مَنْ يَشَاءُ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَعِبْرَةً لأولِي الأبْصَارِ (13) }
Katakanlah kepada orang-orang yang kafir, "Kalian pasti akan dikalahkan (di dunia ini) dan akan digiring ke dalam neraka Jahannam. Dan itulah tempat yang seburuk-buruknya." Sesungguhnya telah ada tanda bagi kalian pada dua golongan yang telah bertemu (bertempur). Segolongan berperang di jalan Allah dan (segolongan) yang lain kafir yang dengan mata kepala melihat (seakan-akan) orang-orang muslim dua kali jumlah mereka. Allah menguatkan dengan bantuan-Nya siapa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya yang demikian itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai mata hati.
Allah berfirman:
قُلْ
Katakanlah. (Ali Imran: 12)
Yakni kepada orang-orang kafir itu, hai Muhammad.
سَتُغْلَبُونَ
kalian pasti akan dikalahkan. (Ali Imran: 12)
Yaitu di dunia ini.
وَتُحْشَرُونَ
dan akan digiring. (Ali Imran: 12)
Maksudnya, kalian kelak akan digiring pada hari kiamat.
إِلى جَهَنَّمَ وَبِئْسَ الْمِهادُ
ke dalam neraka Jahannam. Dan itulah tempat yang seburuk-buruknya. (Ali Imran: 12)
Muhammad ibnu Ishaq ibnu Yasar meriwayatkan dari Asim ibnu Amr ibnu Qatadah, bahwa Rasulullah Saw. setelah memperoleh kemenangan dalam Perang Badar dengan kemenangan yang gemilang, lalu beliau kembali ke Madinah. Maka orang-orang Yahudi melakukan perkumpulan di pasar Bani Qainuqa', lalu Rasulullah Saw. bersabda:
" يَا مَعْشَرَ يَهُودَ، أَسْلِمُوا قَبْلَ أَنْ يُصِيبَكُمُ اللَّهُ مَا أَصَابَ قُرَيْشًا"
Hai orang-orang Yahudi, masuk islamlah sebelum Allah menimpakan atas kalian apa yang telah menimpa orang-orang Quraisy.
Mereka menjawab, "Hai Muhammad, janganlah engkau berbangga diri karena engkau telah mengalahkan segolongan kaum Quraisy; mereka adalah orang-orang yang tolol, tidak mengerti berperang. Sesungguhnya kamu, demi Allah, sekiranya kamu memerangi kami, niscaya kamu akan mengetahui bahwa kami adalah orang-orang yang ahli dalam berperang, dan kamu pasti belum pernah menjumpai lawan seperti kami."
Maka   sehubungan   dengan   ucapan   mereka   itu   Allah   Swt. menurunkan firman-Nya: Katakanlah kepada orang-orang kafir, "Kalian pasti akan dikalahkan dan akan digiring ke dalam neraka Jahannam. Dan itulah tempat yang seburuk-buruknya.” (Ali Imran: 12) sampai dengan firman-Nya: terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai mata hati. (Ali Imran: 13)
Muhammad ibnu Ishaq meriwayatkannya pula melalui Muhammad ibnu Abu Muhammad, dari Sa'id dan Ikrimah, dari Ibnu Abbas dengan lafaz yang semisal. Karena itulah disebutkan di dalam firman-Nya:
قَدْ كانَ لَكُمْ آيَةٌ
Sesungguhnya telah ada tanda bagi kalian. (Ali Imran: 13)
Yakni telah ada bagi kalian, hai orang-orang Yahudi yang berkata demikian, suatu tanda yang menunjukkan bahwa Allah pasti akan memenangkan agama-Nya, menolong Rasul-Nya, dan menonjolkan kalimat-Nya serta meninggikan perintah-Nya.
فِي فِئَتَيْنِ الْتَقَتا  فِئَةٌ تُقاتِلُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَأُخْرى كافِرَةٌ
pada dua golongan yang telah bertemu (berperang). Segolongan berperang di jalan Allah dan (segolongan) yang lain kafir. (Ali Imran: 13)
Mereka adalah kaum musyrik Quraisy dalam Perang Badar.
*******************
Firman Allah Swt.:
يَرَوْنَهُمْ مِثْلَيْهِمْ رَأْيَ الْعَيْنِ
dengan mata kepala melihat (seakan-akan) orang-orang muslim dua kali jumlah mereka. (Ali Imran: 13)
Salah seorang ulama mengatakan berdasarkan kepada apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, bahwa orang-orang musyrik dalam Perang Badar melihat pasukan kaum muslim berjumlah dua kali lipat pasukan mereka menurut pandangan mata mereka. Dengan kata lain, Allah-lah yang menjadikan demikian, sehingga tampak di mata mereka jumlah pasukan kaum muslim dua kali lipat jumlah pasukan kaum musyrik. Hal inilah yang menjadi penyebab bagi kemenangan pasukan kaum muslim atas mereka.
Hal ini tidaklah aneh bila dipandang dari segi kenyataan. Kaum musyrik sebelum terjadi perang mengirimkan Umar ibnu Sa'id untuk memata-matai pasukan kaum muslim. Lalu Umar ibnu Sa'id kembali kepada mereka membawa berita bahwa jumlah pasukan kaum muslim terdiri atas kurang lebih tiga ratus orang; dan memang demikianlah kenyataannya, mereka berjumlah tiga ratus lebih belasan orang. Kemudian ketika perang terjadi, Allah membantu kaum muslim dengan seribu malaikat yang terdiri atas para penghulu dan pemimpin malaikat.
Pendapat yang kedua mengatakan bahwa makna yang terkandung di dalam firman-Nya: yang dengan mata kepala melihat (seakan-akan) pasukan kaum musyrik dua kali jumlah mereka. (Ali Imran: 13) Yakni pasukan kaum muslim melihat jumlah pasukan kaum musyrik dua kali lipat jumlah mereka. Tetapi sekalipun demikian, Allah memenangkan pasukan kaum muslim atas pasukan kaum musyrik yang jumlahnya dua kali lipat itu.
Pengertian ini pun tidak aneh bila dipandang dari apa yang telah diriwayatkan oleh Al-Aufi, dari Ibnu Abbas, bahwa kaum mukmin dalam Perang Badar berjumlah tiga ratus tiga belas orang, sedangkan pasukan kaum musyrik terdiri atas enam ratus dua puluh enam orang. Seakan-akan pendapat ini disimpulkan dari makna lahiriah ayat. Tetapi pendapat ini bertentangan dengan pendapat yang terkenal di kalangan ahli tarikh dan ahli sejarah, serta bertentangan dengan pendapat yang dikenal di kalangan jumhur ulama yang mengatakan bahwa kaum musyrik terdiri atas antara sembilan ratus sampai seribu orang, seperti yang diriwayatkan oleh Muhammad ibnu Ishaq dari Yazid ibnu Rauman, dari Urwah ibnuz Zubair:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم، لما سَأَلَ ذَلِكَ الْعَبْدَ  الْأَسْوَدَ لِبَنِي الْحَجَّاجِ عَنْ عدة قريش قال: كَثِيرٌ، قَالَ «كَمْ يَنْحَرُونَ كُلَّ يَوْمٍ» ؟ قَالَ: يَوْمًا تِسْعًا وَيَوْمًا عَشْرًا، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ «الْقَوْمُ مَا بَيْنَ التِّسْعِمِائَةِ إِلَى الْأَلْفِ»
Bahwa Rasulullah Saw. ketika menanyakan kepada seorang budak hitam milik Banil Hajaj tentang bilangan pasukan Quraisy, maka budak itu menjawab bahwa jumlah mereka banyak. Nabi Saw. bertanya, "Berapa ekor untakah yang mereka sembelih setiap harinya?" Budak itu menjawab, "Terkadang sembilan dan terkadang sepuluh ekor tiap harinya." Nabi Saw. bersabda, "(Kalau demikian jumlah) kaum antara sembilan ratus sampai seribu orang personel."
Abu Ishaq As-Subai'i meriwayatkan dari seorang budak wanita, dari Ali r.a. yang mengatakan bahwa jumlah mereka seribu orang. Hal yang sama dikatakan oleh Ibnu Mas'ud.
Menurut pendapat yang terkenal, jumlah pasukan kaum Quraisy adalah antara sembilan ratus sampai seribu orang. Pada garis besarnya jumlah pasukan kaum Quraisy tiga kali lipat jumlah pasukan kaum muslim. Atas dasar ini, maka pendapat mengenai masalah ini cukup sulit untuk dicerna. Akan tetapi, Ibnu Jarir menguatkan pendapat ini (yang mengatakan seribu orang) dan menganggapnya sebagai pendapat yang sahih. Alasannya ialah seperti dikatakan, "Aku mempunyai seribu dinar dan aku memerlukan dua kali lipat." Dengan demikian, berarti ia memerlukan tiga ribu dinar. Demikianlah menurut alasan yang dikemukakan oleh Ibnu Jarir; dan berdasarkan pengertian ini, maka mengenai masalah ini tidak ada kesulitan lagi.
Akan tetapi, masih ada satu pertanyaan lagi yang jawabannya ada dua pendapat. Yaitu bagaimanakah cara menggabungkan pengertian yang terkandung di dalam ayat ini dengan firman Allah Swt. sehubungan dengan Perang Badar, yaitu:

  وَإِذْ يُرِيكُمُوهُمْ إِذِ الْتَقَيْتُمْ فِي أَعْيُنِكُمْ قَلِيلًا وَيُقَلِّلُكُمْ فِي أَعْيُنِهِمْ لِيَقْضِيَ اللَّهُ أَمْراً كانَ مَفْعُولًا
Dan ketika Allah menampakkan mereka kepada kalian, ketika kalian berjumpa dengan mereka berjumlah sedikit pada penglihatan mata kalian dan kalian ditampakkan-Nya berjumlah sedikit pada penglihatan mata mereka, karena Allah hendak melakukan suatu urusan yang mesti dilaksanakan. (Al-Anfal: 44), hingga akhir ayat.
Sebagai jawabannya dapat dikatakan bahwa hal yang disebutkan dalam ayat ini mengisahkan suatu keadaan, sedangkan yang ada di dalam ayat di atas menceritakan keadaan yang lain. Seperti apa yang dikatakan oleh As-Saddi, dari At-Tayyib, dari Ibnu Mas'ud sehubungan dengan firman-Nya: Sesungguhnya telah ada tanda bagi kalian pada dua golongan yang telah bertemu (bertempur). (Ali Imran: 13), hingga akhir ayat. Ini adalah dalam Perang Badar.
Abdullah ibnu Mas'ud mengatakan, "Kami pandang pasukan kaum musyrik dan ternyata kami lihat jumlah mereka berkali-kali lipat jumlah pasukan kami. Kemudian dalam kesempatan yang lain kami pandang mereka, maka ternyata kami melihat mereka tidak lebih banyak dari pasukan kami, sekalipun hanya seorang." Yang demikian itulah yang disebutkan di dalam firman-Nya:
{وَإِذْ يُرِيكُمُوهُمْ إِذِ الْتَقَيْتُمْ فِي أَعْيُنِكُمْ قَلِيلا وَيُقَلِّلُكُمْ فِي أَعْيُنِهِمْ لِيَقْضِيَ اللَّهُ أَمْرًا كَانَ مَفْعُولا}
Dan ketika Allah menampakkan mereka kepada kalian, ketika kalian berjumpa dengan mereka   berjumlah sedikit pada penglihatan mata kalian dan kalian ditampakkan-Nya berjumlah sedikit pada penglihatan mereka. (Al-Anfal: 44), hingga akhir ayat.
Abu Ishaq meriwayatkan dari Abu Abdah, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang mengatakan, "Sesungguhnya mereka ditampakkan di mata kami berjumlah sedikit, sehingga aku berkata kepada seorang lelaki yang ada di sebelahku, 'Kamu lihat jumlah mereka ada tujuh puluh orang bukan?' Ia menjawab, 'Menurutku jumlah mereka ada seratus orang'."
Ibnu Mas'ud melanjutkan kisahnya, bahwa lalu ia menawan seseorang dari mereka, ketika ia menanyakan kepadanya, "Berapakah jumlah kalian?" Orang yang ditawan itu menjawabnya, "Seribu orang."
Ketika masing-masing pihak berhadap-hadapan, maka pasukan kaum muslim melihat jumlah pasukan kaum musyrik dua kali lipat jumlah mereka. Dijadikan demikian oleh Allah agar kaum muslim bertawakal, berserah diri, dan meminta pertolongan kepada Tuhan-nya. Sedangkan pasukan kaum musyrik melihat pasukan kaum muslim demikian pula, agar timbul rasa takut dan hati yang kecut di kalangan mereka, dan mental mereka beserta semangat tempurnya jatuh.
Setelah kedua pasukan terlibat di dalam pertempuran, maka Allah membuat pasukan kaum muslim memandang sedikit jumlah pasukan kaum musyrik. Begitu pula sebaliknya, pasukan kaum musyrik memandang sedikit jumlah pasukan kaum muslim, agar masing-masing pihak maju dengan penuh semangat untuk menghancurkan pihak lainnya. Seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya: karena Allah hendak melakukan suatu urusan yang mesti dilaksanakan. (Al-Anfal: 44)
Yakni untuk membedakan antara yang hak dan yang batil, lalu menanglah kalimat iman atas kalimat kekufuran dan kezaliman. Allah memenangkan pasukan kaum muslim dan mengalahkan pasukan kaum kafir, seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. di dalam firman-Nya:
وَلَقَدْ نَصَرَكُمُ اللَّهُ بِبَدْرٍ وَأَنْتُمْ أَذِلَّةٌ
Sungguh Allah telah menolong kalian dalam peperangan Badar, padahal kalian adalah (ketika itu) orang-orang yang lemah. (Ali Imran: 123)
Sedangkan dalam ayat ini Allah Swt. menyebutkan melalui firman-Nya:
وَاللَّهُ يُؤَيِّدُ بِنَصْرِهِ مَنْ يَشاءُ إِنَّ فِي ذلِكَ لَعِبْرَةً لِأُولِي الْأَبْصارِ
Allah menguatkan dengan bantuan-Nya siapa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai mata hati. (Ali Imran: 13)
Yakni sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terkandung pelajaran bagi orang yang mempunyai mata hati dan pemahaman, lalu hal ini ia jadikan sebagai petunjuk yang memperlihatkan kepadanya akan ketetapan Allah dan perbuatan-perbuatan-Nya serta takdir-Nya yang berlangsung ketika Dia menolong hamba-hamba-Nya yang beriman dalam kehidupan di dunia ini, juga pada hari di saat itu semua saksi bangkit mempersaksikan.
{زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالأنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآبِ (14) قُلْ أَؤُنَبِّئُكُمْ بِخَيْرٍ مِنْ ذَلِكُمْ لِلَّذِينَ اتَّقَوْا عِنْدَ رَبِّهِمْ جَنَّاتٌ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا وَأَزْوَاجٌ مُطَهَّرَةٌ وَرِضْوَانٌ مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ بَصِيرٌ بِالْعِبَادِ (15) }
Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia; dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga). Katakanlah, "Inginkah aku kabarkan kepada kalian apa yang lebih baik dari yang demikian itu?" Untuk orang-orang yang bertakwa (kepada Allah), pada sisi Tuhan mereka ada surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya. Dan (ada pula) istri-istri yang disucikan serta keridaan Allah. Dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya.
Allah Swt. memberitakan tentang semua yang dijadikan perhiasan bagi manusia dalam kehidupan di dunia ini, berupa berbagai kesenangan yang antara lain ialah wanita dan anak-anak. Dalam ayat ini dimulai dengan sebutan wanita, karena fitnah yang ditimbulkan oleh mereka sangat kuat. Seperti apa yang disebutkan di dalam sebuah hadis sahih, bahwa Nabi Saw. pernah bersabda:
«مَا تَرَكْتُ بَعْدِي فِتْنَةً أَضَرَّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ»
Tiada suatu fitnah pun sesudahku yang lebih berbahaya bagi kaum laki-laki selain dari wanita.
Lain halnya jika orang yang bersangkutan bertujuan dengan wanita untuk memelihara kehormatannya dan memperbanyak keturunan, maka hal ini merupakan suatu hal yang dianjurkan dan disunatkan, seperti yang disebutkan oleh banyak hadis yang menganjurkan untuk nikah dan memperbanyak nikah. Sebaik-baik orang dari kalangan umat ini ialah yang paling banyak mempunyai istri (dalam batas yang diperbolehkan). Sabda Nabi Saw. yang mengatakan:
«الدُّنْيَا مَتَاعٌ، وَخَيْرُ مَتَاعِهَا الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ، إِنْ نَظَرَ إِلَيْهَا سَرَّتْهُ، وَإِنْ أَمَرَهَا أَطَاعَتْهُ وَإِنْ غَابَ عَنْهَا حَفِظَتْهُ فِي نَفْسِهَا وَمَالِهِ»
Dunia adalah kesenangan, dan sebaik-baik kesenangannya ialah istri yang saleh; jika suami memandangnya, maka ia membuat gembira suaminya; jika suami menyuruhnya, maka ia menaati suaminya; dan jika suami pergi, tidak ada di tempat, maka ia memelihara kehormatan dirinya dan harta benda suaminya.
Sabda Nabi Saw. dalam hadis yang lain, yaitu:
«حُبِّبَ إِلَيَّ النِّسَاءُ وَالطِّيبُ، وَجُعِلَتْ قُرَّةُ عَيْنِي فِي الصَّلَاةِ»
Aku dibuat senang kepada wanita dan wewangian, dan kesejukan hatiku dijadikan di dalam salatku.
Siti Aisyah menceritakan bahwa tiada sesuatu pun yang lebih disukai oleh Rasulullah Saw. selain wanita kecuali kuda. Menurut riwayat yang lain disebutkan 'selain kuda kecuali wanita'.
Senang kepada anak adakalanya karena dorongan membanggakan diri dan sebagai perhiasan yang juga termasuk ke dalam pengertian membanggakan diri. Adakalanya karena dorongan ingin memperbanyak keturunan dan memperbanyak umat Muhammad Saw. yang menyembah hanya kepada Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Maka hal ini baik lagi terpuji, seperti yang disebutkan di dalam sebuah hadis, yaitu:
«تَزَوَّجُوا الْوَدُودَ الْوَلُودَ، فَإِنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمُ الْأُمَمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ»
Nikahilah oleh kalian wanita-wanita yang keibuan lagi subur peranakannya, karena sesungguhnya aku memperbanyak umatku karena kalian kelak di hari kiamat.
Cinta kepada harta adakalanya karena terdorong oleh faktor menyombongkan diri dan berbangga-banggaan, takabur terhadap orang-orang lemah, dan sombong terhadap orang-orang miskin. Hal ini sangat dicela. Tetapi adakalanya karena terdorong oleh faktor membelanjakannya di jalan-jalan yang mendekatkan diri kepada Allah Swt. dan silaturahmi, serta amal-amal kebajikan dan ketaatan, hal ini sangat terpuji menurut syariat.
Para ahli tafsir berbeda pendapat tentang kadar qintar yang disebut oleh ayat ini, yang kesimpulannya menyatakan bahwa yang dimaksud dengan qintar adalah harta yang banyak dan berlimpah, seperti yang dikatakan oleh Ad-Dahhak dan lain-lainnya.
Menurut pendapat yang lain sejumlah seribu dinar, pendapat lainnya mengatakan seribu dua ratus dinar, pendapat yang lainnya mengatakan sejumlah dua belas ribu dinar, pendapat lain mengatakan empat puluh ribu dinar, pendapat yang lainnya lagi mengatakan enam puluh ribu dinar, dan ada yang mengatakan tujuh puluh ribu dinar, ada pula yang mengatakan delapan puluh ribu dinar, dan lain sebagainya.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الصَّمَدِ، حَدَّثَنَا حَمَّادٌ، عَنْ عَاصِمٍ، عَنْ أَبِي صَالِحٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "القِنْطَارُ اثْنَا عَشَرَ ألْف أوقيَّةٍ، كُلُّ أوقِيَّةٍ خَيْر مِمَّا بَيْنَ السَّمَاءِ والأرْضِ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdus Samad, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Asim, dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Satu qintar adalah dua belas ribu auqiyah, tiap-tiap auqiyah lebih baik daripada apa yang ada di antara langit dan bumi.
Ibnu Majah meriwayatkan pula hadis ini dari Abu Bakar ibnu Abu Syaibah, dari Abdus Samad ibnu Abdul Waris, dari Hammad ibnu Salamah dengan lafaz yang sama. Ibnu Jarir meriwayatkannya dari Bandar, dari Ibnu Mahdi, dari Hammad ibnu Salamah, dari Asim ibnu Bahdalah, dari Zakwan Abu Saleh, dari Abu Hurairah secara mauquf (hanya sampai pada Abu Hurairah).
Seperti yang terdapat pada riwayat Waki' di dalam kitab tafsirnya, disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, dari Asim ibnu Bahdalah, dari Zakwan Abu Saleh, dari Abu Hurairah yang mengatakan: Satu qintar adalah dua belas ribu auqiyah, satu auqiyah lebih baik daripada semua yang ada di antara langit dan bumi.
Sanad riwayat ini lebih sahih.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, dari Mu'az ibnu Jabal dan Ibnu Umar. Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya melalui Abu Hurairah dan Abu Darda, bahwa mereka (para sahabat) mengatakan, "Satu qintar adalah seribu dua ratus auqiyah."
ثُمَّ قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنِي زَكَرِيَّا بْنُ يَحْيَى الضَّرِيرُ، حَدَّثَنَا شَبَابَةُ، حَدَّثَنَا مَخْلَد بْنُ عَبْدِ الْوَاحِدِ، عَنْ عَلِيِّ بْنِ زَيْدٍ، عَنْ عَطَاءِ بْنِ أَبِي مَيْمُونَةَ، عَنْ زِرّ بْنِ حُبَيْش عَنْ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "القِنْطَارُ ألْفُ أوقِيَّةٍ ومائَتَا أوقِيَّةٍ"
Kemudian Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Zakaria ibnu Yahya Ad-Darir (tuna netra), telah menceritakan kepada kami Syababah, telah menceritakan kepada kami Mukhallad ibnu Abdul Wahid, dari Ali ibnu Zaid, dari Ata dari Ibnu Abu Maimunah, dari Zurr ibnu Hubaisy, dari Ubay ibnu Ka'b yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Satu qintar adalah seribu dua ratus auqiyah.
Hadis ini berpredikat munkar, lebih dekat kepada kebenaran ialah yang mengatakan bahwa hadis ini berpredikat mauquf hanya sampai pada Ubay ibnu Ka'b (tidak sampai kepada Nabi Saw.), sama halnya dengan yang lainnya dari kalangan sahabat.
وَقَدْ رَوَى ابْنُ مَرْدُويَه، مِنْ طَرِيقِ مُوسَى بْنِ عُبَيْدة الرَبَذِي عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ عَنْ يحنَّش أَبِي مُوسَى، عَنْ أُمِّ الدَّرْدَاءِ، عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنْ قَرَأ مِائَةَ آيةٍ لَمْ يُكْتَبْ مِنَ الْغَافِلِينَ، ومَنْ قَرَأ مِائَةَ آيةٍ إِلَى ألْف أصْبَح لَهُ قِنْطار مِنْ أجْرٍ عندَ اللَّهِ، القِنْطارُ مِنْهُ مِثلُ الجبَلِ العَظِيمِ".
Ibnu Murdawaih meriwayatkan melalui jalur Musa ibnu Ubaidah Ar-Rabzi, dari Muhammad ibnu Ibrahim, dari Musa, dari Ummu Darda, dari Abu Darda yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Barang siapa yang membaca seratus ayat, maka ia tidak dicatat sebagai orang-orang yang lalai; dan barang siapa yang membaca seratus ayat hingga seribu ayat, maka ia akan memiliki satu qintar pahala di sisi Allah. Satu qintar pahala sama banyaknya dengan sebuah bukit yang besar.
Waki' meriwayatkan hal yang semakna dari Musa ibnu Ubaidah.
Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abul Abbas Muhammad ibnu Ya'qub, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Isa ibnu Zaid Al-Lakhami, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Amr ibnu Abu Salamah, telah menceritakan kepada kami Zuhair ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Humaid At-Tawil dan seorang lelaki lainnya, dari Anas ibnu Malik yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah ditanya mengenai makna firman-Nya: harta yang berlimpah. (Ali Imran: 14) Maka Nabi Saw. bersabda:
«الْقِنْطَارُ أَلْفَا أُوقِيَّةٍ»
satu qintar adalah dua ribu auqiyah.
Hadis ini sahih dengan syarat Syaikhain, tetapi keduanya tidak mengetengahkannya. Demikianlah menurut apa yang telah diriwayatkan oleh Imam Hakim.
Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya dengan lafaz yang lain. Untuk itu ia mengatakan:
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الرَّقِّي، حدثنا عمرو ابن أَبِي سَلَمَةَ، حَدَّثَنَا زُهَيْرٌ -يَعْنِي ابْنَ مُحَمَّدٍ-حَدَّثَنَا حُمَيْدٌ الطَّوِيلُ وَرَجُلٌ آخَرُ قَدْ سَمَّاهُ-يَعْنِي يَزِيدَ الرَّقَاشي-عَنْ أَنَسٍ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي قَوْلِهِ: قِنْطَارٌ، يَعْنِي: "أَلْفَ دِينَارٍ"
telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Abdur Rahman Ar-Riqqi, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Abu Salamah, telah menceritakan kepada kami Zuhair (yakni Ibnu Muhammad), telah menceritakan kepada kami Humaid At-Tawil dan seorang lelaki yang disebutnya bernama Yazid Ar-Raqqasyi, dari Anas, dari Rasulullah Saw. dalam sabdanya yang mengatakan: bahwa satu qintar adalah seribu dinar.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Tabrani, dari Abdullah ibnu Muhammad ibnu Abu Maryam, dari Amr ibnu Abu Salamah, lalu ia menceritakan riwayat ini dengan sanad yang semisal.
Ibnu Jarir meriwayatkan dari Al-Hasan Al-Basri, dari Anas ibnu Malik secara mursal atau mauquf hanya sampai kepadanya yang isinya menyatakan bahwa satu qintar adalah seribu dua ratus dinar. Hal ini merupakan suatu riwayat yang dikemukakan oleh Al-Aufi dari Ibnu Abbas.
Ad-Dahhak mengatakan bahwa sebagian orang Arab ada yang mengatakan satu qintar adalah seribu dua ratus dinar. Ada pula yang mengatakan dua belas ribu (dinar).
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Arim, dari Hammad, dari Sa'id Al-Harasi, dari Abu Nadrah, dari Abu Sa'id Al-Khudri yang mengatakan bahwa satu qintar adalah sepenuh kulit banteng berisikan emas.
Abu Muhammad mengatakan bahwa hal ini diriwayatkan oleh Muhammad ibnu Musa Al-Harasi, dari Hammad ibnu Zaid secara marfu', tetapi yang mauquf lebih sahih.
Senang kuda ada tiga macam, adakalanya para pemiliknya memeliharanya untuk persiapan berjihad di jalan Allah; di saat mereka perlukan, maka mereka tinggal memakainya; mereka mendapat pahala dari usahanya itu. Adakalanya orang yang bersangkutan memelihara kuda untuk membanggakan diri dan melawan kaum muslim, maka pelakunya mendapat dosa dari perbuatannya. Adakalanya pula kuda dipelihara untuk diternakkan tanpa melupakan hak Allah yang ada padanya, maka bagi pemiliknya beroleh ampunan dari Allah Swt. Seperti yang akan dijelaskan nanti dalam tafsir firman-Nya:
وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ وَمِنْ رِباطِ الْخَيْلِ
Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kalian sanggupi dari kuda-kuda yang ditambatkan untuk berperang. (Al-Anfal: 60), hingga akhir ayat.
Yang dimaksud dengan al-musawwamah menurut Ibnu Abbas r.a. ialah kuda-kuda pilihan yang dipelihara dengan baik. Hal yang sama dikatakan pula menurut riwayat yang bersumber dari Mujahid, Ikrimah, Sa'id ibnu Jubair, Abdur Rahman ibnu Abdullah ibnu Abza, As-Saddi, Ar-Rabi' ibnu Anas, Abu Sinan, dan lain-lainnya.
Menurut Makhul, al-musawwamah ialah kuda yang memiliki belang putih. Menurut pendapat yang lainnya lagi dikatakan selain itu.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ، عَنْ عَبْدِ الْحَمِيدِ بْنِ جَعْفَرٍ، عَنْ يَزِيدَ بْنِ أَبِي حَبِيبٍ، عَنْ سُوَيْد بْنِ قَيْسٍ، عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ حُدَيج، عَنْ أَبِي ذَرٍّ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "ليسَ مِنْ فَرَسٍ عَرَبِي إِلَّا يُؤذَنُ لَهُ مَعَ كُلِّ فَجْر يَدْعُو بِدَعْوَتَيْنِ، يَقُولُ: اللَّهُمَّ إنَّكَ خَوَّلْتَنِي مِنْ خَوَّلْتَني من بَنِي آدَم، فاجْعَلنِي مِنْ أحَبِّ مَالِهِ وأهْلِهِ إِلَيْهِ، أوْ أحَب أهْلِه ومالِهِ إليهِ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Sa'id, dari Abdul Hamid ibnu Ja'far, dari Yazid ibnu Abu Habib, dari Suwaid ibnu Qais, dari Mu'awiyah ibnu Khadij, dari Abu Zar r.a. yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Tiada seekor kuda Arab pun melainkan diperintahkan kepadanya melakukan dua buah doa pada tiap fajar, yaitu: "Ya Allah, sesungguhnya Engkau telah menundukkan aku kepada seseorang dari Bani Adam hingga aku tunduk kepadanya, maka jadikanlah aku termasuk harta dan keluarga yang paling dicintainya, atau keluarga dan harta benda yang paling dicintainya.
*******************
Firman Allah Swt.:
وَالْأَنْعامِ
dan binatang ternak. (Ali Imran: 14)
Yang dimaksud ialah unta, sapi, dan kambing.
وَالْحَرْثِ
dan sawah ladang. (Ali Imran: 14)
Yakni lahan yang dijadikan untuk ditanami (seperti ladang, sawah, serta perkebunan).
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا رَوْح بْنُ عُبَادَةَ، حَدَّثَنَا أَبُو نَعَامَةَ الْعَدَوِيُّ، عَنْ مُسْلِمِ بْنِ بُدَيل عَنْ إياسِ بْنِ زُهَيْرٍ، عَنْ سُويد بْنِ هُبَيرة، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "خَيْرُ مَالِ امْرِئٍ لَهُ مُهْرة مَأمُورة، أَوْ سِكَّة مَأبُورة"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Rauh ibnu Ubadah, telah menceritakan kepada kami Abu Na'amah Al-Adawi, dari Muslim ibnu Badil, dari Iyas ibnu Zuhair, dari Suwaid ibnu Hubairah, dari Nabi Saw. yang bersabda: Sebaik-baik harta seseorang ialah ternak kuda yang berkembang biak dengan pesat, atau kebun kurma yang subur.
Al-ma-burah, yang banyak keturunannya. As-sikkah, pohon kurma yang berbaris (banyak). Ma-buran artinya yang dicangkok (yakni subur).
*******************
Firman Allah Swt:
ذلِكَ مَتاعُ الْحَياةِ الدُّنْيا
Itulah kesenangan hidup di dunia. (Ali Imran: 14)
Artinya, itulah yang meramaikan kehidupan di dunia dan sebagai perhiasannya yang kelak akan fana.
وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآبِ
dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik. (Ali Imran: 14)
Yakni tempat kembali yang baik dan berpahala, yaitu surga.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Humaid, telah menceritakan kepada kami Jarir, dari Ata, dari Abu Bakar ibnu Hafs ibnu Umar ibnu Sa'd yang menceritakan bahwa ketika diturunkan ayat berikut, yaitu firman-Nya: Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini. (Ali Imran: 14) Maka Umar ibnul Khattab berkata, "Sekaranglah, ya Tuhanku, karena Engkau telah menjadikannya sebagai perhiasan bagi kami." Maka turunlah firman-Nya: Katakanlah, "Inginkah aku kabarkan kepada kalian apa yang lebih baik daripada yang demikian itu?" Untuk orang-orang yang bertakwa. (Ali Imran: 15), hingga akhir ayat.
Karena itulah Allah Swt. berfirman:
قُلْ أَأُنَبِّئُكُمْ بِخَيْرٍ مِنْ ذلِكُمْ
Katakanlah, "Inginkah aku kabarkan kepada kalian apa yang lebih baik daripada yang demikian itu?" (Ali Imran: 15)
Yakni katakanlah, hai Muhammad, kepada orang-orang, "Aku akan memberitahukan kepada kalian hal yang lebih baik daripada apa yang dihiaskan kepada manusia dalam kehidupan di dunia ini berupa kesenangan dan kegemerlapannya yang semuanya itu pasti akan lenyap." Sesudah itu Allah Swt. mengabarkan melalui firman-Nya:
لِلَّذِينَ اتَّقَوْا عِنْدَ رَبِّهِمْ جَنَّاتٌ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهارُ
Untuk orang-orang yang bertakwa (kepada Allah), pada sisi Tuhan mereka ada surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. (Ali Imran: 15)
Yaitu yang menembus di antara sisi-sisinya dan bagian-bagiannya sungai-sungai dari berbagai macam rasa, ada sungai madu, sungai khamr, sungai susu, dan lain sebagainya yang belum pernah dilihat oleh mata manusia, belum pernah didengar oleh telinganya, dan belum pernah terdetik di dalam hatinya.
خالِدِينَ فِيها
mereka kekal di dalamnya. (Ali Imran: 15)
Yakni tinggal di dalamnya untuk selama-lamanya, dan mereka tidak mau pindah darinya.
وَأَزْواجٌ مُطَهَّرَةٌ
dan istri-istri yang disucikan. (Ali Imran: 15)
Maksudnya, disucikan dari kotoran, najis, penyakit, haid, nifas, dan lain sebagainya yang biasa dialami oleh kaum wanita di dunia.
وَرِضْوانٌ مِنَ اللَّهِ
serta keridaan Allah. (Ali Imran: 15)
Yakni mereka dinaungi oleh rida Allah, maka Allah tidak akan murka lagi terhadap mereka sesudahnya untuk selama-lamanya. Karena itulah Allah Swt. berfirman di dalam surat At-Taubah:
وَرِضْوانٌ مِنَ اللَّهِ أَكْبَرُ
Dan keridaan Allah adalah lebih besar. (At-Taubah: 72)
Artinya, lebih besar daripada semua nikmat kekal yang diberikan kepada mereka di dalam surga.
*******************
Kemudian Allah Swt. berfirman:
وَاللَّهُ بَصِيرٌ بِالْعِبادِ
Dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya. (Ali Imran: 15)
Yakni Dia pasti memberikan anugerah sesuai dengan apa yang berhak diterima oleh masing-masing hamba.

{الَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا إِنَّنَا آمَنَّا فَاغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ (16) الصَّابِرِينَ وَالصَّادِقِينَ وَالْقَانِتِينَ وَالْمُنْفِقِينَ وَالْمُسْتَغْفِرِينَ بِالأسْحَارِ (17) }
(Yaitu) orang-orang yang berdoa, "Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah beriman, maka ampunilah segala dosa kami dan peliharalah kami dari siksa neraka," (yaitu) orang-orang yang sabar, yang benar, yang tetap taat, yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah), dan yang memohon ampun di waktu sahur.
Allah Swt. menggambarkan sifat-sifat hamba-hamba-Nya yang bertakwa, yaitu orang-orang yang telah dijanjikan beroleh pahala yang berlimpah. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
الَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنا إِنَّنا آمَنَّا
(Yaitu) orang-orang yang berdoa, "Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah beriman." (Ali Imran: 16)
Yakni beriman kepada-Mu dan kitab-kitab-Mu serta rasul-rasul-Mu.
فَاغْفِرْ لَنا ذُنُوبَنا
maka ampunilah segala dosa kami. (Ali Imran: 16)
Yaitu karena iman kami kepada Engkau, juga kepada apa yang telah Engkau syariatkan buat kami, maka kami memohon semoga Engkau mengampuni kami atas dosa-dosa dan kelalaian kami dalam urusan kami berkat anugerah dan rahmat-Mu.
{وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ}
dan peliharalah kami dari siksa neraka. (Ali Imran: 16)
*******************
Kemudian dalam ayat berikutnya Allah Swt. berfirman:
الصَّابِرِينَ
(yaitu) orang-orang yang sabar. (Ali Imran: 17)
Maksudnya, sabar dalam menjalankan ketaatan dan meninggalkan semua hal yang diharamkan.
وَالصَّادِقِينَ
orang-orang yang benar. (Ali Imran: 17)
Yakni percaya kepada apa yang diberitakan kepada mereka berkat iman mereka, yang hal ini direalisasikan oleh mereka dalam sikap berteguh hati dalam mengerjakan amal-amal yang berat.
وَالْقانِتِينَ
Orang-orang yang tetap taat. (Ali Imran: 17)
Al-qunut artinya taat dan patuh, yakni orang-orang yang tetap dalam ketaatannya.
وَالْمُنْفِقِينَ
orang-orang yang menafkahkan hartanya. (Ali Imran: 17)
Yaitu menafkahkan sebagian dari harta mereka di jalan-jalan ketaatan yang diperintahkan kepada mereka, silaturahmi, amal taqarrub, memberikan santunan, dan menolong orang-orang yang membutuhkannya.
وَالْمُسْتَغْفِرِينَ بِالْأَسْحارِ
dan orang-orang yang memohon ampun di waktu sahur. (Ali Imran: 17)
Ayat ini menunjukkan keutamaan beristigfar di waktu sahur.
Menurut suatu pendapat, sesungguhnya Nabi Ya'qub a.s. ketika berkata kepada anak-anaknya, yang perkataannya disitir oleh firman-Nya:
سَوْفَ أَسْتَغْفِرُ لَكُمْ رَبِّي
Aku akan memohonkan ampun bagi kalian kepada Tuhanku. (Yusuf: 98)
Maka Nabi Ya'qub menangguhkan doanya itu sampai waktu sahur.
Telah disebutkan di dalam kitab Sahihain dan kitab-kitab sunnah serta kitab-kitab musnad yang lain diriwayatkan melalui berbagai jalur dari sejumlah sahabat Rasulullah Saw., bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
«يَنْزِلُ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى فِي كُلِّ لَيْلَةٍ إِلَى سَمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثلث الليل الأخير، فَيَقُولُ: هَلْ مِنْ سَائِلٍ فَأُعْطِيَهُ؟ هَلْ مِنْ دَاعٍ فَأَسْتَجِيبَ لَهُ؟ هَلْ مِنْ مُسْتَغْفِرٍ فَأَغْفِرَ لَهُ؟
(Rahmat) Allah Swt. turun pada tiap malam ke langit dunia, yaitu di saat malam hari tinggal sepertiganya lagi, lalu Dia berfirman, "Apakah ada orang yang meminta, maka Aku akan memberinya? Apakah ada orang yang berdoa, maka Aku memperkenankannya? Dan apakah ada orang yang meminta ampun, maka Aku memberikan ampunan kepadanya," hingga akhir hadis.
Al-Hafiz Abul Hasan Ad-Daruqutni mengkhususkan bab ini dalam sebuah juz tersendiri. Ia meriwayatkan hadis ini melalui berbagai jalur.
Di dalam kitab Sahihain dari Siti Aisyah r.a. disebutkan bahwa setiap malam Rasulullah Saw. selalu melakukan salat witir, mulai dari awal, pertengahan, dan akhir malam; dan akhir dari semua witir ialah di waktu sahur.
Disebutkan bahwa sahabat Abdullah ibnu Umar melakukan salat (sunat di malam hari), kemudian bertanya, "Hai Nafi’, apakah waktu sahur telah masuk?" Apabila dijawab, "Ya," maka ia mulai berdoa dan memohon ampun hingga waktu subuh. Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami ibnu Waki', telah menceritakan kepada kami ayahku, dari Hurayyis ibnu Abu Matar, dari Ibrahim ibnu Hatib, dari ayahnya yang menceritakan bahwa ia pernah mendengar seorang lelaki yang berada di salah satu bagian dalam masjid mengucapkan doa berikut: Ya Tuhanku, Engkau telah memerintahkan kepadaku, maka aku taati perintah-Mu; dan inilah waktu sahur, maka berikanlah ampunan bagiku. Ketika ia melihat lelaki itu, ternyata dia adalah sahabat Ibnu Mas'ud r.a.
Ibnu Murdawaih meriwayatkan dari Anas ibnu Malik yang mengatakan bahwa kami (para sahabat) bila melakukan salat (sunat) di malam hari diperintahkan untuk melakukan istigfar di waktu sahur sebanyak tujuh puluh kali.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar