وَاتْلُ
عَلَيْهِمْ نَبَأَ ابْنَيْ آدَمَ بِالْحَقِّ إِذْ قَرَّبَا قُرْبَانًا فَتُقُبِّلَ
مِنْ أَحَدِهِمَا وَلَمْ يُتَقَبَّلْ مِنَ الْآخَرِ قَالَ لَأَقْتُلَنَّكَ قَالَ
إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ (27) لَئِنْ بَسَطْتَ إِلَيَّ
يَدَكَ لِتَقْتُلَنِي مَا أَنَا بِبَاسِطٍ يَدِيَ إِلَيْكَ لِأَقْتُلَكَ إِنِّي
أَخَافُ اللَّهَ رَبَّ الْعَالَمِينَ (28) إِنِّي أُرِيدُ أَنْ تَبُوءَ بِإِثْمِي
وَإِثْمِكَ فَتَكُونَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ وَذَلِكَ جَزَاءُ الظَّالِمِينَ (29)
فَطَوَّعَتْ لَهُ نَفْسُهُ قَتْلَ أَخِيهِ فَقَتَلَهُ فَأَصْبَحَ مِنَ
الْخَاسِرِينَ (30) فَبَعَثَ اللَّهُ غُرَابًا يَبْحَثُ فِي الْأَرْضِ لِيُرِيَهُ
كَيْفَ يُوَارِي سَوْءَةَ أَخِيهِ قَالَ يَا وَيْلَتَا أَعَجَزْتُ أَنْ أَكُونَ
مِثْلَ هَذَا الْغُرَابِ فَأُوَارِيَ سَوْءَةَ أَخِي فَأَصْبَحَ مِنَ النَّادِمِينَ
(31)
Ceritakanlah kepada mereka kisah dua putra Adam
(Habil dan Qabil) menurut yang
sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka diterima dari salah
seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain
(Qabil). Ia (Qabil) berkata, "Aku pasti membunuhmu!" Berkata
Habil, "Sesungguhnya Allah hanya menerima (kurban) dari orang-orang yang
bertakwa." "Sungguh, kalau kamu menggerakkan tanganmu kepadaku untuk membunuhku,
aku sekali-kali tidak akan menggerakkan tanganku kepadamu untuk membunuhmu.
Sesungguhnya aku takut kepada Allah, Tuhan seru sekalian alam. Sesungguhnya aku
ingin agar kamu kembali dengan (membawa) dosa (membunuh)ku dari
dosamu sendiri, maka kamu akan menjadi penghuni neraka, dan yang demikian
itulah pembalasan bagi orang-orang yang zalim." Maka hawa nafsu Qabil
menjadikannya menganggap mudah membunuh saudaranya, sebab itu dibunuhnyalah,
maka jadilah ia seorang di antara orang-orang yang merugi. Kemudian Allah
menyuruh seekor burung gagak menggali-gali di bumi untuk memperlihatkan
kepadanya (Qabil) bagaimana seharusnya dia menguburkan mayat saudaranya.
Berkata (Qabil), "Aduhai, celaka aku, mengapa aku tidak mampu berbuat
seperti burung gagak ini, lalu aku dapat menguburkan mayat saudaraku ini?"
Karena itu, jadilah dia seorang di antara orang-orang yang
menyesal.Allah Swt. berfirman menjelaskan kefatalan akibat dari dengki, iri hati. dan zalim melalui kisah kedua anak Adam, yang menurut jumhur ulama bernama Qabil dan Habil. Salah seorang darinya menyerang yang lain hingga membunuhnya karena benci dan dengki terhadapnya karena Allah telah mengaruniakan nikmat kepadanya dan kurbannya diterima oleh Allah Swt. karena ia lakukan dengan hati yang tulus ikhlas.
Akhirnya si terbunuh memperoleh keberuntungan, yaitu semua dosanya diampuni dan dimasukkan ke dalam surga, sedangkan si pembunuh memperoleh kekecewaan dan kembali dengan membawa kerugian di dunia dan akhirat. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{وَاتْلُ
عَلَيْهِمْ نَبَأَ ابْنَيْ آدَمَ بِالْحَقِّ}
Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putra Adam (Habil dan Qabil)
menurut yang sebenarnya. (Al-Maidah: 27)Yakni ceritakanlah kepada mereka yang membangkang lagi dengki —yaitu saudaranya babi dan kera dari kalangan orang-orang Yahudi dan orang-orang yang semisal dan serupa dengan mereka— tentang kisah kedua anak Adam. Keduanya adalah Qabil dan Habil, menurut apa yang telah diceritakan oleh bukan hanya seorang dari kalangan ulama Salaf dan Khalaf.
Firman Allah Swt. yang mengatakan:
{بِالْحَقِّ}
dengan sebenarnya. (Al-Maidah: 27)Yakni secara jelas dan gamblang tanpa ada pengelabuan dan kedustaan, tanpa ada ilusi dan penggantian, serta tanpa ditambah-tambahi atau dikurangi. Seperti pengertian yang tercantum dalam ayat lain:
{إِنَّ
هَذَا لَهُوَ الْقَصَصُ الْحَقّ}
Sesungguhnya ini adalah kisah yang benar. (Ali Imran: 62)
{نَحْنُ
نَقُصُّ عَلَيْكَ نَبَأَهُمْ بِالْحَقِّ}
Kami ceritakan kisah mereka kepadamu (Muhammad) dengan sebenarnya.
(Al-Kahfi: 13)
ذَلِكَ
عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ قَوْلَ الْحَقِّ
Itulah Isa putra Maryam. yang mengatakan perkataan yang benar.
(Maryam: 34)Kisah mengenai mereka berdua, menurut apa yang telah disebutkan oleh bukan hanya seorang dari kalangan ulama Salaf dan Khalaf, bahwa Allah Swt. mensyariatkan kepada Adam a.s. untuk mengawinkan anak-anak lelakinya dengan anak-anak perempuannya karena keadaan darurat.
Tetapi mereka mengatakan bahwa setiap kali mengandung, dilahirkan baginya dua orang anak yang terdiri atas laki-laki dan perempuan, dan ia (Adam) mengawinkan anak perempuannya dengan anak laki-laki yang lahir bukan dari satu perut dengannya. Dan konon saudara seperut Habil tidak cantik, sedangkan saudara seperut Qabil cantik lagi bercahaya. Maka Habil bermaksud merebutnya dari tangan saudaranya. Tetapi Adam menolak hal itu kecuali jika keduanya melakukan suatu kurban; barang siapa yang kurbannya diterima, maka saudara perempuan seperut Qabil akan dikawinkan dengannya. Ternyata kurban Habillah yang diterima, sedangkan kurban Qabil tidak diterima, sehingga terjadilah kisah keduanya yang disebutkan oleh Allah Swt. di dalam Kitab-Nya.
As-Saddi telah mengatakan sehubungan dengan kisah yang ia terima dari Abu Malik dan dari Abu Saleh, dari Ibnu Abbas; juga dari Murrah, dari Ibnu Mas'ud. serta dari sejumlah sahabat Nabi Saw., bahwa tidak sekali-kali dilahirkan anak (laki-laki) bagi Nabi Adam melainkan disertai dengan lahirnya anak perempuan. Nabi Adam selalu mengawinkan anak lelakinya dengan anak perempuan yang lahir tidak seperut dengannya, dan ia mengawinkan anak perempuannya dengan anak lelaki yang lahir tidak seperut dengannya. Pada akhirnya dilahirkan bagi Nabi Adam dua anak laki-laki yang dikenal dengan nama Habil dan Qabil. Setelah besar Qabil adalah ahli dalam bercocok tanam, sedangkan Habil seorang peternak. Qabil berusia lebih tua daripada Habil, dia mempunyai saudara perempuan seperut yang lebih cantik daripada saudara perempuan seperut Habil. Kemudian Habil meminta untuk mengawini saudara perempuan Qabil, tetapi Qabil menolak lamarannya dan berkata, "Dia adalah saudara perempuanku yang dilahirkan seperut denganku, lagi pula dia lebih cantik daripada saudara perempuanmu, maka aku lebih berhak untuk mengawininya." Padahal Nabi Adam telah memerintahkan kepada Qabil untuk menikahkan saudara perempuannya dengan Habil, tetapi Qabil tetap menolak. Kemudian keduanya melakukan suatu kurban kepada Allah Swt. untuk menentukan siapakah di antara keduanya yang berhak mengawini saudara perempuan yang diperebutkan itu. Saat itu Nabi Adam a.s. telah pergi meninggalkan mereka berdua, dia datang ke Mekah untuk ziarah dan melihat Mekah. Allah Swt, berfirman, "Tahukah kamu bahwa Aku mempunyai sebuah rumah di bumi ini?" Adam menjawab, "'Ya Allah, saya tidak tahu." Allah Swt. berfirman, "Sesungguhnya Aku mempunyai sebuah rumah di Mekah, maka datangilah." Kemudian Adam berkata kepada langit.”Jagalah anak-anakku sebagai amanat," tetapi langit menolak; dan ia berkata kepada bumi hal yang semisal, tetapi bumi pun menolak. Maka Adam berkata kepada Qabil. Qabil menjawab, "Ya, pergilah engkau. Kelak bila engkau kembali, engkau akan menjumpai keluargamu seperti yang engkau sukai." Setelah Adam berangkat, mereka berdua melakukan suatu kurban. Sebelum- itu Qabil membanggakan dirinya atas Habil dengan mengatakan, "Aku lebih berhak mengawininya daripada kamu, dia adalah saudara perempuanku, dan aku lebih besar daripada kamu serta akulah yang di-wasiati oleh ayahku." Habil mengurbankan seekor domba yang gemuk, sedangkan Qabil mengurbankan seikat gandum, tetapi ketika ia menjumpai sebulir gandum yang besar di dalamnya, segera dirontokkannya dan dimakannya. Dan ternyata api turun, lalu melahap kurban Habil, sedangkan kurban Qabil dibiarkan begitu saja (tidak dimakan api). Menyaksikan hal itu Qabil marah, lalu berkata, "Aku benar-benar akan membunuhmu agar kamu jangan mengawini saudara perempuanku." Maka Habil hanya menjawab, "Sesungguhnya Allah hanya menerima (kurban) dari orang-orang yang bertakwa."
Demikianlah yang telah diriwayatkan oleh Ibnu Abu Jarir.
Ibnu Abu Hatim mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Muhammad ibnus Sabbah. telah menceritakan kepada kami Hajjaj. dari Ibnu Juraij. telah menceritakan kepadaku Ibnu Khasyam. Ibnu Juraij mengatakan bahwa ia datang bersama Sa'id ibnu Jubair, lalu Ibnu Khasjam menceritakan dari Ibnu Abbas bahwa Nabi Adam melarang seorang wanita kawin dengan saudara lelaki kembarannya, dan ia memerintahkan agar wanita itu dikawini oleh lelaki lain dari kalangan saudara-saudara lelaki lain yang tidak sekembar dengannya. Tersebutlah bahwa setiap Nabi Adam mempunyai anak, dari setiap perut lahirlah seorang bayi laki-laki dan seorang bayi perempuan. Ketika mereka (Nabi Adam dan para putranya) menjalankan peraturan tersebut, tiba-tiba lahirlah seorang anak perempuan yang cantik dan lahir pula seorang anak perempuan yang buruk wajahnya (dari lain perut). Lalu saudara lelaki dari wanita yang buruk rupa itu berkata (kepada saudara lelaki wanita yang cantik), "Kawinkanlah aku dengan saudara perempuanmu, maka aku akan menikahkanmu dengan saudara perempuanku." Lelaki saudara si perempuan yang cantik menjawab, 'Tidak, akulah yang lebih berhak untuk mengawini saudara perempuanku." Maka keduanya melakukan suatu kurban, dan ternyata yang diterima adalah kurban milik peternak, sedangkan kurban milik petani tidak diterima, maka si petani (Qabil) membunuh si peternak (Habil). Sanad asar ini jayyid.
Telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abu Salamah, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, dari Abdullah ibnu Usman ibnu Khasyam, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: ketika keduanya mempersembahkan kurban. (Al-Maidah: 27); Mereka menyuguhkan kurbannya masing-masing, pemilik ternak menyuguhkan kurban seekor domba putih bertanduk lagi gemuk, sedangkan pemilik lahan pertanian menyuguhkan seikat bahan makanan pokoknya. Maka Allah menerima domba dan menyimpannya di dalam surga selama empat puluh tahun. Domba itulah yang kelak akan disembelih oleh Nabi Ibrahim a.s. Sanad asar ini jayyid (baik).
Ibnu Jarir mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Auf, dari Abul Mugirah. dari Abdullah ibnu Amr yang telah menceritakan bahwa sesungguhnya kedua anak lelaki Adam yang menyuguhkan kurban, lalu kurban salah seorangnya diterima, sedangkan kurban yang lainnya tidak diterima; salah seorangnya adalah ahli bercocok tanam, sedangkan yang lainnya adalah peternak domba. Keduanya telah diperintahkan untuk mempersembahkan suatu kurban. Sesungguhnya pemilik ternak mengurbankan seekor kambing yang paling gemuk dan paling baik yang ada pada miliknya dengan hati yang tulus ikhlas, tetapi si petani menyuguhkan hasil panennya yang paling buruk —yaitu kuz dan zuwwan— serta dengan hati yang tidak ikhlas pula. Dan ternyata Allah menerima kurban si pemilik ternak dan tidak mau menerima kurban si petani. Kisah mengenai keduanya disebutkan oleh Allah Swt. di dalam Al-Qur'an.
Ibnu Jarir mengatakan, "Demi Allah, sesungguhnya si terbunuh adalah orang yang lebih kuat. Tetapi karena takut dengan dosa, ia tidak berani menjatuhkan tangannya kepada saudaranya."
Ismail ibnu Rafi' Al-Madani mengatakan bahwa telah dikisahkan kepadaku bahwa kedua anak Adam ketika diperintahkan untuk menyuguhkan kurban salah seorang di antaranya adalah pemilik ternak kambing. Dan tersebutlah bahwa salah seekor dari kambingnya melahirkan cempe (anak kambing) yang sangat ia sukai, sehingga di malam hari anak kambing itu dibawanya tidur bersama, dan ia menggendongnya di atas pundaknya karena sangat sayangnya, sehingga tiada baginya harta benda yang lebih disukainya daripada anak kambing itu. Ketika ia diperintahkan untuk menyuguhkan kurban, anak kambing itu telah besar, maka ia mengurbankannya karena Allah Swt Maka Allah menerimanya, dan kambing itu masih tetap hidup di surga sehingga dijadikan tebusan sebagai ganti anak Nabi Ibrahim a.s. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Al-Ansari, telah menceritakan kepada kami Al-Qasim ibnu Abdur Rahman, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ali ibnul Husain yang telah mengatakan bahwa Adam a.s. berkata kepada Habil dan Qabil, "Sesungguhnya Tuhanku telah menjanjikan kepadaku bahwa kelak di antara keturunanku ada orang yang menyuguhkan kurban, maka suguhkanlah kurban oleh kamu berdua, hingga hatiku senang bila melihat kurban kamu berdua diterima." Lalu keduanya menyuguhkan kurbannya masing-masing, dan tersebutlah bahwa Habil adalah seorang peternak kambing, maka ia mengurbankan seekor kambing yang paling gemuk dan merupakan hartanya yang paling baik. Sedangkan Qabil adalah seorang petani, maka ia mengurbankan hasil terburuk dari panennya. Kemudian Adam berangkat bersama mereka berdua yang masing-masing membawa kurbannya sendiri-sendiri. Lalu keduanya menaiki bukit dan meletakkan kurbannya masing-masing, setelah itu ketiganya duduk seraya melihat ke arah kurban tersebut. Maka Allah mengirimkan api. Setelah api berada di atas kurban mereka, maka kambing kurban itu mendekatinya, dan api segera memakan kurban Habil serta meninggalkan kurban Qabil. Sesudah itu mereka pulang dan Adam mengetahui bahwa Qabil adalah orang yang dimurkai, maka ia berkata (kepadanya), "Celakalah kamu, hai Qabil. kurbanmu tidak diterima." Tetapi Qabil menjawab, "Engkau mencintainya dan mendoakan kurbannya. Karena itu kurbannya diterima, sedangkan kurbanku tidak diterima." Lalu Qabil berkata kepada Habil, "Aku benar-benar akan membunuhmu agar aku tenang dari mu. Ayahmu mendoakan dan memberkati kurbanmu, karena itu kurbanmu diterima." Tersebutlah bahwa Qabil selalu mengancam akan membunuh Habil, hingga di suatu sore hari Habil tertahan tidak dapat pulang karena mengurusi ternak kambingnya. Adam merasa khawatir, lalu ia berkata, "Hai Qabil, ke manakah saudaramu?" Qabil menjawab, "Apakah engkau menyuruhku untuk menjadi penggembala baginya? Aku tidak tahu." Adam berkata marah.”Celakalah kamu,Qabil, berangkatlah kamu dan cari saudaramu itu." Qabil berkata kepada dirinya sendiri.”Malam ini pasti aku akan membunuhnya." Lalu ia mengambil sebuah barang yang tajam dan mendekat ke arah Habil yang saat itu sedang merebahkan tubuhnya. Maka Qabil berkata, "Hai Habil, kurbanmu diterima, sedangkan suguhan kurbanku ditolak, aku benar-benar akan membunuhmu." Habil menjawab, "Aku suguhkan kurban itu dari hartaku yang terbaik, sedangkan engkau mengurbankan hartamu yang buruk. Sesungguhnya Allah tidak menerima kecuali yang baik, dan sesungguhnya Allah hanya mau menerima dari orang-orang yang bertakwa." Ketika Habil mengucapkan kata-kata itu, Qabil marah, lalu ia mengangkat benda tajam itu dan ia pukulkan kepada Habil. Habil sempat berkata, "Celakalah kamu, hai Qabil. Ingatlah kamu kepada Allah, mana mungkin Dia memberimu pahala dengan perbuatanmu ini!" Maka Qabil membunuhnya dan melemparkannya di tanah yang legok, lalu menutupinya dengan tanah.
Muhammad ibnu Ishaq telah meriwayatkan dari sebagian orang yang ahli mengenai kitab terdahulu, bahwa Adam memerintahkan kepada putranya yang bernama Qabil untuk menikah dengan saudara perempuan sekembar dengan Habil, dan memerintahkan kepada Habil untuk mengawini saudara perempuan yang lahir bersama Qabil. Habil menuruti perintahnya dan rela, lain halnya dengan Qabil, ia menolak dan tidak suka kawin dengan saudara perempuan Habil karena ia menyenangi saudara perempuannya sendiri. Lalu ia berkata, "Kami dilahirkan di dalam surga, sedangkan mereka dilahirkan di bumi, maka aku lebih berhak atas saudaraku."
Sebagian ahli ilmu mengenai kitab terdahulu ada yang mengatakan bahwa saudara perempuan Qabil adalah wanita yang cantik, sehingga Qabil tidak mau menyerahkannya kepada saudara lelakinya, dan dia bermaksud untuk mengawininya sendiri. Hanya Allah Yang Maha Mengetahui, mana yang benar di antara kedua pendapat di atas.
Maka ayahnya berkata kepadanya, "Hai anakku Qabil, sesungguhnya saudara perempuan kembaranmu itu tidak halal bagimu." Tetapi Qabil menolak perkataan ayahnya itu dan tidak mau menuruti nasihatnya.
Akhirnya ayahnya berkata, "Hai anakku, suguhkanlah kurban. Begitu pula saudara lelakimu Habil. Maka siapa di antara kamu yang diterima kurbannya, dialah yang berhak mengawininya."
Qabil mempunyai mata pencaharian menggarap lahan sawah (petani), sedangkan Habil adalah seorang peternak. Maka Qabil menyuguhkan kurban berupa gandum, dan Habil mengurbankan seekor kambing yang gemuk lagi muda. Menurut sebagian dari mereka, Habil mengurbankan seekor sapi betina. Maka Allah mengirimkan api yang putih, lalu api itu memakan kurban Habil. sedangkan kurban Qabil dibiarkannya. Dengan demikian, berarti kurban Habil diterima. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas yang telah menceritakan bahwa pada saat itu tidak terdapat orang miskin yang akan diberinya sedekah (dari kurbannya), melainkan kurban tersebut hanya semata-mata dilakukan oleh seseorang untuk mendekatkan diri kepada Allah. Ketika kedua anak Adam sedang duduk, keduanya mengatakan, "Marilah kita menyuguhkan kurban." Dan tersebutlah bila seseorang menyuguhkan kurbannya, lalu kurbannya itu diterima oleh Allah, maka Allah mengirimkan kepadanya api, lalu api itu memakan kurbannya; jika kurbannya tidak diterima oleh Allah, maka api itu padam. Lalu keduanya menyuguhkan kurbannya masing-masing; salah seorang adalah penggembala, sedangkan yang lainnya petani. Si peternak menyuguhkan kurban berupa seekor kambing yang paling baik dan paling gemuk di antara ternak miliknya, sedangkan yang lain berkurban sebagian dari hasil tanamannya. Lalu datanglah api dan turun di antara keduanya, maka api itu memakan kambing dan membiarkan hasil panen. Kemudian anak Adam yang kurbannya tidak diterima berkata kepada saudaranya yang kurbannya diterima, "Apakah nanti kamu berjalan di antara orang banyak, sedangkan mereka telah mengetahui bahwa engkau telah menyuguhkan suatu kurban dan ternyata kurbanmu diterima, sedangkan kurbanku tidak diterima dan dikembalikan kepadaku. Tidak, demi Allah, manusia tidak boleh memandang diriku, sedangkan engkau lebih baik dariku." Kemudian Qabil berkata, "Aku benar-benar akan membunuhmu." Lalu saudaranya menjawab, "Apakah dosaku? Sesungguhnya Allah hanya mau menerima dari orang-orang yang bertakwa." Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir.
Asar ini menyimpulkan bahwa penyuguhan kurban yang dilakukan oleh keduanya bukan karena ada latar belakangnya, bukan pula karena memperebutkan seorang wanita, seperti apa yang telah disebutkan dari riwayat sejumlah ulama yang telah disebutkan di atas. Dan memang inilah pengertian yang tersimpulkan dari makna lahiriah firman-Nya yang mengatakan:
{إِذْ
قَرَّبَا قُرْبَانًا فَتُقُبِّلَ مِنْ أَحَدِهِمَا وَلَمْ يُتَقَبَّلْ مِنَ الآخَرِ
قَالَ لأقْتُلَنَّكَ قَالَ إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ
الْمُتَّقِينَ}
ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka diterima dari salah seorang
dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil).
Ia berkata (Qabil), "Aku pasti membunuhmu!" Berkata Habil,
"Sesungguhnya Allah hanya menerima (kurban) dari orang-orang yang
bertakwa " (Al-Maidah: 27)Konteks ayat ini menunjukkan bahwa sesungguhnya yang membuat Qabil marah dan dengki ialah karena kurban saudaranya diterima, sedangkan kurban dirinya sendiri tidak diterima.
Kemudian menurut pendapat yang terkenal di kalangan jumhur ulama, orang yang mengurbankan kambing adalah Habil, sedangkan yang mengurbankan makanan adalah Qabil; dan ternyata kurban Habil diterima, sedangkan kurban Qabil tidak. Sehingga Ibnu Abbas dan lain-lainnya mengatakan bahwa kambing gibasy itulah yang dijadikan sebagai tebusan bagi diri Nabi Ismail. Pendapat inilah yang lebih sesuai, dan hanya Allah Yang Maha Mengetahui.
Hal yang sama telah dinaskan bukan hanya oleh seorang dari kalangan ulama Salaf dan Khalaf, dan pendapat inilah yang termasyhur. Akan tetapi, Ibnu Jarir telah meriwayatkan dari Mujahid bahwa ia pernah mengatakan, "Orang yang mempersembahkan kurban berupa hasil tani adalah Qabil, kurbannyalah yang diterima." Pendapat ini berbeda dengan apa yang sudah dikenal, barangkali Ibnu Jarir kurang baik dalam menghafal asar darinya.
*****
Firman Allah Swt.:
{إِنَّمَا
يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ}
Sesungguhnya Allah hanya menerima (kurban) dari orang-orang yang
bertakwa. (Al-Maidah: 27)Yakni dari orang yang bertakwa kepada Allah dalam mengerjakan hal tersebut.
Ibnu Abu Hatim mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnul Ala ibnu Zaid, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Ayyasy, telah menceritakan kepadaku Safwan ibnu Amr ibnu Tamim'—yakni Ibnu Malik Al-Muqri— yang telah menceritakan bahwa ia pernah mendengar Abu Darda berkata, "Sesungguhnya bila ia merasa yakin bahwa Allah telah menerima baginya suatu salat, hal ini lebih ia sukai daripada dunia dan seisinya. Karena sesungguhnya Allah Swt. telah berfirman: Sesungguhnya Allah hanya menerima (kurban) dari orang-orang yangbertakwa' (Al-Maidah: 27).*
Dan telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Imran, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Sulaiman —yakni Ar-Razi—, dari Al-Mugirah ibnu Muslim, dari Maimun ibnu Abu Hamzah yang telah menceritakan bahwa ketika ia sedang duduk di rumah Abu Wail, maka masuklah kepada kami seorang lelaki yang dikenal dengan nama Abu Afif dari kalangan murid Mu'az. Maka Syaqiq ibnu Salamah (yakni Abu Wail) berkata kepadanya, "Hai Abu Afif, maukah engkau menceritakan kepada kami Mu'az ibnu Jabal?" Abu Afif menjawab, "Tentu saja mau, aku pernah mendengarnya menceritakan bahwa kelak di saat umat manusia seluruhnya dihimpunkan di suatu padang (mahsyar), maka terdengarlah suara yang menyerukan, 'Di manakah orang-orang yang bertakwa?' Maka mereka berdiri dalam lindungan Tuhan Yang Maha Pemurah, Allah tidak menutupi diri-Nya dari mereka dan tidak pula bersembunyi." Aku bertanya, "Siapakah orang-orang yang bertakwa itu?" Abu Afif menjawab, "Mereka adalah kaum yang menjauhi dirinya dari kemusyrikan dan penyembahan berhala serta ikhlas dalam beribadah kepada Allah, maka mereka berjalan menuju ke surga."
****
Firman Allah Swt.:
{لَئِنْ
بَسَطْتَ إِلَيَّ يَدَكَ لِتَقْتُلَنِي مَا أَنَا بِبَاسِطٍ يَدِيَ إِلَيْكَ
لأقْتُلَكَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ رَبَّ الْعَالَمِينَ}
"Sungguh kalau kamu menggerakkan tanganmu kepadaku untuk membunuhku, aku
sekali-kali tidak akan menggerakkan tanganku kepadamu untuk membunuhmu.
Sesungguhnya aku takut kepada Allah Tuhan seru sekalian alam.” (Al-Maidah:
28)Hal ini dikatakan oleh saudaranya —yaitu seorang lelaki saleh yang kurbannya diterima oleh Allah— karena takwanya, di saat saudaranya mengancam akan membunuhnya tanpa dosa sedikit pun.
{لَئِنْ
بَسَطْتَ إِلَيَّ يَدَكَ لِتَقْتُلَنِي مَا أَنَا بِبَاسِطٍ يَدِيَ إِلَيْكَ
لأقْتُلَكَ}
Sungguh kalau kamu menggerakkan tanganmu kepadaku untuk membunuhku, aku
sekali-kali tidak akan menggerakkan tanganku kepadamu untuk membunuhmu.
(Al-Maidah: 28)Yakni aku tidak akan membalas perbuatanmu yang jahat itu dengan kejahatan yang semisal, karena akibatnya aku dan kamu menjadi sama berdosanya.
{إِنِّي
أَخَافُ اللَّهَ رَبَّ الْعَالَمِينَ}
Sesungguhnya aku takut kepada Allah. Tuhan seru sekalian alam.Yaitu bila aku berbuat seperti apa yang hendak kamu perbuat, melainkan aku akan tetap sabar dan mengharapkan pahala Allah.
Abdullah ibnu Amr berkata, "Demi Allah, sesungguhnya dia (si terbunuh) adalah orang yang paling kuat di antara keduanya, tetapi ia tercegah oleh perasaan takut berdosa, yakni dia memiliki sifat wara'."
Karena itulah di dalam kitab Sahihain dari Nabi Saw. disebutkan bahwa Nabi Saw. telah bersabda:
"إِذَا
تَوَاجَهَ الْمُسْلِمَانِ بِسَيْفَيْهِمَا، فَالْقَاتِلُ وَالْمَقْتُولُ فِي
النَّارِ". قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، هَذَا الْقَاتِلُ فَمَا بَالُ
الْمَقْتُولِ؟ قَالَ: "إِنَّهُ كَانَ حَرِيصًا عَلَى قَتْلِ
صَاحِبِهِ".
Apabila dua orang muslim saling berhadapan dengan pedangnya masing-masing,
maka si pembunuh dan si terbunuh dimasukkan ke dalam neraka (dua-duanya).
Mereka bertanya, "Wahai Rasulullah, kalau si pembunuh kami maklumi. Tetapi
mengapa si terbunuh dimasukkan pula ke dalamnya?" Maka Nabi Saw. menjawab:
Sesungguhnya dia pun berkemauan keras untuk membunuh temannya itu.
قَالَ
الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ، حَدَّثَنَا لَيْثُ بْنُ
سَعْدٍ، عَنْ عَيَّاش بْنِ عَبَّاسٍ، عَنْ بُكَيْرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ، عَنْ
بُسْر بْنِ سَعِيدٍ ؛ أَنَّ سَعْدَ بْنَ أَبِي وَقَّاصٍ قَالَ عِنْدَ فِتْنَةِ
عُثْمَانَ: أَشْهَدُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم قَالَ:
"إِنَّهَا سَتَكُونُ فِتْنَةٌ، الْقَاعِدُ فِيهَا خَيْرٌ مِنَ الْقَائِمِ،
وَالْقَائِمُ خَيْرٌ مِنَ الْمَاشِي، وَالْمَاشِي خَيْرٌ مِنَ السَّاعِي". قَالَ:
أَفَرَأَيْتَ إِنْ دَخَلَ عَلَيَّ بَيْتِي فَبَسَطَ يَدَهُ إليَّ لِيَقْتُلَنِي
قَالَ: "كُنْ كَابْنِ آدَمَ".
Imam Ahmad mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Qutaibah ibnu
Sa'id, telah menceritakan kepada kami Lais ibnu Sa'd, dari Ayyasy ibnu Abbas,
dari Bukair ibnu Abdullah, dari Bisyr ibnu Sa'id, bahwa Sa'd ibnu Waqqas pernah
menceritakan bahwa sehubungan dengan fitnah di zaman Khalifah Usman ia
menyaksikan Rasulullah Saw, bersabda: Sesungguhnya kelak akan ada fitnah
orang yang duduk di masa itu lebih baik daripada orang yang berdiri, dan orang
yang berdiri lebih baik daripada orang yang berjalan, dan orang yang berjalan
lebih baik daripada orang yang berlari. Sa'd ibnu Abu Waqqas bertanya,
"Bagaimanakah menurutmu jika seseorang masuk ke dalam rumahku, lalu menggerakkan
tangannya ke arah diriku untuk membunuhku?" Maka Rasulullah Saw. bersabda:
Jadilah kamu seperti anak Adam (Habil). Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Turmuzi, dari Qutaibah ibnu Sa'id; dan Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan.
Sehubungan dengan bab ini terdapat hadis yang diriwayatkan dari Abu Hurairah, Khabbab ibnul Art, Abu Bakar, Ibnu Mas'ud, Abu Waqid, Abu Musa, dan Kharsyah. Sebagian dari hadis ini diriwayatkan dari Al-Lais ibnu Sa'd, dan di dalam sanadnya ditambahkan seorang lelaki. Al-Hafiz ibnu Asakir mengatakan bahwa lelaki itu adalah Husain Al-Asyja'i.
Menurut hemat kami telah diriwayatkan pula oleh Imam Abu Daud melalui jalur Husain Al-Asyja'i. Untuk itu Abu Daud mengatakan bahwa:
حَدَّثَنَا
يَزِيدُ بْنُ خَالِدٍ الرَّمْلِيُّ، حَدَّثَنَا الْمُفَضَّلُ، عَنْ عَيَّاشِ بْنِ
عَبَّاسٍ عَنْ بُكَيْر، عَنْ بُسْر بْنِ سَعِيدٍ عَنْ حُسَيْنِ
بْنِ
عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْأَشْجَعِيِّ؛ أَنَّهُ سَمِعَ سَعْدَ بْنَ أَبِي وَقَّاصٍ،
عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي هَذَا الْحَدِيثِ قَالَ:
فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَرَأَيْتَ إِنْ دَخَلَ عَلَيَّ بَيْتِي وَبَسَطَ
يَدَهُ لِيَقْتُلَنِي؟ قَالَ: فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: "كُنْ كَابْنِ آدَم" وَتَلَا يَزِيدُ: {لَئِنْ بَسَطْتَ إِلَيَّ يَدَكَ
لِتَقْتُلَنِي مَا أَنَا بِبَاسِطٍ يَدِيَ إِلَيْكَ لأقْتُلَكَ إِنِّي أَخَافُ
اللَّهَ رَبَّ الْعَالَمِينَ}
telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Khalid Ar-Ramli, telah menceritakan
kepada kami Al-Fadl, dari Ayyasy ibnu Abbas, dari Bukair, dari Bisyr ibnu Sa'id,
dari Husain ibnu Abdur Rahman Al-Asyja'i, bahwa ia pernah mendengar Sa'd ibnu
Abu Waqqas, menceritakan hadis ini dari Nabi Saw. Untuk itu ia mengatakan, "Aku
bertanya, 'Wahai Rasulullah, bagaimanakah menurutmu jika seseorang masuk ke
dalam rumahku, lalu menggerakkan tangannya untuk membunuhku"? Maka Rasulullah
Saw. menjawab melalui sabdanya: Jadilah kamu seperti anak Adam. Lalu
membacakan firman-Nya: Sungguh kalau kamu menggerakkan tanganmu kepadaku
untuk membunuhku, aku sekali-kali tidak akan menggerakkan tanganku kepadamu
untuk membunuhmu. Sesungguhnya aku takut kepada Allah, Tuhan seru sekalian alam.
(Al-Maidah: 28)Ayyub As-Sukhtiyani mengatakan bahwa sesungguhnya orang yang mula-mula mengamalkan ayat ini dari umat ini adalah Usman ibnu Affan r.a., yaitu firman-Nya: Sungguh kalau kamu menggerakkan tanganmu kepadaku untuk membunuhku, aku sekali-kali tidak akan menggerakkan tanganku kepadamu untuk membunuhmu. Sesungguhnya aku takut kepada Allah. Tuhan seru sekalian alam. (Al-Maidah: 28); Demikianlah menurut riwayat Ibnu Abu Hatim.
قَالَ
الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا مَرْحوم، حَدَّثَنِي أَبُو عِمْرَانَ الجَوْني،
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الصَّامِتِ، عَنْ أَبِي ذَرٍّ قَالَ: رَكِبَ النَّبِيُّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِمَارًا وَأَرْدَفَنِي خَلْفَهُ، وَقَالَ: "يَا
أَبَا ذَرٍّ، أَرَأَيْتَ إِنْ أَصَابَ النَّاسَ جوعٌ شَدِيدٌ لَا تَسْتَطِيعُ أَنْ
تَقُومَ مِنْ فِرَاشِكَ إِلَى مَسْجِدِكَ، كَيْفَ تَصْنَعُ؟ ". قَالَ: قَالَ
اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ. قَالَ: "تَعَفَّفْ" قَالَ: "يَا أَبَا ذَرٍّ،
أَرَأَيْتَ إِنْ أَصَابَ النَّاسَ موتٌ شَدِيدٌ، وَيَكُونُ الْبَيْتُ فِيهِ
بِالْعَبْدِ، يَعْنِي الْقَبْرَ، كَيْفَ تَصْنَعُ؟ " قُلْتُ: اللَّهُ وَرَسُولُهُ
أَعْلَمُ. قَالَ: "اصْبِرْ". قَالَ: "يَا أَبَا ذَرٍّ، أَرَأَيْتَ إِنْ قَتَلَ
النَّاسُ بَعْضُهُمْ بَعْضًا، يَعْنِي حَتَّى تَغْرَقَ حِجَارَةُ الزَّيْتِ مِنَ
الدِّمَاءِ، كَيْفَ تَصْنَعُ؟ ". قَالَ: اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ. قَالَ:
"اقْعُدْ فِي بَيْتِكَ وَأَغْلِقْ عَلَيْكَ بَابَكَ". قَالَ: فَإِنْ لَمْ أتْرَك؟
قال: "فأت من أنت منهم، فكن
فِيهِمْ
قَالَ: فَآخُذُ سِلَاحِي؟ قَالَ: "إذًا تُشَارِكُهُمْ فِيمَا هُمْ فِيهِ، وَلَكِنْ
إِنْ خَشِيتَ أَنْ يُرَوِّعَكَ شُعَاعُ السَّيْفِ، فَأَلْقِ طَرْفَ رِدَائِكَ عَلَى
وَجْهِكَ حَتَّى
يَبُوءَ
بِإِثْمِهِ وَإِثْمِكَ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Marwah, telah
menceritakan kepadaku Abu Imran Al-Juni, dari Abdullah ibnus Samit, dari Abu Zar
yang telah menceritakan bahwa Nabi Saw. mengendarai keledai dan memboncengku di
belakangnya, lalu beliau Saw. bersabda: Hai Abu Zar, bagaimanakah
pendapaimu jika manusia tertimpa kelaparan yang sangat hingga kamu tidak mampu
bangkit dari tempat tidurmu untuk ke masjidmu, maka apakah yang akan kamu
lakukan?" Abu Zar menjawab, "Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui."
Rasulullah Saw. menjawab, "Peliharalah kehormatanmu (jangan
meminta-minta)." Rasulullah Saw. bersabda, "Hai Abu Zar, bagaimanakah
pendapatmu jika manusia tertimpa kematian yang sangat, sehingga rumahnya adalah
kuburan, maka apakah yang akan kamu lakukan?" Abu Zar menjawab, "Allah dan
Rasul-Nya lebih mengetahui.” Rasulullah Saw. bersabda, 'Sabarlah."
Lalu ditanya, "Hai Abu Zar, bagaimanakah menurutmu, kalau manusia satu sama
lainnya saling membunuh, sehingga terjadi banjir darah, maka apakah yang akan
kamu lakukan?" Abu Zar menjawab.”Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui."
Rasulullah Saw bersabda.”Duduklah di dalam rumahmu dan kuncilah rapat-rapat
pintu rumahmu.” Abu Zar bertanya, "Bagaimanakah jika aku tidak mau tinggal
di rumah?” Rasulullah Saw. menjawab, "Maka datanglah kepada orang-orang yang
kamu adalah sebagian dari mereka, kemudian bergabunglah dengan mereka.”Abu
Zar bertanya "Berarti aku mengangkat senjataku?” Rasulullah Saw. bersabda,
"Kalau demikian, berarti kamu ikut bersama dengan mereka dalam apa yang sedang
mereka kerjakan. Tetapi jika kamu merasa takut akan kilatan pedang, maka
tutupilah wajahmu dengan ujung kain selendangmu, agar dia (si pembunuh)
membawa dosanya sendiri dan dosamu."Hadis diriwayatkan oleh Imam Muslim dan Ahlus Sunan, kecuali Imam Nasa’i melalui berbagai jalur dari Abu Imran Al-Juni, dari Abdullah ibnus Samit dengan lafaz yang sama.
Imam Abu Daud dan Imam Ibnu Majah meriwayatkannya melalui jalur Hammad ibnu Zaid, dari Abu Imran, dari Al-Musya'as ibnu Tarif, dari Abdullah ibnus Samit dari Abu Zar dengan lafaz yang semisal.
Imam Abu Daud mengatakan bahwa Al-Musya'as tiada yang menyebutkannya dalam hadis ini selain Hammad ibnu Zaid.
قَالَ
ابْنُ مَرْدُويَه: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَلِيِّ بْنِ دُحَيْم، حَدَّثَنَا
أَحْمَدُ بْنُ حَازِمٍ، حَدَّثَنَا قَبِيصَة بْنُ عُقْبَة، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ،
عَنْ مَنْصُورٍ، عَنْ رِبْعِيّ قَالَ: كُنَّا فِي جِنَازَةِ حُذَيفة، فَسَمِعْتُ
رَجُلًا يَقُولُ: سَمِعْتُ هَذَا يَقُولُ فِي نَاسٍ: مِمَّا سَمِعْتُ مِنْ رَسُولِ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لَئِنِ اقْتَتَلْتُمْ لَأَنْظُرَنَّ
إِلَى أَقْصَى بَيْتٍ فِي دَارِي، فلألجنَّه، فَلَئِنْ دَخَلَ عَليّ فُلَانٌ
لَأَقُولُنَّ: هَا بُؤْ بِإِثْمِي وَإِثْمِكَ، فَأَكُونُ كَخَيْرِ ابْنَيْ
آدَمَ.
Ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ali
ibnu Duhaim, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Hazim, telah menceritakan
kepada kami Qubaisah ibnu Uqbah, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari
Mansur, dari Rib'i yang telah menceritakan, "Ketika kami sedang melayat jenazah
Huzaifah, aku mendengar seorang lelaki berkata bahwa ia pernah mendengar
jenazah ini mengatakan di antara orang banyak apa yang pernah ia dengar dari
Rasulullah Saw.. yaitu: Sungguh jika kalian saling membunuh, aku benar-benar
akan mencari suatu tempat yang paling sulit dicapai di dalam rumahku, dan
sungguh aku benar-benar akan bersembunyi di tempat itu. Kalau ada si Fulan yang
masuk kepadaku, maka aku akan katakan kepadanya, 'Hai, inilah dosaku dan dosamu,
dan aku akan menjadi seperti salah seorang yang paling baik di antara dua orang
anak Adam!'
*****
Firman-Nya:
{إِنِّي
أُرِيدُ أَنْ تَبُوءَ بِإِثْمِي وَإِثْمِكَ فَتَكُونَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ
وَذَلِكَ جَزَاءُ الظَّالِمِينَ}
Sesungguhnya aku ingin agar kamu kembali dengan (membawa) dosa
(membunuh)ku dan dosamu sendiri, maka kamu akan menjadi penghuni
neraka, dan yang demikian itulah pembalasan bagi orang-orang yang zalim.
(Al-Maidah: 29)Ibnu Abbas, Mujahid, Ad-Dahhak, Qatadah, dan As-Saddi mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya aku ingin agar kamu kembali dengan (membawa) dosa (membunuh)ku dan dosamu sendiri. (Al-Maidah: 29); Makna yang dimaksud ialah "memikul dosa membunuhku dan dosamu yang lainnya yang kamu lakukan sebelumnya". Demikianlah menurut Tafsir Ibnu Jarir.
Sedangkan menurut yang lainnya, makna yang dimaksud ialah "sesungguhnya aku bermaksud agar kamu kelak kembali dengan membawa semua dosaku, lalu dosa-dosa itu kamu pikul bebannya dan juga dosamu dalam membunuhku".
Ini menurut suatu pendapat yang kujumpai bersumberkan dari Mujahid, tetapi aku merasa khawatir bila ini suatu kekeliruan, mengingat hal yang benar dari riwayatnya berpendapat berbeda. Yakni berbeda dengan apa yang telah diriwayatkan oleh Sufyan As-Sauri. dari Mansur, dari Mujahid. Sesungguhnya aku ingin agar kamu kembali dengan (membawa) dosa (membunuh). (Al-Maidah: 29); Yaitu karena kamu telah membunuhku. Dan lafaz ismuka yakni "dosa-dosamu sendiri yang telah kamu lakukan sebelum itu". Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Isa ibnu Abu Nujai', dari Mujahid.
Syibl telah meriwayatkan dari Ibnu Abu Nujaih, dari Mujahid, sehubungan dengan firman-Nya: Sesungguhnya aku ingin agar kamu kembali dengan (membawa) dosa (membunuh) dan dosamu.sendiri. (Al-Maidah: 29); Makna yang dimaksud ialah bahwa sesungguhnya aku bermaksud agar kamu memikul semua dosa-dosaku dan dosa membunuhku, maka kamu kembali kelak dengan membawa dan memikul kedua dosa itu secara bersamaan.
Menurut hemat kami, telah terjadi suatu kesalahpahaman di kalangan orang banyak mengenai pendapat ini, dan mereka mengetengahkan sehubungan dengannya sebuah hadis yang tidak ada asalnya, yaitu:
مَا
تَرَكَ الْقَاتِلُ عَلَى الْمَقْتُولِ مِنْ ذَنْبٍ
Tiada suatu dosa pun yang ditinggalkan oleh si pembunuh atas si
terbunuh.Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar telah meriwayatkan sebuah hadis yang serupa dengan hadis di atas. tetapi tidak sama.
حَدَّثَنَا
عَمْرُو بْنُ عَلِيٍّ، حَدَّثَنَا عَامِرُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ الْأَصْبَهَانِيُّ،
حدثنَا يَعْقُوبُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ، حَدَّثَنَا عتبة بن سعيد، عن
هشام
بْنِ
عُرْوَة، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "قَتْلُ الصَّبْر لَا يَمُرُّ بِذَنْبٍ إِلَّا
مَحَاهُ".
Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Ali. telah
menceritakan kepada kami Amir ibnu Ibrahim Al-Asbahani. telah menceritakan
kepada kami Ya'qub ibnu Abdullah, telah menceritakan kepada kami Atabah ibnu
Sa'id, dari Hisyam ibnu Urwah, dari ayahnya. dari Siti Aisyah yang telah
menceritakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Terbunuh dengan sabar,
tiada melalui suatu dosa pun melainkan pasti dihapuskan karenanya.Bila dibandingkan dengan hadis ini, maka hadis di atas tidak sahih; tetapi seandainya memang sahih, maka makna yang dimaksud ialah bahwa Allah menghapuskan dosa-dosa dari diri si terbunuh sebagai imbalan dari merasakan sakitnya mati. Adapun jika diartikan bahwa dosa-dosanya dipikulkan kepada si pembunuh, maka pengertian ini tidak benar. Akan tetapi, pada sebagian orang kebanyakan pengertian ini sesuai, karena sesungguhnya si terbunuh kelak menuntut si pembunuh di hari peradilan Allah kelak. Maka diambilkan baginya sebagian dari kebaikan si pembunuh sesuai dengan perbuatan zalimnya. Apabila kebaikan si pembunuh telah habis, sedangkan dia masih belum dapat melunasinya, maka diambilkan sebagian dari dosa si terbunuh, lalu dibebankan kepada si pembunuh; dan barangkali si terbunuh tidak lagi mempunyai dosa karena semuanya telah dipikulkan kepada si pembunuhnya. Ada sebuah hadis sahih yang menyatakan hal ini bersumberkan dari Rasulullah Saw. dalam masalah seluruh mazalim (perbuatan-perbuatan aniaya), sedangkan perbuatan membunuh jiwa merupakan perbuatan zalim yang paling besar dan paling berat, wallahu a'lam.
Ibnu Jarir mengatakan, pendapat yang benar mengenai masalah ini ialah yang mengatakan bahwa takwil ayat adalah seperti berikut, "Sesungguhnya aku ingin agar kamu kembali dengan membawa dosamu karena kamu telah membunuhku." Pengertian inilah yang dimaksud oleh firman-Nya: Sesungguhnya aku ingin agar kamu kembali dengan (membawa) dosa (membunuh). (Al-Maidah: 29) Adapun mengenai makna firman-Nya: dan dosamu. (Al-Maidah: 29); maka dosa tersebut adalah dosanya sendiri, seperti berbuat maksiat kepada Allah dalam amal perbuatan yang lain. Sesungguhnya kami katakan tafsir ini adalah tafsir yang benar, tiada lain karena ulama ahli takwil telah sepakat mengenainya, dan bahwa Allah Swt. telah memberitahukan kepada kita bahwa "setiap orang yang beramal, maka balasan amalnya adalah untuknya sendiri atau membinasakan dirinya (jika amalnya jahat)". Apabila memang demikian ketetapan Allah pada makhluk-Nya, berarti tidak dapat dikatakan bahwa dosa-dosa si terbunuh diambil, lalu dibebankan kepada si pembunuh. Dan sesungguhnya si pembunuh hanya dihukum karena dosanya sendiri, yaitu perbuatan pembunuhan yang diharamkan dan dosa-dosa lainnya yang dikerjakannya sendiri, bukan dosa terbunuh yang dipikulkan atas dirinya. Demikianlah menurut keterangan Ibnu Jarir.
Kemudian Ibnu Jarir mengemukakan suatu hipotesis sehubungan dengan masalah ini, yang kesimpulannya menyatakan "mengapa Habil menginginkan agar saudaranya—yaitu Qabil— memikul dosa membunuh dirinya dan juga dosa dirinya sendiri, padahal perbuatan membunuh jelas haram". Lalu Ibnu Jarir mengemukakan jawabannya, yang intinya mengatakan bahwa kedudukan Habil menjelaskan perihal dirinya dengan maksud agar Qabil jangan sampai melangsungkan niatnya; jika terjadi pembunuhan, maka bukan dia yang menjadi penyebabnya, melainkan semata-mata atas kehendak Qabil sendiri.
Menurut hemat kami ucapan ini mengandung nasihat bagi Qabil seandainya ia mau menerimanya, dan sebagai peringatan untuknya seandainya dia menyadarinya. Karena itulah Allah Swt. berfirman: Sesungguhnya aku ingin agar kamu kembali dengan (membawa) dosa (membunuh)ku dan dosamu sendiri. (Al-Maidah: 29); Yaitu kamu menanggung dosaku dan dosamu sendiri.
{فَتَكُونَ
مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ وَذَلِكَ جَزَاءُ الظَّالِمِينَ}
maka kamu akun menjadi penghuni neraka, dan yang demikian itulah
pembalasan bagi orang-orang yang zalim. (Al-Maidah: 29)Ibnu Abbas mengatakan bahwa Habil menakut-nakuti Qabil dengan siksaan neraka tetapi ia tidak takut dan tidak menghiraukannya.
*****
Firman Allah Swt.:
{فَطَوَّعَتْ
لَهُ نَفْسُهُ قَتْلَ أَخِيهِ فَقَتَلَهُ فَأَصْبَحَ مِنَ
الْخَاسِرِينَ}
Maka hawa nafsu Qabil menjadikannya menganggap mudah membunuh saudaranya,
sebab itu dibunuhnyalah, maka jadilah ia seorang di antara orang-orang yang
merugi. (Al-Maidah: 30)Yakni maka hawa nafsu Qabil merayu dan memacu dirinya untuk membunuh saudaranya, lalu ia membunuhnya, sesudah saudaranya memberikan nasihat dan peringatan di atas.
Dalam pembahasan yang lalu —yaitu dalam riwayat yang bersumberkan dari Abu Ja'far Al-Baqir alias Muhammad ibnu Ali ibnul Husain— disebutkan bahwa Qabil membunuh Habil dengan sebuah barang tajam yang digenggamnya.
As-Saddi meriwayatkan dari Abu Malik dan dari Abu Saleh, dari Ibnu Abbas dan dari Murrah ibnu Abdullah, juga dari sejumlah sahabat Nabi Saw., bahwa setelah hawa nafsu Qabil mendorongnya untuk membunuh saudaranya, maka ia mencari-cari saudaranya untuk ia bunuh, lalu ia berangkat mencarinya di daerah puncak pegunungan. Kemudian pada suatu hari ia datang kepada saudaranya yang saat itu sedang menggembalakan ternak kambingnya Ketika Qabil datang, Habil sedang tidur, lalu ia mengangkat sebongkah batu besar, kemudian ia pukulkan ke atas kepala Habil sehingga Habil mati seketika itu juga dan jenazahnya dibiarkan di padang (tanah lapang). Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir.
Diriwayatkan dari sebagian Ahli Kitab bahwa Qabil membunuh Habil dengan mencekik dan menggigitnya, sama halnya dengan hewan pemangsa yang membunuh mangsanya.
Ibnu Jarir mengatakan bahwa ketika Qabil hendak membunuh Habil, maka Qabil membungkukkan lehernya (dengan maksud akan menggigitnya), maka iblis mengambil seekor binatang, lalu meletakkan kepala binatang itu di atas batu, lalu iblis mengambil sebuah batu dan memukulkannya ke kepala binatang itu hingga mati, sedangkan Qabil melihatnya. Lalu ia mempraktekkan hal yang semisal terhadap saudaranya.
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan bahwa Abdullah ibnu Wahb telah meriwayatkan dari Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam, dari ayahnya yang telah menceritakan bahwa Qabil memegang kepala Habil dengan maksud ingin membunuhnya, lalu ia hanya menekan kepalanya tanpa mengerti bagaimana cara membunuhnya. Kemudian datanglah iblis dan bertanya kepadanya, "Apakah kamu hendak membunuhnya?" Qabil menjawab, "Ya." Iblis berkata, "Ambillah batu ini dan timpakanlah ke atas kepalanya." Maka Qabil mengambil batu itu dan menimpakannya ke kepala Habil hingga kepala Habil pecah dan meninggal dunia.
Kemudian iblis segera datang menemui Hawa dan berkata, "Hai Hawa, sesungguhnya Qabil telah membunuh Habil." Maka Hawa berkata kepadanya, "Celakalah kamu, apakah yang dimaksud dengan terbunuh itu?" Iblis menjawab, "Tidak makan, tidak minum, dan tidak bergerak." Hawa menjawab, "Kalau demikian, itu artinya mati." Iblis berkata, "Memang itulah mati." Maka Hawa menjerit, hingga Adam masuk menemuinya ia masih dalam keadaan menangis menjerit. Lalu Adam mengulangi lagi pertanyaannya, dan Hawa masih tidak menjawab. Maka Adam berkata, "Mulai sekarang kamu dan semua anak perempuanmu menjerit, dan aku serta semua anak lelakiku berlepas diri dari perbuatan itu." Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim.
*****
Firman Allah Swt.:
{فَأَصْبَحَ
مِنَ الْخَاسِرِينَ}
Maka jadilah ia seorang di antara orang-orang yang merugi. (Al-Maidah;
30)Yakni merugi di dunia dan akhirat, dan memang tiada satu kerugian pun yang lebih besar daripada kerugian seperti ini.
قَالَ
الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ ووَكِيع قَالَا حَدَّثَنَا
الْأَعْمَشُ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مُرّة، عَنْ مَسْرُوقٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ
بْنِ مَسْعُودٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
"لَا تُقتَل نَفْسٌ ظُلْمًا، إِلَّا كَانَ عَلَى ابْنِ آدَمَ الْأَوَّلِ كِفْلٌ
مِنْ دَمِهَا، لِأَنَّهُ كَانَ أَوَّلَ مَنْ سَنَّ الْقَتْلَ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah dan
Waki', keduanya mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari
Abdullah, ibnu Murrah, dari Masruq, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang telah
menceritakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Tiada seorang pun yang
terbunuh secara aniaya, melainkan atas anak Adam yang pertama tanggungan
sebagian dari darahnya, karena dialah orang yang mula-mula mengadakan
pembunuhan.Hadis ini telah diketengahkan oleh Jamaah —selain Imam Abu Daud— melalui berbagai jalur dari Al-A'masy dengan lafaz yang sama.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Qasim, telah menceritakan kepada kami Al-Husain, telah menceritakan kepadaku Hajjaj, bahwa Ibnu Juraij telah mengatakan bahwa Mujahid pernah mengatakan, "Salah satu dari kaki si pembunuh itu digantungkan berikut dengan betis dan pahanya sejak hari itu, sedangkan wajahnya dipanggang di matahari dan ikut berputar dengannya ke mana pun matahari bergulir. Pada musim panas terdapat api yang membakarnya dan pada musim dingin terdapat salju yang menyengatnya"
Hajjaj mengatakan bahwa Abdullah ibnu Amr pernah mengatakan, "Sesungguhnya kami benar-benar menjumpai anak Adam —si pembunuh ini— berbagi azab dengan ahli neraka dengan pembagian yang benar. Azab yang dialaminya adalah separo dari azab mereka semua."
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Humaid, telah menceritakan kepada kami Salamah, dari Ibnu Ishaq, dari Hakim ibnu Hakim, bahwa ia pernah menceritakan sebuah riwayat dari Abdullah ibnu Amr yang telah berkata, "Sesungguhnya manusia yang paling celaka ialah anak Adam yang membunuh saudaranya (yakni Qabil), tiada setetes darah pun yang dialirkan di bumi ini sejak dia membunuh saudaranya sampai hari kiamat, melainkan ia kebagian dari siksaannya. Demikian itu karena dialah orang yang mula-mula melakukan pembunuhan."
Ibrahim An-Nakha’i mengatakan bahwa tiada seorang pun yang terbunuh secara aniaya, melainkan anak Adam yang pertama dan iblis ikut bertanggung jawab terhadapnya. Hal ini diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir.
****
Firman Allah Swt.:
{فَبَعَثَ
اللَّهُ غُرَابًا يَبْحَثُ فِي الأرْضِ لِيُرِيَهُ كَيْفَ يُوَارِي سَوْأَةَ
أَخِيهِ قَالَ يَا وَيْلَتَى أَعَجَزْتُ أَنْ أَكُونَ مِثْلَ هَذَا الْغُرَابِ
فَأُوَارِيَ سَوْأَةَ أَخِي فَأَصْبَحَ مِنَ النَّادِمِينَ}
Kemudian Allah menyuruh seekor burung gagak menggali-gali di bumi untuk
memperlihatkan kepadanya (Qabil) bagaimana dia harus menguburkan jenazah
saudaranya. Berkata Qabil, "Aduhai celaka aku, mengapa aku tidak mampu berbuat
seperti burung gagak ini, lalu aku dapat menguburkan mayat saudaraku ini?"
Karena itu, jadilah dia seorang di antara orang-orang yang menyesal.
(Al-Maidah: 31)As-Saddi telah meriwayatkan dalam sanad yang terdahulu sampai kepada para sahabat, bahwa ketika anak itu (Habil) meninggal dunia, maka pembunuhnya meninggalkannya di tanah lapang, tanpa mengetahui bagaimana cara menguburnya. Maka Allah menyuruh dua ekor burung gagak yang bersaudara, lalu keduanya saling baku hantam hingga salah satunya mati, kemudian burung gagak yang menang menggali sebuah galian, lalu tubuh saudaranya itu dimasukkan ke dalam galian itu dan diurug dengan tanah. Ketika anak Adam si pembunuh itu melihatnya, ia berkata, seperti yang disitir oleh firman-Nya:
{قَالَ
يَا وَيْلَتَى أَعَجَزْتُ أَنْ أَكُونَ مِثْلَ هَذَا الْغُرَابِ فَأُوَارِيَ
سَوْأَةَ أَخِي}
Aduhai, celakalah aku, mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung
gagak ini, lalu aku dapat menguburkan mayat saudaraku ini? (Al-Maidah:
31)Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas yang telah mengatakan bahwa seekor burung gagak datang kepada seekor burung gagak lainnya yang telah mati, lalu ia mengurug tubuhnya dengan tanah hingga tertimbun. Maka berkatalah orang yang telah membunuh saudaranya itu: Aduhai, celaka aku, mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagakjini, lalu aku dapat menguburkan mayat saudaraku ini? (Al-Maidah: 31)
Ad-Dhahhak telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Qabil menggendong tubuh saudaranya yang ia masukkan ke dalam sebuah karung di atas pundaknya selama satu tahun, hingga Allah menyuruh dua ekor burung gagak. Qabil melihat kedua ekor burung gagak itu menggali-gali di tanah, maka berkatalah Qabil: mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini? (Al-Maidah: 31) Lalu ia menguburkan mayat saudaranya.
Lais ibnu Abu Sulaim telah meriwayatkan dari Mujahid, bahwa Qabil menggendong mayat saudaranya di atas pundaknya selama seratus tahun, tanpa mengerti apa yang harus ia lakukan terhadapnya; bila lelah, ia meletakkannya di tanah, hingga ia melihat seekor burung gagak mengubur seekor burung gagak lainnya yang telah mati. Setelah menyaksikan pemandangan itu, ia berkata: Aduhai, celaka aku, mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini, lalu aku dapat menguburkan mayat saudaraku ini? Karena itu jadilah dia seorang di antara orang-orang yang menyesal. (Al-Maidah: 31)
Demikianlah menurut apa yang telah diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim dan ibnu Jarir.
Atiyyah Al-Aufi mengatakan bahwa tatkala Qabil membunuh Habil, maka Qabil menyesali perbuatannya itu, lalu ia memeluk tubuh saudaranya yang telah mati itu hingga berbau, sedangkan burung-burung dan hewan-hewan pemangsa menunggu-nunggu di sekitarnya kapan ia membuang jenazah saudaranya, sebab mereka akan memakannya. Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir.
Muhammad ibnu Ishaq telah meriwayatkan dari sebagian ahli ilmu mengenai kitab terdahulu, bahwa setelah Qabil membunuhnya, maka ia tertegun kebingungan tanpa mengetahui apa yang akan dilakukan terhadap mayat saudaranya dan bagaimanakah cara menguburnya. Demikian itu karena hal tersebut, menurut dugaan mereka, merupakan peristiwa pembunuhan yang pertama kalinya di kalangan Bani Adam dan juga permulaan orang yang mati, sebagaimana dinyatakan dalam firman-Nya: Kemudian Allah menyuruh seekor burung gagak menggali-gali di bumi untuk memperlihatkan kepadanya (Qabil) bagaimana dia menguburkan mayat saudaranya. Berkata Qabil, "Aduhai, celaka aku. mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini, lalu aku dapat menguburkan mayat saudaraku ini?" Karena itu jadilah dia seorang di antara orang-orang yang menyesal. (Al-Maidah: 31)
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan, ahli kitab Taurat menduga bahwa ketika Qabil telah membunuh saudaranya Habil, Allah Swt. berfirman kepadanya,"Hai Qabil, di manakah saudaramu Habil?" Qabil menjawab, ''Saya tidak mengetahui, saya bukan orang yang ditugaskan untuk menjaganya." Allah berfirman, "Sesungguhnya darah saudaramu memanggil-manggil-Ku dari bumi sekarang. Kamu orang yang terlaknat di muka bumi yang telah membukakan mulutnya, lalu menelan darah saudaramu yang diakibatkan dari ulah tanganmu. Maka jika kamu bekerja di lahanmu, bumi tidak mau lagi memberikan tanamannya kepadamu, sehingga kamu menjadi ketakutan dan tersesat mengembara di bumi."
****
Firman Allah Swt.:
{فَأَصْبَحَ
مِنَ النَّادِمِينَ}
Karena itu, jadilah dia seorang di antara orang-orang yang menyesal.
(Al-Maidah: 31)Al-Hasan Al-Basri mengatakan bahwa Allah meliputinya (Qabil) dengan penyesalan dan kerugian.
Demikianlah menurut pendapat mufassirin sehubungan dengan kisah ini, mereka semua sepakat bahwa para pelakunya adalah kedua anak Adam, seperti yang tersiratkan dari makna lahiriah Al-Qur'an; juga seperti apa yang disebutkan oleh sabda Rasulullah Saw.:
"إِلَّا
كَانَ عَلَى ابْنِ آدَمَ الْأَوَّلِ كِفْل مِنْ دَمِهَا؛ لِأَنَّهُ أَوَّلُ مَنْ
سَنَّ الْقَتْلَ"
melainkan anak Adam yang pertama ikut bertanggung jawab atas pembunuhan
itu, karenadialah orang yang mula-mula melakukan pembunuhan.Hal ini jelas dan gamblang.
Tetapi Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Waki', telah menceritakan kepada kami Sahl ibnu Yusuf, dari Amr, dari Al-Hasan —yaitu Al-Basri— yang telah mengatakan bahwa kedua orang lelaki yang disebutkan di dalam Al-Qur'an melalui firman-Nya: Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua anak Adam menurut yang sebenarnya. (Al-Maidah: 27); adalah dua orang lelaki dari kalangan Bani Israil. bukan kedua putra Adam yang sesungguhnya, mengingat persembahan kurban hanya dilakukan oleh kalangan Bani Israil. Dan Nabi Adam adalah manusia yang mula-mula meninggal dunia.
Riwayat ini aneh sekali, dan dalam sanadnya masih perlu ada yang dipertimbangkan, karena sesungguhnya Abdur Razzaq telah meriwayatkan dari Ma'mar, dari Al-Hasan, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"إِنَّ
ابْنَيْ آدَمَ، عَلَيْهِ السَّلَامُ، ضُربا لِهَذِهِ الْأُمَّةِ مَثَلًا فَخُذُوا
بِالْخَيْرِ مِنْهُمَا
Sesungguhnya kedua putra Adam a.s. telah memberikan suatu contoh bagi umat
ini, maka ambillah oleh kalian yang terbaik dari keduanya.
وَرَوَاهُ
ابْنُ الْمُبَارَكِ عَنْ عَاصِمٍ الْأَحْوَلِ، عَنِ الْحَسَنِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّ اللَّهَ ضَرَبَ لَكُمُ ابْنَيْ
آدَمَ مَثَلًا فَخُذُوا مِنْ خَيْرِهِمْ وَدَعُوا الشَّرَّ".
Ibnul Mubarak telah meriwayatkan dari Asim Al-Ahwal, dari Al-Hasan yang
mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Sesungguhnya Allah telah
membuat suatu perumpamaan untuk kalian melalui kedua putra Adam, maka ambillah
oleh kalian contoh yang baik dari mereka dan buanglah oleh kalian contoh yang
buruk dari mereka. Hal yang sama telah diriwayatkan secara mursal oleh Bukair Ibnu Abdullah Al Muzanni yang semuanya itu diriwayatkan oleh Ibnu Jarir.
Salim ibnu Abul Ja'd mengatakan bahwa setelah anak Adam membunuh saudaranya, Nabi Adam tinggal selama seratus tahun dalam keadaan sedih, tidak tertawa sama sekali. Kemudian didatangi dan dikatakan kepadanya, "Semoga Allah menghidupkanmu dan membuatmu bahagia." Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir.
Kemudian Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Humaid, telah menceritakan kepada kami Salamah, dari Gayyas ibnu Ibrahim, dari Abu Ishaq Al-Hamdani yang telah mengatakan bahwa Ali ibnu Abu Talib pernah berkata, Setelah anak Adam membunuh saudaranya, maka Adam menangisinya, dan mengatakan: 'Negeri-negeri dan semua penduduknya telah berubah, kini warna bumi menjadi kelabu lagi buruk, semua yang berwarna kini telah layu dan berubah rasanya serta jarang wajah cantik yang berseri. Kemudian Adam dijawab: ‘Hai ayah Habil, kini keduanya telah terbunuh, dan kehidupan kini menjadi sembelihan kematian, maut datang dengan kejahatannya, padahal dahulunya maut masih dalam keadaan takut, tetapi kini ia datang kepada kehidupan dengan suara lantangnya*
Menurut lahiriahnya Qabil disegerakan azabnya, seperti yang telah disebutkan oleh Mujahid dan Ibnu Jubair: kakinya digantung ke atas sejak hari ia melakukan pembunuhan, dan Allah menjadikan wajahnya menghadap ke arah matahari serta ikut berputar bersamanya sebagai siksaan dan pembalasan untuknya.
Di dalam sebuah hadis disebutkan bahwa Nabi Saw. pernah bersabda:
"مَا
مِنْ ذَنْبٍ أَجْدَرَ أَنْ يُعَجَّل اللَّهُ عُقُوبَتَهُ فِي الدُّنْيَا مَعَ مَا
يَدَّخر لِصَاحِبِهِ فِي الْآخِرَةِ، مِنَ البَغْي وَقَطِيعَةِ
الرَّحِمِ"
Tidak ada suatu dosa pun yang lebih layak disegerakan siksaan-nya oleh
Allah di dunia berikut siksaan di akhirat yang telah disediakan oleh Allah buat
pelakunya selain dari bagyu (pembunuhan) dan memutuskan tali
silaturahmi. Sedangkan kedua perbuatan tersebut telah terhimpunkan di dalam perbuatan Qabil. Maka kami hanya dapat mengatakan bahwa sesungguhnya kami adalah milik Allah dan hanya kepada-Nyalah kami semua akan kembali.
مِنْ
أَجْلِ ذَلِكَ كَتَبْنَا عَلَى بَنِي إِسْرَائِيلَ أَنَّهُ مَنْ قَتَلَ نَفْسًا
بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الْأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا
وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعًا وَلَقَدْ جَاءَتْهُمْ
رُسُلُنَا بِالْبَيِّنَاتِ ثُمَّ إِنَّ كَثِيرًا مِنْهُمْ بَعْدَ ذَلِكَ فِي
الْأَرْضِ لَمُسْرِفُونَ (32) إِنَّمَا جَزَاءُ الَّذِينَ يُحَارِبُونَ اللَّهَ
وَرَسُولَهُ وَيَسْعَوْنَ فِي الْأَرْضِ فَسَادًا أَنْ يُقَتَّلُوا أَوْ
يُصَلَّبُوا أَوْ تُقَطَّعَ أَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُمْ مِنْ خِلَافٍ أَوْ
يُنْفَوْا مِنَ الْأَرْضِ ذَلِكَ لَهُمْ خِزْيٌ فِي الدُّنْيَا وَلَهُمْ فِي
الْآخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ (33) إِلَّا الَّذِينَ تَابُوا مِنْ قَبْلِ أَنْ
تَقْدِرُوا عَلَيْهِمْ فَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
(34)
Oleh karena itu, Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa barang siapa yang
membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain,
atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah
membunuh manusia seluruhnya Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang
manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan
sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa)
keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak di antara mereka sesudah
itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan di muka bumi.
Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya
dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau
dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri
(tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk
mereka di dunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar, kecuali
orang-orang yang bertobat (di antara mereka) sebelum kalian dapat
menguasai (menangkap) mereka; maka ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang.Allah Swt. berfirman, "Karena anak Adam pernah membunuh saudaranya secara aniaya dan permusuhan."
{كَتَبْنَا
عَلَى بَنِي إِسْرَائِيلَ}
(maka) Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil.
(Al-Maidah: 32)Yakni Kami syariatkan kepada mereka dan Kami berlakukan terhadap mereka,
{أَنَّهُ
مَنْ قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الأرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ
النَّاسَ جَمِيعًا وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا أَحْيَا النَّاسَ
جَمِيعًا}
bahwa barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu
(membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi,
maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya Dan barang siapa yang
memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara
kehidupan manusia semuanya (Al-Maidah: 32)Yakni barang siapa yang membunuh seorang manusia tanpa sebab —seperti qisas atau membuat kerusakan di muka bumi, dan ia menghalalkan membunuh jiwa tanpa sebab dan tanpa dosa— maka seakan-akan ia membunuh manusia seluruhnya, karena menurut Allah tidak ada bedanya antara satu jiwa dengan jiwa yang lainnya. Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, yakni mengharamkan membunuhnya dan meyakini keharaman tersebut, berarti selamatlah seluruh manusia darinya berdasarkan pertimbangan ini. Untuk itulah Allah Swt. berfirman:
{فَكَأَنَّمَا
أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعًا}
maka seolah-olah dia memelihara kehidupan manusia semuanya.
(Al-Maidah: 32)Al-A'masy dan lain-lainnya telah meriwayatkan dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah yang telah menceritakan bahwa pada hari Khalifah Usman dikepung, Abu Hurairah masuk menemuinya, lalu berkata, "Aku datang untuk menolongmu, dan sesungguhnya situasi sekarang ini benar-benar telah serius, wahai Amirul Mu’minin." Maka Usman ibnu Affan r.a. berkata, "Hai Abu Hurairah, apakah kamu senang bila kamu membunuh seluruh manusia, sedangkan aku termasuk dari mereka?" Abu Hurairah menjawab, "Tidak." Usman r.a. berkata, "Karena sesungguhnya bila kamu membunuh seseorang lelaki, maka seolah-olah kamu telah membunuh manusia seluruhnya. Maka pergilah kamu dengan seizinku seraya membawa pahala, bukan dosa." Abu Hurairah melanjutkan kisahnya.”Lalu aku pergi dan tidak ikut berperang."
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa hal itu sama dengan makna firman-Nya yang mengatakan: barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. (Al-Maidah: 32); Memelihara kehidupan artinya "tidak membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah membunuhnya", demikianlah pengertian orang yang memelihara kehidupan manusia seluruhnya. Dengan kata lain, barang siapa yang mengharamkan membunuh jiwa, kecuali dengan alasan yang benar, berarti kelestarian hidup manusia terpelihara darinya; demikianlah seterusnya.
Mujahid mengatakan bahwa barang siapa yang memelihara kehidupan jiwa seseorang, yakni menahan diri tidak membunuhnya.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: maka seolah-olah dia telah membunuh manusia seluruhnya. (Al-Maidah: 32); Ibnu Abbas mengatakan bahwa barang siapa yang membunuh jiwa seseorang yang diharamkan oleh Allah membunuhnya, maka perumpamaannya sama dengan membunuh seluruh manusia.
Said ibnu Jubair telah mengatakan, "Barang siapa yang menghalalkan darah seorang muslim, maka seakan-akan dia menghalalkan darah manusia seluruhnya. Dan barang siapa yang mengharamkan darah seorang muslim, maka seolah-olah dia mengharamkan darah manusia seluruhnya." Ini merupakan suatu pendapat, tetapi pendapat inilah yang terkuat.
Ikrimah dan Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa barang siapa yang membunuh seorang nabi atau seorang imam yang adil, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barang siapa yang mendukung sepenuhnya seorang nabi atau seorang imam yang adil, maka seakan-akan dia memelihara kehidupan manusia seluruhnya. Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir.
Mujahid menurut riwayat lain yang bersumberkan darinya mengatakan, "Barang siapa yang membunuh seorang manusia bukan karena telah membunuh seseorang, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Demikian itu karena barang siapa yang membunuh seseorang, maka baginya neraka, dan perihalnya sama seandainya dia membunuh manusia seluruhnya."
Ibnu Juraij telah meriwayatkan dari Al-A'raj, dari Mujahid sehubungan dengan firman-Nya: maka seolah-olah dia telah membunuh manusia seluruhnya. (Al-Maidah: 32); Bahwa barang siapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka Allah menyediakan neraka Jahannam sebagai balasannya, dan Allah murka terhadapnya serta melaknatinya dan menyiapkan baginya azab yang besar. Dikatakan bahwa seandainya dia membunuh manusia seluruhnya, maka siksaannya tidak melebihi dari siksaan tersebut (karena sudah maksimal).
Ibnu Juraij telah meriwayatkan bahwa Mujahid pernah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. (Al-Maidah: 32); Bahwa barang siapa yang tidak pernah membunuh seseorang pun, berarti manusia selamat darinya.
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam telah mengatakan, "Barang siapa yang membunuh seorang manusia, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya, yakni diwajibkan atas dirinya menjalani hukum qisas (pembalasan), tidak ada bedanya antara yang dibunuh adalah seorang manusia ataupun sejumlah orang. Dan barang siapa yang memelihara kehidupan, yakni pihak wali darah memaafkan si pembunuh, maka seakan-akan dia memelihara kehidupan manusia seluruhnya." Hal yang sama telah diriwayatkan pula oleh ayahnya (yakni Juraij) menurut Mujahid mengatakan dalam suatu riwayat, "Barang siapa yang memelihara kehidupan, yakni menyelamatkan (orang lain) dari tenggelam atau kebakaran atau kebinasaan."
Al-Hasan dan Qatadah telah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Barang siapa yang membunuh seorang manusia bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. (Al-Maidah: 32); Di dalam makna ayat ini terkandung pengertian bahwa melakukan tindak pidana pembunuhan merupakan dosa yang sangat besar. Lalu Qatadah mengatakan, "Demi Allah, dosanya amat besar; demi Allah, pembalasannya sangat besar."
Ibnul Mubarak telah meriwayatkan dari Salam ibnu Miskin, dari Sulaiman ibnu Ali Ar-Rab'i yang telah menceritakan bahwa ia pernah bertanya kepada Al-Hasan, "Ayat ini bagi kita, hai Abu Sa'id, sama dengan apa yang diberlakukan atas kaum Bani Israil." Al-Hasan menjawab, "Memang benar, demi Tuhan yang tiada Tuhan selain Dia, sama seperti yang diberlakukan atas kaum Bani Israil, dan tiadalah Allah menjadikan darah kaum Bani Israil lebih mulia daripada darah kita.
Al-Hasan Al-Basri telah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. (Al-Maidah: 32); Yaitu dalam hal dosanya. Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seakan-akan_ dia telah memelihara kehidupan manusia seluruhnya. (Al-Maidah: 32); Yakni dalam hal pahalanya.
قَالَ
الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا حَسَنٌ، حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعَة، حَدَّثَنَا
حُيَي بْنُ عَبْدِ اللَّهِ، عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ الحُبُلي، عَنْ عَبْدِ
اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ: جَاءَ حَمْزَةُ بْنُ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ إِلَى
رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ،
اجْعَلْنِي عَلَى شَيْءٍ أَعِيشُ بِهِ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "يَا حَمْزَةُ، نَفْسٌ تُحْيِيهَا أَحَبُّ إِلَيْكَ أَمْ
نَفْسٌ تُمِيتُهَا؟ " قَالَ: بَلْ نَفْسٌ أُحْيِيهَا: قَالَ: "عَلَيْكَ
بِنَفْسِكَ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasan, telah
menceritakan kepada kami Ibnu Luhai'ah, telah menceritakan kepada kami Huyay
ibnu Abdullah, dari Abu Abdur Rahman Al-Habli, dari Abdullah ibnu Amr yang telah
mengatakan bahwa Hamzah ibnu Abdul Muttalib datang kepada Rasulullah Saw., lalu
bertanya: Wahai Rasulullah, berikanlah kepadaku sesuatu pegangan untuk
kehidupanku.” Rasulullah Saw. menjawab, "Hai Hamzah, jiwa seseorang yang kamu
pelihara kehidupannya lebih kamu sukai ataukah jiwa seseorang yang kamu
matikan?" Hamzah menjawab, "Tidak, bahkan jiwa yang aku pelihara
kehidupannya.” Rasulullah Saw. bersabda, "Peliharalah dirimu.”
*****
Firman Allah Swt.:
{وَلَقَدْ
جَاءَتْهُمْ رُسُلُنَا بِالْبَيِّنَاتِ}
Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan
membawa keterangan-keterangan yang jelas. (Al-Maidah: 32)Yakni membawa hujah-hujah, bukti-bukti, dan keterangan-keterangan yang jelas lagi gamblang.
{ثُمَّ
إِنَّ كَثِيرًا مِنْهُمْ بَعْدَ ذَلِكَ فِي الأرْضِ لَمُسْرِفُونَ}
kemudian banyak di antara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui
batas dalam berbuat kerusakan di muka bumi. (Al-Maidah: 32)Ini suatu kecaman terhadap mereka dan sebagai hinaan kepada mereka (kaum Bani Israil) karena mereka melakukan pelbagai hal yang diharamkan, sesudah mereka mengetahui keharamannya. Seperti yang telah dilakukan oleh Bani Quraizah dan Bani Nadir serta orang-orang Yahudi lainnya, seperti Bani Qainuqa' yang ada di sekitar Madinah. Dahulu di masa Jahiliah apabila terjadi peperangan, mereka ada yang berpihak kepada kabilah Aus, ada pula yang berpihak kepada kabilah Khazraj. Kemudian apabila perang berhenti, mereka menebus para tawanan perang dan membayar diat orang-orang yang telah mereka bunuh.
Allah Swt. mengecam perbuatan mereka itu dalam surat Al-Baqarah:
{وَإِذْ
أَخَذْنَا مِيثَاقَكُمْ لَا تَسْفِكُونَ دِمَاءَكُمْ وَلا تُخْرِجُونَ أَنْفُسَكُمْ
مِنْ دِيَارِكُمْ ثُمَّ أَقْرَرْتُمْ وَأَنْتُمْ تَشْهَدُونَ ثُمَّ أَنْتُمْ
هَؤُلاءِ تَقْتُلُونَ أَنْفُسَكُمْ وَتُخْرِجُونَ فَرِيقًا مِنْكُمْ مِنْ
دِيَارِهِمْ تَظَاهَرُونَ عَلَيْهِمْ بِالإثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَإِنْ يَأْتُوكُمْ
أُسَارَى تُفَادُوهُمْ وَهُوَ مُحَرَّمٌ عَلَيْكُمْ إِخْرَاجُهُمْ أَفَتُؤْمِنُونَ
بِبَعْضِ الْكِتَابِ وَتَكْفُرُونَ بِبَعْضٍ فَمَا جَزَاءُ مَنْ يَفْعَلُ ذَلِكَ
مِنْكُمْ إِلا خِزْيٌ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يُرَدُّونَ
إِلَى أَشَدِّ الْعَذَابِ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا
تَعْمَلُونَ}
Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil janji dari kalian (yaitu):
kalian tidak akan menumpahkan darah kalian (membunuh orang), dan
kalian tidak akan mengusir diri (saudara kalian sebangsa) dari kampung
halaman kalian, kemudian kalian berikrar (akan memenuhinya), sedangkan
kalian mempersaksikannya. Kemudian kalian (Bani Israil) membunuh diri
(saudara sebangsa) dan mengusir segolongan dari kalian dari kampung
halamannya, kalian bantu-membantu terhadap mereka dengan membuat dosa dan
permusuhan; tetapi jika mereka datang kepada kalian sebagai tawanan, kalian
tebus mereka, padahal mengusir mereka itu (juga) terlarang bagi kalian.
Apakah kalian beriman kepada sebagian Al-Kitab (Taurat) dan ingkar
terhadap sebagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian
dari kalian, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat
mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa
yang kalian perbuat. (A1-Baqarah: 84-85)
****
Firman Allah Swt.:
{إِنَّمَا
جَزَاءُ الَّذِينَ يُحَارِبُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَسْعَوْنَ فِي الأرْضِ
فَسَادًا أَنْ يُقَتَّلُوا أَوْ يُصَلَّبُوا أَوْ تُقَطَّعَ أَيْدِيهِمْ
وَأَرْجُلُهُمْ مِنْ خِلافٍ أَوْ يُنْفَوْا مِنَ الأرْضِ}
Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan
Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau
disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik
(bersilang), atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya).
(Al-Maidah: 33), hingga akhir ayatAl-muharabah artinya "berlawanan dan bertentangan". Makna kalimat ini dapat ditunjukkan kepada pengertian "kafir, membegal jalan, dan meneror keamanan di jalan". Demikian pula membuat kerusakan di muka bumi mempunyai pengertian yang banyak mencakup berbagai aneka kejahatan. Sehingga banyak dari kalangan ulama Salaf —yang antara lain ialah Sa'id ibnul Musayyab— mengatakan bahwa sesungguhnya menggenggam (menguasai) dirham dan dinar termasuk perbuatan menimbulkan kerusakan di muka bumi. Allah Swt. telah berfirman:
{وَإِذَا
تَوَلَّى سَعَى فِي الأرْضِ لِيُفْسِدَ فِيهَا وَيُهْلِكَ الْحَرْثَ وَالنَّسْلَ
وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ الْفَسَادَ}
Dan apabila ia berpaling (dari mukamu), ia berjalan di bumi untuk
mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanam-tanaman dan binatang-binatang
ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan. (Al-Baqarah: 205)Kemudian sebagian dari mereka (ulama Salaf) ada yang mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang musyrik.
Sama halnya dengan apa yang telah dikatakan oleh Ibnu Jarir, bahwa telah menceritakan kepada kami Ibnu Humaid, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Wadih, telah menceritakan kepada kami Al-Husain ibnu Waqid, dari Yazid, dari Ikrimah dan Al-Hasan Al-Basri, keduanya telah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya. (Al-Maidah: 33) sampai dengan firman-Nya: bahwasanya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Al-Maidah: 34); diturunkan berkenaan dengan orang-orang musyrik. Barang siapa dari mereka yang bertobat sebelum kalian sempat menangkapnya, maka tiada jalan bagi kalian untuk menghukumnya. Tetapi ayat ini sama sekali tidak mengecualikan seorang muslim pun dari hukuman had jika ia melakukan pembunuhan atau mengadakan kerusakan di muka bumi, atau memerangi Allah dan Rasul-Nya, kemudian bergabung dengan orang-orang kafir sebelum kalian sempat menangkapnya. Hal tersebut tidak melindunginya dari hukuman had apabila dia memang melakukannya.
Imam Abu Daud dan Imam Nasai meriwayatkan melalui jalur Ikrimah, dari Ibnu Abbas, yaitu mengenai firman-Nya: Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi. (Al-Maidah: 33); Ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang musyrik. Dan siapa pun dari mereka yang telah bertobat sebelum kalian sempat menangkapnya, hal tersebut tidak dapat melindunginya dari hukuman had atas perbuatan yang telah dilakukannya.
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi. (Al-Maidah: 33), hingga akhir ayat; Dikatakan bahwa ada segolongan kaum dari kalangan Ahli Kitab yang antara mereka dan Nabi Saw. terdapat perjanjian perdamaian, lalu mereka melanggar perjanjian itu dan membuat kerusakan di muka bumi. Maka Allah menyuruh Rasul-Nya memilih antara membunuh mereka atau memotong tangan dan kaki mereka secara bersilang jika suka. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir.
Syu'bah telah meriwayatkan dari Mansur. dari Hilal ibnu Yusaf. dari Mus'ab ibnu Sa'd, dari ayahnya yang telah mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan golongan Haruriyah, yaitu firman-Nya: Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi. (Al-Maidah: 33); Demikianlah Riwayat menurut Ibnu Ibnu Mardawaih
Tetapi pendapat yang benar ialah yang mengatakan bahwa ayat ini mengandung makna umum mencakup orang-orang musyrik dan lain-lainnya yang melakukan perbuatan-perbuatan tersebut. Seperti yang telah diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim:
مِنْ
حَدِيثِ أَبِي قِلابة -وَاسْمُهُ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ زَيْدٍ الجَرْمي
الْبَصْرِيُّ-عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ: أَنَّ نَفَرًا مِنْ عُكْل ثَمَانِيَةً،
قَدِمُوا عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم فَبَايَعُوهُ عَلَى
الْإِسْلَامِ، فَاسْتَوْخَمُوا الْأَرْضَ وسَقَمت أَجْسَامُهُمْ، فَشَكَوْا ذَلِكَ
إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: "أَلَّا
تَخْرُجُونَ مَعَ رَاعِينَا فِي إِبِلِهِ فَتُصِيبُوا مِنْ أَبْوَالِهَا
وَأَلْبَانِهَا؟ " فَقَالُوا: بَلَى. فَخَرَجُوا، فَشَرِبُوا مِنْ أَبْوَالِهَا
وَأَلْبَانِهَا، فَصَحُّوا فَقَتَلُوا الرَّاعِيَ وَطَرَدُوا الْإِبِلَ. فَبَلَغَ
ذَلِكَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَبَعَثَ فِي
آثَارِهِمْ، فأُدْرِكُوا، فَجِيءَ بِهِمْ، فَأَمَرَ بِهِمْ فَقُطِعَتْ أَيْدِيهِمْ
وَأَرْجُلُهُمْ، وسُمرت أَعْيُنُهُمْ، ثُمَّ نُبِذُوا فِي الشَّمْسِ حَتَّى
مَاتُوا.
melalui hadis Abu Qilabah yang bernama asli Abdullah ibnu Zaid Al-Jurmi
Al-Basri, dari Anas ibnu Malik, bahwa ada segolongan kaum dari Bani Ukal yang
jumlahnya delapan orang; mereka datang kepada Rasulullah Saw., lalu berbaiat
(berjanji setia) kepadanya untuk membela Islam, lalu mereka membuat kemah di
Madinah. Setelah itu mereka terkena suatu penyakit, lalu mengadu kepada
Rasulullah Saw. sakit yang mereka alami itu. Kemudian Rasulullah Saw. bersabda:
Maukah kalian keluar bersama penggembala kami berikut unta ternaknya. lalu
kalian berobat dengan meminum air seni dan air susu ternak itu. Mereka
menjawab, "Tentu saja kami mau." Lalu mereka keluar (berangkat menuju tempat
penggembalaan ternak), kemudian meminum air seni serta air susu ternak itu.
Tetapi setelah mereka sehat, penggembala itu mereka bunuh, sedangkan ternak
untanya dilepasbebaskan. Ketika berita itu sampai kepada Rasulullah Saw., beliau
mengirimkan sejumlah orang untuk mengejar mereka. Akhirnya mereka tertangkap,
lalu dihadapkan kepada Nabi Saw. Maka Nabi Saw. memerintahkan agar tangan dan
kaki mereka dipotong, matanya ditusuk, kemudian dijemur di panas matahari hingga
mati. Demikianlah menurut lafaz Imam Muslim.Menurut suatu lafaz oleh keduanya (Bukhari dan Muslim) disebutkan dari Ukal atau Arinah, dan menurut lafaz yang lain disebutkan bahwa mereka dilemparkan di padang pasir, lalu mereka meminta minum, tetapi tidak diberi minum (hingga mati). Menurut suatu lafaz oleh Imam Muslim, Nabi Saw. tidak mengobati mereka lagi (melainkan pendarahannya dibiarkan hingga mati).
Sedangkan menurut apa yang ada pada Imam Bukhari disebutkan bahwa Abu Qilabah mengatakan, "Mereka adalah orang-orang yang telah mencuri, membunuh, dan kafir sesudah imannya serta memerangi Allah dan Rasul-Nya."
Imam Muslim meriwayatkannya pula melalui jalur Hasyim, dari Abdul Aziz ibnu Suhaib dan Humaid, dari Anas, lalu ia mengetengahkan hadis yang semisal. Dalam lafaz riwayat ini disebutkan bahwa mereka terlebih dahulu murtad.
Keduanya (Bukhari dan Muslim) telah mengetengahkannya melalui riwayat Qatadah, dari Anas dengan lafaz yang semisal.
Sa'id telah meriwayatkan dari Qatadah, bahwa mereka dari Ukal dan Arinah.
Imam Muslim telah meriwayatkan melalui jalur Sulaiman At-Taimi, dari Anas yang telah menceritakan bahwa sesungguhnya Nabi Saw. mencongkel mata mereka, karena mereka telah mencongkel mata si penggembala itu.
Imam Muslim telah meriwayatkan pula melalui hadis Mu'awiyah ibnu Qurrah, dari Anas yang telah menceritakan bahwa datang kepada Rasulullah Saw. segolongan orang dari Bani Arinah, lalu mereka masuk Islam dan menyatakan baiatnya kepada Nabi Saw., sedangkan saat itu di Madinah sedang mewabah sejenis penyakit yang dinamai Al-Mum, yaitu sama dengan penyakit Birsam. Kemudian Imam Muslim mengetengahkan kisah mereka dan di dalamnya ditambahkan bahwa ternak unta itu digembalakan oleh seorang pemuda dari kalangan Ansar yang berusia hampir dua puluh tahun, lalu Nabi Saw. melepaskan mereka, kemudian Nabi Saw. mengirimkan pula seorang mata-mata untuk mengawasi gerak-gerik mereka. Semua yang telah disebutkan di atas menurut lafaz Imam Muslim.
Hammad ibnu Salamah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Qatadah dan Sabit Al-Bannani serta Humaid At-Tawil, dari Anas ibnu Malik, bahwa sejumlah orang dari kabilah Arinah datang ke Madinah, lalu mereka terserang penyakit yang sedang melanda Madinah. Maka Rasulullah Saw. mengirimkan mereka ke tempat penggembalaan ternak unta hasil zakat, dan beliau Saw. memerintahkan kepada mereka untuk meminum air seni dan air susu ternak unta itu (sebagai obatnya).
Lalu mereka melakukannya dan ternyata mereka sehat kembali, tetapi sesudah itu mereka murtad dari Islam dan membunuh si penggembala itu, lalu menggiring ternak untanya. Maka Rasulullah Saw. mengirimkan suatu pasukan untuk mengejar mereka. Akhirnya mereka tertangkap dan dihadapkan kepada Rasulullah Saw.,lalu tangan dan kaki mereka dipotong secara bersilang dan mata mereka dicongkel (dibutakan), setelah itu tubuh mereka dijemur di padang pasir.
Anas r.a. mengatakan, "Sesungguhnya aku melihat seseorang dari mereka menjilat-jilat tanah dengan mulutnya karena kehausan, hingga akhirnya mereka semua mati. Dan turunlah firman-Nya: Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya '(Al-Maidah: 33), hingga akhir ayat"
Imam Abu Daud, Imam Turmuzi, dan Imam Nasai serta Ibnu Murdawaih telah meriwayatkannya pula, dan inilah lafaznya. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan sahih.
Ibnu Murdawaih telah meriwayatkannya melalui berbagai jalur yang cukup banyak dari Anas Ibnu Malik, antara lain melalui dua jalur dari Salam ibnus Sahba, dari Sabit, dari Anas ibnu Malik. Salam mengatakan bahwa ia tidak pernah menyesal karena hadis yang pernah ditanyakan oleh Al-Hajjaj. Al-Hajjaj berkata kepadanya.”Ceritakanlah kepadaku tentang hukuman yang paling keras yang pernah dilakukan oleh Rasulullah Saw."Lalu ia menjawab,"Pernah datang kepada Rasulullah Saw. suatu kaum dari kabilah Arinah yang tinggal di Bahrain. Lalu mereka mengadu kepada Rasulullah Saw. tentang penyakit yang dirasakan oleh perut mereka. Saat itu warna tubuh mereka telah menguning dan perut mereka kembung. Maka Rasulullah Saw. memerintahkan mereka agar datang ke tempat penggembalaan ternak unta sedekah (zakat) untuk meminum air seni dan air susunya. Setelah kesehatan mereka telah pulih dan perut mereka telah kempes seperti sediakala, tiba-tiba mereka menyerang si penggembala dan membunuhnya serta membawa lari ternak untanya. Maka Rasulullah Saw. mengirimkan sejumlah pasukan untuk mengejar mereka, lalu tangan dan kaki mereka dipotong serta mata mereka dibutakan, kemudian dilemparkan di tengah padang pasir hingga mati."
Dinyatakan bahwa Al-Hajjaj, apabila naik ke atas mimbarnya acapkali mengatakan, "Sesungguhnya Rasulullah Saw. pernah memotong tangan dan kaki suatu kaum, kemudian melemparkan tubuh mereka ke padang pasir hingga mati, karena mereka merampok sejumlah ternak unta." Dan tersebutlah bahwa Al-Hajjaj sering berdalilkan hadis ini terhadap orang-orang.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Sahl, telah menceritakan kepada kami Al-Walid —yakni Ibnu Muslim—, telah menceritakan kepadaku Sa'id, dari Qatadah, dari Anas yang telah menceritakan bahwa mereka berjumlah empat orang dari kabilah Arinah dan tiga orang dari kabilah Ukal. Ketika mereka telah ditangkap dan dihadapkan ke pengadilan Rasulullah Saw., maka tangan dan kaki mereka dipotong serta mata mereka dibutakan (dicongkel) tanpa diobati lagi. lalu mereka dibiarkan memakan batu-batu kerikil di padang pasir. Sehubungan dengan peristiwa ini turunlah firman-Nya: Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya. (Al-Maidah: 33), hingga akhir ayat
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Harb Al-Mausuli, telah menceritakan kepada kami Abu Mas'ud —yakni Abdur Rahman ibnul Hasan Az-Zujaj—, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id —yakni Al-Baqqal— dari Anas ibnu Malik yang telah mengatakan bahwa ada segolongan orang dari kabilah Arinah datang kepada Rasulullah Saw. dalam keadaan kepayahan, warna tubuh mereka telah menguning, dan perut mereka kembung. Maka Rasulullah Saw. memerintahkan kepada mereka agar tinggal di tempat ternak unta digembalakan untuk meminum air seni dan air susunya.
Lalu mereka melakukannya hingga warna tubuh mereka kembali seperti sediakala, perut mereka kempes, dan tubuh mereka segar dan gemuk kembali. Tetapi mereka membunuh penggembala ternak unta itu dan menggiring ternak untanya. Maka Nabi Saw. mengirimkan sejumlah pasukan untuk mengejar mereka. Akhirnya mereka tertangkap, lalu dihadapkan kepada Rasulullah Saw.; sebagian dari mereka dihukum mati, sebagian dicongkel matanya, sedangkan sebagian yang lain dipotong tangan dan kakinya. Kemudian turunlah ayat berikut: Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya. (Al-Maidah: 33), hingga akhir ayat.
Abu Ja'far ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Ali ibnu Sahl, telah menceritakan kepada kami Al-Walid ibnu Muslim, telah menceritakan kepada kami Ibnu Luhai'ah, dari Yazid ibnu Abu Habib, bahwa Abdul Malik ibnu Marwan pernah berkirim surat kepada Anas untuk menanyakan tentang makna ayat ini. Maka Anas membalas suratnya yang isinya memberitakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan segolongan orang dari kabilah Arinah dan dari Bajilah. Anas mengatakan bahwa mereka murtad dari Islam dan membunuh si penggembala serta menggiring untanya, membegal di jalanan, dan memperkosa wanita.
Abu Ja'far mengatakan bahwa telah menceritakan kepadaku Yunus, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb. telah menceritakan kepadaku Amr ibnul Haris. dari Sa’id ibnu Abu Hilal, dari Abuz Zanad, dari Abdullah ibnu Ubaidillah. dari Abdullah ibnu Umar atau Amr — ragu dari pihak Yunus — .dari Rasulullah Saw. mengenai kisah orang-orang Arinah ini dan diturunkan berkenaan dengan mereka ayat muharabah.
Abu Daud dan Imam Nasai meriwayatkannya melalui jalur Abuz Zanad yang di dalam sanadnya disebutkan dari Ibnu Umar tanpa ragu.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Khalaf, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Hammad, dari Amr ibnu Hasyim, dari Musa ibnu Ubaidah, dari Muhammad ibnu Ibrahim, dari Jarir. Disebutkan bahwa telah datang kepada Rasulullah Saw. suatu kaum dari kabilah Arinah tanpa memakai alas kaki lagi dalam keadaan sakit. Maka Rasulullah Saw. memerintahkan mereka agar berobat. Setelah mereka sehat kembali dan kuat seperti semula, mereka membunuh penggembala unta, lalu kabur dengan membawa ternak untanya dengan tujuan tempat tinggal kaumnya. Jarir melanjutkan kisahnya.”Maka Rasulullah Saw. mengutusku bersama sejumlah orang dari kaum muslim, hingga kami dapat mengejar mereka, sesudah mereka hampir tiba di tempat tinggal kaumnya. Kemudian kami hadapkan mereka kepada Rasulullah Saw., lalu tangan dan kaki mereka dipotong secara bersilang, serta mata mereka dicongkel. Mereka minta air karena kehausan, tetapi Rasulullah Saw. menjawabnya dengan kalimat, 'Api, hingga mereka mati." Jarir melanjutkan kisahnya, "Setelah itu Allah tidak senang akan hukuman mencongkel mata, lalu Dia menurunkan firman-Nya: Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya (Al-Maidah: 33), hingga akhir ayat."
Hadis ini garib, di dalam sanadnya terdapat Ar-Rabzi yang daif. Tetapi di dalam matan hadisnya terkandung keterangan yang lebih, yaitu disebutkannya nama pemimpin dari sariyyah (pasukan) kaum muslim yang mengejar para pemberontak itu, yaitu Jarir ibnu Abdullah Al-Bajali.
Dalam hadis yang lalu dari kitab Sahih Muslim telah disebutkan bahwa sariyyah ini berjumlah dua puluh orang pasukan berkuda, semuanya dari kalangan Ansar.
Adapun mengenai kalimat yang mengatakan bahwa Allah tidak menyukai hukuman mencongkel mata, lalu Allah menurunkan ayat ini, sesungguhnya predikat kalimat ini munkar (tidak dapat diterima), karena dalam hadis yang lalu dari Sahih Muslim telah disebutkan bahwa orang-orang Arinah itu telah mencongkel mata si penggembala, maka apa yang diberlakukan terhadap mereka merupakan hukum qisas.
Abdur Razzaq telah meriwayatkan dari Ibrahim ibnu Muhammad Al-Aslami, dari Saleh maula At-Tauamah, dari Abu Hurairah yang telah menceritakan bahwa pernah datang sejumlah lelaki dari Bani Fazzarah yang kelihatan kurus sekali, maka Nabi Saw. memerintahkan mereka untuk tinggal di tempat penggembalaan ternak untanya. Lalu mereka meminum air susu dan air seninya hingga sehat, kemudian mereka pun pergi ke tempat penggembalaannya, setelah itu mereka mencuri ternak unta tersebut. Lalu mereka dikejar dan dihadapkan kepada Nabi Saw., maka Nabi Saw. memotong tangan dan kaki mereka, sedangkan mata mereka dicongkel.
Abu Hurairah melanjutkan kisahnya, bahwa berkenaan dengan merekalah ayat ini diturunkan, yakni firman-Nya: Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya. (Al-Maidah: 33) Nabi Saw. membiarkan hukuman mencongkel mata sesudah itu.
Telah diriwayatkan melalui jalur lain, dari Abu Hurairah juga. Untuk itu, Abu Bakar ibnu Murdawaih mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Ishaq, telah menceritakan kepada kami Al-Husain ibnu Ishaq At-Tusturi, telah menceritakan kepada kami Abul Qasim Muhammad ibnul Walid, dari Amr ibnu Muhammad Al-Madini, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Talhah, dari Musa ibnu Muhammad ibnu Ibrahim At-Taimi, dari ayahnya, dari Abu Salamah ibnu Abdur Rahman, dari Salamah ibnul Akwa' yang telah menceritakan bahwa Nabi Saw. mempunyai seorang budak laki-laki yang dikenal dengan nama Yasar. Nabi Saw. melihatnya mengerjakan salat dengan baik, maka Nabi Saw. memerdekakannya, kemudian mengirimkannya untuk menggembalakan ternak unta milik Nabi Saw. di Harrah. Sejak saat itu Yasar tinggal di Harrah.
Kemudian ada suatu kaum dari Arinah yang menampakkan diri masuk Islam dan mereka datang dalam keadaan sakit lagi lemah, sedangkan perut mereka kembung. Maka Nabi Saw. mengirim mereka kepada Yasar, lalu mereka minum air susu ternak unta itu hingga perut mereka sembuh. Tetapi sesudah itu mereka menyerang Yasar dan menyembelihnya serta menusuk kedua matanya dengan duri, lalu ternak untanya mereka bawa kabur. Lalu Nabi Saw. mengirimkan sejumlah pasukan berkuda untuk mengejar mereka di bawah pimpinan Kurz ibnu Jabir Al-Fihri. Akhirnya mereka dapat mengejarnya, lalu ditangkap dan dihadapkan kepada Nabi Saw. Maka Nabi Saw. memotong tangan dan kaki mereka serta menusuk mata mereka. Hadis ini berpredikat garib jiddan.
Kisah mengenai orang-orang Arinah ini telah diriwayatkan melalui hadis sahabat Nabi Saw., antara lain Jabir, Aisyah, dan lain-lainnya. Al-Hafiz Al-Jalil Abu Bakar ibnu Murdawaih telah menyusun jalur-jalur hadis ini melalui berbagai periwayatan yang cukup banyak.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ali ibnul Hasan ibnu Syaqiq yang mengatakan bahwa ayahnya pernah berkata, "Aku pernah mendengar Abu Hamzah bercerita, dari Abdul Karim yang ditanya mengenai masalah air seni unta. Maka Abdul Karim menjawab, 'Telah menceritakan kepadaku Sa'id ibnu Jubair mengenai kisah muharibin (para pemberontak).' Sa'id ibnu Jubair mengatakan bahwa Rasulullah Saw. kedatangan sejumlah orang, lalu mereka berkata, 'Kami berbaiat kepadamu untuk masuk Islam.' Maka mereka menyatakan baiatnya kepada Nabi Saw., padahal mereka dusta, dan bukan Islam yang mereka kehendaki. Kemudian mereka berkata, 'Sesungguhnya kami terserang penyakit di Madinah ini.' Maka Nabi Saw. bersabda: Ternak unta ini datang dan pergi kepada kalian, maka minumlah dari air seni dan air susunya. Ketika mereka dalam keadaan demikian, tiba-tiba datanglah seseorang meminta tolong kepada Rasulullah Saw.. lalu berkata, 'Mereka telah membunuh penggembala ternak unta dan membawa kabur ternak untanya.' Lalu Nabi Saw. mengeluarkan perintahnya dan menyerukan kepada para sahabatnya: Hai pasukan berkuda Allah, berangkatlah! Maka mereka menaiki kudanya masing-masing tanpa menunggu-nunggu yang lainnya, sedangkan Rasulullah Saw. sendiri mengendarai kudanya di belakang mereka. Pasukan kaum muslim terus mencari dan mengejar mereka hingga mereka memasuki daerah yang aman bagi mereka. Lalu para sahabat Rasulullah Saw. kembali (ke Madinah) dengan membawa tawanan sebagian dari mereka. Mereka menghadapkan para tawanan itu kepada Rasulullah Saw., lalu turunlah firman-Nya: Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya. (Al-Maidah- 33) hingga akhir ayat
Dan tersebutlah bahwa hukuman pembuangan yang dialami oleh mereka ialah di tempat yang aman bagi mereka, tetapi jauh dari negeri tempat tinggalnya dan jauh dari negeri tempat tinggal kaum muslim. Nabi Saw. menghukum mati sebagian dari mereka, lalu disalib, dipotong (tangan dan kakinya), dan ditusuk matanya."
Sa'id ibnu Jubair mengatakan bahwa Rasulullah Saw. tidak pernah melakukan hukuman cincang, baik sebelum ataupun sesudahnya, melainkan hanya kali itu saja. Nabi Saw. melarang muslah melalui sabdanya, "Janganlah kalian melakukan hukuman cincang." Sa’id ibnu Jubair mengatakan bahwa Anas mengucapkan kalimat tersebut, hanya saja dia mengatakan bahwa Nabi Saw. membakar mereka sesudah mereka mati.
Ibnu Jarir mengatakan, sebagian di antara mereka ada yang mengatakan bahwa para pemberontak itu dari Bani Salim, dan sebagiannya dari Arinah serta sejumlah orang dari Bajilah.
Para imam berselisih pendapat mengenai hukum orang-orang Arinah itu, apakah mansukh atau muhkam. Sebagian dari mereka mengatakan bahwa hukum itu telah di-mansukh oleh ayat ini, dan mereka menduga bahwa di dalam ayat ini terkandung teguran terhadap Nabi Saw., sama halnya dengan teguran yang terkandung di dalam firman-Nya:
{عَفَا
اللَّهُ عَنْكَ لِمَ أَذِنْتَ لَهُمْ}
Semoga Allah memaafkanmu. Mengapa kamu memberi izin kepada mereka
(untuk tidak pergi berperang)? (At-Taubah: 43)Di antara mereka ada yang mengatakan bahwa hukum ini di-mansukh oleh larangan Nabi Saw. yang menyatakan tidak boleh me-muslah (menghukum cincang); tetapi pendapat ini masih perlu dipertimbangkan, kemudian orang yang mengatakannya dituntut untuk menjelaskan keterbelakangan nasikh yang didakwakannya itu dari mansukh-nya.
Sebagian dari mereka ada yang mengatakan bahwa hukum ini terjadi sebelum diturunkan hukum-hukum mengenai had. Muhammad Ibnu Sirin mengatakan bahwa pendapat ini perlu dipertimbangkan, mengingat kisah kejadiannya terbelakang. Di dalam riwayat Jarir ibnu Abdullah mengenai kisah mereka disebutkan hal yang menunjukkan keterbelakangannya, karena Jarir ibnu Abdullah masuk Islam sesudah surat Al-Maidah diturunkan.
Di antara mereka ada yang mengatakan bahwa Nabi Saw. tidak membutakan mata mereka, melainkan hanya berniat akan melakukan hal tersebut, tetapi keburu diturunkan ayat Al-Qur'an yang menjelaskan hukum para pemberontak. Pendapat ini pun masih perlu dipertimbangkan, karena dalam hadis yang telah muttafaq di atas disebutkan bahwa Nabi Saw. membutakan mata mereka.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Sahl, telah menceritakan kepada kami Al-Walid ibnu Muslim yang telah menceritakan bahwa ia pernah membicarakan dengan Al-Lais ibnu Sa'd mengenai hukuman membutakan mata yang dilakukan oleh Nabi Saw. terhadap mereka dan membiarkan mereka tanpa mengobatinya hingga mati semua. Maka Al-Lais ibnu Sa'd mengatakan, "Aku pernah mendengar Muhammad ibnu Ajlan mengatakan bahwa ayat ini diturunkan kepada Rasulullah Saw. sebagai teguran terhadapnya dalam peristiwa itu, dan mengajarkan kepadanya cara menjatuhkan hukum terhadap orang-orang yang semisal dengan mereka, yaitu dihukum mati, dipotong anggota tubuhnya, dan diasingkan. Setelah peristiwa itu Nabi Saw. tidak melakukan hukuman membutakan mata lagi terhadap yang lainnya."
Al-Walid ibnu Muslim mengatakan, "Lalu pendapat ini dikemukakan kepada Abu Amr, yakni Al-Auza'i. Maka Al-Auza'i menyanggah pendapat yang mengatakan bahwa ayat ini diturunkan sebagai teguran kepada Nabi Saw. dan ia mengatakan bahwa bahkan sanksi itu ditetapkan sebagai hukuman terhadap orang-orang tersebut secara khusus, kemudian diturunkan ayat ini yang menjelaskan hukuman terhadap orang-orang selain mereka yang melakukan pemberontakan sesudahnya, dan hukuman membutakan mata dihapuskan."
Jumhur ulama telah menyimpulkan dari keumuman makna ayat ini, bahwa hukum muharabah yang dilakukan di kota-kota besar dan di jalan-jalan penghubung sama saja, karena berdasarkan firman-Nya: Dan membuat kerusakan di muka bumi (Al Maidah : 33)
Demikianlah menurut mazhab Imam Malik, Al-Auza'i, Al-Lais ibnu Sa'd, Asy-Syafii. dan Ahmad ibnu Hambal. Sehingga Imam Malik mengatakan —sehubungan dengan seseorang yang diculik, lalu ditipu dimasukkan ke dalam sebuah rumah, kemudian dibunuh dan semua barangnya dirampok— bahwa hal ini dimasukkan ke dalam kategori muharabah. Maka darahnya diberikan kepada sultan, bukan kepada wali si terbunuh. Untuk itu, tidak dianggap pemaafan dari pihak wali si terbunuh dalam menggugurkan hukuman mati terhadap pelakunya.
Imam Abu Hanifah dan murid-muridnya mengatakan bahwa muharabah hanya dilakukan di jalan-jalan yang sepi. Jika dilakukan di dalam kota, maka bukan muharabah, karena si teraniaya dapat meminta tolong kepada orang lain. Lain halnya jika dilakukan di tengah jalan, jauh dari orang-orang yang dimintai tolong dan dari orang yang mau membantunya.
****
Firman Allah Swt.:
{أَنْ
يُقَتَّلُوا أَوْ يُصَلَّبُوا أَوْ تُقَطَّعَ أَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُمْ مِنْ
خِلافٍ أَوْ يُنْفَوْا مِنَ الأرْضِ}
hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka
dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya).
(Al-Maidah: 33)Ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna ayat ini mengenai hukuman mengangkat senjata terhadap golongan Islam dan melakukan teror di tengah jalan, kemudian dapat ditangkap dan dihadapkan ke pengadilan, maka imam kaum muslim boleh memilih salah satu di antara hukuman-hukuman berikut, yaitu jika ia suka boleh menghukum mati, menghukum salib, boleh pula menghukum potong tangan dan kaki secara bersilang.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Sa'id ibnul Musayyab, Mujahid, Ata, Al-Hasan Al-Basri, Ibrahim An-Nakha'i, dan Ad-Dhahhak. Semuanya itu diriwayatkan oleh Abu Ja'far ibnu Jarir. Hal yang semisal telah diriwayatkan dari Malik ibnu Anas.
Sandaran pendapat ini berdasarkan analisis nahwu yang menyatakan bahwa lahiriah au menunjukkan makna takhyir, sama halnya dengan hal-hal lainnya yang semisal di dalam Al-Qur'an, seperti dalam masalah denda berburu, yaitu firman-Nya:
{فَجَزَاءٌ
مِثْلُ مَا قَتَلَ مِنَ النَّعَمِ يَحْكُمُ بِهِ ذَوَا عَدْلٍ مِنْكُمْ هَدْيًا
بَالِغَ الْكَعْبَةِ أَوْ كَفَّارَةٌ طَعَامُ مَسَاكِينَ أَوْ عَدْلُ ذَلِكَ
صِيَامًا}
maka dendanya ialah mengganti dengan binatang ternak seimbang dengan
buruan yang dibunuhnya, menurut putusan dua orang yang adil di antara kalian
sebagai hadya yang dibawa sampai ke Ka'bah, atau (dendanya) membayar
kifarat dengan memberi makan orang miskin, atau berpuasa seimbang dengan makanan
yang dikeluarkan itu. (Al-Maidah: 95)Juga seperti dalam firman Allah Swt. mengenai kifarat fidyah, yaitu:
{فَمَنْ
كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ بِهِ أَذًى مِنْ رَأْسِهِ فَفِدْيَةٌ مِنْ صِيَامٍ
أَوْ صَدَقَةٍ أَوْ نُسُكٍ}
Jika ada di antara kalian yang sakit atau ada gangguan di kepalanya
(lalu ia bercukur), maka wajiblah atasnya berfidyah. yaitu berpuasa atau
bersedekah atau berkurban. (Al-Baqarah: 196)Dan seperti dalam firman-Nya mengenai kifarat sumpah, yaitu:
{إِطْعَامُ
عَشَرَةِ مَسَاكِينَ مِنْ أَوْسَطِ مَا تُطْعِمُونَ أَهْلِيكُمْ أَوْ كِسْوَتُهُمْ
أَوْ تَحْرِيرُ رَقَبَةٍ}
ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa
kalian berikan kepada keluarga kalian, atau memberi pakaian kepada mereka atau
memerdekakan seorang budak. (Al-Maidah: 89)Semuanya ini menunjukkan makna takhyir (pilihan), maka demikian pula makna di dalam ayat ini
Jumhur ulama mengatakan bahwa ayat ini (Al-Maidah: 33) penerapan hukumnya melihat keadaan-keadaan yang terjadi, seperti yang dikatakan oleh Abu Abdullah Asy-Syafii, bahwa telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Abu Yahya, dari Saleh Maula At-Tauamah, dari Ibnu Abbas yang telah mengatakan sehubungan dengan masalah pembegal jalan apabila membunuh, merampok harta, maka hukumannya adalah dibunuh dan disalib. Apabila mereka membunuh tanpa merampok harta, maka hukumannya ialah dibunuh tanpa disalib. Apabila mereka hanya merampok harta tanpa membunuh, maka mereka tidak dihukum mati, melainkan hanya dipotong tangan dan kakinya secara bersilang. Apabila mereka hanya membuat orang-orang takut melewati jalan tanpa merampok, maka hukumannya hanya diasingkan dari negeri tempat tinggalnya.
Ibnu Abu Syaibah telah meriwayatkan dari Abdur Rahim ibnu Sulaiman, dari Hajjaj. dari Atiyyah. dari Ibnu Abbas hal yang semisal: dan telah diriwayatkan hal yang semisal dari Abu Mijlaz, Sa'id ibnu Jubair, Ibrahim An-Nakha’i. Al-Hasan. Qatadah, As-Saddi, dan Ata Al-Khurrasani.
Hal yang sama telah dikatakan pula oleh bukan hanya seorang dari kalangan ulama Salaf dan para imam.
Mereka berselisih pendapat, apakah hukuman salib dilakukan dalam keadaan si terpidana masih hidup, lalu dibiarkan hingga mati tanpa diberi makan dan minum, atau dibunuh dengan tombak dan senjata lainnya; ataukah dibunuh terlebih dahulu, kemudian disalib, sebagai pelajaran dan peringatan buat yang lainnya dari kalangan orang-orang yang gemar membuat kerusakan di muka bumi (pemberontak). Apakah masa penyalibannya tiga hari, lalu diturunkan; ataukah dibiarkan sampai nanahnya keluar mengalir dari tubuhnya. Sehubungan dengan masalah ini semuanya masih terdapat perbedaan pendapat, hal ini akan diterangkan pada bagian tersendiri. Hanya kepada Allah sajalah kami percaya dan hanya kepada-Nyalah kami bertawakal.
Perincian hukuman ini diperkuat dengan adanya sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir di dalam kitab Tafsir-nya, jika sanadnya sahih.
حَدَّثَنَا
عَلِيُّ بْنُ سَهْلٍ، حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ بْنُ مُسْلِمٍ، عَنِ ابْنِ لَهِيعة،
عَنْ يَزِيدَ بْنِ أَبِي حَبِيبٍ؛ أَنَّ عَبْدَ الْمَلِكِ بْنَ مَرْوَانَ كَتَبَ
إِلَى أَنَسِ [بْنِ مَالِكٍ] يَسْأَلُهُ عَنْ هَذِهِ الْآيَةِ، فَكَتَبَ إِلَيْهِ
يُخْبِرُهُ: أَنَّ هَذِهِ الْآيَةَ نَزَلَتْ فِي أُولَئِكَ النَّفَرِ العُرَنِيِّين
-وهم من بَجِيلة-قال أنس: فارتدوا عَنِ الْإِسْلَامِ، وَقَتَلُوا الرَّاعِيَ،
وَاسْتَاقُوا الْإِبِلَ، وَأَخَافُوا السَّبِيلَ، وَأَصَابُوا الْفَرْجَ
الْحَرَامَ. قَالَ أَنَسٌ: فَسَأَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ جِبْرِيلَ، عَلَيْهِ السَّلَامُ، عَنِ الْقَضَاءِ فِيمَنْ حَارَبَ،
فَقَالَ: مَنْ سَرَقَ وَأَخَافَ السَّبِيلَ فَاقْطَعْ يَدَهُ بِسَرِقَتِهِ،
وَرِجْلَهُ بِإِخَافَتِهِ، وَمَنْ قَتَلَ فَاقْتُلْهُ، وَمَنْ قَتَلَ وَأَخَافَ
السَّبِيلَ وَاسْتَحَلَّ الْفَرْجَ الْحَرَامَ، فَاصْلُبْهُ.
Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Ali Ibnu Sahl, telah
menceritakan kepada kami Al-Walid ibnu Muslim, dari Ibnu Lahiah dari Yazid ibnu
Abu Habib, bahwa Abdul Malik ibnu Marwan berkirim surat kepada Anas ibnu Malik
menanyakan kepadanya tentang makna ayat ini (Al-Maidah 33). Maka Anas ibnu Malik
menjawab suratnya yang di dalamnya disebutkan bahwa ayat ini diturunkan
berkenaan dengan segolongan orang dari Bani Arinah, mereka dari Bajilah. Anas
r.a melanjutkan kisahnya, "Lalu mereka murtad dari Islam dan membunuh
penggembala ternak unta serta menggiring untanya, kemudian mengadakan teror di
tengah jalan dengan membegal (merampok) dan memperkosa." Anas ibnu Malik
melanjutkan kisahnya, "Lalu Rasulullah Saw. bertanya kepada Malaikat Jibril a.s.
mengenai hukum orang yang memberontak. Maka Malaikat Jibril menjawab, 'Barang
siapa yang mencuri (merampok) harta dan meneror di jalanan, maka potonglah
tangannya karena mencuri, dan potonglah kakinya karena perbuatan terornya.
Barang siapa yang membunuh, maka bunuh pulalah dia; dan barang siapa yang
membunuh dan melakukan teror serta memperkosa, maka saliblah dia'."
****
Adapun mengenai firman-Nya yang mengatakan:
{أَوْ
يُنْفَوْا مِنَ الأرْضِ}
atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). (Al-Maidah: 33)Sebagian dari mereka mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah "pelakunya dikejar hingga tertangkap, lalu dijatuhi hukuman had, atau ia lari dari negeri Islam". Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir, dari Ibnu Abbas, Anas ibnu Malik, Sa'id ibnu Jubair, Ad-Dahhak, Ar-Rabi' ibnu Anas, Az-Zuhri, Al-Lais ibnu Sa'd, dan Malik ibnu Anas.
Sedangkan yang lainnya mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah "pelakunya dibuang dari negeri tempat tinggalnya ke negeri lain, atau hubungan muamalah dengannya diputuskan sama sekali oleh sultan atau wakilnya, tidak boleh ada seorang pun yang bermuamalah dengannya."
Menurut Asy-Sya'bi, makna yang dimaksud ialah "dipecat dari semua pekerjaannya", seperti yang dikatakan oleh Ibnu Hubairah.
Ata Al-Khurrasani mengatakan, pelakunya dipenjara dari satu penjara ke penjara yang lainnya selama beberapa tahun, tetapi tidak dikeluarkan dari negeri Islam.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Sa’id ibnu Jubair, Abusy Sya'sa, Al-Hasan, Az-Zuhri, Ad-Dahhak, dan Muqatil ibnu Hayyan. Disebutkan bahwa pelakunya diasingkan, tetapi tidak dikeluarkan dari negeri Islam.
Ulama lainnya mengatakan, yang dimaksud dengan pengasingan atau an-nafyu ialah dipenjara. Demikianlah menurut pendapat Imam Abu Hanifah dan murid-muridnya.
Ibnu Jarir memilih pendapat yang mengatakan bahwa yang dimaksud istilah an-nafyu dalam ayat ini ialah diasingkan dari suatu negeri ke negeri lain dan dipenjara di dalamnya.
****
Firman Allah Swt.:
{ذَلِكَ
لَهُمْ خِزْيٌ فِي الدُّنْيَا وَلَهُمْ فِي الآخِرَةِ عَذَابٌ
عَظِيمٌ}
Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka di dunia,
dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar. (Al-Maidah: 33)Yakni apa yang telah Kusebutkan mengenai dibunuhnya mereka dan disalibnya mereka serta tangan dan kaki mereka dipotong secara bersilang, serta dibuangnya mereka dari negeri tempat tinggalnya; hal tersebut merupakan kehinaan bagi mereka di mata manusia dalam kehidupan dunia ini, di samping azab besar yang telah disediakan oleh Allah buat mereka di hari kiamat nanti.
Pengertian ini memperkuat pendapat orang yang mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang musyrik.
Mengenai baiat yang ditetapkan kepada pemeluk Islam, disebutkan di dalam kitab Sahih Muslim melalui Ubadah ibnus Samit r.a. yang telah menceritakan,
أَخَذَ
عَلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَمَا أَخَذَ عَلَى
النِّسَاءِ: أَلَّا نُشْرِكَ بِاللَّهِ شَيْئًا: وَلَا نَسْرِقَ، وَلَا نَزْنِي،
وَلَا نَقْتُلَ أَوْلَادَنَا وَلَا يَعْضَه بَعْضُنَا بَعْضًا، فَمَنْ وَفَّى
مِنْكُمْ فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ، وَمَنْ أَصَابَ مِنْ ذَلِكَ شَيْئًا فَعُوقِبَ
فَهُوَ كَفَّارَةٌ لَهُ، وَمَنْ سَتَرَهُ اللَّهُ فأمْرُه إِلَى اللَّهِ، إِنْ
شَاءَ عَذَّبَهُ وَإِنْ شَاءَ غَفَرَ لَهُ
"Rasulullah Saw. telah mengambil janji dari kami sebagaimana beliau telah
mengambil janji dari kaum wanita, yaitu kami tidak boleh mempersekutukan Allah
dengan sesuatu pun, tidak boleh mencuri, tidak boleh berzina, tidak boleh
membunuh anak-anak kita, dan tidak boleh membenci (memusuhi) sebagian yang lain.
Maka barang siapa yang menunaikannya di antara kalian, pahalanya ada pada Allah.
Dan barang siapa yang melakukan sesuatu dari larangan tersebut, lalu ia dihukum,
maka hukuman itu merupakan kifarat bagi (dosa)nya. Barang siapa yang ditutupi
oleh Allah, maka perkaranya terserah kepada Allah; jika Dia menghendaki
mengazabnya, pasti Dia mengazabnya; dan jika Dia menghendaki memaafkannya,
niscaya Dia memaafkannya"Dari Ali r.a. disebutkan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
"مَنْ
أَذْنَبَ ذَنْبًا فِي الدُّنْيَا، فَعُوقِبَ بِهِ، فَاللَّهُ أَعْدَلُ مِنْ أَنْ
يُثَنِّيَ عُقُوبَتَهُ عَلَى عَبْدِهِ، وَمَنْ أَذْنَبَ ذَنْبًا فِي الدُّنْيَا
فَسَتَرَهُ اللَّهُ عَلَيْهِ وَعَفَا عَنْهُ، فَاللَّهُ أَكْرَمُ مِنْ أَنْ يَعُودَ
فِي شَيْءٍ قَدْ عَفَا عَنْهُ".
Barang siapa yang melakukan suatu perbuatan dosa di dunia, lalu ia dihukum
karenanya, maka Allah Mahaadil untuk menduakalikan hukuman-Nya terhadap
hamba-Nya. Dan barang siapa yang melakukan suatu perbuatan dosa di dunia, lalu
Allah menutupinya dan memaafkannya, maka Allah Maha Pemurah untuk menggugatnya
dalam sesuatu dosa yang telah dimaafkan-Nya.Hadis diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Imam Turmuzi, dan Imam Ibnu Majah, dan Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan garib. Al-Hafiz Ad-Daruqutni pernah ditanya mengenai hadis ini, maka ia mengatakan bahwa hadis ini diriwayatkan secara marfu' dan mauquf. Selanjutnya ia mengatakan bahwa yang marfu' adalah sahih.
Ibnu Jarir telah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka di dunia. (Al-Maidah: 33); Yakni keburukan, keaiban, pembalasan, kehinaan, dan hukuman yang disegerakan di dunia sebelum siksaan di akhirat. dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar. (Al-Maidah:33); Yakni apabila mereka tidak bertobat dari perbuatannya itu hingga mati, maka di akhirat selain dari pembalasan yang Kutimpakan atasnya di dunia dan siksaan yang Kutimpakan padanya di dunia, mereka mendapat siksaan yang besar, yakni dimasukkan ke dalam neraka Jahannam.
*****
Firman Allah Swt.:
{إِلا
الَّذِينَ تَابُوا مِنْ قَبْلِ أَنْ تَقْدِرُوا عَلَيْهِمْ فَاعْلَمُوا أَنَّ
اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ}
kecuali orang-orang yang bertobat (di antara mereka) sebelum kalian
dapat menguasai (menangkap) mereka; maka ketahuilah bahwasanya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang. (Al-Maidah: 34)Jika pengertian ayat ini ditujukan kepada orang-orang musyrik, maka sudah jelas. Jika ditujukan terhadap orang-orang muslim yang memberontak, maka bila mereka bertobat sebelum sempat ditangkap, maka gugurlah dari mereka kepastian hukuman mati, hukuman disalib, dan hukuman pemotongan kaki. Tetapi apakah hukuman potong tangan ikut gugur pula? Ada dua pendapat di kalangan para ulama mengenainya Makna lahiriah ayat memberikan pengertian gugurnya semua hukuman.
Pendapat inilah yang diberlakukan oleh para sahabat. Seperti apa yang dikatakan oleh Ibnu Abu Hatim. bahwa telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Abu Usamah, dari Mujalid, dari Asy-Sya'bi yang telah mengatakan, "Dahulu Harisah ibnu Badr At-Tamimi dari kalangan penduduk Basrah melakukan kerusakan di bumi dan memberontak. Lalu ia meminta perlindungan keamanan kepada beberapa orang Quraisy, antara lain ialah Al-Hasan ibnu Ali, Ibnu Abbas, dan Abdullah ibnu Ja'far. Kemudian mereka berbicara kepada Khalifah Ali mengenainya, dan ternyata Khalifah Ali tidak mau memberikan jaminan keamanan kepadanya. Lalu ia datang kepada Sa'id ibnu Qais Al-Hamdani, maka Sa'id meninggalkannya di rumah. Kemudian ia sendiri datang menghadap Khalifah Ali dan berkata kepadanya, 'Wahai Amirul Mu’minin, bagaimanakah pendapatmu mengenai orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya serta menimbulkan kerusakan di muka bumi?' Ali r.a. membacakan Al-Quran sampai kepada firman-Nya: kecuali orang-orang yang tobat (di antara mereka) sebelum kalian dapat menguasai (menangkap) mereka. (Al-Maidah: 34) Maka Khalifah Ali memberikan jaminan keamanan kepadanya." Sa'id ibnu Qais mengatakan bahwa sesungguhnya dia adalah Harisah ibnu Badr.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir melalui berbagai jalur dari Mujalid dan Asy-Sya'bi dengan lafaz yang sama, dan ditambahkan bahwa Harisah ibnu Badr mengucapkan sebuah syair yang artinya:
أَلَا
أبلغَن
هَمْدان
إمَّا لقيتَها ...
عَلى النَّأي لَا يَسْلمْ عَدو يعيبُها ...
لَعَمْرُ
أبِيها إنَّ هَمْدان تَتَّقِي الْـ ...
إلَه ويَقْضي بِالْكِتَابِ خَطيبُها
Mengapa ia tidak sampai kepada Hamdan,
mengapa tidak menjumpainya,
sekalipun jauh tiada seorang musuh pun
yang mencelanya selamat darinya
Demi umur ayahnya, sesungguhnya Hamdan
bertakwa kepada
Tuhan dan khatibnya memutuskan dengan
Al-Kiiab.
Ibnu Jarir telah meriwayatkan melalui jalur Sufyan As-Sauri, dari As-Saddi,
dan dari jalur Asy-'as, keduanya dari Amir Asy-Sya'bi yang telah menceritakan
bahwa seorang lelaki dari Murad datang kepada Abu Musa yang saat itu berada di
Kufah dalam masa pemerintahan Khalifah Usman r.a. sesudah salat fardu. Lalu
lelaki itu berkata, "Hai Abu Musa, ini adalah kedudukan orang yang meminta
perlindungan kepadamu, aku adalah Fulan bin Fulan Al-Muradi, dan sesungguhnya
dahulu aku memerangi Allah dan Rasul-Nya serta berjalan di muka bumi dengan
menimbulkan kerusakan. Dan sesungguhnya aku telah bertobat sebelum kalian sempat
menangkapku."Maka Abu Musa menjawab, "Sesungguhnya orang ini adalah Fulan bin Fulan, dan sesungguhnya dahulu ia memerangi Allah dan Rasul-Nya serta berjalan di muka bumi dengan menimbulkan kerusakan. Dan sesungguhnya dia sekarang telah bertobat sebelum kita sempat menangkapnya. Karena itu, barang siapa yang bersua dengannya, janganlah ia menghalang-halanginya kecuali dengan baik. Jika dia benar-benar bertobat, maka jalan yang dia tempuh adalah benar; dan jika dia dusta, niscaya dosa-dosanya akan menjerat dirinya sendiri."
Kemudian lelaki itu bermukim selama masa yang dikehendaki oleh Allah, tetapi setelah itu ia memberontak, maka Allah menjeratnya karena dosa-dosanya, akhirnya ia terbunuh.
Kemudian Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ali, telah menceritakan kepada kami Al-Walid ibnu Muslim yang telah mengatakan bahwa Al-Lais mengatakan, "Demikian pula telah menceritakan kepadaku Musa ibnu Ishaq Al-Madani yang menjadi amir di kalangan kami, bahwa Ali Al-Asadi melakukan pemberontakan dan membegal (merampok) di jalanan serta membunuh dan merampok harta, lalu ia dicari oleh para imam dan kalangan awam. tetapi ia bertahan dan mereka tidak mampu menangkapnya hingga dia datang sendiri seraya bertobat." Demikian itu terjadi ketika ia mendengar seorang lelaki membaca ayat berikut, yaitu firman-Nya:
{قُلْ
يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ
رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ
الْغَفُورُ الرَّحِيمُ}
Katakanlah, "Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka
sendiri, janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah
mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang. (Az-Zumar: 53)Lalu ia berhenti untuk mendengarkannya secara baik-baik, dan berkata, "Hai hamba Allah, ulangilah bacaannya." Maka lelaki yang membaca Al-Qur'an itu mengulangi lagi bacaannya untuk dia. Setelah itu Al-Asadi menyarungkan pedangnya, dan datang ke Madinah dalam keadaan telah bertobat di waktu sahur. Lalu ia mandi terlebih dahulu dan datang ke masjid Rasul untuk melakukan salat Subuh. Setelah salat ia duduk di dekat Abu Hurairah yang dikelilingi oleh murid-muridnya.
Setelah pagi agak cerah, orang-orang mengenalnya, lalu mereka bangkit hendak menangkapnya, tetapi ia berkata, 'Tiada jalan bagi kalian untuk menghukumku, karena aku datang dalam keadaan telah bertobat sebelum kalian sempat menangkapku." Maka Abu Hurairah berkata, "Dia benar." Lalu Abu Hurairah menarik tangannya hingga sampai di tempat Marwan ibnul Hakam yang saat itu adalah Amir kota Madinah di masa pemerintahan Mu'awiyah. Kemudian Abu Hurairah berkata, "Orang ini datang dalam keadaan telah bertobat, tiada jalan bagi kalian untuk menghukumnya, dan tidak boleh dibunuh (dihukum mati)." Berkat penjelasan dari Abu Hurairah itu, ia dibebaskan.
Musa ibnu Ishaq Al-Madani melanjutkan kisahnya, bahwa Ali Al-Asadi berangkat ke medan jihad di jalan Allah di laut setelah bertobat, lalu ia bersua dengan pasukan Romawi, maka ia mendekatkan kapalnya ke salah satu kapal milik mereka. Kemudian ia maju sendirian ke dalam kapal pasukan Romawi, ia mengamuk mengobrak-abriknya hingga mereka menghindar darinya ke sisi yang lain. Akibatnya kapal menjadi miring sehingga tenggelam dan mati semuanya bersama dengan dia.
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ
وَجَاهِدُوا فِي سَبِيلِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ (35) إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا
لَوْ أَنَّ لَهُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا وَمِثْلَهُ
مَعَهُ لِيَفْتَدُوا بِهِ مِنْ عَذَابِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ مَا تُقُبِّلَ مِنْهُمْ
وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ (36) يُرِيدُونَ أَنْ يَخْرُجُوا مِنَ النَّارِ وَمَا
هُمْ بِخَارِجِينَ مِنْهَا وَلَهُمْ عَذَابٌ مُقِيمٌ (37)
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada
Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihad-lah pada
jalan-Nya, supaya kalian mendapat keberuntungan. Sesungguhnya orang-orang yang
kafir, sekiranya mereka mempunyai apa yang di bumi ini seluruhnya dan mempunyai
yang sebanyak itu (pula) untuk menebusi
diri mereka dengan itu dari azab hari kiamat, niscaya (tebusan itu) tidak
akan diterima dari mereka, dan mereka beroleh azab yang pedih Mereka ingin
keluar dari neraka, padahal mereka sekali-kali tidak dapat keluar darinya, dan
mereka beroleh azab yang kekal.Allah Swt. berfirman, memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya agar bertakwa kepada-Nya. Lafaz takwa apabila dibarengi penyebutannya dengan makna yang menunjukkan taat kepada-Nya, maka makna yang dimaksud ialah mencegah diri dari hal-hal yang diharamkan dan meninggalkan semua larangan. Sesudah itu Allah Swt. berfirman:
{وَابْتَغُوا
إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ}
dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya. (Al-Maidah:
35)Sufyan As-Sauri telah meriwayatkan dari Talhah, dari Ata, dari Ibnu Abbas, bahwa yang dimaksud dengan al-wasilah di sini ialah qurbah atau mendekatkan diri kepada Allah Swt.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid. Abu Wail, Al-Hasan, Qatadah, Abdullah ibnu Kasir. As-Saddi. dan Ibnu Zaid serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang.
Qatadah mengatakan, makna yang dimaksud ialah "dekatkanlah diri kalian kepada-Nya dengan taat kepada-Nya dan mengerjakan hal-hal yang diridai-Nya".
Sehubungan dengan makna al-wasilah ini, Ibnu Zaid membacakan firman berikut dengan bacaan:
{أُولَئِكَ
الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَى رَبِّهِمُ الْوَسِيلَةَ}
Mereka, yaitu orang-orang yang kalian seru itu sendiri mencari jalan
kepada Tuhan mereka. (Al Isra: 57)Yakni dengan bacaan tad'una, bukan yad'una. Dari ayat ini tersimpulkan bahwa makna al-wasilah ialah jalan atau sarana. Pendapat yang telah dikatakan oleh para imam ini tiada seorang pun dari kalangan mufassirin yang memperselisihkannya. Sehubungan dengan pengertian lafaz ini, Ibnu Jarir mengetengahkan ucapan seorang penyair yang mengatakan:
إِذَا
غَفَل الواشُون عُدنَا لِوصْلنَا ...
وعَاد التَّصَافي بَيْنَنَا والوسَائلُ ...
Apabila orang-orang yang tukang
mengadu domba kecapaian, maka kita kembali berhubungan, dan kembalilah
kejernihan di antara kita serta semua jalan dan sarana,
Al-wasilah ialah sesuatu yang dijadikan sebagai sarana untuk mencapai
tujuan. Al-wasilah mengandung makna "nama suatu kedudukan yang tertinggi
di dalam surga, yaitu kedudukan Rasulullah Saw. dan rumah tinggalnya di dalam
surga". Kedudukan ini merupakan bagian dari surga yang paling dekat ke 'Arasy.
Di dalam kitab Sahih Bukhari telah disebutkan melalui jalur Muhammad ibnul Munkadir, dari Jabir ibnu Abdullah, yang telah menceritakan bahwa Rasulullah Saw. bersabda:
"مَنْ
قَالَ حِينَ يَسْمَعُ النِّدَاءَ: اللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ
التَّامَّةِ، وَالصَّلَاةِ الْقَائِمَةِ، آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيلَةَ
وَالْفَضِيلَةَ، وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُودًا الَّذِي وَعَدْتَهُ، إلا حَلَّتْ
له الشفاعة يوم القيامة".
Barang siapa ketika mendengar suara azan (yakni sesudahnya)
mengucapkan doa berikut, yaitu: "Ya Allah, Tuhan pemilik seruan yang sempurna
ini dan (Tuhan) salat yang didirikan, berikanlah (kedudukan)
al-wasilah dan keutamaan, dan tempatkanlah dia pada kedudukan yang terpuji
seperti apa yang telah Engkau janjikan kepadanya, " niscaya syafaat akan
diperolehnya pada hari kiamat.Hadis lain.
Di dalam kitab Sahih Muslim disebutkan melalui hadis Ka'b ibnu Alqamah, dari Abdur Rahman ibnu Jubair, dari Abdullah ibnu Amr ibnul As, bahwa ia pernah mendengar Nabi Saw. bersabda:
"إِذَا
سَمِعْتُمُ الْمُؤَذِّنَ فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ، ثُمَّ صلُّوا عَليّ،
فَإِنَّهُ مَنْ صَلَّى عَليّ صَلَاةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا، ثُمَّ
سَلُوا اللَّهَ لِيَ الْوَسِيلَةَ، فَإِنَّهَا منزلة
فِي
الْجَنَّةِ، لَا تَنْبَغِي إِلَّا لِعَبْدٍ مِنْ عِبَادِ اللَّهِ، وَأَرْجُو أَنْ
أَكُونَ أَنَا هُوَ، فَمَنْ سَأَلَ لِيَ الْوَسِيلَةَ حَلًّتْ عَلَيْهِ
الشَّفَاعَةُ."
Apabila kalian mendengar suara muazin, maka ucapkanlah seperti apa yang
diucapkannya, kemudian bacalah salawat untukku, karena sesungguhnya barang siapa
yang membaca salawat sekali untukku, Allah membalas sepuluh kali salawat
untuknya. Kemudian mohonkanlah al-wasilah untukku, karena sesungguhnya
al-wasilah adalah suatu kedudukan di dalam surga yang tidak layak kecuali bagi
seseorang hamba Allah saja, dan aku berharap semoga aku adalah hamba yang
dimaksud. Dan barang siapa yang memohonkan al-wasilah buatku, niscaya akan
mendapat syafaat (dariku).hadis lain.
قَالَ
الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، أَخْبَرَنَا سُفْيَانُ، عَنْ
لَيْث، عَنْ كَعْبٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِذَا صَلَّيْتُمْ عَليّ فَسَلُوا لِي الْوَسِيلَةَ".
قِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَمَا الْوَسِيلَةُ؟ قَالَ: "أعْلَى دَرَجَةٍ فِي
الْجَنَّةِ، لَا يَنَالُهَا إِلَّا رَجُلٌ وَاحِدٌ وَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ أَنَا
هُوَ".
Imam Ahmad mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq,
telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Al-Lais, dari Ka'b, dari Abu
Hurairah, bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Apabila kalian memanjatkan
salawat untukku, maka mohonkanlah al-wasilah buatku. Ketika ditanyakan,
"Wahai Rasulullah, apakah al-wasilah itu?" Rasulullah Saw. menjawab:
Kedudukan yang paling tinggi di surga, tidak ada seseorang pun yang dapat
meraihnya kecuali seorang lelaki, dan aku berharap semoga aku adalah
orangnya.Imam Turmuzi meriwayatkannya dari Bandar, dari Abu Asim, dari Sufyan As-Sauri, dari Lais ibnu Abu Sulaim; dari Ka'b yang mengatakan bahwa Abu Hurairah telah menceritakan hadis ini kepadaku. Kemudian Imam Turmuzi mengatakan hadis ini garib, mengingat Ka'b orangnya tidak dikenal; kami belum pernah mengetahui ada seseorang meriwayatkan darinya selain Lais ibnu Abu Sulaim.
Hadis yang lain dari Abu Hurairah.
قَالَ
أَبُو بَكْرِ بْنُ مَرْدُويه: حَدَّثَنَا عَبْدُ الْبَاقِي بْنُ قَانِعٍ،
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ نَصْرٍ التِّرْمِذِيُّ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْحَمِيدِ
بْنُ صَالِحٍ، حَدَّثَنَا أَبُو شِهَابٍ، عَنْ لَيْثٍ، عَنِ الْمُعَلَّى، عَنْ
مُحَمَّدِ بْنِ كَعْبٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَفَعَهُ قَالَ: "صَلُّوا عليَّ
صَلَاتَكُمْ، وسَلُوا اللَّهَ لِي الْوَسِيلَةَ". فَسَأَلُوهُ وَأَخْبَرَهُمْ:
"أَنَّ الْوَسِيلَةَ دَرَجَةٌ فِي الْجَنَّةِ، لَيْسَ يَنَالُهَا إِلَّا رَجُلٌ
وَاحِدٌ، وَأَرْجُو أَنْ أَكُونَهُ".
Abu Bakar ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdul
Baqi ibnu Qani', telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Nasr At-Turmuzi,
telah menceritakan kepada kami Abdul Hamid ibnu Saleh, telah menceritakan kepada
kami Ibnu Syihab. dari Lais, dari Al-Muala, dari Muhammad ibnu Ka'b, dari Abu
Hurairah yang me-rafa'-kannya (sampai kepada Nabi Saw.), disebutkan: Bacalah
salawat untukku dalam salat kalian, dan mohonkanlah kepada Allah al-wasilah
untukku. Ketika mereka menanyakan tentang al-wasilah kepadanya,
beliau menjawab, "Al-wasilah adalah suatu kedudukan di dalam surga, yang
tidak dapat diraih kecuali hanya oleh seorang saja,"dan beliau berharap
semoga diri beliau adalah orang yang dimaksud.Hadis yang lain.
قَالَ
الْحَافِظُ أَبُو الْقَاسِمِ الطَّبَرَانِيُّ: أَخْبَرْنَا أَحْمَدُ بْنُ عَلِيٍّ
الْأَبَّارُ، حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ بْنُ عَبْدِ الْمَلِكِ الْحَرَّانِيُّ،
حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ أَعْيَنَ، عَنِ ابْنِ أَبِي ذِئْبٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ
عَمْرِو بْنِ عَطَاءٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله
عليه وسلم: "سلوا الله لي الْوَسِيلَةَ، فَإِنَّهُ لَمْ يَسْأَلْهَا لِي عَبْدٌ فِي
الدُّنْيَا إِلَّا كُنْتُ لَهُ شَهِيدًا -أَوْ: شَفِيعًا-يَوْمَ
الْقِيَامَةِ".
Al-Hafiz Abul Qasim At-Tabrani mengatakan bahwa telah menceritakan kepada
kami Ahmad ibnu Ali Al-Abar, telah menceritakan kepada kami Al-Walid ibnu Abdul
Malik Al-Harrani, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu A'yan, dari Ibnu Abu
Zi-b, dari Muhammad ibnu Amr ibnu Ata, dari Ibnu Abbas yang telah mengatakan
bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Mohonkanlah kepada Allah oleh kalian
al-wasilah untukku, karena sesungguhnya tidak sekali-kali seseorang hamba
memohonkannya untukku di dunia ini melainkan aku akan membelanya atau
memberikan syafaat untuknya di hari kiamat nanti.Kemudian ImamTabrani mengatakan bahwa tiada yang meriwayatkannya dari Ibnu Zi-b kecuali Musa ibnu A'yan. Demikianlah menurutnya.
Ibnu Murdawaih telah meriwayatkannya pula. Dia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ali ibnu Duhaim, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Hazim, telah menceritakan kepada kami Ubaidillah ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Ubaidah, dari Muhammad ibnu Amr ibnu Ata. Lalu Ibnu Murdawaih mengetengahkan hadis yang semisal.
Hadis yang lain.
رَوَى
ابْنُ مَرْدَوَيْهِ بِإِسْنَادِهِ عَنْ عُمَارَةَ بْنِ غَزِيةَ، عَنْ مُوسَى بْنِ
وَرْدان: أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا سَعِيدٍ الْخُدْرِيَّ يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم: "أن الْوَسِيلَةَ دَرَجَةٌ عِنْدَ اللَّهِ،
لَيْسَ فَوْقَهَا دَرَجَةٌ، فسَلُوا
اللَّهَ
أَنْ يُؤْتِيَنِي الْوَسِيلَةَ عَلَى خَلْقِهِ".
Ibnu Murdawaih telah meriwayatkan berikut kedua sanadnya, dari Imarah ibnu
Gazyah, dari Musa ibnu Wardan; ia pernah mendengar Abu Sa'id Al-Khudri
mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Sesungguhnya al-wasilah itu
adalah suatu kedudukan di sisi Allah yang di atasnya tiada kedudukan lagi. Maka
mohonkanlah kepada Allah, semoga Dia memberiku al-wasilah buat
makhluk-Nya.Hadis yang lain.
رَوَى
ابْنُ مَرْدَوَيْهِ أَيْضًا مِنْ طَرِيقَيْنِ، عَنْ عَبْدِ الْحَمِيدِ بْنِ بَحْرٍ:
حَدَّثَنَا شَريك، عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ، عَنِ الْحَارِثِ، عَنْ عَلِيٍّ، عَنِ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "فِي الْجَنَّةِ دَرَجَةٌ
تُدْعَى الْوَسِيلَةَ، فَإِذَا سَأَلْتُمُ اللَّهَ فَسَلُوا لِي الْوَسِيلَةَ".
قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَنْ يُسْكَنُ مَعَكَ؟ قَالَ: "عَلِيٌّ وَفَاطِمَةُ
وَالْحَسَنُ وَالْحُسَيْنُ".
Ibnu Murdawaih telah meriwayatkan pula melalui dua jalur dari Abdul Hamid
ibnu Bahr, telah menceritakan kepada kami Syarik, dari Abu Ishaq, dari Al-Haris,
dari Ali, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Di dalam surga terdapat suatu
kedudukan yang disebut al-wasilah. Karena itu, apabila kalian memohon kepada
Allah, mohonkanlah al-wasilah untukku. Mereka bertanya, "Wahai Rasulullah,
siapakah yang akan tinggal bersamamu?" Rasulullah Saw. bersabda: Ali,
Fatimah, Al-Hasan, dan Al-Husain.Hadis ini garib lagi munkar bila dipandang dari segi ini.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan Ad-Dusytuki, telah menceritakan kepada kami Abu Zuhair, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Tarif, dari Ali ibnul Husain Al-Azdi maula Salim ibnu Sauban yang telah mengatakan bahwa ia pernah mendengar Ali ibnu Abu Talib berseru di atas mimbar Kufah, "Hai manusia, sesungguhnya di dalam surga terdapat dua mutiara, yang satu berwarna putih, dan yang lain berwarna kuning. Adapun mutiara yang kuning, letaknya sampai kepada halaman 'Arasy (berdekatan dengannya). Dan Maqamul Mahmud (kedudukan yang terpuji) adalah dari mutiara putih terdiri atas tujuh puluh ribu gurfah, setiap rumah luasnya tiga mil berikut semua gurfah, pintu-pintu, dan pelaminannya. Sedangkan para penduduknya berasal dari satu keturunan. Nama tempat tersebut adalah al-wasilah, diperuntukkan bagi Muhammad Saw. dan ahli baitnya. Dan di dalam mutiara yang kuning juga terdapat al-wasilah, khusus untuk Ibrahim a.s. dan ahli baitnya." Asar ini berpredikat garib sekali.
*****
Firman Allah Swt.:
{وَجَاهِدُوا
فِي سَبِيلِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ}
Dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kalian mendapat keberuntungan.
(Al-Maidah: 35)Setelah Allah memerintahkan mereka agar meninggalkan semua yang diharamkan dan mengerjakan ketaatan, Allah pun memerintahkan mereka untuk berperang melawan musuh dari kalangan orang-orang kafir dan orang-orang musyrik yang keluar dari jalan yang lurus dan meninggalkan agama yang benar. Lalu Allah memberikan dorongan kepada mereka melalui apa yang telah Dia sediakan pada hari kiamat buat orang-orang yang mau berjihad di jalan-Nya, yaitu berupa keberuntungan dan kebahagiaan yang besar lagi kekal dan terus-menerus yang tidak akan lenyap, tidak akan berpindah serta tidak akan musnah di dalam gedung-gedung yang tinggi-tinggi lagi berada di kedudukan yang tinggi. Di dalamnya penuh dengan keamanan indah pemandangannya lagi semerbak dengan wewangian tempat-tempat tinggalnya yang membuat para penghuninya merasa nikmat, tidak pernah sengsara dan hidup kekal, tidak akan mati; semua pakaiannya tidak akan rusak, dan kemudaannya tidak akan pudar.
Selanjutnya Allah Swt. memberitakan tentang apa yang disediakanNya buat musuh-musuh-Nya yang kafir, yaitu berupa azab dan pembalasan di hari kiamat nanti. Untuk itu, Allah Swt. berfirman:
{إِنَّ
الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْ أَنَّ لَهُمْ مَا فِي الأرْضِ جَمِيعًا وَمِثْلَهُ مَعَهُ
لِيَفْتَدُوا بِهِ مِنْ عَذَابِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ مَا تُقُبِّلَ مِنْهُمْ
وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ}
Sesungguhnya orang-orang yang kafir, sekiranya mereka mempunyai apa yang
di bumi ini seluruhnya dan mempunyai yang sebanyak itu (pula) untuk
menebusi diri mereka dengan itu dari azab hari kiamat, niscaya (tebusan itu)
tidak akan diterima dari mereka, dan mereka beroleh azab yang pedih.
(Al-Maidah: 36)Dengan kata lain, sekiranya seseorang dari mereka datang pada hari kiamat dengan membawa emas (kekayaan) sepenuh dunia ini dan yang semisalnya untuk menebus dirinya dengan harta tersebut dari azab Allah yang telah meliputi dirinya dan pasti akan menimpanya, niscaya hal itu tidak diterima darinya, bahkan sudah merupakan suatu kepastian baginya siksa itu dan tiada jalan selamat baginya serta tiada jalan lari dari siksaan Allah Swt. Karena itulah dalam akhir ayat disebutkan:
{وَلَهُمْ
عَذَابٌ أَلِيمٌ}
dan mereka beroleh azab yang pedih (Al-Maidah: 36) Yakni siksa yang
menyakitkan.
*****
{يُرِيدُونَ
أَنْ يَخْرُجُوا مِنَ النَّارِ وَمَا هُمْ بِخَارِجِينَ مِنْهَا وَلَهُمْ عَذَابٌ
مُقِيمٌ}
Mereka ingin keluar dari neraka, padahal mereka sekali-kali tidak dapat
keluar darinya, dan mereka beroleh azab yang kekal. (Al-Maidah: 37)Makna ayat ini sama dengan ayat lain, yaitu firman-Nya:
{كُلَّمَا
أَرَادُوا أَنْ يَخْرُجُوا مِنْهَا مِنْ غَمٍّ أُعِيدُوا فِيهَا}
الآية
Setiap kali mereka hendak keluar dari neraka lantaran kesengsaraan
mereka, niscaya mereka dikembalikan ke dalamnya. (Al-Hajj: 22), hingga akhir
ayatMereka terus-menerus berupaya untuk keluar dari siksaan yang mereka alami itu karena keras dan sangat menyakitkan, tetapi tidak ada jalan bagi mereka untuk itu. Setiap kali luapan api mengangkat mereka, yang membuat mereka berada di atas neraka Jahannam, maka Malaikat Zabaniyah memukuli mereka dengan gada-gada besi, lalu mereka terjatuh lagi ke dasar neraka.
{وَلَهُمْ
عَذَابٌ مُقِيمٌ}
dan mereka beroleh azab yang kekal. (Al-Maidah: 37)Yakni siksaan yang kekal terus-menerus, tiada jalan keluar bagi mereka darinya, dan tiada jalan selamat bagi mereka dari siksaan itu.
قَالَ
حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ، عَنْ ثَابِتٍ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "يُؤتَى بِالرَّجُلِ مِنْ
أَهْلِ النَّارِ، فَيَقُولُ: يَا ابْنَ آدَمَ، كَيْفَ وَجَدْتَ مَضْجَعك؟
فَيَقُولُ: شَرَّ مَضْجَعٍ، فَيَقُولُ: هَلْ تَفْتَدِي بقُراب الْأَرْضِ ذَهَبًا؟ "
قَالَ: "فَيَقُولُ: نَعَمْ، يَا رَبُّ! فَيَقُولُ: كَذَبْتَ! قَدْ سَأَلْتُكَ
أَقَلَّ مِنْ ذَلِكَ فَلَمْ تَفْعَلْ: فَيُؤْمَرُ بِهِ إِلَى
النَّارِ".
Hammad ibnu Salamah telah meriwayatkan dari Sabit, dari Anas ibnu Malik yang
mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Seorang lelaki dari kalangan
ahli neraka dihadapkan, lalu dikatakan kepadanya, "Hai anak Adam, bagaimanakah
rasanya tempat tinggalmu?” Ia menjawab, "Sangat buruk.” Dikatakan, "Apakah kamu
mau menebus dirimu dengan emas sepenuh bumi?” Ia menjawab, "Ya, wahai Tuhanku.”
Maka Allah Swt. berfirman, "Kamu dusta, sesungguhnya Aku pernah meminta kepadamu
yang lebih kecil daripada itu, lalu kamu tidak melakukannya" Maka ia
diperintahkan untuk dimasukkan ke dalam neraka.Imam Muslim dan ImamNasai meriwayatkannya melalui jalur Hammad ibnu Salamah dengan lafaz yang semisal.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim melalui jalur Mu'az ibnu Hisyam Ad-Dustuwai, dari ayahnya, dari Qatadah, dari Anas dengan lafaz yang sama.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh keduanya melalui jalur Abu Imran Al-Jauni yang bernama asli Abdul Malik ibnu Habib, dari Anas ibnu Malik dengan lafaz yang sama.
Matar Al-Warraq telah meriwayatkannya melalui Anas ibnu Malik, dan Ibnu Murdawaih meriwayatkannya melalui jalur Matar Al- Warraq, dari Anas ibnu Malik.
ثُمَّ
رَوَاهُ ابْنُ مَردويه، مِنْ طَرِيقِ الْمَسْعُودِيِّ، عَنْ يَزِيدَ بْنِ صُهَيب
الْفَقِيرِ، عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ؛ أَنَّ رَسُولَ الله صلى الله عليه
وسلم [قَالَ] "يَخْرُجُ مِنَ النَّارِ قَوْمٌ فَيَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ" قَالَ:
فَقُلْتُ لِجَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ: يَقُولُ اللَّهُ: {يُرِيدُونَ أَنْ
يَخْرُجُوا مِنَ النَّارِ وَمَا هُمْ بِخَارِجِينَ مِنْهَا} قَالَ: اتْلُ أَوَّلَ
الْآيَةِ: {إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْ أَنَّ لَهُمْ مَا فِي الأرْضِ جَمِيعًا
وَمِثْلَهُ مَعَهُ لِيَفْتَدُوا بِهِ} الْآيَةَ، أَلَّا إِنَّهُمُ الَّذِينَ
كَفَرُوا.
Kemudian Ibnu Murdawaih meriwayatkan melalui jalur Al-Mas'udi, dari Yazid
ibnu Suhaib Al-Faqir. dari Jabir ibnu Abdullah, bahwa Rasulullah Saw. pernah
bersabda: Kelak akan dikeluarkan dari neraka suatu kaum, lalu dimasukkan ke
dalam surga. Yazid ibnu Suhaib Al-Faqir mengatakan, aku bertanya kepada
Jabir ibnu Abdullah tentang firman Allah Swt.: Mereka ingin keluar dari
neraka, padahal mereka sekali-kali tidak dapat keluar darinya. (Al-Maidah:
37) Jabir ibnu Abdullah memerintahkan kepadanya untuk membaca bagian permulaan
dari ayat yang sebelumnya, yaitu firman-Nya: Sesungguhnya orang-orang yang
kafir sekiranya mereka mempunyai apa yang di bumi ini seluruhnya dan mempunyai
yang sebanyak itu (pula) untuk menebusi diri mereka dengan itu (Al-Maidah:
36), hingga akhir ayat. Jabir ibnu Abdullah mengatakan, yang dimaksud dengan
mereka yang tidak dapat keluar dari neraka itu adalah orang-orang kafir.Imam Ahmad dan Imam Muslim telah meriwayatkan hadis ini melalui jalur lain, dari Yazid Al-Faqir, dari Jabir, tetapi yang ini lebih sederhana konteksnya.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Muhammad ibnu Abu Syaibah Al-Wasiti, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Harun, telah menceritakan kepada kami Mubarak ibnu Fudalah, telah menceritakan kepadaku Yazid Al-Faqir yang mengatakan bahwa ia duduk di majelis Jabir ibnu Abdullah yang sedang mengemukakan hadis. Lalu Jabir ibnu Abdullah menceritakan bahwa ada segolongan manusia yang kelak dikeluarkan dari neraka. Saat itu aku (perawi) memprotes hal tersebut dan marah, lalu kukatakan, "Aku tidak heran dengan segolongan manusia itu, tetapi aku heran kepada kalian, hai sahabat-sahabat Muhammad. Kalian menduga bahwa Allah mengeluarkan manusia dari neraka, padahal Allah Swt. sendiri telah berfirman: Mereka ingin keluar dari neraka, padahal mereka sekali-kali tidak dapat keluar darinya. (Al-Maidah: 37), hingga akhir ayat. Kemudian murid-muridnya membentakku, sedangkan Jabir ibnu Abdullah sendiri adalah orang yang penyantun (penyabar), lalu ia berkata, "Biarkanlah laki-laki itu, sesungguhnya hal tersebut hanyalah bagi orang-orang kafir" (yakni bukan untuk orang muslim yang berdosa). Kemudian ia membaca Firman-Nya: Sesungguhnya orang-orang yang kafir sekiranya mereka mempunyai apa yang di bumi ini seluruhnya dan mempunyai yang sebanyak itu (pula) untuk menebusi diri mereka dengan itu dari azab hari kiamat. (Al-Maidah: 36) Sampai dengan firman-Nya: dan bagi mereka azab yang kekal. (Al-Maidah: 37) Jabir ibnu Abdullah bertanya, "Tidakkah kamu hafal Al-Qur'an?" Aku (Yazid Al-Faqir) menjawab, "Memang benar, aku telah hafal semuanya." Jabir ibnu Abdullah bertanya, "Bukankah Allah Swt. telah berfirman: 'Dan pada sebagian malam hari bersalat tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu, mudah-mudahan Tuhanmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji '(Al-Isra: 79). Maka kedudukan itulah yang dapat berbuat demikian, karena sesungguhnya Allah Swt. menahan banyak kaum di dalam neraka karena dosa-dosa mereka selama apa yang dikehendaki-Nya. Allah tidak mau berbicara kepada mereka; dan apabila Dia hendak mengeluarkan mereka, maka Dia tinggal mengeluarkan mereka." Yazid Al-Faqir mengatakan, "Sejak saat itu ia tidak berani lagi mendustakannya."
Kemudian Ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Da'laj ibnu Ahmad, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Hafs As-Sadusi, telah menceritakan kepada kami Asim ibnu Ali, telah menceritakan kepada kami Al-Abbas ibnu Al-Fadl, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnul Muhallab, telah menceritakan kepadaku Talq ibnu Habib yang mengatakan bahwa dia pada mulanya adalah orang yang paling tidak percaya kepada adanya syafaat sebelum ia bersua dengan Jabir ibnu Abdullah, "Ketika aku bersua dengannya, aku membacakan kepadanya semua ayat yang aku hafal mengenai ahli neraka yang disebutkan oleh Allah bahwa mereka kekal di dalamnya." Maka Jabir ibnu Abdullah menyangkal, "Hai Talq, apakah menurutmu kamu adalah orang yang lebih pandai tentang Kitabullah dan lebih alim tentang sunnah Rasulullah Saw. daripada aku?" Jabir ibnu Abdullah mengatakan, "Sesungguhnya mengenai orang-orang yang kamu sebutkan dalam ayat-ayat tersebut adalah penghuni tetapnya, yaitu kaum musyrik, tetapi mengenai mereka adalah kaum yang melakukan banyak dosa, lalu mereka diazab karenanya, kemudian dikeluarkan dari neraka." Kemudian ia menutupi kedua telinganya dengan kedua tangannya dan berkata, "Tulilah aku jika aku tidak pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Mereka dikeluarkan dari neraka sesudah memasukinya. dan kami pun membacanya sebagaimana kamu membacanya.'
وَالسَّارِقُ
وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا جَزَاءً بِمَا كَسَبَا نَكَالًا مِنَ
اللَّهِ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ (38) فَمَنْ تَابَ مِنْ بَعْدِ ظُلْمِهِ
وَأَصْلَحَ فَإِنَّ اللَّهَ يَتُوبُ عَلَيْهِ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (39)
أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ يُعَذِّبُ
مَنْ يَشَاءُ وَيَغْفِرُ لِمَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (40)
Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang
mencuri, potonglah tangan keduanya
(sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan
dari Allah. Dan Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksa. Maka barang siapa bertobat
(di antara pencuri-pencuri itu) sesudah melakukan kejahatan itu dan
memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah menerima tobatnya Sesungguhnya Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Tidakkah kamu tahu, sesungguhnya Allah-lah
yang mempunyai kerajaan langit dan bumi, disiksa-Nya siapa yang dikehendaki-Nya
dan diampuni-Nya bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Mahakuasa atas
segala sesuatu.Allah Swt. berfirman, memutuskan dan memerintahkan agar tangan pencuri laki-laki dan pencuri perempuan dipotong.
As-Sauri meriwayatkan dari Jabir ibnu Yazid Al-Ju'fi, dari Amir ibnu Syarahil Asy-Sya'bi. bahwa sahabat Ibnu Mas'ud di masa lalu membaca ayat ini dengan bacaan berikut:
"وَالسَّارِقُ
وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْمَانَهُمَا"
Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan kanan
keduanya.Tetapi qiraah ini dinilai syazzah (asing), sekalipun hukumnya menurut semua ulama sesuai dengan makna bacaan tersebut: tetapi bukan karena atas dalil bacaan itu, karena sesungguhnya dalil (memotong tangan kanan) diambil dari yang lain.
Dahulu di masa Jahiliah hukum potong tangan ini berlaku, kemudian disetujui oleh Islam dan ditambahkan kepadanya syarat-syarat lain, seperti yang akan kami sebutkan. Perihalnya sama dengan qisamah, diat, qirad, dan lain-lainnya yang syariat datang dengan menyetujuinya sesuai dengan apa adanya disertai dengan beberapa tambahan demi menyempurnakan kemaslahatan.
Menurut suatu pendapat, orang yang mula-mula mengadakan hukum potong tangan pada masa Jahiliah adalah kabilah Quraisy. Mereka memotong tangan seorang lelaki yang dikenal dengan nama Duwaik maula Bani Malih ibnu Amr, dari Khuza'ah, karena mencuri harta perbendaharaan Ka'bah. Menurut pendapat lain, yang mencurinya adalah suatu kaum, kemudian mereka meletakkan hasil curiannya di rumah Duwaik.
Sebagian kalangan ulama fiqih dari mazhab Zahiri mengatakan, "Apabila seseorang mencuri sesuatu, maka tangannya harus dipotong, tanpa memandang apakah yang dicurinya itu sedikit ataupun banyak," karena berdasarkan kepada keumuman makna yang dikandung oleh firman-Nya: Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (Al-Maidah: 38)
Mereka tidak mempertimbangkan adanya nisab dan tidak pula tempat penyimpanan barang yang dicuri, bahkan mereka hanya memandang dari delik pencuriannya saja.
Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkan melalui jalur Abdul Mu-min, dari Najdah Al-Hanafi yang mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Ibnu Abbas mengenai makna firman-Nya: Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (Al-Maidah: 38); Apakah ayat ini mengandung makna khusus atau umum? Ibnu Abbas menjawab, "Ayat ini mengandung makna umum."
Hal ini barangkali merupakan suatu kebetulan dari Ibnu Abbas yang bersesuaian dengan pendapat mereka (mazhab Zahiri), barangkali pula tidak demikian keadaannya; hanya Allah Yang Maha Mengetahui. Mereka berpegang kepada sebuah hadis yang disebutkan di dalam kitab Sahihain melalui sahabat Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
"لَعَن
اللَّهُ السَّارِقَ، يَسْرِقُ الْبَيْضَةَ فَتُقْطَعُ يَدُهُ، وَيَسْرِقُ الْحَبْلَ
فَتُقْطَعُ يَدُهُ".
Semoga Allah melaknat pencuri; yang mencuri telur, maka tangannya
dipotong; dan mencuri tali, maka tangannya dipotong.Jumhur ulama mempertimbangkan adanya nisab dalam kasus pencurian, sekalipun mengenai kadarnya masih Diperselisihkan di kalangan mereka.
Masing-masing dari mazhab yang empat mempunyai pendapatnya sendiri.
Menurut Imam Malik ibnu Anas, nisab hukum potong tangan adalah tiga keping uang perak (dirham) murni. Apabila seseorang mencuri sesuatu yang nilainya mencapai tiga dirham atau lebih, maka tangannya harus dipotong. Imam Malik mengatakan, pendapatnya ini berdalilkan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Nafi', dari Ibnu Umar r.a.:
أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَطَعَ فِي مِجَن ثَمَنُهُ
ثَلَاثَةُ دَرَاهِمَ
Rasulullah Saw. melakukan hukum potong tangan dalam kasus pencurian sebuah
tameng yang harganya tiga dirham.Hadis diketengahkan oleh Syaikhain di dalam kitab Sahihain.
Imam Malik mengatakan bahwa Khalifah Usman r.a. pernah menjatuhkan hukum potong tangan terhadap kasus pencurian buah utrujjah (jeruk bali) yang harganya ditaksir tiga dirham. Asar ini —menurut Imam Malik-— merupakan asar yang paling disukainya mengenai hal tersebut.
Asar ini bersumberkan dari Khalifah Usman r.a. yang diriwayatkan oleh Imam Malik, dari Abdullah ibnu Abu Bakar, dari ayahnya, dari Amrah binti Abdur Rahman, bahwa di masa pemerintahan Khalifah Usman pernah ada seseorang mencuri buah utrujjah (jeruk bali). Maka Khalifah Usman memerintahkan agar barang yang dicuri itu ditaksir harganya. Ketika dilakukan penaksiran, ternyata harganya mencapai tiga dirham menurut harga lama, sedangkan menurut harga sekarang sama dengan dua belas dirham. Maka Khalifah Usman memotong tangan pelakunya.
Para pendukung Imam Malik mengatakan bahwa keputusan yang semisal telah terkenal dan tiada yang memprotesnya, permasalahannya sama dengan ijma' sukuti.
Di dalam asar ini terkandung dalil yang menunjukkan adanya hukum potong tangan terhadap kasus pencurian buah, hal ini berbeda dengan pendapat kalangan mazhab Hanafi. Dan berdasarkan pertimbangan tiga dirham, berbeda pula dengan mereka (mazhab Hanafi), karena mereka menetapkan bahwa nisab-nya harus mencapai sepuluh dirham. Sedangkan menurut pertimbangan mazhab Syafii, jumlah yang harus dicapai adalah seperempat dinar.
Imam Syafii mengatakan bahwa hal yang dijadikan standar dalam menjatuhkan sanksi hukum potong tangan atas pencuri adalah seperempat dinar, atau uang atau barang yang seharga seperempat dinar hingga lebih.
Dalil yang dijadikan pegangan dalam hal ini ialah sebuah hadis yang diketengahkan oleh Syaikhan, yaitu Imam Bukhari dan Imam Muslim, melalui Az-Zuhri, dari Amrah, dari Aisyah r.a., bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
"تُقْطَعُ
يَدُ السَّارِقِ فِي رُبْعِ دِينَارٍ فَصَاعِدًا"
Tangan pencuri dipotong karena mencuri seperempat dinar (atau sesuatu
yang senilai dengannya atau yang berupa barang yang senilai dengannya) hingga
selebihnya.Menurut riwayat Imam Muslim melalui jalur Abu Bakar ibnu Muhammad ibnu Amr ibnu Hazm, dari Amrah, dari Aisyah r.a. disebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"لَا
تُقْطَعُ يَدُ السَّارِقِ إِلَّا فِي رُبْعِ دِينَارٍ فَصَاعِدًا"
Tangan pencuri tidaklah dipotong kecuali karena mencuri seperempat dinar
hingga lebih.Teman-teman kami mengatakan bahwa hadis ini merupakan penyelesaian dalam masalah yang bersangkutan, dan merupakan nas yang menyatakan seperempat dinar sebagai nisab-nya, bukan selainnya.
Mereka mengatakan, hadis yang menyebutkan perihal harga sebuah tameng —yang menurut taksiran seharga tiga dirham— pada kenyataannya tidak bertentangan dengan hadis ini, mengingat saat kejadiannya nilai satu dinar sama dengan dua belas dirham. Jika dikatakan tiga dirham, berarti sama dengan seperempat dinar. Dengan demikian, berarti keduanya dapat digabungkan melalui analisis ini.
Pendapat ini telah diriwayatkan dari Umar ibnul Khattab, Usman ibnu Affan dan Ali ibnu Abi Thalib. Hal yang sama telah dikatakan pula oleh Umar ibnu Abdul Aziz, Al-Lais ibnu Sa'd, Al-Auza'i, Imam Syafii dan semua muridnya, Ishaq ibnu Rahawaih menurut suatu riwayat darinya, dan Daud ibnu Ali Az-Zahiri.
Imam Ahmad ibnu Hambal berpendapat, begitu pula Ishaq ibnu Rahawaih dalam suatu riwayat yang bersumberkan darinya, bahwa masing-masing dari kedua pendapat yang mengatakan seperempat dinar dan tiga dirham mempunyai dalil syar'i-nya.. Maka barang siapa yang mencuri seharga salah satu dari keduanya atau yang senilai dengannya, dikenai hukum potong tangan, karena berdasarkan hadis Ibnu Umar dan hadis Aisyah r.a. Menurut suatu lafaz dari Imam Ahmad yang bersumberkan dari Siti Aisyah, Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"اقْطَعُوا
فِي رُبْعِ دِينَارٍ، وَلَا تَقْطَعُوا فِيمَا هُوَ أَدْنَى مِنْ
ذَلِكَ"
Lakukanlah hukum potong tangan karena seperempat dinar, dan jangan kalian
lakukan hukum potong tangan karena (mencuri) sesuatu yang lebih rendah
dari itu.Dahulu nilai seperempat dinar adalah tiga dirham, karena satu dinar sama dengan dua belas dirham.
Menurut lafaz Imam Nasai disebutkan seperti berikut:
لَا
تُقْطَعُ يَدُ السَّارِقِ فِيمَا دُونَ ثَمَنِ الْمِجَنِّ. قِيلَ لِعَائِشَةَ: مَا
ثَمَنُ المجَن؟ قَالَتْ: رُبْعُ دِينَارٍ.
Tangan pencuri tidak boleh dipotong karena mencuri sesuatu yang harganya
lebih rendah daripada harga sebuah tameng. Ketika ditanyakan kepada Siti
Aisyah r.a. tentang harga sebuah tameng di masa lalu, ia menjawab, "Seperempat
dinar." Semua dalil yang disebutkan di atas merupakan nas-nas yang menunjukkan tidak adanya syarat sepuluh dirham (bagi hukuman potong tangan untuk pencuri).
Adapun Imam Abu Hanifah dan semua muridnya —yaitu Abu Yusuf, Muhammad serta Zufar— , demikian pula Sufyan As-Sauri, sesungguhnya mereka berpendapat bahwa nisab kasus pencurian adalah sepuluh dirham mata uang asli, bukan mata uang palsu. Mereka mengatakan demikian dengan berdalilkan bahwa harga sebuah tameng ketika tangan seorang pencuri dipotong karena mencurinya di masa Rasulullah Saw. adalah sepuluh dirham.
Abu Bakar ibnu Abu Syaibah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Numair dan Abdul A'la, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ishaq, dari Ayyub ibnu Musa, dari Ata, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa harga sebuah tameng di masa Rasulullah Saw. adalah sepuluh dirham.
Kemudian Ia mengatakan:
حَدَّثَنَا
عَبْدُ الْأَعْلَى، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ إِسْحَاقَ، عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ،
عَنْ أَبِيهِ، عَنْ جَدِّهِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عليه
وسلم: لا تُقْطَعُ يَدُ السَّارِقِ فِي دُونِ ثَمَنِ المِجَن". وَكَانَ ثَمَنُ
الْمِجَنِّ عَشَرَةَ دَرَاهِمَ.
telah menceritakan kepada kami Abdul A'la, dari Muhammad ibnu Ishaq, dari
Amr ibnu Syu'aib, dari ayahnya, dari kakeknya yang telah menceritakan bahwa
Rasulullah Saw. pernah bersabda: Tangan pencuri tidak boleh dipotong karena
mencuri senilai lebih rendah daripada harga sebuah tameng. Dahulu harga
sebuah tameng (perisai) adalah sepuluh dirham.Mereka mengatakan bahwa Ibnu Abbas dan Abdullah ibnu Amr berbeda pendapat dengan Ibnu Umar tentang masalah harga perisai. Maka untuk tindakan preventifnya ialah mengambil pendapat mayoritas, karena masalah-masalah yang menyangkut hukuman had harus ditolak dengan hal-hal yang syubhat.
Sebagian ulama Salaf ada yang berpendapat bahwa tangan seorang pencuri dipotong karena mencuri sepuluh dirham atau satu dinar atau sesuatu yang harganya senilai dengan salah satu dari keduanya. Hal ini diriwayatkan dari Ali, Ibnu Mas'ud, Ibrahim An-Nakha'i, dan Abu Ja'far Al-Baqir.
Sebagian ulama Salaf mengatakan bahwa tangan pencuri tidak boleh dipotong kecuali karena mencuri lima dinar atau lima puluh dirham. Pendapat ini dinukil dari Sa'id ibnu Jubair.
Sedangkan jumhur ulama membantah pegangan dalil mazhab Zahiri yang bersandarkan kepada hadis Abu Hurairah r.a. yang mengatakan:
"يَسْرقُ
الْبَيْضَةَ فَتُقْطَعُ يَدُهُ، وَيَسْرِقُ الْحَبْلَ فَتُقْطَعُ
يَدُهُ"
Dia mencuri sebuah telur, maka tangannya dipotong; dan dia mencuri
seutas tali maka tangannya dipotong.melalui jawaban-jawaban berikut, yaitu:
Pertama hadis tersebut telah di-mansukh oleh hadis Siti Aisyah. Tetapi sanggahan ini masih perlu dipertimbangkan, mengingat tarikh penanggalannya harus dijelaskan.
Kedua, makna lafaz al-baidah dapat diinterpretasikan dengan pengertian 'topi besi", sedangkan tali yang dimaksud ialah tali perahu. Demikianlah menurut alasan yang dikemukakan oleh Al-A'masy melalui riwayat Imam Bukhari dan lain-lainnya, dari Al-A'masy.
Ketiga, bahwa hal ini merupakan sarana yang menunjukkan pengertian bertahap dalam menangani kasus pencurian, yaitu dimulai dari sedikit sampai jumlah yang banyak, yang mengakibatkan pelakunya dikenai hukum potong tangan karena mencuri dalam jumlah sebanyak itu.
Dapat diinterpretasikan pula bahwa apa yang disebutkan di dalam hadis merupakan suatu berita tentang keadaan yang pernah terjadi di masa Jahiliah. Mengingat mereka menjatuhkan hukum potong tangan dalam kasus pencurian, baik sedikit maupun banyak, maka si pencuri melaknatnya karena dia menyerahkan tangannya yang mahal hanya karena sesuatu yang tidak berarti.
Mereka telah meriwayatkan bahwa Abul Ala Al-Ma'arri ketika tiba di Bagdad dikenal telah mengemukakan suatu hal yang sulit menurutnya kepada ulama fiqih, karena mereka menetapkan nisab pencurian seperempat dinar. Lalu ia menyusun sebuah syair mengenai hal tersebut yang pada intinya menunjukkan kebodohannya sendiri dan keminiman pengetahuannya tentang agama. Dia mengatakan:
يَدٌ
بِخَمْسِ مِئِينَ عَسْجَدٍ وديَتُ مَا بِالُهَا قُطعَتْ فِي رُبْع دِينَارِ
...
تَناقض
مَا لَنَا إِلَّا السُّكُوتُ لَهُ ...
وَأَنْ نَعُوذ بمَوْلانا مِنَ النارِ
Diat (potong) tangan adalah lima ratus
kali dua keping emas, tetapi mengapa tangan dipotong karena mencuri seperempat
dinar? Ini suatu kontradiksi, tiada lain bagi kami kecuali diam terhadapnya dan
memohon perlindungan kepada Tuhan kami dari siksa neraka.
Ketika Abul Ala mengucapkan syairnya itu dan syairnya dikenal orang, maka
para ulama fiqih mencari-carinya, akhirnya dia melarikan diri dari kejaran
mereka.Kemudian orang-orang menjawab ucapan tersebut. Jawaban yang dikemukakan oleh Al-Qadi Abdul Wahhab Al-Maliki yaitu "manakala tangan dapat dipercaya, maka harganya mahal; dan manakala tangan berkhianat, maka harganya menjadi murah".
Di antara mereka ada yang mengatakan bahwa di dalam hukum tersebut (potong tangan) terkandung hikmah yang sempurna, maslahat, dan rahasia syariat yang besar. Karena sesungguhnya di dalam Bab 'Tindak Pidana (Pelukaan)" sangatlah sesuai bila harga sebuah tangan dibesarkan hingga lima ratus dinar, dengan maksud agar terjaga keselamatannya, tidak ada yang berani melukainya. Sedangkan dalam Bab "Pencurian" sangatlah sesuai bila nisab yang diwajibkan hukum potong tangan adalah seperempat dinar, dengan maksud agar orang-orang tidak berani melakukan tindak pidana pencurian. Hal ini merupakan suatu hikmah yang sesungguhnya menurut pandangan orang-orang yang berakal. Karena itulah Allah Swt berfirman:
{جَزَاءً
بِمَا كَسَبَا نَكَالا مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ}
(sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan
dari Allah. Dan Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana. (Al-Maidah: 38)Yakni sebagai pembalasan atas perbuatan jahat yang dilakukan oleh kedua tangannya yang berani mengambil harta orang lain secara tidak sah. Maka sangatlah sesuai bila kedua tangan yang dipakai sebagai sarana untuk tindak pidana pencurian itu dipotong.
{نَكَالا
مِنَ اللَّهِ}
sebagai siksaan dari Allah. (Al-Maidah: 38)Yaitu sebagai balasan dari Allah terhadap keduanya karena berani melakukan tindak pencurian.
{وَاللَّهُ
عَزِيزٌ}
Dan Allah Mahaperkasa. (Al-Maidah: 38)Yakni dalam pembalasan-Nya.
{حِكِيمٌ}
lagi Mahabijaksana. (Al-Maidah: 38)Yaitu dalam perintah dan larangan-Nya, serta dalam syariat dan takdirNya.
Kemudian Allah Swt. berfirman:
{فَمَنْ
تَابَ مِنْ بَعْدِ ظُلْمِهِ وَأَصْلَحَ فَإِنَّ اللَّهَ يَتُوبُ عَلَيْهِ إِنَّ
اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ}
Maka barang siapa bertobat (di antara pencuri-pencuri itu) sesudah
melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah menerima
tobatnya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
(Al-Maidah: 39)Yakni barang siapa sesudah melakukan tindak pidana pencurian, lalu bertobat dan kembali kepada jalan Allah, sesungguhnya Allah menerima tobatnya, menyangkut dosa antara dia dan Allah. Adapun mengenai harta orang lain yang telah dicurinya, maka dia harus mengembalikannya kepada pemiliknya atau menggantinya (bila telah rusak atau terpakai). Demikianlah menurut takwil yang dikemukakan oleh jumhur ulama.
Imam Abu Hanifah mengatakan, "'Manakala pelaku pencurian telah menjalani hukum potong tangan, sedangkan barang yang dicurinya telah rusak di tangannya, maka dia tidak dibebani mengembalikan gantinya."
Al-Hafiz Abul Hasan Ad-Daraqutni telah meriwayatkan sebuah hadis melalui Abu Hurairah:
أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُتِيَ بِسَارِقٍ قَدْ سَرَقَ
شَمْلَةً فَقَالَ: "مَا إخَاله سَرَقَ"! فَقَالَ السَّارِقُ: بَلَى يَا رسول الله.
قال: "اذهبوا به
فَاقْطَعُوهُ،
ثُمَّ احْسِمُوهُ، ثُمَّ ائْتُونِي بِهِ". فَقُطِعَ فَأُتِيَ بِهِ، فَقَالَ: "تُبْ
إِلَى اللَّهِ". فَقَالَ: تُبْتُ إِلَى اللَّهِ. فَقَالَ: "تَابَ اللَّهُ
عَلَيْكَ".
bahwa didatangkan kepada Rasulullah Saw. seorang yang telah mencuri sebuah
kain selimut. Maka Rasulullah Saw. bersabda: "Aku tidak menyangka dia
mencuri." Si pencuri menjawab, "Memang benar, saya telah mencuri, wahai
Rasulullah.”Nabi Saw. bersabda, "Bawalah dia dan potonglah tangannya,
kemudian obatilah dan hadapkanlah dia kepadaku.” Setelah tangannya dipotong,
lalu ia dihadapkan lagi kepada Nabi Saw. Maka Nabi Saw. bersabda,
"Bertobatlah kamu kepada Allah!" Si pencuri menjawab, "Aku telah bertobat
kepada Allah.”Nabi Saw. bersabda, "Allah menerima tobatmu."Hadis ini telah diriwayatkan melalui jalur lain secara mursal. Hadis yang berpredikat mursal dinilai kuat oleh Ali ibnul Madini dan Ibnu Khuzaimah.
رَوَى
ابْنُ مَاجَهْ مِنْ حَدِيثِ ابْنِ لَهِيعَة، عَنْ يَزِيدَ بْنِ أَبِي حَبِيبٍ، عَنْ
عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ ثَعْلَبَةَ الْأَنْصَارِيِّ، عَنْ أَبِيهِ؛ أَنَّ عَمْرو
بْنَ سَمُرة بْنِ حَبِيبِ بْنِ عَبْدِ شَمْسٍ جَاءَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي سَرَقْتُ جَمَلًا
لِبَنِي فُلَانٍ فَطَهِّرْنِي! فَأَرْسَلَ إِلَيْهِمُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالُوا: إِنَّا افْتَقَدْنَا جَمَلًا لَنَا. فَأَمَرَ بِهِ
فَقُطِعَتْ يَدُهُ. قَالَ ثَعْلَبَةُ: أَنَا أَنْظُرُ إِلَيْهِ حِينَ وَقَعَتْ
يَدُهُ وَهُوَ يَقُولُ: الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي طَهَّرَنِي مِنْكِ، أَرَدْتِ
أَنْ تُدْخِلِي جَسَدِي النَّارَ.
Ibnu Majah telah meriwayatkan melalui hadis Ibnu Luhai'ah, dari Yazid ibnu
Abu Habib, dari Abdur Rahman ibnu Sa'labah Al-Ansari, dari ayahnya, bahwa Umar
ibnu Samurah ibnu Habib ibnu Abdu Syams datang kepada Nabi Saw., lalu ia
berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku telah mencuri seekor unta milik
Bani Fulan, maka bersihkanlah diriku." Lalu Nabi Saw. mengirimkan utusan kepada
mereka (Bani Fulan), dan ternyata mereka berkata, "Sesungguhnya kami kehilangan
seekor unta milik kami." Maka Nabi Saw. memerintahkan agar dilakukan hukum
potong tangan terhadap Umar ibnu Samurah. Lalu tangan Umar ibnu Samurah
dipotong, sedangkan Umar ibnu Samurah berkata (kepada tangannya): Segala puji
bagi Allah Yang telah membersihkan diriku darimu, kamu hendak memasukkan tubuhku
ke dalam neraka.
قَالَ
ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْب، حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ دَاوُدَ،
حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعَة، عَنْ حُيَي بْنُ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ أَبِي عَبْدِ
الرَّحْمَنِ الحُبُلي، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ: سَرَقَتِ امْرَأَةٌ
حُليًّا، فَجَاءَ الَّذِينَ سَرَقَتْهُمْ فَقَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ،
سَرَقَتْنَا هَذِهِ الْمَرْأَةُ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: "اقْطَعُوا يَدَهَا الْيُمْنَى". فَقَالَتِ الْمَرْأَةُ: هَلْ مِنْ
تَوْبَةٍ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَنْتِ
الْيَوْمَ مِنْ خَطِيئَتِكِ كَيَوْمِ وَلَدَتْكِ أُمُّكِ"! قَالَ: فَأَنْزَلَ
اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: {فَمَنْ تَابَ مِنْ بَعْدِ ظُلْمِهِ وَأَصْلَحَ فَإِنَّ
اللَّهَ يَتُوبُ عَلَيْهِ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ}
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah
menceritakan kepada kami Musa ibnu Daud, telah menceritakan kepada kami Ibnu
Luhai'ah, dari Huyay ibnu Abdullah ibnu Abu Abdur Rahman Al-Habli, dari Abdullah
ibnu Amr yang telah menceritakan bahwa seorang wanita mencuri sebuah perhiasan,
lalu orang-orang yang kecurian olehnya datang menghadap Rasulullah Saw. dan
berkata, "Wahai Rasulullah, wanita ini telah mencuri milik kami." Maka
Rasulullah Saw bersabda : Potonglah tangan kanannya (Setelah menjalani
hukum potong tangan) wanita itu bertanya, "Apakah masih ada jalan untuk
bertobat?" Rasulullah Saw. bersabda: Engkau sekarang (terbebas) dari
dosamu sebagaimana keadaanmu di hari ketika kamu dilahirkan oleh ibumu.
Abdullah ibnu Amr melanjutkan kisahnya, "Lalu Allah Swt. menurunkan
firman-Nya: Maka barang siapa bertobat (di antara pencuri-pencuri itu)
sesudah melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri. maka sesungguhnya Allah
menerima tobatnya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang'(Al-Maidah: 39)."Imam Ahmad telah meriwayatkan hal yang lebih sederhana dari itu. Ia mengatakan:
حَدَّثَنَا
حَسَنٌ، حَدَّثَنَا ابْنُ لَهيعة، حَدَّثَنِي حُيَي بْنُ عَبْدِ اللَّهِ، عَنْ
أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ الحُبُلي، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو؛ أَنَّ
امْرَأَةً سَرَقَتْ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ، فَجَاءَ بِهَا الَّذِينَ سَرَقَتْهُمْ فَقَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ،
إِنَّ هَذِهِ الْمَرْأَةَ سَرَقَتْنَا! قَالَ قَوْمُهَا: فَنَحْنُ نَفْدِيهَا،
فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ: "اقْطَعُوا يَدَهَا" فَقَالُوا: نَحْنُ نَفْدِيهَا
بِخَمْسِمِائَةِ دِينَارٍ. قَالَ: "اقْطَعُوا يَدَهَا". قَالَ: فَقُطِعَتْ يَدُهَا
الْيُمْنَى. فَقَالَتِ الْمَرْأَةُ: هَلْ لِي مِنْ تَوْبَةٍ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟
قَالَ: "نَعَمْ، أَنْتِ الْيَوْمَ مِنْ خَطِيئَتِكِ كَيَوْمِ وَلَدَتْكِ أُمُّكِ".
فَأَنْزَلَ اللَّهُ فِي سُورَةِ الْمَائِدَةِ: {فَمَنْ تَابَ مِنْ بَعْدِ ظُلْمِهِ
وَأَصْلَحَ فَإِنَّ اللَّهَ يَتُوبُ عَلَيْهِ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ
رَحِيمٌ}
telah menceritakan kepada kami Hasan, telah menceritakan kepada kami Ibnu
Luhai'ah, telah menceritakan kepadaku Huyay ibnu Abdullah, dari Abu Abdur Rahman
Al-Habli, dari Abdullah ibnu Amr, bahwa seorang wanita pernah melakukan
pencurian di masa Rasulullah Saw. Lalu orang-orang yang kecurian olehnya
membawanya datang menghadap Rasulullah Saw. Mereka berkata, "Wahai Rasulullah,
sesungguhnya wanita ini telah mencuri barang kami." Lalu kaumnya berkata,
"Taksirlah kerugian yang diakibatkannya, kami bersedia menebusnya." Rasulullah
Saw. bersabda: Potonglah tangannya! Mereka (kaumnya) berkata, "Kami
bersedia menebusnya dengan yang sebanyak lima ratus dinar." Tetapi Rasulullah
Saw. bersabda: Potonglah tangannya! Maka tangan kanan wanita itu
dipotong. Lalu wanita itu berkata, "Wahai Rasulullah, apakah masih ada tobat
bagiku?" Rasulullah Saw. bersabda: Ya, pada hari ini engkau terbebas dari
dosamu sebagaimana keadaanmu ketika dilahirkan oleh ibumu. Maka Allah
menurunkan firman-Nya di dalam surat Al-Maidah, yaitu: Maka barang siapa
bertobat (di antara pencuri-pencuri itu) sesudah melakukan kejahatan itu
dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah menerima tobatnya. Sesungguhnya
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Al-Maidah: 39).Wanita yang disebutkan di dalam hadis ini berasal dari Bani Makhzum, hadis yang menceritakan perihal dia disebutkan di dalam kitab Sahihain melalui riwayat Az-Zuhri, dari Urwah, dari Aisyah. Disebutkan bahwa orang-orang Quraisy merasa kesusahan dalam menangani kasus pencurian yang dilakukan oleh seorang wanita (dari kalangan mereka) pada masa Nabi Saw., tepatnya di masa perang kemenangan atas kota Mekah.
فَقَالُوا:
مَنْ يُكَلِّمُ فِيهَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟
فَقَالُوا: وَمَنْ يَجْتَرِئ عَلَيْهِ إِلَّا أُسَامَةَ بْنَ زَيْدٍ حِبُّ رَسُولِ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟ فَأَتَى بِهَا رسولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَكَلَّمَهُ فِيهَا أُسَامَةُ بْنُ زَيْدٍ،
فَتَلَوَّنَ وجهُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ:
"أَتَشْفَعُ فِي حَدٍّ مِنْ حُدُودِ اللَّهِ، عَزَّ وَجَلَّ؟ " فَقَالَ لَهُ
أُسَامَةُ: اسْتَغْفِرْ لِي يَا رَسُولَ اللَّهِ. فَلَمَّا
كَانَ
العَشي
قَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَاخْتَطَبَ، فَأَثْنَى
عَلَى اللَّهِ بِمَا هُوَ أَهْلُهُ، ثُمَّ قَالَ: "أَمَّا بَعْدُ، فَإِنَّمَا
أَهْلَكَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ أَنَّهُمْ كَانُوا إِذَا سَرَقَ فِيهِمُ
الشَّرِيفُ تَرَكُوهُ، وَإِذَا سَرَقَ فِيهِمُ الضعيفُ أَقَامُوا عَلَيْهِ
الْحَدَّ، وَإِنِّي وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، لَوْ أَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ
مُحَمَّدٍ سَرَقَتْ لقطعتُ يَدَهَا". ثُمَّ أَمَرَ بِتِلْكَ الْمَرْأَةِ الَّتِي
سَرَقَتْ فَقُطِعَتْ يَدُهَا. قَالَتْ عَائِشَةُ [رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا] فحَسنَتْ
تَوْبَتُهَا بَعْدُ، وَتَزَوَّجَتْ، وَكَانَتْ تَأْتِي بَعْدَ ذَلِكَ فَأَرْفَعُ
حَاجَتَهَا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ.
Mereka berkata, "Siapakah yang berani meminta grasi kepada Rasulullah Saw.
untuknya?" Mereka menjawab, 'Tiada yang berani meminta grasi kepada Rasulullah
Saw. kecuali Usamah ibnu Zaid, orang kesayangan Rasulullah Saw." Kemudian wanita
itu dihadapkan kepada Rasulullah Saw., lalu Usamah berbicara kepada Rasulullah
Saw., meminta grasi untuk wanita itu. Maka Wajah rasulullah berbubah memerah.
Lalu bersabda : Apakah kamu berani meminta grasi menyangkut suatu hukuman had
yang telah ditetapkan oleh Allah Swt. ? Maka Usamah ibnu Zaid berkata
kepadanya, "Wahai Rasulullah, mohonkanlah ampun kepada Allah untukku." Kemudian
pada sore harinya Rasulullah Saw. berdiri dan berkhotbah. Pada mulanya beliau
membuka khotbahnya dengan pujian kepada Allah dengan pujian yang layak bagi-Nya,
kemudian bersabda: Amma Ba'du. Sesungguhnya telah binasa orang-orang
(umat-umat) sebelum kalian hanyalah karena bilamana ada seseorang yang
terhormat dari kalangan mereka mencuri, maka mereka membiarkannya. Dan bilamana
ada seorang yang lemah (orang kecil) dari kalangan mereka mencuri, maka
mereka menegakkan hukuman had terhadapnya. Dan sesungguhnya aku sekarang, demi
Tuhan Yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaannya, seandainya Fatimah
binti Muhammad (yakni putrinya) mencuri, niscaya aku potong tangannya.
Kemudian wanita yang telah mencuri itu diperintahkan untuk dijatuhi hukuman,
lalu tangannya dipotong. Siti Aisyah mengatakan bahwa sesudah itu wanita
tersebut melakukan tobatnya dengan baik dan menikah; lalu dia datang dan
melaporkan mengenai kemiskinan yang dialaminya kepada Rasulullah Saw. Demikian menurut lafaz yang ada pada Imam Muslim.
Menurut lafaz lain yang juga ada pada Imam Muslim, dari Siti Aisyah, disebutkan bahwa Siti Aisyah mengatakan, "Pada mulanya wanita dari kalangan Bani Makhzum itu meminjam sebuah barang, lalu dia mengingkarinya, maka Rasulullah Saw. memerintahkan agar tangannya dipotong."
Ibnu Umar menceritakan, bahwa dahulu ada seorang wanita dari kalangan Bani Makhzum meminjam sebuah barang melalui orang lain, lalu dia mengingkarinya, maka Rasulullah Saw. memerintahkan agar tangannya dipotong. Imam Ahmad dan Imam Abu Daud telah meriwayatkannya dan demikianlah bunyi lafaznya.
Menurut lafaz yang lain, seorang wanita meminjam perhiasan milik orang lain, kemudian ia memilikinya. Maka Rasulullah Saw. bersabda:
"لِتَتُبْ
هَذِهِ الْمَرْأَةُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَتَرُدَّ مَا تَأْخُذُ عَلَى
الْقَوْمِ، ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "قُمْ
يَا بِلَالُ فَخُذْ بِيَدِهَا فَاقْطَعْهَا"
Hendaklah wanita ini bertobat kepada Allah dan Rasul-Nya dan mengembalikan
apa yang telah diambilnya kepada kaum yang memilikinya. Kemudian Rasulullah
Saw. bersabda: Bangkitlah kamu, hai Bilal; dan peganglah tangannya, lalu
potonglah.Hukum-hukum mengenai pencurian ini diketengahkan oleh banyak hadis yang semuanya disebutkan di dalam kitab fiqih.
*****
Kemudian Allah Swt. berfirman:
{أَلَمْ
تَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ}
Tidakkah kamu tahu, sesungguhnya Allah-lah yang mempunyai kerajaan langit
dan bumi. (Al-Maidah: 40)Yakni Dialah yang memiliki semuanya itu dan yang menguasainya, tiada akibat bagi apa yang telah diputuskan-Nya, dan Dia Maha Melakukan semua apa yang dikehendaki-Nya.
{يُعَذِّبُ
مَنْ يَشَاءُ وَيَغْفِرُ لِمَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ
قَدِيرٌ}
disiksa-Nya siapa yang dikehendaki-Nya, dan diampuni-Nya bagi siapa yang
dikehendaki-Nya Dan Allah Mahakuasa atas segala
يَا
أَيُّهَا الرَّسُولُ لَا يَحْزُنْكَ الَّذِينَ يُسَارِعُونَ فِي الْكُفْرِ مِنَ
الَّذِينَ قَالُوا آمَنَّا بِأَفْوَاهِهِمْ وَلَمْ تُؤْمِنْ قُلُوبُهُمْ وَمِنَ
الَّذِينَ هَادُوا سَمَّاعُونَ لِلْكَذِبِ سَمَّاعُونَ لِقَوْمٍ آخَرِينَ لَمْ
يَأْتُوكَ يُحَرِّفُونَ الْكَلِمَ مِنْ بَعْدِ مَوَاضِعِهِ يَقُولُونَ إِنْ
أُوتِيتُمْ هَذَا فَخُذُوهُ وَإِنْ لَمْ تُؤْتَوْهُ فَاحْذَرُوا وَمَنْ يُرِدِ
اللَّهُ فِتْنَتَهُ فَلَنْ تَمْلِكَ لَهُ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا أُولَئِكَ الَّذِينَ
لَمْ يُرِدِ اللَّهُ أَنْ يُطَهِّرَ قُلُوبَهُمْ لَهُمْ فِي الدُّنْيَا خِزْيٌ
وَلَهُمْ فِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ (41) سَمَّاعُونَ لِلْكَذِبِ أَكَّالُونَ
لِلسُّحْتِ فَإِنْ جَاءُوكَ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ أَوْ أَعْرِضْ عَنْهُمْ وَإِنْ
تُعْرِضْ عَنْهُمْ فَلَنْ يَضُرُّوكَ شَيْئًا وَإِنْ حَكَمْتَ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ
بِالْقِسْطِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ (42) وَكَيْفَ يُحَكِّمُونَكَ
وَعِنْدَهُمُ التَّوْرَاةُ فِيهَا حُكْمُ اللَّهِ ثُمَّ يَتَوَلَّوْنَ مِنْ بَعْدِ
ذَلِكَ وَمَا أُولَئِكَ بِالْمُؤْمِنِينَ (43) إِنَّا أَنْزَلْنَا التَّوْرَاةَ
فِيهَا هُدًى وَنُورٌ يَحْكُمُ بِهَا النَّبِيُّونَ الَّذِينَ أَسْلَمُوا
لِلَّذِينَ هَادُوا وَالرَّبَّانِيُّونَ وَالْأَحْبَارُ بِمَا اسْتُحْفِظُوا مِنْ
كِتَابِ اللَّهِ وَكَانُوا عَلَيْهِ شُهَدَاءَ فَلَا تَخْشَوُا النَّاسَ
وَاخْشَوْنِ وَلَا تَشْتَرُوا بِآيَاتِي ثَمَنًا قَلِيلًا وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ
بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ (44)
Hai Rasul, janganlah kamu biarkan dirimu sedih
karena orang-orang yang bersegera (memperlihatkan) kekafirannya dari
kalangan orang-orang yang mengatakan dengan mulut mereka, "Kami telah beriman,
padahal hati mereka belum beriman; dan (juga) di antara orang-orang
Yahudi, mereka amat suka mendengar (berita-berita) bohong dan amat suka
mendengar perkataan-perkataan orang lain yang belum pernah datang kepadamu;
mereka mengubah perkataan-perkataan (Taurat) dari tempat-tempatnya.
Mereka mengatakan, "Jika diberikan ini (yang sudah diubah-ubah oleh mereka)
kepada kami, maka terimalah; dan jika kamu diberi yang bukan ini, maka
hati-hatilah." Barang siapa yang Allah menghendaki kesesatannya, maka
sekali-kali kamu tidak akan mampu menolak sesuatu pun (yang datang) dari
Allah. Mereka itu adalah orang-orang yang Allah tidak hendak menyucikan hati
mereka Mereka beroleh kehinaan di dunia dan di akhirat, mereka beroleh siksaan
yang besar. Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong,
banyak memakan yang haram. Jika mereka (orang Yahudi) datang kepadamu
(untuk meminta putusan), maka putuskanlah (perkara itu) di antara
mereka, atau berpalinglah dari mereka; jika kamu berpaling dari mereka, maka
mereka tidak akan memberikan mudarat kepadamu sedikit pun. Dan jika kamu
memutuskan perkara mereka, maka putuskanlah (perkara itu) di antara
mereka dengan adil, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang adil. Dan
bagaimana mereka mengangkatmu menjadi hakim mereka, padahal mereka mempunyai
Taurat yang di dalamnya (ada) hukum Allah, kemudian mereka berpaling
sesudah itu (dari putusanmu)? Dan mereka sungguh-sungguh bukan orang yang
beriman. Sesungguhnya kami telah menurunkan kitab Taurat di dalamnya (ada)
petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan kitab itu diputuskan
perkara orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi yang menyerahkan diri kepada Allah
oleh orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka, disebabkan mereka
diperintahkan memelihara kitab-kitab Allah dan mereka menjadi saksi terhadapnya.
Karena itu, janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah
kepada-Ku Dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit.
Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka
mereka itu adalah orang-orang yang kafir.Ayat-ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang yang bersegera kepada kekafiran, keluar dari jalur taat kepada Allah dan Rasul-Nya serta lebih mendahulukan kepentingan pendapat dan hawa nafsu serta kecenderungan mereka atas syariat-syariat Allah Swt.
{مِنَ
الَّذِينَ قَالُوا آمَنَّا بِأَفْوَاهِهِمْ وَلَمْ تُؤْمِنْ
قُلُوبُهُمْ}
dari kalangan orang-orang yang mengatakan dengan mulut mereka, "Kami telah
beriman, "padahal hati mereka belum beriman. (Al-Maidah: 41)Yakni mereka menampakkan iman melalui lisannya, sedangkan hati mereka rusak dan kosong dari iman; mereka adalah orang-orang munafik.
{وَمِنَ
الَّذِينَ هَادُوا}
dan (juga) dari kalangan orang-orang Yahudi. (Al-Maidah:
41)Mereka adalah musuh agama Islam dan para pemeluknya, mereka semuanya mempunyai kegemaran.
{سَمَّاعُونَ
لِلْكَذِبِ}
amat suka mendengar (berita-berita) bohong. (Al-Maidah: 41)Yakni mereka percaya kepada berita bohong dan langsung terpengaruh olehnya.
{سَمَّاعُونَ
لِقَوْمٍ آخَرِينَ لَمْ يَأْتُوكَ}
dan amat suka mendengar perkataan-perkataan orang lain yang belum pernah
datang kepadamu. (Al-Maidah: 41)Mereka mudah terpengaruh oleh kaum lain yang belum pernah datang ke majelismu, Muhammad.
Menurut pendapat lain, makna yang dimaksud ialah "mereka senang mendengarkan perkataanmu, lalu menyampaikannya kepada kaum lain yang tidak hadir di majelismu dari kalangan musuh-musuhmu".
{يُحَرِّفُونَ
الْكَلِمَ مِنْ بَعْدِ مَوَاضِعِهِ}
mereka mengubah perkataan-perkataan (Taurat) dari tempat-tempatnya.
(Al-Maidah: 41)Yakni mereka menakwilkannya bukan dengan takwil yang sebenarnya dan mengubahnya sesudah mereka memahaminya, sedangkan mereka mengetahui.
{يَقُولُونَ
إِنْ أُوتِيتُمْ هَذَا فَخُذُوهُ وَإِنْ لَمْ تُؤْتَوْهُ
فَاحْذَرُوا}
Mereka mengatakan, "Jika diberikan ini (yang sudah diubah-ubah oleh
mereka) kepada kamu, maka terimalah dan jika kamu diberi yang bukan ini, maka
hati-hatilah.” (Al-Maidah: 41)Menurut suatu pendapat, ayat ini diturunkan berkenaan dengan suatu kaum dari kalangan orang-orang Yahudi yang telah melakukan suatu pembunuhan terhadap seseorang (dari mereka). Dan mereka mengatakan, "Marilah kita meminta keputusan kepada Muhammad. Jika dia memutuskan pembayaran diat, maka terimalah hukum itu. Dan jika dia memutuskan hukum qisas, maka janganlah kalian dengar (turuti) keputusannya itu."
Tetapi yang benar ialah yang mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan dua orang Yahudi yang berbuat zina, sedangkan mereka telah mengubah Kitabullah yang ada di tangan mereka, antara lain ialah perintah menghukum rajam orang yang berzina muhsan di antara mereka.
Mereka telah mengubahnya dan membuat peristilahan tersendiri di antara sesama mereka, yaitu menjadi hukuman dera seratus kali, mencoreng mukanya (dengan arang), dan dinaikkan ke atas keledai secara terbalik (lalu dibawa ke sekeliling kota).
Ketika peristiwa itu terjadi sesudah hijrah, mereka (orang-orang Yahudi) berkata di antara sesama mereka, "Marilah kita meminta keputusan hukum kepadanya (Nabi Saw.). Jika dia memutuskan hukuman dera dan mencoreng muka pelakunya, terimalah keputusannya; dan jadikanlah hal itu sebagai hujah (alasan) kalian terhadap Allah, bahwa ada seorang nabi Allah yang telah memutuskan demikian di antara kalian. Dan apabila dia memutuskan hukuman rajam, maka janganlah kalian mengikuti keputusannya."
Hal tersebut disebutkan oleh banyak hadis:
فَقَالَ
مَالِكٌ، عَنْ نَافِعٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّهُ قَالَ: إِنَّ
الْيَهُودَ جُاءُوا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ،
فَذَكَرُوا لَهُ أَنَّ رَجُلًا مِنْهُمْ وَامْرَأَةً زَنَيَا، فَقَالَ لَهُمْ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَا تَجِدُونَ فِي
التَّوْرَاةِ فِي شَأْنِ الرَّجْمِ؟ " فَقَالُوا: نَفْضَحُهُمْ ويُجْلَدون. قَالَ
عَبْدُ اللَّهِ بْنُ سَلَامٍ: كَذَبْتُمْ، إِنَّ فِيهَا الرَّجْمَ. فَأَتَوْا
بِالتَّوْرَاةِ فَنَشَرُوهَا، فَوَضَعَ أَحَدُهُمْ يَدَهُ عَلَى آيَةِ الرَّجْمِ،
فَقَرَأَ مَا قَبْلَهَا وَمَا بَعْدَهَا، فَقَالَ لَهُ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ
سَلَامٍ: ارْفَعْ يَدَكَ. فَرَفَعَ يَدَهُ فَإِذَا فِيهَا آيَةُ الرَّجْمِ،
فَقَالُوا صَدَقَ يا محمد، فيها
آيَةُ
الرَّجْمِ! فَأَمَرَ بِهِمَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَرُجِمَا فَرَأَيْتُ الرَّجُلَ يَحْني عَلَى الْمَرْأَةِ يَقِيَهَا
الْحِجَارَةَ.
antara lain diriwayatkan oleh Malik, dari Nafi', dari Abdullah ibnu Umar
r.a., bahwa orang-orang yahudi datang kepada Rasulullah SAW lalu mereka
melaporkan bahwa ada seorang lelaki dari kalangan mereka berbuat zina dengan
seorang wanita. Maka Rasulullah Saw. bertanya kepada mereka: Apakah yang
kalian jumpai di dalam kitab Taurat mengenai hukum rajam? Mereka menjawab,
"Kami permalukan mereka, dan mereka dihukum dera." Abdullah ibnu Salam berkata,
"Kalian dusta, sesungguhnya di dalam kitab Taurat terdapat hukum rajam." Lalu
mereka mendatangkan sebuah kitab Taurat dan membukanya, lalu seseorang di antara
mereka meletakkan tangannya pada ayat rajam, dan ia hanya membaca hal yang
sebelum dan yang sesudahnya. Maka Abdullah ibnu Salam berkata, "'Angkatlah
tanganmu!" Lalu lelaki itu mengangkat tangannya, dan ternyata yang tertutup itu
adalah ayat rajam. Lalu mereka berkata, "Benar, hai Muhammad, di dalamnya
terdapat ayat rajam." Maka Rasulullah Saw. memerintahkan agar keduanya dijatuhi
hukuman rajam, lalu keduanya dirajam. Abdullah ibnu Umar melanjutkan kisahnya,
"Aku melihat lelaki pelaku zina itu membungkuk di atas tubuh wanitanya dengan
maksud melindunginya dari lemparan batu rajam."Hadis diketengahkan oleh Syaikhain, dan hadis di atas menurut lafaz Imam Bukhari.
Menurut lafaz yang lain, dari Imam Bukhari, disebutkan bahwa Nabi Saw. bertanya kepada orang-orang Yahudi:
فَقَالَ
لِلْيَهُودِ: مَا تَصْنَعُونَ بِهِمَا؟ " قَالُوا: نُسخّم وُجُوهَهُمَا
ونُخْزِيهما. قَالَ: {فَأْتُوا بِالتَّوْرَاةِ فَاتْلُوهَا إِنْ كُنْتُمْ
صَادِقِينَ} [آلِ عِمْرَانَ:93] فَجَاءُوا، فَقَالُوا لِرَجُلٍ مِنْهُمْ مِمَّنْ
يَرْضَوْنَ أعورَ: اقْرَأْ، فَقَرَأَ حَتَّى انْتَهَى إِلَى مَوْضِعٍ مِنْهَا
فَوَضَعَ يَدَهُ عَلَيْهِ، قَالَ: ارْفَعْ يَدَكَ. فَرَفَعَ، فَإِذَا آيَةُ
الرَّجْمِ تَلُوحُ، قَالَ: يَا مُحَمَّدُ، إِنَّ فِيهَا آيَةَ الرَّجْمِ،
وَلَكِنَّا نَتَكَاتَمَهُ بَيْنَنَا. فَأَمَرَ بِهِمَا فَرُجما.
Apakah yang akan kalian lakukan terhadap keduanya? Mereka menjawab,
"Kami akan mencoreng muka mereka dengan arang dan mencaci makinya." Nabi Saw.
bersabda membacakan firman-Nya: Maka bawalah Taurat itu, lalu bacalah dia
jika kalian orang-orang yang benar. (Ali Imran: 93) Lalu mereka
mendatangkannya dan berkata kepada seorang lelaki di antara mereka yang mereka
percayai, tetapi dia bermata juling, "Bacalah!" Lalu lelaki itu membacanya
hingga sampai pada suatu bagian, lalu ia meletakkan tangannya pada bagian itu.
Maka Nabi Saw. bersabda, "Angkatlah tanganmu!" Lalu lelaki itu mengangkat
tangannya, dan ternyata tampak jelas adanya ayat hukum rajam. Kemudian lelaki
itu berkata, "Hai Muhammad, sesungguhnya di dalam kitab Taurat memang ada hukum
rajam, tetapi kami menyembunyikannya di antara kami." Maka Nabi Saw.
memerintahkan agar keduanya dihukum rajam, lalu keduanya dirajam.Menurut lafaz yang ada pada Imam Muslim:
أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم أتى بِيَهُودِيٍّ وَيَهُودِيَّةٍ
قَدْ زَنَيَا، فَانْطَلَقَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
حَتَّى جَاءَ يَهُود، فَقَالَ: "مَا تَجِدُونَ فِي التَّوْرَاةِ عَلَى مَنْ زَنَى؟
" قَالُوا: نُسَوّد وُجُوهَهُمَا ونُحَمّلهما، وَنُخَالِفُ بَيْنَ وُجُوهِهِمَا
ويُطَاف بِهِمَا، قَالَ: {فَأْتُوا بِالتَّوْرَاةِ فَاتْلُوهَا إِنْ كُنْتُمْ
صَادِقِينَ} قَالَ: فَجَاءُوا بِهَا، فَقَرَأُوهَا، حَتَّى إِذَا مَرَّ بِآيَةِ
الرَّجْمِ وَضَعَ الْفَتَى الَّذِي يَقْرَأُ يَدَهُ عَلَى آيَةِ الرَّجْمِ،
وَقَرَأَ مَا بَيْنَ يَدَيْهَا وَمَا وَرَاءَهَا. فَقَالَ لَهُ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ
سَلام -وَهُوَ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-: مُرْه
فلْيرفع يَدَهُ. فَرَفَعَ يَدَهُ، فَإِذَا تَحْتَهَا آيةُ الرَّجْمِ. فَأَمَرَ
بِهِمَا رسولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرُجما. قَالَ عَبْدُ
اللَّهِ بْنُ عُمَرَ: كُنْتُ فِيمَنْ رَجَمَهُمَا، فَلَقَدْ رَأَيْتُهُ يَقِيهَا
مِنَ الْحِجَارَةِ بِنَفْسِهِ.
disebutkan bahwa dihadapkan kepada Rasulullah Saw. seorang lelaki Yahudi dan
seorang perempuan Yahudi yang telah berbuat zina. Tetapi Rasulullah Saw. tidak
menanggapinya sehingga datang orang-orang Yahudi, lalu beliau bertanya: Hukum
apakah yang kalian jumpai di dalam kitab Taurat sehubungan dengan orang yang
berbuat zina? Mereka menjawab, "Kami harus mencoreng muka kedua pelakunya
dengan arang, lalu kami naikkan mereka ke atas kendaraan dengan tubuh yang
terbalik, hingga muka kami saling berhadapan dengan muka mereka,kemudian diarak
(ke sekeliling kota)." Nabi Saw. membacakan firman-Nya: Maka bawalah Taurat
itu, lalu bacalah dia jika kalian orang-orang yang benar. (Ali Imran: 93)
Maka mereka mendatangkan kitab Taurat dan membacanya. Ketika bacaannya sampai
pada ayat rajam, pemuda yang membacakannya meletakkan tangannya pada ayat rajam,
dan ia hanya membaca hal yang sebelum dan sesudahnya saja. Maka Abdullah ibnu
Salam yang saat itu berada di samping Rasulullah Saw. berkata (kepada Rasulullah
Saw.), Perintahkanlah kepadanya agar mengangkat tangannya!" Pemuda itu
mengangkat tangannya, dan ternyata di bawahnya terdapat ayat rajam. Maka
Rasulullah Saw. memerintahkan agar kedua pezina itu dihukum rajam, lalu keduanya
dirajam. Abdullah ibnu Umar mengatakan bahwa dirinya termasuk orang yang ikut
merajam keduanya, dan dia melihat pelaku laki-laki melindungi pelaku perempuan
dari lemparan batu dengan tubuhnya.
قَالَ
أَبُو دَاوُدَ: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ سَعِيدٍ الهَمْداني، حَدَّثَنَا ابْنُ
وَهْب، حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ سَعْدٍ؛ أَنَّ زَيْدَ بْنَ أَسْلَمَ حَدثه، عَنِ
ابْنِ عُمَرَ قَالَ: أتَى نَفَرٌ مِنَ الْيَهُودِ، فدعَوا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى القُفِّ فَأَتَاهُمْ فِي بَيْتِ المِدْارس،
فَقَالُوا: يَا أَبَا الْقَاسِمِ، إِنَّ رَجُلًا مِنَّا زَنَى بِامْرَأَةٍ،
فَاحْكُمْ قَالَ: وَوَضَعُوا لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
وِسَادَةً، فَجَلَسَ عَلَيْهَا، ثُمَّ قَالَ: "ائْتُونِي بِالتَّوْرَاةِ". فَأُتِيَ
بِهَا، فَنَزَعَ الْوِسَادَةَ مِنْ تَحْتِهِ، وَوَضَعَ التَّوْرَاةَ عَلَيْهَا،
وَقَالَ: "آمَنْتُ بِكِ وَبِمَنْ أَنْزَلَكِ". ثُمَّ قَالَ: "ائْتُونِي
بِأَعْلَمِكُمْ". فَأُتِيَ بِفَتًى شَابٍّ، ثُمَّ ذَكَرَ قِصَّةَ الرَّجْمِ نَحْوَ
حَدِيثِ مَالِكٍ عَنْ نَافِعٍ.
Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Sa'id
Al-Hamdani, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepada
kami Hisyam ibnu Sa'd; Zaid ibnu Aslam telah menceritakan kepadanya, dari Ibnu
Umar yang telah mengatakan bahwa segolongan orang-orang Yahudi datang, lalu
mereka mengundang Rasulullah Saw. ke suatu tempat yang teduh, tetapi Rasulullah
Saw. mendatangi mereka di rumah tempat mereka mengaji kitab Taurat. Lalu mereka
bertanya, ''Hai Abul Qasim, sesungguhnya seorang lelaki dari kalangan kami telah
berbuat zina dengan seorang wanita, maka putuskanlah perkaranya." Ibnu Umar
mengatakan bahwa mereka menyediakan sebuah bantal untuk Rasulullah Saw., dan
Rasulullah Saw. duduk di atasnya. Kemudian Rasulullah Saw. bersabda,
"Datangkanlah kepadaku kitab Taurat." Maka kitab Taurat didatangkan, dan
Nabi Saw. mencabut bantal yang didudukinya, lalu meletakkan kitab Taurat di atas
bantal itu, kemudian bersabda, "Aku beriman kepadamu dan kepada Tuhan Yang
telah menurunkanmu." Selanjutnya beliau Saw. bersabda, "Datangkanlah
kepadaku orang yang paling alim di antara kalian." Lalu didatangkan oleh
mereka seorang pemuda. Kemudian disebutkan kisah hukum rajam seperti yang
terdapat pada hadis Malik, dari Nafi'.Az-Zuhri mengatakan bahwa ia pernah mendengar seorang lelaki dari kalangan Bani Muzayyanah yang dikenal selalu mengikuti ilmu dan menghafalnya, saat itu kami sedang berada di rumah Ibnul Musayyab. Lelaki itu menceritakan sebuah hadis dari Abu Hurairah, bahwa pernah ada seorang lelaki Yahudi berbuat zina dengan seorang wanita. Maka sebagian dari mereka berkata kepada sebagian yang lain, "Berangkatlah kalian untuk meminta keputusan kepada Nabi ini. Karena sesungguhnya dia diutus membawa keringanan. Maka jika dia memberikan fatwa kepada kami selain hukum rajam, kita menerimanya; kita jadikan sebagai hujah (alasan) di hadapan Allah, dan kita akan katakan bahwa ini adalah fatwa keputusan dari salah seorang di antara nabi-nabi-Mu." Lalu mereka datang menghadap Nabi Saw. yang saat itu sedang duduk dengan para sahabatnya di masjid. Lalu mereka berkata, "Hai Abul Qasim, bagaimanakah pendapatmu tentang seseorang lelaki dan seorang wanita yang berbuat zina dari kalangan kaum yang sama?" Nabi Saw. tidak menjawab sepatah kata pun melainkan beliau langsung datang ke tempat Midras mereka, lalu beliau berdiri di pintunya dan bersabda: Aku bertanya kepada kalian, demi Allah Yang telah menurunkan kitab Taurat kepada Musa, apakah yang kalian jumpai dalam kitab Taurat tentang orang yang berzina apabila ia telah muhsan (telah terpelihara karena telah kawin)? Mereka menjawab, "Wajahnya dicorengi dengan arang, kemudian diarak ke sekeliling kota dan didera."
Istilah tajbiyah dalam hadis ini ialah " kedua orang yang berzina dinaikkan ke atas seekor keledai dengan tengkuk yang saling berhadapan, lalu keduanya di arak ke sekeliling kota (yakni dipermalukan)".
Dan terdiamlah seorang pemuda dari mereka. Ketika Rasulullah Saw. melihatnya terdiam, maka beliau menanyainya dengan gencar. Akhirnya ia berkata, "Ya Allah, karena engkau meminta kepada kami dengan menyebut nama-Mu, maka kami jawab bahwa sesungguhnya kami menjumpai adanya hukum rajam dalam kitab Taurat." Nabi Saw. bertanya (kepada pemuda itu), "Apakah perintah Allah yang mula-mula kalian selewengkan?" Pemuda itu menjawab, "Seorang kerabat salah seorang raja kami pernah berbuat zina, maka hukum rajam ditangguhkan darinya. Kemudian berbuat zina pula sesudahnya seorang dari kalangan rakyat, lalu si raja bermaksud menjatuhkan hukum rajam terhadapnya. Akan tetapi, kaumnya menghalang-halangi dan membelanya, dan mereka mengatakan bahwa teman mereka tidak boleh dirajam sebelum raja itu mendatangkan temannya dan merajamnya. Akhirnya mereka mereka-reka hukum ini di antara sesama mereka." Maka Nabi Saw. bersabda: Maka sesungguhnya aku sekarang akan memutuskan hukum menurut apa yang ada di dalam kitab Taurat. Kemudian keduanya diperintahkan untuk dihukum rajam, lalu keduanya dirajam.
Az-Zuhri mengatakan, telah sampai kepada kami bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan mereka, yaitu firman-Nya: Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab Taurat di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi yang menyerah diri kepada Allah. (Al-Maidah: 44)
Nabi Saw. termasuk salah seorang dari para nabi itu. Imam Ahmad dan Imam Abu Daud serta Ibnu Jarir telah meriwayatkannya, sedangkan hadis ini menurut lafaz yang ada pada Imam Abu Daud.
قَالَ
الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ، حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ، عَنْ
عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مُرّة، عَنِ الْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ قَالَ: مَرَّ عَلَى
رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَهُودِيٌّ محمَّم مَجْلُودٌ،
فَدَعَاهُمْ فَقَالَ: "أَهَكَذَا تَجِدُونَ حَدَّ الزَّانِي فِي كِتَابِكُمْ؟ "
فَقَالُوا: نَعَمْ، فَدَعَا رَجُلًا مِنْ عُلَمَائِهِمْ فَقَالَ: "أَنْشُدُكَ
بِالَّذِي أَنْزَلَ التَّوْرَاةَ عَلَى مُوسَى، أَهَكَذَا تَجِدُونَ حَدَّ
الزَّانِي فِي كِتَابِكُمْ؟ " فَقَالَ: لَا وَاللَّهِ، وَلَوْلَا أَنَّكَ نَشَدتني
بِهَذَا لَمْ أُخْبِرْكَ، نَجِدُ حَدَّ الزَّانِي فِي كِتَابِنَا الرَّجْمَ،
وَلَكِنَّهُ كَثُرَ فِي أَشْرَافِنَا، فَكُنَّا إِذَا أَخَذْنَا الشريفَ
تَرَكْنَاهُ، وَإِذَا أَخَذْنَا الضَّعِيفَ أَقَمْنَا عَلَيْهِ الْحَدَّ،
فَقُلْنَا: تَعَالَوْا حَتَّى نَجْعَلَ شَيْئًا نُقِيمُهُ عَلَى الشَّرِيفِ
والوَضِيع، فَاجْتَمَعْنَا عَلَى التَّحْمِيمِ وَالْجَلَدِ. فَقَالَ النَّبِيُّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "اللَّهُمَّ إِنِّي أَوَّلُ مَنْ أَحْيَا
أَمْرَكَ إِذْ أَمَاتُوهُ". قَالَ: فَأَمَرَ بِهِ فَرُجِمَ، قَالَ: فَأَنْزَلَ
اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: {يَا أَيُّهَا الرَّسُولُ لَا يَحْزُنْكَ الَّذِينَ
يُسَارِعُونَ فِي الْكُفْرِ} إِلَى قَوْلِهِ: {يَقُولُونَ إِنْ أُوتِيتُمْ هَذَا
فَخُذُوهُ} يَقُولُونَ: ائْتُوا مُحَمَّدًا، فَإِنْ أَفْتَاكُمْ بِالتَّحْمِيمِ
وَالْجَلْدِ فَخُذُوهُ، وَإِنْ أَفْتَاكُمْ بِالرَّجْمِ فَاحْذَرُوا، إِلَى
قَوْلِهِ: {وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنزلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ
الْكَافِرُونَ} قَالَ: فِي الْيَهُودِ إِلَى قَوْلِهِ: {وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا
أَنزلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ} قَالَ: فِي الْيَهُودِ {وَمَنْ
لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنزلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ} قَالَ: فِي
الْكُفَّارِ كُلِّهَا.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, telah
menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Abdullah ibnu Murrah, dari Al-Barra
ibnu Azib yang telah menceritakan bahwa lewat di hadapan Nabi Saw. seorang
Yahudi yang dicorengi mukanya dan didera. Lalu Nabi Saw. memanggil mereka (yang
menggiringnya) dan bertanya, "Apakah memang demikian kalian jumpai dalam
kitab kalian hukum had bagi orang yang berzina?" Mereka menjawab, "Ya." Maka
Nabi Saw. memanggil seorang lelaki dari ulama mereka, lalu bersabda kepadanya:
Aku mau bertanya kepadamu demi Tuhan Yang telah menurunkan Taurat kepada
Musa. Apakah memang demikian kalian jumpai hukuman had zina di dalam kitab
kalian? Lelaki itu menjawab, "Tidak, demi Allah, sekiranya engkau tidak
bertanya kepadaku dengan menyebut sebutan itu, niscaya aku tidak akan
menjawabmu. Kami jumpai hukuman had zina di dalam kitab kami ialah hukum
rajam. Tetapi perbuatan zina telah membudaya di kalangan orang-orang terhormat
kami. Bila kami menangkap seseorang yang terhormat berbuat zina, kami
membiarkannya; dan jika kami menangkap seorang yang lemah berbuat zina, maka
kami tegakkan hukuman had terhadapnya. Akhirnya kami berkata kepada
sesama kami, 'Marilah kita membuat suatu kesepakatan hukum yang berlaku atas
orang yang terhormat dan orang yang lemah.' Maka pada akhirnya kami sepakat
untuk menggantinya dengan hukum mencoreng muka dan mendera pelakunya." Nabi Saw.
bersabda: Ya Allah, sesungguhnya aku adalah orang yang mula-mula
menghidupkan perintah-Mu di saat mereka mematikannya. Kemudian Nabi Saw.
memerintahkan agar pelaku zina itu dihukum rajam, maka hukuman rajam
dilaksanakan terhadap pezina itu. Dan Allah menurunkan firman-Nya: Hai Rasul,
janganlah kamu disedihkan oleh ulah orang-orang yang bersegera kepada kekafiran.
(Al-Maidah: 41) Sampai dengan firman-Nya: Mereka mengatakan, "Jika
diberikan ini (yang sudah diubah oleh mereka) kepadamu, maka terimalah.
(Al-Maidah: 41); Yakni mereka berkata (kepada sesamanya), "Datanglah kalian
kepada Muhammad. Jika dia memberikan fatwa tahmim dan dera, maka terimalah; dan
jika dia memberikan fatwa hukum rajam, maka hati-hatilah!" Hingga firman-Nya:
Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka
mereka itu adalah orang-orang yang kafir. (Al-Maidah: 44); Menurut Al-Barra,
ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang Yahudi sampai dengan
firman-Nya: Barang siapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan
Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim. (Al-Maidah: 45);
Menurutnya ayat di atas diturunkan berkenaan dengan orang-orang Yahudi,
sedangkan ayat berikut diturunkan berkenaan dengan semua orang kafir, yaitu
firman-Nya: Barang siapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan
Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik (Al-Maidah: 47)Imam Muslim mengetengahkan hadis ini secara munfarid (menyendiri) tanpa Imam Bukhari; dan Imam Abu Daud, Imam Nasai serta Imam Ibnu Majah telah meriwayatkannya melalui banyak jalur dari Al-A'masy dengan lafaz yang sama.
قَالَ
الْإِمَامُ أَبُو بَكْرٍ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الزُّبَيْرِ الحُمَيدي فِي
مُسْنَدِهِ: حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَة، عَنْ مُجالد بْنِ سَعِيدٍ
الهَمْدَاني، عَنِ الشَّعْبِيِّ، عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ: زَنَى
رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ فَدَك، فَكَتَبَ أَهْلُ فَدَكَ إِلَى نَاسٍ مِنَ الْيَهُودِ
بِالْمَدِينَةِ أَنْ سَلُوا مُحَمَّدًا عَنْ ذَلِكَ، فَإِنْ أَمَرَكُمْ بالجلد
فخذوه عنه، وإن أمركم
بِالرَّجْمِ
فَلَا تَأْخُذُوهُ عَنْهُ، تَسْأَلُوهُ عَنْ ذَلِكَ، قَالَ: "أَرْسِلُوا إِلَيَّ
أَعْلَمَ رَجُلَيْنِ فِيكُمْ". فَجَاءُوا بِرَجُلٍ أَعْوَرَ -يُقَالُ لَهُ: ابْنُ
صُورِيَا-وَآخَرَ، فَقَالَ لَهُمَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
"أَنْتُمَا أَعْلَمُ مَنْ قَبَلَكُمَا؟ ". فَقَالَا قَدْ دَعَانَا قَوْمُنَا
لِذَلِكَ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَهُمَا:
"أَلَيْسَ عِنْدَكُمَا التَّوْرَاةُ فِيهَا حُكْمُ اللَّهِ؟ " قَالَا بَلَى،
فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "فَأَنْشُدُكُمْ بِالَّذِي
فَلَق الْبَحْرَ لِبَنِي إِسْرَائِيلَ، وظَلّل عَلَيْكُمُ الغَمام، وَأَنْجَاكُمْ
مِنْ آلِ فِرْعَوْنَ، وَأَنْزَلَ الْمَنَّ والسَّلْوى عَلَى بَنِي إِسْرَائِيلَ:
مَا تَجِدُونَ فِي التَّوْرَاةِ فِي شَأْنِ الرَّجْمِ؟ " فَقَالَ أَحَدُهُمَا
لِلْآخَرِ: مَا نُشدْتُ بِمِثْلِهِ قَطُّ. قَالَا نَجْدُ تَرْدَادَ النَّظَرِ
زَنْيَةً وَالِاعْتِنَاقَ زَنْيَةً، وَالْقُبَلَ زَنْيَةً، فَإِذَا شَهِدَ
أَرْبَعَةٌ أَنَّهُمْ رَأَوْهُ يُبْدِئُ وَيُعِيدُ، كَمَا يَدْخُلُ الْمَيْلَ فِي
المُكْحُلة، فَقَدْ وَجَبَ الرَّجْمُ. فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: "هُوَ ذَاكَ". فَأَمَرَ بِهِ فَرُجمَ، فَنَزَلَتْ: {فَإِنْ جَاءُوكَ
فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ أَوْ أَعْرِضْ عَنْهُمْ وَإِنْ تُعْرِضْ عَنْهُمْ فَلَنْ
يَضُرُّوكَ شَيْئًا وَإِنْ حَكَمْتَ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِالْقِسْطِ إِنَّ
اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ}
Imam Abu Bakar Abdullah ibnuz Zubair Al-Humaidi di dalam kitab Musnad-nya
telah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sufyan ibnu Uyaynah, telah
menceritakan kepada kami Mujalid ibnu Sa'id Al-Hamdani, dari Asy-Sya'bi, dari
Jabir ibnu Abdullah yang telah mengatakan bahwa seorang lelaki dari kalangan
penduduk Fadak berbuat zina. Lalu penduduk Fadak menulis surat kepada orang
Yahudi di Madinah untuk meminta mereka agar menanyakan hukumnya kepada Muhammad.
Tetapi dengan pesan "jika dia (Nabi Saw.) memerintahkan untuk menghukum dera,
maka terimalah hukum itu; tetapi jika dia memerintahkan untuk menegakkan hukum
rajam, maka janganlah diterima". Kemudian mereka menanyakan hukum itu kepada
Nabi Saw, Nabi Saw. bersabda, "Kirimkanlah kepadaku dua orang lelaki yang
paling alim dari kalangan kalian." Lalu mereka mendatangkan seorang lelaki
bermata juling —yang dikenal dengan nama Ibnu Suria— dan seorang lelaki Yahudi
lainnya. Nabi Saw. berkata kepada mereka, "Kamu berdua adalah orang yang paling
alim di antara orang-orang di belakangmu." Keduanya menjawab, "Memang kaum kami
menjuluki kami demikian." Nabi Saw. bertanya, "Bukankah kamu memiliki kitab
Taurat yang di dalamnya terkandung hukum Allah?" Keduanya menjawab, "Memang
benar." Nabi Saw. bersabda: Aku mau bertanya kepada kalian, demi Tuhan Yang
telah membelah laut untuk Bani Israil, dan memberikan naungan awan kepada
kalian, dan menyelamatkan kalian dari cengkeraman Fir'aun dan bala tentaranya,
serta Dia telah menurunkan kepada Bani Israil manna dan salwa, apakah yang
kalian jumpai di dalam kitab Taurat mengenai hukum rajam? Salah seorang dari
mereka berdua berkata kepada yang lainnya, ''Engkau sama sekali belum pernah
diminta dengan sebutan seperti itu." Akhirnya keduanya mengatakan, "Kami
menjumpai bahwa memandang secara berulang-ulang merupakan perbuatan zina,
berpelukan merupakan perbuatan zina, dan mencium merupakan perbuatan zina. Maka
apabila ada empat orang mempersaksikan bahwa mereka telah melihat pelakunya
memulai dan mengulangi perbuatannya (yakni naik turun alias berzina),
sebagaimana seseorang memasukkan tusuk tutup botol celak ke dalam botol celak,
maka sesungguhnya hukum rajam merupakan suatu keharusan (atas dirinya)." Nabi
Saw. bersabda, "Itulah yang aku maksudkan." Lalu beliau memerintahkan
agar pelakunya dihukum rajam, maka hukuman rajam dilaksanakan terhadap pezina
itu. Dan turunlah firman-Nya: Jika mereka datang kepadamu (untuk meminta
putusan), maka putuskanlah (perkara itu) di antara mereka, atau
berpalinglah dari mereka; jika kamu berpaling dari mereka, maka mereka tidak
akan memberi mudarat kepadamu sedikit pun. Dan jika kamu memutuskan perkara
mereka, maka putuskanlah (perkara itu) di antara mereka dengan adil,
sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang adil. (Al-Maidah: 42)Imam Abu Daud dan Imam Ibnu Majah meriwayatkannya melalui hadis Mujalid dengan sanad yang sama dan lafaz yang semisal.
Menurut lafaz Imam Abu Daud, dari Jabir:
جَاءَتِ
الْيَهُودُ بِرَجُلٍ وَامْرَأَةٍ مِنْهُمْ زَنَيَا، فَقَالَ: "ائْتُونِي بِأَعْلَمِ
رَجُلَيْنِ مِنْكُمْ". فَأَتَوْا بِابْنَيْ صُورِيَا، فَنَشَدَهُمَا: "كَيْفَ
تَجِدَانِ أَمْرَ هَذَيْنِ فِي التَّوْرَاةِ؟ " قَالَا نَجِدُ فِي التَّوْرَاةِ
إِذَا شَهِدَ أَرْبَعَةٌ أَنَّهُمْ رَأَوْا ذَكَرَهُ فِي فَرْجِهَا مِثْلَ الْمِيلِ
فِي المُكْحُلة رُجِمَا، قَالَ: "فَمَا يَمْنَعُكُمْ أَنْ تَرْجُمُوهُمَا؟ " قَالَا
ذَهَبَ سُلْطَانُنَا، فَكَرِهْنَا الْقَتْلَ. فَدَعَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالشُّهُودِ، فَجَاءُوا أَرْبَعَةً، فَشَهِدُوا
أَنَّهُمْ رَأَوْا ذَكَرَهُ فِي فَرْجِهَا مِثْلَ الْمِيلِ فِي الْمُكْحُلَةِ،
فَأَمَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
بِرَجْمِهِمَا.
disebutkan bahwa orang Yahudi datang dengan membawa seorang lelaki dan
seorang wanita dari kalangan mereka yang telah berbuat zina. Maka Nabi Saw.
bersabda, "Datangkanlah oleh kalian kepadaku dua orang lelaki yang paling
alim dari kalian." Maka mereka mendatangkan dua orang anak Suria, lalu Nabi
Saw. bertanya kepada keduanya, "Bagaimanakah kalian jumpai perkara kedua
orang ini dalam kitab Taurat?" Mereka menjawab, "Kami menjumpai apabila ada
empat orang menyaksikan bahwa mereka benar-benar melihat zakarnya dimasukkan ke
dalam farjinya seperti memasukkan batang celakan ke dalam botol celakan, maka
keduanya harus dirajam." Nabi Saw. bertanya, "Mengapa kalian tidak mau
merajam keduanya?" Mereka berdua menjawab, "Kekuasaan kami telah lenyap, dan
kami tidak suka pembunuhan." Maka Rasulullah Saw. memanggil empat orang saksi.
Keempat saksi itu datang, lalu menyatakan persaksiannya bahwa mereka benar-benar
melihat zakarnya dimasukkan seperti memasukkan batang celakan ke dalam botol
celakan. Lalu Rasulullah Saw. memerintahkan agar kedua pezina dijatuhi hukuman
rajam.Kemudian Imam Abu Daud meriwayatkannya dari Asy-Sya'bi dan Ibrahim An-Nakha'i secara mursal, tetapi di dalamnya tidak disebutkan bahwa Nabi Saw. memanggil empat orang saksi lalu mereka menyatakan persaksiannya.
Hadis-hadis di atas menunjukkan bahwa Rasulullah Saw. memutuskan hukum sesuai dengan apa yang terkandung di dalam kitab Taurat. Tetapi hal ini bukan termasuk ke dalam bab menghormati mereka melalui apa yang diyakini benar oleh mereka, mengingat mereka telah diperintahkan untuk mengikuti syariat Nabi Muhammad tanpa dapat ditawar-tawar lagi. melainkan hal ini merupakan wahyu yang khusus dari Allah Swt menyangkut hal tersebut, lalu beliau Saw. menanyakannya kepada mereka. Tujuannya ialah untuk memaksa mereka agar mengakui apa yang ada di tangan mereka secara sebenarnya, yang selama ini mereka sembunyikan dan mereka ingkari serta tidak mereka jalankan dalam kurun waktu yang sangat lama.
Setelah mereka mengakuinya, padahal mereka menyadari bahwa penyelewengan, keingkaran, dan kedustaan mereka terhadap apa yang mereka yakini benar dari kitab yang ada di tangan mereka, lalu mereka memilih untuk meminta keputusan dari Rasulullah Saw. hanyalah semata-mata timbul dari hawa nafsu dan perasaan senang atas keputusan yang sesuai dengan pendapat mereka, tetapi bukan karena meyakini kebenaran dari apa yang diputuskan oleh Nabi Saw. Karena itulah Allah Swt. menyebutkan di dalam firman-Nya:
إِنْ أُوتِيتُمْ
هَذَا
Jika kamu diberi ini. (Al-Maidah: 41) Yaitu hukum mencoreng muka dan hukuman dera.
{فَخُذُوهُ}
maka ambillah. (Al-Maidah: 41) Yakni terimalah keputusan itu.
{وَإِنْ
لَمْ تُؤْتَوْهُ فَاحْذَرُوا}
Dan jika kamu diberi yang bukan ini, maka hati-hatilah. (Al-Maidah:
41)Yakni janganlah kamu menerima dan mengikutinya.
****
Firman Allah Swt.;
{وَمَنْ
يُرِدِ اللَّهُ فِتْنَتَهُ فَلَنْ تَمْلِكَ لَهُ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا أُولَئِكَ
الَّذِينَ لَمْ يُرِدِ اللَّهُ أَنْ يُطَهِّرَ قُلُوبَهُمْ لَهُمْ فِي الدُّنْيَا
خِزْيٌ وَلَهُمْ فِي الآخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ سَمَّاعُونَ
لِلْكَذِبِ}
Barang siapa yang Allah menghendaki kesesatannya, maka sekali-kali kamu
tidak akan mampu menolak sesuatu pun (yang datang) dari Allah. Mereka itu
adalah orang-orang yang Allah tidak hendak menyucikan hati mereka. Mereka
beroleh kehinaan di dunia dan di akhirat, mereka beroleh siksaan yang besar.
Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong. (Al-Maidah:
41-42)Yaitu kebatilan.
{أَكَّالُونَ
لِلسُّحْتِ}
banyak memakan yang haram. (Al-Maidah: 42)Yakni suka memakan hal yang haram, yaitu suap, seperti apa yang dikatakan oleh Ibnu Mas'ud dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang dalam takwil ayat ini. Dengan kata lain, orang yang bersifat demikian mana mungkin hatinya dibersihkan oleh Allah, dan mana mungkin diperkenankan baginya.
Kemudian Allah Swt. berfirman kepada Nabi-Nya:
{فَإِنْ
جَاءُوكَ}
Jika mereka datang kepadamu. (Al-Maidah: 42) Yaitu mereka datang kepadamu untuk meminta putusan hukum.
{فَاحْكُمْ
بَيْنَهُمْ أَوْ أَعْرِضْ عَنْهُمْ وَإِنْ تُعْرِضْ عَنْهُمْ فَلَنْ يَضُرُّوكَ
شَيْئًا}
maka putuskanlah (perkara itu) di antara mereka atau berpalinglah
dari mereka; jika kamu berpaling dari mereka, maka mereka tidak akan memberi
mudarat kepadamu sedikit pun. (Al-Maidah: 42)Yakni jangan menjadi beban bagimu jika kamu tidak mau memutuskan perkara di antara sesama mereka, karena sesungguhnya mereka bertujuan dalam permintaan keputusan mereka kepadamu hanya semata-mata untuk mencapai kesesuaian pendapat dengan hawa nafsu mereka, dan bukan karena ingin mencari hakikat kebenaran.
Ibnu Abbas, Mujahid, Ikrimah, Al-Hasan, Qatadah, As-Saddi, Zaid ibnu Aslam, Ata Al-Khurrasani, dan Al-Hasan serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang mengatakan bahwa ayat di atas di-mansukh oleh firman-Nya:
{وَأَنِ
احْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنزلَ اللَّهُ}
dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang
diturunkan Allah. (Al-Maidah: 49)
*****
Firman Allah Swt.:
{وَإِنْ
حَكَمْتَ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِالْقِسْطِ}
Dan jika kamu memutuskan perkara mereka, maka putuskanlah (perkara
itu) di antara mereka dengan adil. (Al-Maidah: 42)Yakni dengan hak dan adil, sekalipun mereka adalah orang-orang yang zalim lagi keluar dari jalur keadilan.
{إِنَّ
اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ}
sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang adil. (Al-Maidah: 42)Kemudian Allah Swt. mengingkari pendapat-pendapat mereka yang rusak dan tujuan mereka yang menyimpang karena mereka meninggalkan apa yang mereka yakini kebenarannya dari kitab yang ada di tangan mereka sendiri. Padahal menurut keyakinan mereka dianjurkan berpegang teguh kepada kitab mereka sendiri untuk selama-lamanya. Tetapi ternyata mereka menyimpang dari hukum kitabnya dan menyeleweng kepada lainnya yang sejak semula menurut keyakinan mereka dianggap batil dan bukan merupakan pegangan mereka.
Allah Swt. berfirman:
{وَكَيْفَ
يُحَكِّمُونَكَ وَعِنْدَهُمُ التَّوْرَاةُ فِيهَا حُكْمُ اللَّهِ ثُمَّ
يَتَوَلَّوْنَ مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ وَمَا أُولَئِكَ
بِالْمُؤْمِنِينَ}
Dan bagaimana mereka mengangkatmu menjadi hakim mereka, padahal mereka
mempunyai Taurat yang di dalamnya (ada) hukum Allah, kemudian mereka
berpaling sesudah itu (dari putusan-mu)? Dan mereka sungguh-sungguh bukan
orang yang beriman. (Al-Maidah: 43)Kemudian Allah memuji kitab Taurat yang Dia turunkan kepada hambaNya yang juga rasul-Nya, yaitu Musa ibnu Imran. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{إِنَّا
أَنزلْنَا التَّوْرَاةَ فِيهَا هُدًى وَنُورٌ يَحْكُمُ بِهَا النَّبِيُّونَ
الَّذِينَ أَسْلَمُوا لِلَّذِينَ هَادُوا}
Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab Taurat di dalamnya (ada)
petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan kitab itu diputuskan
perkara orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi yang menyerahkan diri kepada Allah.
(Al-Maidah: 44)Yakni para nabi itu tidak akan keluar dari jalur hukumnya dan tidak akan menggantinya serta tidak akan mengubah-ubahnya.
{وَالرَّبَّانِيُّونَ
وَالأحْبَارُ}
oleh orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka. (Al-Maidah:
44)Yaitu demikian pula orang-orang alim dari kalangan ahli ibadah mereka dan para ulamanya.
{بِمَا
اسْتُحْفِظُوا مِنْ كِتَابِ اللَّهِ}
disebabkan mereka diperintahkan memelihara kitab-kitab Allah.
(Al-Maidah: 44)Yakni melalui apa yang diamanatkan kepada mereka dari Kitabullah yang diperintahkan agar mereka mengajarkannya dan mengamalkannya.
{وَكَانُوا
عَلَيْهِ شُهَدَاءَ فَلا تَخْشَوُا النَّاسَ وَاخْشَوْنِ}
dan mereka menjadi saksi terhadapnya. Karena itu, janganlah kalian takut
kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. (Al-Maidah: 44)Yaitu janganlah kalian takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku saja.
{وَلا
تَشْتَرُوا بِآيَاتِي ثَمَنًا قَلِيلا وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنزلَ اللَّهُ
فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ}
Dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit. Barang
siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu
adalah orang-orang yang kafir. (Al-Maidah: 44)Sehubungan dengan makna ayat ini ada dua pendapat yang akan diterangkan kemudian.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnul Abbas, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Abuz Zanad, dari ayahnya, dari Abdullah ibnu Abdullah ibnu Abbas yang telah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir. (Al-Maidah: 44); maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim. (Al-Maidah: 45); maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik. (Al-Maidah: 47); Ibnu Abbas pernah mengatakan bahwa ayat-ayat ini diturunkan oleh Allah berkenaan dengan dua golongan dari kalangan orang-orang Yahudi. Salah satu dari mereka berhasil mengalahkan yang lain di masa Jahiliah, tetapi pada akhirnya mereka sepakat dan berdamai dengan syarat "setiap orang rendah yang terbunuh oleh orang yang terhormat, maka diatnya adalah lima puluh wasaq; sedangkan setiap orang terhormat yang terbunuh oleh orang yang rendah, maka diatnya adalah seratus wasaq (kurma)". Ketentuan tersebut berlaku di kalangan mereka hingga Nabi Saw. tiba di Madinah. Kemudian terjadilah suatu peristiwa ada seorang yang rendah dari kalangan mereka membunuh seorang yang terhormat. Maka pihak keluarga orang yang terhormat mengirimkan utusannya kepada orang yang rendah untuk menuntut diatnya sebanyak seratus wasaq. Pihak orang yang rendah berkata, "Apakah pantas terjadi pada dua kabilah yang satu agama, satu keturunan, dan satu negeri bila diat sebagian dari mereka dua kali lipat diat sebagian yang lain? Dan sesungguhnya kami mau memberi kalian karena kezaliman kalian terhadap kami dan peraturan diskriminasi yang kalian buat. Tetapi sekarang setelah Muhammad tiba di antara kita, maka kami tidak akan memberikan itu lagi kepada kalian." Hampir saja terjadi peperangan di antara kedua golongan itu. Kemudian mereka setuju untuk menjadikan Rasulullah Saw. sebagai hakim yang melerai persengketaan di antara mereka. Lalu golongan yang terhormat berbincang-bincang (di antara sesamanya), "Demi Allah, Muhammad tidak akan memberi kalian dari mereka (golongan yang rendah) dua kali lipat dari apa yang biasa mereka berikan kepada kalian. Sesungguhnya mereka (golongan yang rendah) benar, bahwa mereka tidak memberi kita melainkan karena kezaliman dan kesewenang-wenangan kita sendiri terhadap mereka. Maka mata-matailah Muhammad melalui seseorang yang akan memberitakan kepada kalian akan pendapatnya. Jika dia memberi kalian seperti apa yang kalian kehendaki, maka terimalah keputusan hukumnya. Jika dia tidak memberi kalian, maka waspadalah kalian, dan janganlah kalian ambil keputusannya." Maka mereka menyusupkan sejumlah orang dari kalangan orang-orang munafik kepada Rasulullah Saw. untuk mencari berita tentang pendapat Rasulullah Saw. ketika mereka datang kepada Rasulullah Saw., maka Allah memberitahukan kepada Rasul-Nya tentang urusan mereka dan apa yang dikehendaki oleh mereka. Lalu Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Hai Rasul, janganlah kamu sedih karena orang-orang yang bersegera (memperlihatkan) kekafirannya. (Al-Maidah: 41) sampai dengan firman-Nya: maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.(Al-Maidah: 44); Berkenaan dengan merekalah Allah menurunkan wahyu ini, dan merekalah yang dimaksudkan oleh-Nya.
Imam Abu Daud meriwayatkannya melalui hadis Abuz Zanad, dari ayahnya, dengan lafaz yang semisal.
Abu Ja'far ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hannad ibnus Sirri dan Abu Kuraib; keduanya mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Bukair, dari Muhammad ibnu Ishaq; telah menceritakan kepadaku Daud ibnul Husain, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, bahwa ayat yang ada di dalam surat Al-Maidah dimulai dari firman-Nya: maka putuskanlah (perkara itu) di antara mereka, atau berpalinglah dari mereka. (Al-Maidah: 42) sampai dengan firman-Nya: orang-orang yang adil. (Al-Maidah: 42); Sesungguhnya ayat tersebut diturunkan berkenaan dengan diat yang berlaku di kalangan Bani Nadir dan Bani Quraizah. Karena orang-orang yang terbunuh dari kalangan Bani Nadir merupakan orang-orang terhormat, maka diat diberikan kepada mereka dengan penuh. Dan orang-orang Bani Quraizah (bila ada yang terbunuh), maka diat diberikan separonya kepada mereka Kemudian mereka meminta keputusan hukum kepada Rasulullah Saw. mengenai hal tersebut, lalu Allah menurunkan firman-Nya mengenai hal itu berkenaan dengan mereka. Kemudian Rasulullah Saw. membawa mereka kepada keputusan yang adil dalam masalah itu, dan beliau menjadikan diat dalam masalah tersebut sama (antara orang yang terhormat dan rakyat jelata).
Imam Ahmad, Imam Abu Daud, dan Imam Nasai meriwayatkannya melalui hadis Ibnu Ishaq dengan lafaz yang semisal.
Kemudian Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Ubaidillah ibnu Musa, dari Ali ibnu Saleh, dari Sammak, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang telah mengatakan bahwa dahulu terjadi permusuhan antara Bani Quraizah dan Bani Nadir; Bani Nadir lebih terhormat daripada Bani Quraizah. Tersebutlah bahwa apabila seorang Qurazi membunuh seorang Nadir, maka ia dikenakan hukum mati. Tetapi apabila orang Nadir membunuh orang Quraizah, maka sanksinya adalah membayar diat sebanyak seratus wasaq kurma. Ketika Rasulullah Saw. telah diutus, terjadilah suatu peristiwa seorang dari Bani Nadir membunuh seseorang dari Quraizah. Orang-orang Quraizah berkata, "Kalian harus membayar diat kepadanya." Orang-orang Nadir pun berkata, "Yang memutuskan antara kami dan kalian adalah Rasulullah." Maka turunlah firman-Nya: Dan jika kamu memutuskan perkara mereka, maka putuskanlah (perkara itu) di antara mereka dengan adil. (Al-Maidah: 42)
Imam Abu Daud, Imam Nasai, Imam Ibnu Hibban, dan Imam Hakim di dalam kitab Al-Mustadrak meriwayatkannya melalui hadis Ubaidillah ibnu Musa dengan lafaz yang semisal. Hal yang sama telah dikatakan oleh Qatadah, Muqatil ibnu Hayyan, Ibnu Zaid, dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang.
Al-Aufi dan Ali ibnu Abu Talhah Al-Walibi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa ayat-ayat ini diturunkan berkenaan dengan dua orang Yahudi yang berbuat zina, seperti yang telah diterangkan dalam hadis-hadis sebelumnya. Dapat pula dikatakan bahwa kedua penyebab inilah yang melatarbelakangi turunnya ayat dalam waktu yang sama, lalu ayat-ayat ini diturunkan berkenaan dengan semuanya. Karena itulah sesudahnya disebutkan oleh firman-Nya:
{وَكَتَبْنَا
عَلَيْهِمْ فِيهَا أَنَّ النَّفْسَ بِالنَّفْسِ وَالْعَيْنَ
بِالْعَيْنِ}
Dan kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (Taurat) bahwa
jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata. (Al-Maidah: 45), hingga
akhir ayatAyat ini memperkuat pendapat yang mengatakan bahwa penyebab turunnya ayat-ayat ini berkenaan dengan masalah hukum qisas.
*****
Firman Allah Swt.:
{وَمَنْ
لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنزلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ
الْكَافِرُونَ}
Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka
mereka itu adalah orang-orang yang kafir. (Al-Maidah: 44)Al-Barra ibnu Azib, Huzaifah ibnul Yaman, Ibnu Abbas Abu Mijlaz, Abu Raja Al-Utaridi, Ikrimah, Ubaidillah Ibnu Abdullah, Al-Hasan Al-Basri, dan lain-lainnya mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Ahli Kitab. Al-Hasan Al-Basri menambahkan, ayat ini hukumnya wajib bagi kita (kaum muslim).
Abdur Razzaq telah meriwayatkan dari Sufyan As-Sauri, dari Mansur, dari Ibrahim yang telah mengatakan bahwa ayat-ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang Bani Israil, sekaligus merupakan ungkapan rida dari Allah kepada umat yang telah menjalankan ayat ini; menurut riwayat Ibnu Jarir.
Ibnu Jarir mengatakan pula bahwa telah menceritakan kepada kami Ya'qub, telah menceritakan kepada kami Hasyim, telah menceritakan kepada kami Abdul Malik ibnu Abu Sulaiman, dari Salamah ibnu Kahil, dari Alqamari dan Masruq, bahwa keduanya pernah bertanya kepada sahabat Ibnu Mas'ud tentang masalah suap (risywah). Ibnu Mas'ud mengatakan bahwa risywah termasuk perbuatan yang diharamkan. Salamah ibnu Kahil mengatakan, "Alqamah dan Masruq bertanya, 'Bagaimanakah dalam masalah hukum?'." Ibnu Mas'ud menjawab, "Itu merupakan suatu kekufuran." Kemudian sahabat Ibnu Mas'ud membacakan firman-Nya: Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir. (Al-Maidah: 44)
As-Saddi mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir. (Al-Maidah: 44); Bahwa barang siapa yang memutuskan hukum bukan dengan apa yang telah diturunkan oleh Allah, dan ia meninggalkannya dengan sengaja atau melampaui batas, sedangkan dia mengetahui, maka dia termasuk orang-orang kafir.
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir. (Al-Maidah: 44); Bahwa barang siapa yang ingkar terhadap apa yang diturunkan oleh Allah, sesungguhnya dia telah kafir; dan barang siapa yang mengakuinya, tetapi tidak mau memutuskan hukum dengannya, maka dia adalah orang yang aniaya lagi fasik. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir. Kemudian Ibnu Jarir memilih pendapat yang mengatakan bahwa makna yang dimaksud oleh ayat tersebut adalah Ahli Kitab atau orang yang mengingkari hukum Allah yang diturunkan melalui Kitab-Nya.
Abdur Razzaq telah meriwayatkan dari As-Sauri, dari Zakaria, dari Asy-Sya'bi sehubungan dengan makna firman-Nya: Barang siapa yang tidak memutuskan (hukum) menurut apa yang diturunkan Allah (Al-Maidah: 44); Menurutnya makna ayat ini ditujukan kepada orang-orang muslim.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnul Musanna, telah menceritakan kepada kami Abdus Samad, telah menmenceritakan kepada kami Syu'bah,dari Ibnu Abus Safar dari Asy-Sya'bi sehubungan dengan firman-Nya: Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir. (Al-Maidah: 44); Menurutnya ayat ini berkenaan dengan orang-orang muslim. Dan firman-Nya yang mengatakan: Barang siapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim (Al-Maidah: 45) berkenaan dengan orang-orang Yahudi. Sedangkan firman-Nya yang mengatakan: Barang siapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, mana mereka itu adalah orang-orang yang fasik (Al-Maidah: 47) Ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang Nasrani.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Hasyim dan As-Sauri, dari Zakaria ibnu Abu Zaidah, dari Asy-Sya'bi.
Abdur Razzaq mengatakan juga, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Ibnu Tawus, dari ayahnya yang menyatakan bahwa Ibnu Abbas pernah ditanya mengenai firman-Nya: Barang siapa yang tidak memutuskan. (Al-Maidah: 44), hingga akhir ayat. Ibnu Abbas menjawab, orang tersebut menyandang sifat kafir.
IbnuTawus mengatakan, yang dimaksud dengan kafir dalam ayat ini bukan seperti orang yang kafir kepada Allah, para malaikat, kitab-kitab dan rasul-rasul-Nya.
As-Sauri telah meriwayatkan dari Ibnu Juraij, dari Ata yang telah mengatakan bahwa makna yang dimaksud dengan kafir ialah masih di bawah kekafiran (bukan kafir sungguhan), dan zalim ialah masih di bawah kezaliman, serta fasik ialah masih di bawah kefasikan. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir.
Waki' telah meriwayatkan dari Sa'id Al-Makki, dari Tawus sehubungan dengan makna firman-Nya: Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir. (Al-Maidah: 44); Yang dimaksud dengan "kafir" dalam ayat ini bukan kafir yang mengeluarkan orang yang bersangkutan dari Islam.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah ibnu Yazid Al-Muqri, telah menceritakan kepada kami Sufyan ibnu Uyaynah, dari Hisyam ibnu Hujair, dari Tawus, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: Barang siapa yang tidak memutuskan menurutapa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir. (Al-Maidah: 44); Makna yang dimaksud ialah bukan kufur seperti apa yang biasa kalian pahami (melainkan kufur kepada nikmat Allah).
Imam Hakim meriwayatkan di dalam kitab Mustadrak melalui hadis Sufyan ibnu Uyaynah, dan Imam Hakim mengatakan bahwa asar ini sahih dengan syarat Syaikhain, tetapi keduanya tidak mengetengahnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar