Translate

Senin, 03 Oktober 2016

Al-A'raf, ayat 46-62

{وَبَيْنَهُمَا حِجَابٌ وَعَلَى الأعْرَافِ رِجَالٌ يَعْرِفُونَ كُلا بِسِيمَاهُمْ وَنَادَوْا أَصْحَابَ الْجَنَّةِ أَنْ سَلامٌ عَلَيْكُمْ لَمْ يَدْخُلُوهَا وَهُمْ يَطْمَعُونَ (46) وَإِذَا صُرِفَتْ أَبْصَارُهُمْ تِلْقَاءَ أَصْحَابِ النَّارِ قَالُوا رَبَّنَا لَا تَجْعَلْنَا مَعَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ (47) }
Dan di antara keduanya (penghuni surga dan neraka) ada batas; dan diatas A'raf itu ada orang-orang yang mengenal masing-masing dari dua golongan itu dengan tanda-tanda mereka. Dan mereka menyeru penduduk surga, "salamun alaikum." Mereka belum lagi memasukinya, sedangkan mereka ingin segera (memasukinya). Dan apabila pandangan mereka dialihkan ke arah penghuni neraka, mereka berkata, "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau tempatkan kami bersama-sama orang-orang yang zalim itu."
Setelah Allah menyebutkan dialog (pembicaraan) ahli surga dengan ahli neraka, lalu Allah mengingatkan bahwa di antara surga dan neraka terdapat batas, yaitu tembok tinggi yang menghalang-halangi ahli neraka untuk sampai ke surga.
Menurut Ibnu Jarir, yang dimaksud dengan hijab dalam ayat ini ialah tembok tinggi yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya:
{فَضُرِبَ بَيْنَهُمْ بِسُورٍ لَهُ بَابٌ بَاطِنُهُ فِيهِ الرَّحْمَةُ وَظَاهِرُهُ مِنْ قِبَلِهِ الْعَذَابُ}
Lalu diadakan di antara mereka dinding yang mempunyai pintu. Di sebelah dalamnya ada rahmat, dan di sebelah luarnya dari situ ada siksa. (Al-Hadid: 13)
Inilah A'raf yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya:
{وَعَلَى الأعْرَافِ رِجَالٌ}
dan di atas A'raf itu ada orang-orang. (Al-A'raf: 46)
Kemudian Ibnu Jarir meriwayatkan berikut sanadnya dari As-Saddi, bahwa ia pernah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan di antara keduanya (penghuni surga dan neraka) ada batas. (Al-A'raf: 46) Yang dimaksud dengan hijab ialah tembok tinggi, yang juga disebut A'raf.
Mujahid mengatakan bahwa A'raf ialah batas yang menghalang-halangi antara surga dan neraka, yaitu berupa tembok tinggi yang mempunyai sebuah pintu.
Ibnu Jarir mengatakan bahwa الْأَعْرَافُ adalah bentuk jamak dari' عُرْف yang artinya setiap tanah yang tinggi, menurut orang Arab disebut demikian. Sesungguhnya jengger ayam jago dinamakan عُرْفًا karena ia berada di tempat yang paling tinggi.
Telah menceritakan kepada kami Sufyan ibnu Waki', telah mence­ritakan kepada kami Ibnu Uyaynah, dari Abdullah ibnu Abu Yazid yang telah mendengar Ibnu Abbas mengatakan bahwa A'raf ialah sesuatu yang tinggi.
As-Sauri meriwayatkan dari Jabir, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa A'raf ialah sebuah tembok yang paling tinggi, sama seperti jenggernya ayam jago.
Menurut riwayat lain dari Ibnu Abbas, A'raf adalah bentuk jamak, artinya sebuah tebing yang tinggi terletak di antara surga dan neraka. Di tempat itu disekap sejumlah manusia dari kalangan orang-orang yang berdosa.
Menurut riwayat yang lainnya lagi dari Ibnu Abbas, A'raf ialah sebuah tembok yang tinggi antara surga dan neraka. Hal yang sama dikatakan oleh Ad-Dahhak dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang dari kalangan ulama tafsir.
As-Saddi mengatakan, dinamakan A'raf karena para penduduknya mengenal semua orang.
Ungkapan ulama tafsir berbeda-beda sehubungan dengan penduduk A'raf ini, siapakah mereka itu sebenarnya? Tetapi semua pendapat saling berdekatan pengertiannya yang bermuara kepada suatu pendapat, yaitu mereka adalah kaum-kaum yang amal kebaikan dan amal keburukannya sama. Demikianlah menurut apa yang telah dinaskan oleh Huzaifah, Ibnu Abbas dan Ibnu Mas'ud serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang dari kalangan ulama Salaf dan ulama Khalaf.
Telah disebutkan di dalam sebuah hadis marfu' yang diriwayatkan oleh Al-Hafiz Abu Bakar ibnu Murdawaih:
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ إِسْمَاعِيلَ، حَدَّثَنَا عُبَيْدُ بْنُ الْحُسَيْنِ، حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ دَاوُدَ، حَدَّثَنَا النُّعْمَانُ بْنُ عَبْدِ السَّلَامِ، حَدَّثَنَا شَيْخٌ لَنَا يُقَالُ لَهُ: أَبُو عَبَّادٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ عَقِيلٍ، عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ: سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَمَّنِ اسْتَوَتْ حَسَنَاتُهُ وَسَيِّئَاتُهُ، فَقَالَ: "أُولَئِكَ أَصْحَابُ الْأَعْرَافِ، لَمْ يَدْخُلُوهَا وَهُمْ يَطْمَعُونَ".
telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Ismail, telah menceritakan kepada kami Ubaid ibnul Hasan, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Daud, telah menceritakan kepada kami An-Nu'man ibnu Abdus Salam, telah menceritakan kepada kami seorang guru kami yang dikenal dengan sebutan Abu Abbad, dari Abdullah ibnu Muhammad ibnu Uqail, dari Jabir ibnu Abdullah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah ditanya mengenai orang yang amal kebaikan dan amal keburukannya sama. Maka Rasulullah Saw. menjawab melalui sabdanya: Mereka adalah penghuni A'rafi mereka tidak dapat memasuki surga, padahal mereka sangat menginginkannya.
Bila ditinjau dari segi ini, hadis ini berpredikat garib.
Tetapi telah diriwayatkan melalui jalur lain:
عَنْ سَعِيدِ بْنِ سَلَمَةَ عَنْ أَبِي الْحُسَامِ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ الْمُنْكَدِرِ عَنْ رَجُلٍ مِنْ مُزَيْنَةَ قَالَ: سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ أَصْحَابِ الْأَعْرَافِ، فَقَالَ: "إِنَّهُمْ قَوْمٌ خَرَجُوا عُصَاةً بِغَيْرِ إِذَنْ آبَائِهِمْ، فَقُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ"
dari Sa'id ibnu Salamah, dari Abul Hisam, dari Muhammad ibnul Munkadir, dari seorang lelaki dari kalangan Bani Muzayyanah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah ditanya mengenai orang yang sama amal kebaikan dan amal keburukannya, juga mengenai para penghuni A'raf. Maka Rasulullah Saw. menjawab melalui sabdanya: Sesungguhnya mereka adalah suatu kaum yang berangkat (berperang di jalan Allah) dalam keadaan durhaka karena tanpa seizin orang tua-orang tua mereka, lalu mereka gugur di jalan Allah.
قَالَ سَعِيدُ بْنُ مَنْصُورٍ: حَدَّثَنَا أَبُو مَعْشَر، حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ شِبْل، عَنْ يَحْيَى بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْمُزَنِيِّ عَنْ أَبِيهِ قَالَ: سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ "أَصْحَابِ الْأَعْرَافِ" فَقَالَ: "هُمْ نَاسٌ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِمَعْصِيَةِ آبَائِهِمْ، فَمَنَعَهُمْ مِنْ دُخُولِ الْجَنَّةِ مَعْصِيَةُ آبَائِهِمْ وَمَنَعَهُمُ النَّارَ قَتْلُهُمْ في سبيل الله".
Sa'id ibnu Mansur mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Ma'syar, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Syibl, dari Yahya ibnu Abdur Rahman Al-Muzani, dari ayahnya yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah ditanya mengenai para penghuni A'raf. Maka Rasulullah Saw. bersabda: Mereka adalah orang-orang yang gugur di jalan Allah dalam keadaan durhaka terhadap orang tua-orang tua mereka. Maka mereka tidak dapat masuk surga karena telah durhaka terhadap orang tua-orang tua mereka, dan mereka tidak dapat masuk neraka karena mereka telah gugur dalam membela jalan Allah.
Ibnu Murdawaih, Ibnu Jarir, dan Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya melalui berbagai jalur dari Abu Ma'syar dengan lafaz yang sama.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Ibnu Majah secara marfu' melalui hadis Abu Sa'id Al-Khudri dan Ibnu Abbas. Hanya Allah yang lebih mengetahui kesahihan hadis-hadis marfu ini. Tetapi yang lebih jelas semuanya itu berpredikat mauquf di dalamnya terkandung dalil mengenai apa yang telah kami sebutkan di atas.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ya'qub, telah menceritakan kepada kami Hasyim, telah menceritakan kepada kami Husain, dari Asy-Sya'bi, dari Huzaifah, bahwa ia pernah ditanya mengenai penghuni A'raf. Maka ia menjawab bahwa mereka adalah kaum-kaum yang sama kebaikan dan keburukannya, sehingga amal keburukannya mencegahnya untuk masuk surga, sedangkan amal kebaikannya menahannya hingga tidak masuk neraka. Huzaifah me­lanjutkan kisahnya, bahwa karena itulah mereka diberhentikan di atas tembok yang tinggi itu untuk menunggu apa yang diputuskan oleh Allah kepada mereka.
Ibnu Jarir meriwayatkannya pula melalui jalur lain dengan keterangan yang lebih rinci daripada ini. Untuk itu ia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Humaid, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Wadih, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Abu Ishaq yang mengatakan bahwa Asy-Sya'bi pernah menceritakan, "Abdul Humaid ibnu Abdur Rahman mengirimkan utusannya kepadaku, sedangkan saat itu di sisinya terdapat Abuz Zanad (yakni Abdullah ibnu Zakwan, maula orang-orang Quraisy). Tiba-tiba keduanya mem­bicarakan suatu pembicaraan mengenai penghuni A'raf tidak seperti apa yang disebutkan. Maka saya berkata kepada keduanya, 'Jika kamu berdua suka, maka saya akan menceritakan kepada kalian mengenai apa yang pernah diceritakan oleh Huzaifah.' Keduanya menjawab, 'Ceritakanlah.' Saya mengatakan bahwa sesungguhnya Huzaifah pernah menceritakan tentang penghuni A'raf; Huzaifah mengatakan, 'Mereka adalah suatu kaum yang diselamatkan oleh amal kebaikannya dari neraka, tetapi dihalang-halangi masuk surga oleh amal keburukannya.' Dan apabila pandangan mereka dialihkan ke arah penghuni neraka, mereka berkata 'Ya Tuhan kami, janganlah Engkau tempatkan kami bersama-sama orang-orang yang zalim itu ' (Al-A'raf: 47) Ketika mereka dalam keadaan demikian, tiba-tiba Tuhanmu menjenguk mereka dan berfirman kepada mereka, 'Pergilah kalian dan masuklah kalian ke dalam surga, karena sesungguhnya Aku telah memberikan ampunan kepada kalian'."
Abdullah ibnul Mubarak meriwayatkan dari Abu Bakar Al-Huzali yang mengatakan bahwa Sa'id ibnu Jubair pernah menceritakan hal tersebut dari Ibnu Mas'ud. Ibnu Mas'ud mengatakan, "Kelak di hari kiamat manusia dihisab, maka barang siapa yang amal kebaikannya lebih banyak satu tingkatan daripada amal keburukannya, maka ia masuk surga. Barang siapa yang amal keburukannya lebih banyak satu tingkat daripada amal kebaikannya, maka ia masuk neraka." Kemudian Ibnu Mas'ud membacakan firman-Nya: Barang siapa yang berat timbangan (kebaikannya. (Al-Mu’minun: 102), hingga akhir ayat berikutnya. Kemudian Ibnu Mas'ud mengatakan bahwa timbangan amal dapat menjadi berat dan ringan hanya dengan sebiji buah sawi. Ibnu Mas'ud mengatakan pula, "Barang siapa yang amal kebaikannya sama dengan amal keburukannya, maka dia termasuk penghuni A'raf." Para penghuni A'raf diberhentikan di atas sirat, karena itu mereka mengetahui ahli surga dan ahli neraka. Apabila mereka melihat kepada ahli surga, maka mereka mengatakan, "Salamun 'alaikum" Apabila mereka menolehkan pandangan mereka ke arah kiri mereka, maka mereka melihat ahli neraka, lalu mereka mengatakan: Ya Tuhan kami, janganlah Engkau tempatkan kami bersama-sama orang-orang yang zalim. (Al-A'raf: 47) Mereka meminta perlindungan kepada Allah agar jangan ditempatkan bersama ahli neraka. Ibnu Mas'ud mengatakan, "Adapun orang-orang yang mempunyai amal kebaikan, mereka diberi nur yang dengannya mereka dapat berjalan; nur itu menyinari bagian depan dan sebelah kanan mereka. Pada hari itu setiap hamba diberi nur, demikian pula setiap umat. Tetapi apabila mereka sampai di sirat, maka Allah mencabut nur setiap orang munafik laki-laki dan perempuan. Ketika ahli surga melihat bahwa mereka tidak bersua dengan orang-orang munafik, maka mereka berkata: Ya Tuhan kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami. (At-Tahrim: 8) Adapun penghuni A'raf, nur (cahaya) mereka tidak dicabut dari mereka dan masih tetap berada di hadapan mereka. Maka di tempat itulah Allah Swt. menyebutkan keadaannya melalui firman-Nya: Mereka belum lagi memasukinya, sedangkan mereka ingin segera (memasukinya). (Al-A'raf: 46) Mereka hanya mampu berkeinginan untuk memasukinya. Ibnu Mas'ud melanjutkan kisahnya, bahwa sesungguhnya seorang hamba apabila mengerjakan suatu amal kebaikan, dicatatkan baginya pahala sepuluh kebaikan. Apabila ia berbuat suatu keburukan, maka tidak dicatatkan melainkan hanya dosa satu keburukan. Kemudian Ibnu Mas'ud mengatakan, "Binasalah orang yang satuannya (amal keburukannya) mengalah­kan puluhannya (amal kebaikannya)." Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir.
Ibnu Jarir mengatakan pula, telah menceritakan kepadaku Ibnu Waki', telah menceritakan kepada kami Ibnu Humaid; keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Jarir, dari Mansur, dari Habib ibnu Abu Sabit, dari Abdullah ibnul Haris, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa A'raf adalah tembok yang terdapat di antara surga dan neraka. Para penghuni A'raf berada di tembok tersebut hingga manakala Allah memulai memaafkan mereka, maka Allah membawa mereka ke sebuah sungai yang dinamakan Nahrul Hayat (Sungai Kehidupan). Kedua sisi sungai itu terbuat dari batangan emas yang dihiasi dengan mutiara-mutiara, sedangkan tanahnya adalah minyak kesturi. Lalu mereka dilemparkan ke dalamnya hingga warna tubuh mereka menjadi bagus dan pada leher mereka terdapat tahi lalat (tanda) putih yang menjadi pengenal mereka. Manakala warna tubuh mereka telah bagus, lalu mereka dihadapkan kepada Tuhan Yang Maha Pemurah. Maka Tuhan berfirman, "Harap­kanlah sesuka hati kalian!" Maka mereka pun berharap; hingga setelah harapan (cita-cita) mereka habis. Tuhan berfirman kepada mereka, "Bagi kalian semua apa yang kalian harapkan (menjadi kenyataan) dan hal yang semisal sebanyak tujuh puluh kali lipat." Mereka masuk ke dalam surga, sedangkan pada leher mereka terdapat tanda putih yang menjadi pengenal mereka; mereka dinamakan orang-orang miskin ahli surga.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim, dari ayahnya, dari Yahya ibnul Mugirah, dari Jarir dengan sanad yang sama. Sufyan As-Sauri meriwayatkan dari Habib ibnu Abu Sabit, dari Mujahid dan dari Abdullah ibnul Haris. Disebutkan bahwa asar ini adalah perkataan Ibnu Abbas (yakni mauquf), dan inilah yang lebih sahih. Hal yang sama diriwayatkan dari Mujahid dan Ad-Dahhak serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang.
قَالَ سُنَيْد بْنُ دَاوُدَ: حَدَّثَنِي جَرِيرٌ، عَنْ عُمَارَةَ بْنِ الْقَعْقَاعِ، عَنْ أَبِي زُرْعَة عَنْ عَمْرِو بْنِ جَرِيرٍ قَالَ: سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ أَصْحَابِ الْأَعْرَافِ قَالَ هُمْ آخِرُ مَنْ يُفْصَلُ بَيْنَهُمْ مِنَ الْعِبَادِ، فَإِذَا فَرَغَ رَبُّ الْعَالَمِينَ مِنْ فَصْلِهِ بَيْنَ الْعِبَادِ قَالَ: أَنْتُمْ قَوْمٌ أَخْرَجَتْكُمْ حَسَنَاتُكُمْ مِنَ النَّارِ، وَلَمْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ، فَأَنْتُمْ عُتَقَائِي، فَارْعَوْا مِنَ الْجَنَّةِ حَيْثُ شِئْتُمْ"
Sa'id ibnu Daud mengatakan, telah menceritakan kepadaku Jarir, dari Imarah ibnul Qa'qa', dari Abu Zar'ah, dari Amr ibnu Jarir yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah ditanya mengenai penghuni A'raf. Maka Rasulullah Saw. bersabda: Mereka adalah hamba-hamba Allah yang paling akhir mendapat keputusan perkaranya di antara sesama mereka. Apabila Tuhan semesta alam telah selesai dari melakukan keputusan di antara sesama hamba-Nya, maka Allah berfirman, "Kalian adalah suatu kaum yang dikeluarkan dari neraka berkat amal-amal kebaikan kalian, tetapi kalian masih belum dapat masuk surga. Kalian sekarang adalah orang-orang yang dimerdekakan oleh-Ku (dari neraka), maka bermain-mainlah di dalam surga sekehendak kalian.
Hadis ini mursal lagi hasan. Menurut suatu pendapat, mereka adalah anak-anak zina. Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Imam Qurtubi.
Al-Hafiz Ibnu Asakir di dalam biografi Al-Walid ibnu Musa, dari Syaibah ibnu Uzman, dari Urwah ibnu Ruwayyim, dari Al-Hasan, dari Anas ibnu Malik, dari Nabi Saw.,
أَنَّ مُؤْمِنِي الْجِنِّ لَهُمْ ثَوَابٌ وَعَلَيْهِمْ عِقَابٌ، فَسَأَلْنَاهُ عَنْ ثَوَابِهِمْ فَقَالَ: "عَلَى الْأَعْرَافِ، وَلَيْسُوا فِي الْجَنَّةِ مَعَ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. فَسَأَلْنَاهُ: وَمَا الْأَعْرَافُ؟ فَقَالَ: "حَائِطُ الْجَنَّةِ تَجْرِي فِيهَا الْأَنْهَارُ، وَتَنْبُتُ فِيهِ الْأَشْجَارُ وَالثِّمَارُ".
bahwa jin yang mukmin ada yang beroleh pahala, ada pula yang beroleh siksaan. Maka kami bertanya kepadanya tentang pahala kaum jin dan kaum yang beriman dari kalangan mereka. Rasulullah Saw. menjawab,  "Mereka berada di A'raf dan tidak dikumpulkan di dalam surga bersama-sama umatku." Kemudian kami bertanya kepada beliau tentang A'raf, maka beliau Saw. menjawab, "A'raf adalah tembok surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai dan dipenuhi oleh pohon-pohon yang berbuah." Imam Baihaqi meriwayatkannya dari Ibnu Bisyran, dari Ali ibnu Muhammad Al-Masri, dari Yusuf ibnu Yazid, dari Al-Walid ibnu Musa dengan sanad yang sama.
Sufyan As-Sauri meriwayatkan dari Khasif, dari Mujahid, bahwa penghuni A'raf adalah kaum yang saleh dan ulama fiqih.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ya'qub ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Ibnu Ulayyah. dari Sulaiman At-Taimi, dari Abu Mijlaz sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan di antara keduanya (penghuni surga dan neraka) ada batas; dan di atas A'raf itu ada orang-orang yang mengenal masing-masing dari dua golongan itu dengan tanda-tanda mereka. (Al-A'raf: 46) Abu Mijlaz mengatakan bahwa mereka adalah sejumlah malaikat yang mengenal semua ahli surga dan ahli neraka. Dan mereka menyeru penduduk surga, "Salamun 'alaikum.” Mereka belum lagi memasukinya, sedangkan mereka ingin segera (memasukinya). Dan apabila pandangan mereka dialihkan ke arah penghuni neraka, mereka berkata, "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau tempatkan kami bersama-sama orang-orang yang zalim itu.” Dan orang-orang yang di atas A’raf memanggil beberapa orang (pemuka-pemuka orang kafir) yang mereka mengenalnya dengan tanda-tandanya seraya mengatakan, "Harta yang kalian kumpulkan dan apa yang selalu kalian sombongkan itu tidaklah memberi manfaat kepada kalian.” (Orang-orang di sisi A'raf bertanya kepada penghuni neraka), "Itukah orang-orang yang kalian telah bersumpah bahwa mereka tidak akan mendapat rahmat Allah?” (Al-A'raf: 46-48); Abu Mijlaz mengatakan bahwa ketika ahli surga masuk ke dalam surga, dikatakan: Masuklah ke dalam surga, tidak ada kekhawatiran terhadap kalian dan tidak (pula) kalian bersedih hati. (Al-A'raf: 49)
Sanad asar ini sahih sampai kepada Abu Mijlaz yang nama aslinya ialah Lahiq ibnu Humaid, salah seorang tabi'in.
Asar ini garib dan merupakan ucapan Abu Mijlaz sendiri, serta bertentangan dengan makna lahiriah konteks ayat. Pendapat jumhur ulama lebih diprioritaskan daripada perkataan Abu Mijlaz sendiri, karena berdasarkan makna ayat sesuai dengan pendapat yang mereka utarakan. Hal yang sama dikatakan oleh Mujahid, yaitu sesungguhnya mereka adalah kaum yang saleh lagi ulama fiqih. Tetapi di dalamnya terkandung garabah pula.
Al-Qurtubi dan lain-lainnya meriwayatkan sehubungan dengan pengertian mereka (ahli A'raf) dua belas pendapat, antara lain ada yang mengatakan bahwa mereka adalah orang-orang yang baik-baik yang panik dalam menghadapi keadaan yang menakutkan di hari akhirat, dan mereka adalah sejumlah manusia yang melihat-lihat keadaan manusia. Menurut pendapat yang lainnya mereka (penghuni A'raf) adalah para nabi. Menurut pendapat yang lainnya lagi mereka adalah para malaikat.
*******************
Firman Allah Swt.:
{يَعْرِفُونَ كُلا بِسِيمَاهُمْ}
yang mengenal masing-masing dari dua golongan itu dengan tanda-tanda mereka. (Al-A'raf: 46)
Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa mereka mengenal ahli surga melalui wajahnya yang putih-putih lagi bercahaya, sedangkan ahli neraka melalui wajahnya yang hitam legam. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ad-Dahhak dari Ibnu Abbas.
Al-Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Allah menempatkan mereka pada kedudukan tersebut agar mereka mengenal orang-orang yang berada di surga dan orang-orang yang berada di neraka. Agar mereka mengenal bahwa semua penghuni neraka itu wajahnya hitam legam, kemudian mereka meminta perlindungan kepada Allah agar Dia jangan menempatkan mereka bersama-sama orang-orang yang zalim. Tetapi dalam waktu yang sama mereka pun mengucapkan salam penghormatan kepada ahli surga. Mereka belum lagi memasukinya, sedangkan mereka ingin segera (memasukinya). (Al-A'raf: 46) Tetapi mereka akan segera memasukinya, insya Allah.
Hal yang sama dikatakan oleh Mujahid, Ad-Dahhak As-Saddi, Al-Hasan, Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam, dan lain-lainnya.
Ma'mar meriwayatkan dari Al-Hasan, bahwa ia pernah membaca firman-Nya berikut: Mereka belum lagi memasukinya, sedangkan mereka ingin segera (memasukinya). (Al-A'raf: 46) Kemudian Al-Hasan berkata, "Demi Allah, tidak sekali-kali keinginan itu timbul dalam hati mereka melainkan karena kemuliaan yang dikehendaki oleh Allah buat mereka."
Qatadah mengatakan bahwa Allah telah menceritakan kepada kalian mengenai kedudukan mereka yang membuat mereka mempunyai keinginan tersebut.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَإِذَا صُرِفَتْ أَبْصَارُهُمْ تِلْقَاءَ أَصْحَابِ النَّارِ قَالُوا رَبَّنَا لَا تَجْعَلْنَا مَعَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ}
Dan apabila pandangan mereka dialihkan ke arah penghuni neraka, mereka berkata, "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau tempatkan kami bersama-sama orang-orang yang zalim itu.” (Al-A'raf: 47)
Ad-Dahhak meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa sesungguhnya penduduk A'raf apabila melayangkan pandangannya ke arah ahli neraka dan mereka mengenalnya, mereka berkata, "Wahai Tuhan kami, janganlah Engkau tempatkan kami bersama-sama orang-orang yang zalim."
As-Saddi mengatakan, apabila penghuni A'raf bertemu dengan segolongan besar manusia yang digiring masuk ke neraka, mereka berkata, "Wahai Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan kami bersama-sama orang-orang yang zalim."
Ikrimah mengatakan bahwa wajah mereka diarahkan ke neraka. Tetapi bila pandangan mereka beralih kepada ahli surga, maka perasaan takut tersebut hilang dari mereka.
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan sehubungan dengan firman Allah Swt.: Dan apabila pandangan mereka dialihkan ke arah penghuni neraka (Al-A'raf: 47) kemudian mereka melihat wajah penduduk neraka yang hitam legam dan mata mereka membiru. berkatalah mereka, "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau tempatkan kami bersama-sama orang-orang yang zalim itu.” (Al-A'raf: 47)
{وَنَادَى أَصْحَابُ الأعْرَافِ رِجَالا يَعْرِفُونَهُمْ بِسِيمَاهُمْ قَالُوا مَا أَغْنَى عَنْكُمْ جَمْعُكُمْ وَمَا كُنْتُمْ تَسْتَكْبِرُونَ (48) أَهَؤُلاءِ الَّذِينَ أَقْسَمْتُمْ لَا يَنَالُهُمُ اللَّهُ بِرَحْمَةٍ ادْخُلُوا الْجَنَّةَ لَا خَوْفٌ عَلَيْكُمْ وَلا أَنْتُمْ تَحْزَنُونَ (49) }
Dan orang-orang yang di atas A'raf memanggil beberapa orang (pemuka-pemuka orang kafir) yang mereka mengenalnya dengan tanda-tandanya seraya mengatakan, "Harta yang kalian kumpulkan dan apa yang selalu kalian sombongkan itu tidaklah memberi manfaat kepada kalian.” (Orang-orang di atas A'raf bertanya kepada penghuni neraka), "Itukah orang-orang yang kalian telah bersumpah bahwa mereka tidak akan mendapat rahmat Allah?” (Kepada orang mukmin itu dikatakan), "Masuklah ke dalam surga, tidak ada kekhawatiran terhadap kalian dan tidak (pula) kalian bersedih hati "
Allah Swt. berfirman, menceritakan kecaman yang dilakukan oleh penduduk A'raf terhadap pemimpin-pemimpin orang musyrik yang mereka kenal melalui tanda-tandanya dalam neraka.
{مَا أَغْنَى عَنْكُمْ جَمْعُكُمْ}
Harta yang kalian kumpulkan tidaklah memberi manfaat kepada kalian. (Al-A'raf: 48)
Yakni banyaknya harta kalian tidak memberi manfaat sedikit pun kepada diri kalian.
{وَمَا كُنْتُمْ تَسْتَكْبِرُونَ}
dan tidak (pula) apa yang selalu kalian sombongkan itu. (Al-A'raf: 48)
Artinya, tidak memberi manfaat kepada kalian banyaknya harta kalian, tidak pula besarnya golongan kalian dari azab Allah, bahkan kalian pasti akan mengalami azab dan pembalasan seperti yang kalian rasakan sekarang.
{أَهَؤُلاءِ الَّذِينَ أَقْسَمْتُمْ لَا يَنَالُهُمُ اللَّهُ بِرَحْمَةٍ}
Itukah orang-orang yang kalian telah bersumpah bahwa mereka tidak akan mendapat rahmat Allah? (Al-A'raf: 49)
Menurut Ali ibnu Abu Talhah, dari Ibnu Abbas, yang dimaksud adalah penduduk A'raf.
{ادْخُلُوا الْجَنَّةَ لَا خَوْفٌ عَلَيْكُمْ وَلا أَنْتُمْ تَحْزَنُونَ}
Masuklah ke dalam surga, tidak ada kekhawatiran terhadap kalian dan tidak (pula) kalian bersedih hati. (Al-A'raf: 49)
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Sa'd, telah menceritakan kepadaku ayahku, telah menceritakan kepadaku pamanku, telah menceritakan kepadaku ayahku, dari ayahnya, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Mereka mengatakan.”Harta yang kalian kumpulkan tidaklah memberi manfaat kepada kalian.” (Al-A'raf: 48), hingga akhir ayat. Ibnu Abbas mengatakan bahwa setelah penduduk A'raf berkata kepada mereka sesuai dengan apa yang telah ditakdirkan oleh Allah, mereka harus mengatakannya (yakni penduduk A'raf berkata kepada ahli surga dan ahli neraka). Maka Allah berfirman kepada orang-orang yang takabur (sombong) dan yang berharta banyak: "Itukah orang-orang yang kalian telah bersumpah bahwa mereka tidakakan mendapat rahmat Allah?”(Kepada orang-orang mukmin itu dikatakan), "Masuklah ke dalam surga, tidak ada kekhawatiran terhadap kalian dan tidak (pula) kalian bersedih hati." (Al-A'raf: 49)
Huzaifah mengatakan, sesungguhnya penduduk A'raf adalah suatu kaum yang seimbang amal kebaikan dan amal keburukannya. Amal keburukannya menghalanginya untuk masuk surga, sedangkan amal baiknya menyelamatkannya dari neraka, maka mereka ditempatkan di A'raf sehingga mereka mengetahui semua orang melalui tanda-tandanya. Setelah Allah selesai dari memutuskan perkara di antara hamba-hamba-Nya, maka diizinkan bagi mereka untuk mencari syafaat. Lalu mereka datang kepada Adam dan mengatakan, "Hai Adam, engkau adalah bapak kami semua, maka mohonkanlah syafaat bagi kami kepada Tuhanmu." Adam menjawab, "Tahukah kamu bahwa ada seseorang yang diciptakan oleh Allah dengan tangan (kekuasaan)-Nya sendiri serta Allah telah meniupkan sebagian dari roh (ciptaan)-Nya ke dalam tubuhnya, dan rahmat-Nya terhadap dia mendahului murka-Nya, dan para malaikat sujud kepadanya selain dari saya?" Mereka menjawab, "Tidak tahu." Adam berkata, "Saya tidak mengetahui keadaan Allah, maka saya tidak dapat memintakan syafaat buat kalian, sebaiknya datanglah kalian kepada anakku, yaitu Ibrahim." Mereka datang kepada Nabi Ibrahim dan meminta kepadanya agar memintakan syafaat buat mereka kepada Tuhan mereka. Ibrahim berkata, "Tahukah kalian bahwa ada seseorang yang dijadikan oleh Allah sebagai kekasih-Nya? Tahukah kalian bahwa ada seseorang yang dibakar kaumnya dengan api demi membela Allah selain dari saya?" Mereka menjawab.”Tidak tahu." Nabi Ibrahim menjawab, "Saya tidak menge­tahui keadaan-Nya, maka saya tidak dapat memintakan syafaat buat kalian, tetapi sebaiknya datangilah anakku Musa oleh kalian." Mereka datang kepada Nabi Musa a.s. Musa a.s. berkata, "Tahukah kalian bahwa ada seseorang yang diajak berbicara oleh Allah secara langsung dan didekatkan kepada-Nya dalam munajatnya selain saya?" Mereka menjawab, "Tidak tahu." Musa a.s. berkata, "Saya tidak mengetahui keadaan-Nya, maka saya tidak dapat memintakan syafaat buat kalian, tetapi sebaiknya datanglah kalian kepada Isa." Mereka datang kepada Isa a.s. dan berkata kepadanya, "Mohonkan­lah syafaat bagi kami kepada Tuhanmu." Isa berkata, "Tahukah kalian bahwa ada seseorang diciptakan oleh Allah tanpa seorang ayah?" Mereka menjawab, "Tidak tahu." Isa berkata, "Tahukah kalian bahwa ada seseorang yang dapat menyembuhkan orang buta dan orang yang berpenyakit supak serta dapat menghidupkan orang-orang yang telah mati dengan seizin Allah, selain saya?" Mereka menjawab, 'Tidak tahu." Maka Isa berkata, "Saya hanya membela diri saya sendiri, saya tidak mengetahui keadaan-Nya, maka saya tidak dapat memohonkan syafaat buat kalian. Tetapi sebaiknya datanglah kalian kepada Muhammad Saw." Lalu mereka datang kepada saya. Maka saya mengusapkan tangan ke dada, kemudian saya katakan, "Sayalah orangnya yang dapat memintakan syafaat buat kalian." Kemudian saya berjalan hingga sampai di hadapan Arasy, lalu saya datang kepada Tuhan saya. Maka Dia membukakan bagi saya pujian yang sama sekali belum pernah didengar oleh seorang manusia pun hal yang semisal dengannya. Lalu saya bersujud dan dikatakan kepada saya, "Hai Muhammad, angkatlah kepalamu. Mintalah, niscaya engkau diberi apa yang engkau minta; dan berilah syafaat, niscaya diizinkan bagimu!" Maka saya mengangkat kepala saya, kemudian Tuhan memuji saya, lalu saya menyungkur bersujud, dan dikatakan kepada saya, "Angkatlah kepalamu. Mintalah, niscaya engkau diberi apa yang engkau minta; dan berilah syafaat, niscaya syafaatmu diperkenankan." Saya mengangkat kepala saya dan mengatakan, "Wahai Tuhanku, selamatkanlah umatku." Allah berfirman, "Mereka bagianmu." Maka tidak ada seorang nabi yang diutus dan tidak pula malaikat yang terdekat melainkan ia merasa iri dengan kedudukan saya itu, yaitu yang dinamai Maqamul Mahmud. Kemudian saya bawa mereka ke surga dan saya meminta izin untuk dibuka, maka dibukalah pintu surga untuk saya dan untuk mereka. Selanjutnya mereka dibawa ke sebuah sungai yang dikenal dengan nama Nahrul Hayawan (Sungai kehidupan); kedua tepi sungai itu terbuat dari batangan emas yang dihiasi dengan mutiara, sedangkan tanahnya dari minyak kesturi, dan batu kerikilnya adalah batu yaqut. Mereka mandi di dalam sungai itu. Setelah mandi, kembalilah ujud mereka menjadi rupa ahli surga dan baunya pun bau ahli surga. Sehingga jadilah mereka seperti bintang-bintang yang gemerlapan cahayanya, tetapi di dalam dada mereka terdapat tanda putih yang merupakan pengenal mereka; mereka disebut orang-orang miskin ahli surga.
{وَنَادَى أَصْحَابُ النَّارِ أَصْحَابَ الْجَنَّةِ أَنْ أَفِيضُوا عَلَيْنَا مِنَ الْمَاءِ أَوْ مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ حَرَّمَهُمَا عَلَى الْكَافِرِينَ (50) الَّذِينَ اتَّخَذُوا دِينَهُمْ لَهْوًا وَلَعِبًا وَغَرَّتْهُمُ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا فَالْيَوْمَ نَنْسَاهُمْ كَمَا نَسُوا لِقَاءَ يَوْمِهِمْ هَذَا وَمَا كَانُوا بِآيَاتِنَا يَجْحَدُونَ (51) }
Dan penghuni neraka menyeru penghuni surga, "Limpahkanlah kepada kami sedikit air atau makanan yang telah direzekikan Allah kepada kalian." Mereka (penghuni surga) menjawab, "Se­sungguhnya Allah telah mengharamkan keduanya itu atas orang-orang kafir, (yaitu) orang-orang yang menjadikan agama mereka sebagai main-main dan senda gurau, dan kehidupan dunia telah menipu mereka." Maka pada hari (kiamat) ini, Kami melupakan mereka sebagaimana mereka melupakan pertemuan mereka dengan hari ini, dan (sebagaimana) mereka selalu mengingkari ayat-ayat Kami.
Allah menceritakan perihal kehinaan ahli neraka dan permintaan mereka kepada ahli surga akan minuman dan makanan yang diperolehnya. Mereka tidak diperkenankan meminta hal tersebut. Dengan kata lain, permintaan mereka ditolak.
As-Saddi mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan penghuni neraka menyeru penghuni surga, "Limpahkanlah kepada kami sedikit air atau makanan yang direzekikan Allah kepada kalian." (Al-A'raf: 50); Yang dimaksud dengan rezeki dalam ayat ini ialah makanan.
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan bahwa penghuni neraka meminta kepada penghuni surga agar diberi makanan dan minuman.
As-Sauri meriwayatkan dari Usman As-Saqafi, dari Sa'id ibnu Jubair sehubungan dengan makna ayat ini, bahwa seseorang memanggil ayahnya atau saudaranya, lalu ia berseru kepadanya, "Sesungguhnya aku sekarang terbakar, maka berikanlah kepadaku sedikit air." Maka dikatakan kepada ahli surga, "Jawablah mereka," lalu ahli surga menjawab mereka seperti yang disitir oleh Firman-Nya: Sesungguhnya Allah telah mengharamkan keduanya itu atas orang-orang kafir. (Al-A'raf: 50)
Telah diriwayatkan pula melalui jalur lain dari Sa'id, dari Ibnu Abbas hal yang semisal.
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya Allah telah mengharamkan keduanya itu atas orang-orang kafir. (Al-A'raf: 50) Yakni makanan dan minuman surga diharamkan atas orang-orang kafir.
وَقَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا نَصْرُ بْنُ عَلِيٍّ، أَخْبَرَنَا مُوسَى بْنُ الْمُغِيرَةِ، حَدَّثَنَا أَبُو مُوسَى الصفَّار فِي دَارِ عَمْرِو بْنِ مُسْلِمٍ قَالَ: سَأَلْتُ ابْنَ عَبَّاسٍ -أَوْ: سُئِلَ -: أَيُّ الصَّدَقَةِ أَفْضَلُ؟ فَقَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَفْضَلُ الصَّدَقَةِ الْمَاءُ، أَلَمْ تَسْمَعْ إِلَى أَهْلِ النَّارِ لَمَّا اسْتَغَاثُوا بِأَهْلِ الْجَنَّةِ قَالُوا: {أَفِيضُوا عَلَيْنَا مِنَ الْمَاءِ أَوْ مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ}
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Nasr ibnu Ali, telah mencerita­kan kepada kami Musa ibnul Mugirah, telah menceritakan kepada kami Abu Musa As-Saffar ketika di rumah Amr ibnu Muslim. Ia mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Ibnu Abbas, atau Ibnu Abbas pernah ditanya, "Sedekah apakah yang lebih afdal?" Ibnu Abbas menjawab bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sedekah yang paling utama ialah berupa air. Tidakkah engkau mendengar ucapan ahli neraka ketika mereka meminta tolong kepada ahli surga, mereka mengatakan, "Limpahkanlah kepada kami sebagian dari air atau sedikit dari apa yang direzekikan oleh Allah kepada kalian.”
Ibnu Abu Hatim mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Sinan, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Abu Saleh yang men­ceritakan bahwa di saat Abu Talib sedang sakit keras, orang-orang (Quraisy) berkata kepadanya, "Sebaiknya engkau suruh keponakanmu ini (yakni Nabi Saw.) membawa setangkai buah anggur dari surga, mudah-mudahan dapat menyembuhkanmu." Utusan Abu Talib datang menghadap Nabi Saw, yang saat itu sedang bersama Abu Bakar. Maka Abu Bakar berkata (kepada utusan tersebut), "Sesungguhnya Allah telah mengharamkan makanan dan minuman surga atas orang-orang kafir." Kemudian Allah Swt. menggambarkan perihal orang-orang kafir, yaitu tentang pegangan hidup mereka di dunia, mereka menjadikan agama sebagai main-main dan gurauan: serta keteperdayaan mereka dengan keduniawian beserta kemilaunya, hingga mereka lupa daratan kepada apa yang diperintahkan kepada mereka, yaitu beramal untuk negeri akhirat.
*******************
Firman Allah Swt.:
{فَالْيَوْمَ نَنْسَاهُمْ كَمَا نَسُوا لِقَاءَ يَوْمِهِمْ هَذَا}
Maka pada hari (kiamat) ini Kami melupakan mereka sebagaimana mereka melupakan pertemuan mereka dengan hari ini. (Al-A'raf: 51)
Maksudnya, mereka diperlakukan dengan perlakuan seperti terhadap mereka yang terlupakan. Karena sesungguhnya tidak ada sesuatu pun yang samar dan tersembunyi dari pengetahuan Allah dan tiada sesuatu pun yang terlupakan oleh-Nya. Seperti yang disebutkan di dalam ayat lain, yaitu melalui firman-Nya:
{فِي كِتَابٍ لَا يَضِلُّ رَبِّي وَلا يَنْسَى}
Di dalam sebuah kitab, Tuhan kami tidak akan salah dan tidak (pula) lupa. (Thaha: 52)
Sesungguhnya Allah Swt. mengatakan demikian sebagai balasan yang setimpal terhadap mereka. Sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain, yaitu melalui firman-Nya:
{نَسُوا اللَّهَ فَنَسِيَهُمْ}
Mereka telah lupa kepada Allah, maka Allah melupakan mereka. (At-Taubah: 67)
{كَذَلِكَ أَتَتْكَ آيَاتُنَا فَنَسِيتَهَا وَكَذَلِكَ الْيَوْمَ تُنْسَى}
Allah berfirman, "Demikianlah, telah datang kepada kamu ayat-ayat Kami, maka kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari ini kamu pun dilupakan.” (Thaha: 126)
{وَقِيلَ الْيَوْمَ نَنْسَاكُمْ كَمَا نَسِيتُمْ لِقَاءَ يَوْمِكُمْ هَذَا}
Dan dikatakan (kepada mereka), "Pada hari ini Kami melupakan kalian sebagaimana kalian telah melupakan pertemuan (dengan) hari kalian ini.” (Al-Jatsiyah: 34)
A!-Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Maka pada hari (kiamat) ini Kami melupakan mereka sebagaimana mereka melupakan pertemuan mereka dengan hari ini. (Al-A'raf: 51) Bahwa Allah melupakan kebaikan untuk mereka, tetapi tidak melupakan keburukan buat mereka.
Menurut riwayat Ali ibnu Abu Talhah, dari Ibnu Abbas, maksudnya yaitu Kami tinggalkan mereka sebagaimana mereka telah melupakan pertemuan-pertemuan mereka dengan hari ini. Menurut Mujahid, Kami biarkan mereka di dalam neraka.
Menurut As-Saddi, Kami biarkan mereka tidak beroleh rahmat sebagaimana mereka telah melupakan beramal untuk menyambut pertemuan mereka dengan hari ini.
Di dalam hadis sahih disebutkan bahwa Allah berfirman kepada seorang hamba di hari kiamat,
"أَلَمْ أُزَوِّجْكَ؟ أَلَمْ أُكْرِمْكَ؟ أَلَمْ أُسَخِّرْ لَكَ الْخَيْلَ وَالْإِبِلَ، وأذَرْك تَرْأَسُ وتَرْبَع؟ فَيَقُولُ: بَلَى. فَيَقُولُ: أَظَنَنْتَ أَنَّكَ مُلَاقِيَّ؟ فَيَقُولُ: لَا. فَيَقُولُ اللَّهُ: فاليوم أنساك كما نسيتني"
"Bukankah Aku telah mengawinkanmu, bukankah Aku telah memuliakanmu, bukankah Aku telah menundukkan bagimu kuda dan unta, dan Aku biarkan kamu memimpin dan bertempat tinggal?" Hamba itu menjawab, "Memang benar." Allah berfirman, "Apakah kamu menduga bahwa engkau akan bersua dengan-Ku pada hari ini?" Si hamba menjawab, "Tidak." Maka Allah Swt. berfirman, "Maka pada hari ini Aku melupakanmu sebagaimana kamu telah melupakan Aku."
{وَلَقَدْ جِئْنَاهُمْ بِكِتَابٍ فَصَّلْنَاهُ عَلَى عِلْمٍ هُدًى وَرَحْمَةً لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ (52) هَلْ يَنْظُرُونَ إِلا تَأْوِيلَهُ يَوْمَ يَأْتِي تَأْوِيلُهُ يَقُولُ الَّذِينَ نَسُوهُ مِنْ قَبْلُ قَدْ جَاءَتْ رُسُلُ رَبِّنَا بِالْحَقِّ فَهَلْ لَنَا مِنْ شُفَعَاءَ فَيَشْفَعُوا لَنَا أَوْ نُرَدُّ فَنَعْمَلَ غَيْرَ الَّذِي كُنَّا نَعْمَلُ قَدْ خَسِرُوا أَنْفُسَهُمْ وَضَلَّ عَنْهُمْ مَا كَانُوا يَفْتَرُونَ (53) }
Dan sesungguhnya Kami telah mendatangkan sebuah Kitab (Al-Qur'an) kepada mereka yang Kami telah menjelaskannya atas dasar pengetahuan Kami; menjadi petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman. Tiadalah mereka menunggu-nunggu kecuali (terlaksananya) kebenaran Al-Qur'an itu. Pada hari datangnya kebenaran pemberitaan Al-Qur’an itu, berkatalah orang-orang yang melupakannya sebelum itu, "Sesungguhnya telah datang rasul-rasul Tuhan kami membawa yang hak, maka adakah bagi kami pemberi syafaat yang akan memberi syafaat bagi kami, atau dapatkah kami dikembalikan (ke dunia) sehingga kami dapat beramal yang lain dari yang pernah kami amalkan?” Sungguh mereka telah merugikan diri mereka sendiri dan telah lenyaplah dari mereka tuhan-tuhan yang mereka ada-adakan.
Allah Swt. menceritakan tentang alasan mengapa Dia mengutus para rasul kepada mereka. Hal ini diungkapkan melalui Al-Qur'an yang disampaikan oleh Rasulullah Saw. Al-Qur'an itu merupakan kitab yang terinci lagi jelas. Perihalnya sama dengan apa yang dikatakan dalam firman lainnya, yaitu:
الر كِتَابٌ أُحْكِمَتْ آيَاتُهُ ثُمَّ فُصِّلَتْ
(inilah) suatu kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara rinci. (Hud: 1), hingga akhir ayat.
*******************
Firman Allah Swt.;
{فَصَّلْنَاهُ عَلَى عِلْمٍ}
yang Kami telah menjelaskannya atas pengetahuan Kami. (Al-A'raf: 52)
Yakni kepada seluruh umat. Dengan kata lain, semua rincian yang ada padanya berdasarkan pengetahuan Kami. Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain, yaitu firman-Nya:
{أَنزلَهُ بِعِلْمِهِ}
Allah menurunkannya dengan sepengetahuan-Nya. (An-Nisa: 166)
Ibnu Jarir mengatakan bahwa ayat ini merupakan jawaban pengertian yang terkandung di dalam ayat lain, yaitu firman-Nya: Ini adalah sebuah kitab yang diturunkan kepadamu, maka jangan­lah ada kesempitan di dalam dadamu karenanya. (Al-A'raf: 2), hingga akhir ayat. Yang dimaksudkan adalah firman-Nya: Dan sesungguhnya Kami telah mendatangkan sebuah Kitab (Al-Qur'an) kepada mereka. (Al-A'raf: 52), hingga akhir ayat.
Akan tetapi, apa yang dikemukakan oleh Ibnu Jarir ini masih perlu dipertimbangkan kebenarannya. Karena sesungguhnya jarak pemisah di antara kedua ayat sangat panjang, sedangkan dalil yang menunjuk kearah itu tidak ada. Tetapi sesungguhnya duduk perkara yang sebenarnya ialah bahwa setelah Allah menceritakan tentang akibat yang mereka alami (yaitu kerugian di akhirat), maka Allah mematahkan alasan mereka di dunia, yaitu bahwa Dia telah mengutus para rasul-Nya, juga telah menurunkan Kitab-Nya. Pengertiannya sama dengan apa yang terkandung di dalam firman Allah Swt.:
{وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّى نَبْعَثَ رَسُولا}
Dan Kami tidak akan mengazab sebelum Kami mengutus seorang rasul. (Al-Isra: 15)
Karena itulah dalam ayat berikutnya disebutkan oleh firman-Nya:
{هَلْ يَنْظُرُونَ إِلا تَأْوِيلَهُ}
Tiadalah mereka menunggu-nunggu kecuali (terlaksananya kebenaran) Al-Qur'an itu. (Al-A'raf: 53)
Yaitu apa yang telah dijanjikan kepada mereka, berupa azab, pembalas­an, surga, dan neraka. Demikianlah menurut Mujahid dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang. Sedangkan menurut Imam Malik, makna yang dimaksud dengan takwil dalam ayat ini ialah balasan atau pahalanya.
Ar-Rabi' mengatakan bahwa takwil Al-Qur'an masih terus akan berlanjut hingga hari hisab (perhitungan amal) selesai, ahli surga telah masuk surga, dan ahli neraka telah masuk neraka. Maka pada saat itu sempurnalah takwil Al-Qur'an.
*******************
Firman Allah Swt.:
{يَوْمَ يَأْتِي تَأْوِيلُهُ}
Pada hari datangnya kebenaran pemberitaan Al-Qur’an itu. (Al-A'raf: 53)
Yakni pada hari kiamat, menurut pendapat Ibnu Abbas.
{يَقُولُ الَّذِينَ نَسُوهُ مِنْ قَبْلُ}
berkatalah orang-orang yang melupakannya sebelum itu. (Al-A'raf: 53)
Maksudnya, orang-orang yang tidak mau beramal untuk menyambut hari kiamat dan mereka dengan sengaja melupakannya ketika hidup di dunia.
{قَدْ جَاءَتْ رُسُلُ رَبِّنَا بِالْحَقِّ فَهَلْ لَنَا مِنْ شُفَعَاءَ فَيَشْفَعُوا لَنَا}
"Sesungguhnya telah datang rasul-rasul Tuhan kami membawa perkara yang hak, maka adakah bagi kami pemberi syafaat yang akan memberi syafaat bagi kami. (Al-A'raf: 53)
Yakni untuk menyelamatkan kami dari nasib yang menimpa kami sekarang ini.
{أَوْ نُرَدُّ}
atau dapatkah kami dikembalikan. (Al-A'raf: 53)
Yaitu ke dalam kehidupan di dunia.
{فَنَعْمَلَ غَيْرَ الَّذِي كُنَّا نَعْمَلُ}
sehingga kami dapat beramal yang lain dari yang pernah kami amalkan?” (Al-A'raf: 53)
Makna ayat ini sama dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain, yaitu melalui firman-Nya:
{وَلَوْ تَرَى إِذْ وُقِفُوا عَلَى النَّارِ فَقَالُوا يَا لَيْتَنَا نُرَدُّ وَلا نُكَذِّبَ بِآيَاتِ رَبِّنَا وَنَكُونَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ * بَلْ بَدَا لَهُمْ مَا كَانُوا يُخْفُونَ مِنْ قَبْلُ وَلَوْ رُدُّوا لَعَادُوا لِمَا نُهُوا عَنْهُ وَإِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ}
Dan jika kamu (Muhammad) melihat ketika mereka dihadapkan ke neraka, lalu mereka berkata, "Kiranya kami dikembalikan (ke dunia) dan tidak mendustakan ayat-ayat Tuhan kami, serta menjadi orang-orang yang beriman," (tentulah kamu melihat sesuatu peristiwa yang mengharukan). Tetapi (sebenarnya) telah nyata bagi mereka kejahatan yang mereka dahulu selalu menyembunyikannya. Sekiranya mereka dikembalikan ke dunia, tentulah mereka kembali kepada apa yang mereka telah dilarang mengerjakannya Dan sesungguhnya mereka itu adalah pendusta-pendusta belaka. (Al-An'am: 27-28)
Sedangkan dalam ayat ini disebutkan oleh firman-Nya:
{قَدْ خَسِرُوا أَنْفُسَهُمْ وَضَلَّ عَنْهُمْ مَا كَانُوا يَفْتَرُونَ}
Sungguh mereka telah merugikan diri mereka sendiri dan telah lenyaplah dari mereka tuhan-tuhan yang mereka ada-adakan. (Al-A'raf: 53)
Artinya, mereka merugikan diri mereka sendiri karena pada akhirnya mereka dimasukkan ke dalam neraka dan mereka kekal di dalamnya.
{وَضَلَّ عَنْهُمْ مَا كَانُوا يَفْتَرُونَ}
dan telah lenyaplah dari mereka tuhan-tuhan yang mereka ada-adakan. (Al-A'raf: 53)
Yakni lenyaplah apa yang dahulu mereka sembah selain Allah; sembah-an-sembahan mereka tidak dapat memberikan syafaat kepada mereka, tidak dapat menolong mereka, dan tidak dapat menyelamatkan mereka dari azab yang mereka alami.

{إِنَّ رَبَّكُمُ اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ يُغْشِي اللَّيْلَ النَّهَارَ يَطْلُبُهُ حَثِيثًا وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ وَالنُّجُومَ مُسَخَّرَاتٍ بِأَمْرِهِ أَلا لَهُ الْخَلْقُ وَالأمْرُ تَبَارَكَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ (54) }
Sesungguhnya Tuhan kalian ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam (berkuasa) di atas Arasy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikuti­nya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan, dan bintang-bintang; (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Mahasuci Allah. Tuhan semesta alam.
Allah Swt. berfirman bahwa Dialah yang menciptakan seluruh alam semesta ini, termasuk langit dan bumi serta apa yang ada di antara keduanya dalam enam hari. Hal seperti ini disebutkan di dalam Al-Qur'an melalui bukan hanya satu ayat.
Yang dimaksud dengan enam hari ialah Ahad, Senin, Selasa, Rabu, Kamis, dan Jumat. Pada hari Jumat semua makhluk kelak dihimpunkan, dan pada hari Jumat pula Allah menciptakan Adam a.s.
Para ulama berselisih pendapat mengenai pengertian makna hari-hari tersebut. Dengan kata lain. apakah yang dimaksud dengan hari-hari tersebut sama dengan hari-hari kita sekarang, seperti yang kita pahami dengan mudah. Ataukah yang dimaksud dengan setiap hari adalah yang lamanya sama dengan seribu tahun, seperti apa yang telah dinaskan oleh Mujahid dan Imam Ahmad ibnu Hambal, yang hal ini diriwayatkan melalui Ad-Dahhak dari Ibnu Abbas.
Adapun mengenai hari Sabtu, tidak terjadi padanya suatu penciptaan pun, mengingat hari Sabtu adalah hari yang ketujuh. Karena itulah hari ini dinamakan hari Sabtu, yang artinya putus.
Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad di dalam kitab musnadnya menyebutkan:
حَدَّثَنَا حَجَّاجٌ، حَدَّثَنَا ابْنُ جُرَيْج، أَخْبَرَنِي إِسْمَاعِيلُ بْنُ أُمَيَّة، عَنْ أَيُّوبَ بْنِ خَالِدٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ رَافِعٍ -مَوْلَى أُمِّ سَلَمَةَ -عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: أَخَذَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِيَدِي فَقَالَ: "خَلَقَ اللَّهُ التُّرْبَةَ يَوْمَ السَّبْتِ، وَخَلْقَ الْجِبَالَ فِيهَا يَوْمَ الْأَحَدِ، وَخَلْقَ الشَّجَرَ فِيهَا يَوْمَ الِاثْنَيْنِ، وَخَلَقَ الْمَكْرُوهَ يَوْمَ الثُّلَاثَاءِ، وَخَلَقَ النُّورَ يَوْمَ الْأَرْبِعَاءِ، وَبَثَّ فِيهَا الدَّوَابَّ يَوْمَ الْخَمِيسِ، وَخَلَقَ آدَمَ بَعْدَ الْعَصْرِ يَوْمَ الْجُمُعَةِ آخِرَ الْخَلْقِ، فِي آخِرِ سَاعَةٍ مِنْ سَاعَاتِ الْجُمُعَةِ فِيمَا بَيْنَ الْعَصْرِ إِلَى اللَّيْلِ".
telah menceritakan kepada kami Hajjaj, telah menceritakan kepada kami Ibnu Juraij, telah menceritakan kepadaku Ismail ibnu Umayyah, dari Ayyub ibnu Khalid, dari Abdullah ibnu Rafi* maula Ummu Salamah, dari Abu Hurairah yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. memegang tangannya, lalu bersabda: Allah menciptakan bumi pada hari Sabtu, menciptakan gunung-gunung yang ada di bumi pada hari Ahad, menciptakan pepohonan yang ada di bumi pada hari Senin, menciptakan hal-hal yang tidak disukai pada hari Selasa, menciptakan nur pada hari Rabu, menebarkan hewan-hewan di bumi pada hari Kamis, dan menciptakan Adam sesudah asar pada hari Jumat sebagai akhir makhluk yang diciptakan di saat yang terakhir dari saat-saat hari Jumat, tepatnya di antara waktu asar dan malam hari.
Hadis ini diriwayatkan oleh Muslim ibnu Hajjaj di dalam kitab sahihnya dan juga oleh Imam Nasai melalui berbagai jalur dari Hajjaj (yaitu Ibnu Muhammad Al-A'war), dari Ibnu Juraij dengan sanad yang sama.
Di dalamnya disebutkan semua hari yang tujuh secara penuh. Padahal Allah Swt. telah menyebutkan dalam Firman-Nya enam hari. Karena itulah maka Imam Bukhari dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang dari kalangan para huffaz mempermasalahkan hadis ini. Mereka menjadikannya sebagai riwayat dari Abu Hurairah, dari Ka'b Al-Ahbar, yakni bukan hadis marfu’.
*******************
Mengenai firman Allah Swt. yang mengatakan:
{ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ}
Lalu Dia beristiwa di atas Arasy. (Al-A'raf: 54)
Sehubungan dengan makna ayat ini para ulama mempunyai berbagai pendapat yang cukup banyak, rinciannya bukan pada kitab ini.
Tetapi sehubungan dengan ini kami hanya meniti cara yang dipakai oleh mazhab ulama Salaf yang saleh, seperti Malik, Auza'i, As-Sauri, Al-Lais ibnu Sa'd, Asy-Syafii, Ahmad, dan Ishaq ibnu Rahawaih serta lain-lainnya dari kalangan para imam kaum muslim, baik yang terdahulu maupun yang kemudian. Yaitu menginterpretasikannya seperti apa adanya, tetapi tanpa memberikan gambaran, penyerupaan, juga tanpa mengaburkan pengertiannya. Pada garis besarnya apa yang mudah ditangkap dari teks ayat oleh orang yang suka menyerupakan merupakan hal yang tidak ada bagi Allah, mengingat Allah Swt. itu tidak ada sesuatu pun dari makhluk yang menyerupai-Nya. Allah Swt. telah berfirman:
{لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ}
Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat, (Asy-Syura; 11)
Bahkan pengertiannya adalah seperti apa yang dikatakan oleh para imam, antara lain Na'im ibnu Hammad Al-Khuza'i (guru Imam Bukhari). Ia mengatakan bahwa barang siapa yang menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya, kafirlah dia. Barang siapa yang ingkar kepada apa yang disifatkan oleh Allah terhadap Zat-Nya sendiri, sesungguhnya dia telah kafir. Semua apa yang digambarkan oleh Allah Swt. mengenai diri­Nya, juga apa yang digambarkan oleh Rasul-Nya bukanlah termasuk ke dalam pengertian penyerupaan. Jelasnya, barang siapa yang meyakini Allah sesuai dengan apa yang disebutkan oleh ayat-ayat yang jelas dan hadis-hadis yang sahih, kemudian diartikan sesuai dengan keagungan Allah dan meniadakan dari Zat Allah sifat-sifat yang kurang, berarti ia telah menempuh jalan hidayah.
*******************
Firman Allah Swt.:
{يُغْشِي اللَّيْلَ النَّهَارَ يَطْلُبُهُ حَثِيثًا}
Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat. (Al-A'raf: 54)
Yakni menghilangkan kegelapan malam hari dengan cahaya siang hari, dan menghilangkan cahaya siang hari dengan gelapnya malam hari. Masing-masing dari keduanya mengikuti yang lainnya dengan cepat dan tidak terlambat. Bahkan apabila yang ini datang, maka yang itu pergi; begitu pula sebaliknya. Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:
{وَآيَةٌ لَهُمُ اللَّيْلُ نَسْلَخُ مِنْهُ النَّهَارَ فَإِذَا هُمْ مُظْلِمُونَ وَالشَّمْسُ تَجْرِي لِمُسْتَقَرٍّ لَهَا ذَلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ * وَالْقَمَرَ قَدَّرْنَاهُ مَنَازِلَ حَتَّى عَادَ كَالْعُرْجُونِ الْقَدِيمِ * لَا الشَّمْسُ يَنْبَغِي لَهَا أَنْ تُدْرِكَ الْقَمَرَ وَلا اللَّيْلُ سَابِقُ النَّهَارِ وَكُلٌّ فِي فَلَكٍ يَسْبَحُونَ}
Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah malam; Kami tanggalkan siang dari malam itu, maka dengan serta merta mereka berada dalam kegelapan, dan matahari berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Yang Mahaperkasa lagi Maha Mengetahui. Dan telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga (setelah dia sampai ke manzilah yang terakhir) kembalilah dia sebagai bentuk tandan yang tua. Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malam pun tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada garis edarnya. (Yasin: 37-40)
*******************
Firman Allah Swt. yang mengatakan:
{وَلا اللَّيْلُ سَابِقُ النَّهَارِ}
dan malam pun tidak dapat mendahului siang. (Yasin: 40)
Artinya, tidak akan terlambat darinya serta tidak akan ketelatan darinya, bahkan yang satunya datang sesudah yang lainnya secara langsung tanpa ada jarak waktu pemisah di antara keduanya. Karena itulah maka dalam ayat ini disebutkan oleh firman-Nya:
{يَطْلُبُهُ حَثِيثًا وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ وَالنُّجُومَ مُسَخَّرَاتٍ بِأَمْرِهِ}
yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan, dan bintang-bintang; (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. (Al-A'raf: 54)
Di antara ulama ada yang membaca nasab, ada pula yang membaca rafa’ tetapi masing-masing dari kedua bacaan mempunyai makna yang berdekatan. Dengan kata lain, semuanya tunduk di bawah pengaturan­Nya dan tunduk di bawah kehendak-Nya. Karena itulah dalam firman berikutnya disebutkan:
{أَلا لَهُ الْخَلْقُ وَالأمْرُ}
Ingatlah, menciptakan dan memerintahkan hanyalah hak Allah. (Al-A'raf: 54)
Yakni hanya Dialah yang berhak menguasai dan mengatur semuanya.
{تَبَارَكَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ}
Mahasuci Allah, Tuhan semesta alam. (Al-A'raf: 54)
Sama dengan yang disebutkan di dalam firman-Nya:
تَبَارَكَ الَّذِي جَعَلَ فِي السَّمَاءِ بُرُوجًا
Mahasuci Allah yang menjadikan di langit gugusan-gugusan bintang. (Al-Furqan: 61), hingga akhir ayat.
قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنِي الْمُثَنَّى، حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ، حَدَّثَنَا هِشَامٌ أَبُو عَبْدِ الرَّحْمَنِ، حَدَّثَنَا بَقِيِّة بْنُ الْوَلِيدِ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْغَفَّارِ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ الْأَنْصَارِيُّ، عَنْ عَبْدِ الْعَزِيزِ الشَّامِيِّ، عَنْ أَبِيهِ -وَكَانَتْ لَهُ صُحْبَةٌ -قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم: "من لَمْ يَحْمَدِ اللَّهَ عَلَى مَا عَمِلَ مِنْ عَمَلٍ صَالِحٍ، وَحَمِدَ نَفْسَهُ، فَقَدْ كَفَرَ وَحَبِطَ عَمَلُهُ. وَمَنْ زَعَمَ أَنَّ اللَّهَ جَعَلَ لِلْعِبَادِ مِنَ الْأَمْرِ شَيْئًا، فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ عَلَى أَنْبِيَائِهِ؛ لِقَوْلِهِ: {أَلا لَهُ الْخَلْقُ وَالأمْرُ تَبَارَكَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ}
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Al-Musanna, telah menceritakan kepada kami Ishaq, telah menceritakan kepada kami Hisyam Abu Abdur Rahman, telah menceritakan kepada kami Baqiyyah ibnul Walid, telah menceritakan kepada kami Abdul Gaffar ibnu Abdul Aziz Al-Ansari, dari Abdul Aziz Asy-Syami, dari ayahnya yang ber­predikat sahabat, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Barang siapa yang tidak memuji Allah atas amal yang dikerja­kannya, yaitu amal yang saleh; dan bahkan dia memuji dirinya sendiri, maka sesungguhnya ia telah ingkar dan amalnya di­hapuskan. Dan barang siapa yang menduga bahwa Allah telah menjadikan bagi hamba-hamba-Nya sesuatu dari urusan itu, berarti ia telah ingkar terhadap apa yang diturunkan oleh Allah kepada nabi-nabi-Nya. Dikatakan demikian karena ada firman Allah Swt, yang mengatakan: Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Mahasuci Allah, Tuhan semesta alam. (Al-A'raf: 54)
Di dalam sebuah doa yang ma’tsur (bersumber) dari Abu Darda dan telah diriwayatkan secara marfu' disebutkan:
"اللَّهُمَّ لَكَ الْمُلْكُ كُلُّهُ، وَلَكَ الْحَمْدُ كُلُّهُ، وَإِلَيْكَ يَرْجِعُ الْأَمْرُ كُلُّهُ، أَسْأَلُكَ مِنَ الْخَيْرِ كُلِّهِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ الشَّرِّ كُلِّهِ"
Ya Allah, bagi-Mu semua kekuasaan, dan bagi-Mu semua pujian, dan hanya kepada Engkaulah semua urusan dikembalikan. Saya memohon kepada-Mu semua kebaikan, dan saya berlindung kepada-Mu dari semua kejahatan.

{ادْعُوا رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ (55) وَلا تُفْسِدُوا فِي الأرْضِ بَعْدَ إِصْلاحِهَا وَادْعُوهُ خَوْفًا وَطَمَعًا إِنَّ رَحْمَةَ اللَّهِ قَرِيبٌ مِنَ الْمُحْسِنِينَ (56) }
Berdoalah kepada Tuhan kalian dengan berendah diri dan suara yanglembut. Sesungguhnya Allah tidakmenyukai orang-orang yang melampaui batas. Dan janganlah kalian membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.
Allah Swt. memberikan petunjuk kepada hamba-hamba-Nya agar mereka berdoa memohon kepada-Nya untuk kebaikan urusan dunia dan akhirat mereka. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{ادْعُوا رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً}
Berdoalah kepada Tuhan kalian dengan berendah diri dan suara yang lembut. (Al-A'raf: 54)
Menurut suatu pendapat, makna yang dimaksud ialah mengucapkan doa dengan perasaan yang rendah diri, penuh harap, dan dengan suara yang lemah lembut. Perihalnya sama dengan pengertian yang terkandung di dalam firman-Nya:
وَاذْكُرْ رَبَّكَ فِي نَفْسِكَ
Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu (Al-A'raf: 205), hing­ga akhir ayat.
Di dalam kitab Sahihain disebutkan dari Abu Musa Al-Asy'ari yang menceritakan bahwa suara orang-orang terdengar keras saat mengucap­kan doanya. Maka Rasulullah Saw. bersabda:
"أَيُّهَا النَّاسُ، ارْبَعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ؛ فَإِنَّكُمْ لَا تَدْعُونَ أصمَّ وَلَا غَائِبًا، إِنَّ الَّذِي تَدْعُونَهُ سَمِيعٌ قَرِيبٌ
Hai manusia, tenangkanlah diri kalian, karena sesungguhnya kalian bukanlah menyeru (Tuhan) yang tuli dan bukan pula (Tuhan) yang gaib, sesungguhnya Tuhan yang kalian seru itu Maha Mendengar lagi Mahadekat.
Ibnu Juraij meriwayatkan dari Ata Al-Khurrasani, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: dengan berendah diri dan suara yang lembut. (Al-A'raf: 55) Yang dimaksud dengan khufyah ialah suara yang pelan.
Ibnu Jarir mengatakan, makna tadarru' ialah berendah diri dan tenang dalam ketaatan kepada-Nya. Yang dimaksud dengan khufyah ialah dengan hati yang khusyuk, penuh keyakinan kepada Keesaan dan Kekuasaan-Nya terhadap semua yang ada antara kalian dan Dia, bukan dengan suara yang keras untuk pamer.
Abdullah ibnul Mubarak meriwayatkan dari Mubarak ibnul Fudalah, dari Al-Hasan yang mengatakan bahwa sesungguhnya dahulu ada orang yang benar-benar hafal Al-Qur'an seluruhnya, tetapi tidak ada seorang pun yang mengetahuinya. Dahulu ada orang yang benar-benar banyak menguasai ilmu fiqih, tetapi tidak ada seorang pun yang mengetahuinya. Sesungguhnya dahulu ada orang yang benar-benar gemar melakukan salat yang panjang-panjang di dalam rumahnya, sedangkan di rumahnya banyak terdapat para pengunjung yang bertamu, tetapi mereka tidak mengetahuinya. Sesungguhnya kita sekarang menjumpai banyak orang yang tiada Suatu amal pun di muka bumi ini mereka mampu mengerjakannya secara tersembunyi, tetapi mereka mengerjakannya dengan terang-terangan. Padahal sesungguhnya kaum muslim di masa lalu selalu berupaya dengan keras dalam doanya tanpa terdengar suaranya selain hanya bisikan antara mereka dan Tuhannya. Demikian itu karena Allah Swt. telah berfirman di dalam Kitab-Nya: Berdoalah kepada Tuhan kalian dengan berendah diri dan suara yang lembut. (Al-A'raf: 55); Dan firman Allah Swt. ketika menceritakan seorang hamba yang saleh yang Dia ridai perbuatannya, yaitu:
{إِذْ نَادَى رَبَّهُ نِدَاءً خَفِيًّا}
yaitu tatkala ia berdoa kepada Tuhannya dengan suara yang lembut. (Maryam: 3)
Ibnu Juraij mengatakan bahwa makruh mengeraskan suara, berseru, dan menjerit dalam berdoa; hal yang diperintahkan ialah melakukannya dengan penuh rasa rendah diri dan hati yang khusyuk.
Kemudian Ibnu Juraij meriwayatkan dari Ata Al-Khurasahi, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. (Al-A'raf: 55) Yakni dalam berdoa, juga dalam hal lainnya.
Abu Mijlaz mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. (Al-A'raf: 55) Maksudnya, janganlah seseorang meminta kepada Allah agar ditempat­kan pada kedudukan para nabi.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ، رَحِمَهُ اللَّهُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِي، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عن زياد ابن مِخْراق، سَمِعْتُ أَبَا نَعَامَةَ (9) عَنْ مَوْلًى لِسَعْدٍ؛ أَنَّ سَعْدًا سَمِعَ ابْنًا لَهُ يَدْعُو وَهُوَ يَقُولُ: اللَّهُمَّ، إِنِّي أَسْأَلُكَ الْجَنَّةَ وَنَعِيمَهَا وَإِسْتَبْرَقَهَا وَنَحْوًا مِنْ هَذَا، وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ النَّارِ وَسَلَاسِلِهَا وَأَغْلَالِهَا. فَقَالَ: لَقَدْ سَأَلْتَ اللَّهَ خَيْرًا كَثِيرًا، وَتَعَوَّذْتَ بِاللَّهِ مِنْ شَرٍّ كَثِيرٍ، وَإِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم يَقُولُ: "إِنَّهُ سَيَكُونُ قَوْمٌ يَعْتَدُونَ فِي الدُّعَاءِ". وَقَرَأَ هَذِهِ الْآيَةَ: {ادْعُوا رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً [إِنَّهُ لا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ] } وَإِنَّ بِحَسْبِكَ أَنْ تَقُولَ: "اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْجَنَّةَ وَمَا قَرَّبَ إِلَيْهَا مِنْ قَوْلٍ أَوْ عَمَلٍ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ النَّارِ وَمَا قَرَّبَ إِلَيْهَا مِنْ قَوْلٍ أَوْ عَمَلٍ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Mahdi, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Ziad ibnu Mikhraq; ia pernah mendengar Abu Nu'amah meriwayatkan dari seorang maula Sa'd bahwa Sa'd pernah mendengar salah seorang anak lelakinya mengatakan dalam doanya, "Ya Allah, sesungguhnya saya memohon kepadamu surga dan semua kenikmatannya dan baju sutranya, serta hal lainnya yang semisal. Saya berlindung kepada-Mu dari neraka, rantai, dan belenggunya." Maka Sa'd mengatakan, "Engkau telah meminta kepada Allah kebaikan yang banyak dan berlindung kepada Allah dari kejahatan yang banyak. Sesungguhnya saya pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: 'Sesungguhnya kelak akan ada suatu kaum yang melampaui batas dalam berdoa'." Menurut lafaz yang lain disebutkan, "Melampaui batas dalam bersuci dan berdoa." Kemudian Sa'd membacakan firman-Nya: Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri. (Al-A'raf: 55) Sa'd mengatakan, "Sesungguhnya sudah cukup bagimu jika kamu mengucapkan dalam doamu hal berikut, 'Ya Allah, sesungguhnya saya memohon kepada Engkau surga dan semua ucapan atau perbuatan yang mendekatkan diriku kepadanya. Saya berlindung kepada Engkau dari neraka dan dari semua ucapan atau perbuatan yang mendekatkan diriku kepadanya."
Imam Abu Daud meriwayatkannya melalui hadis Syu'bah, dari Ziyad ibnu Mikhraq, dari Abu Nu'amah, dari maula Sa'd, dari Sa'd, lalu ia menuturkan hadis ini.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عفَّان، حَدَّثَنَا حَمَّاد بْنُ سَلَمَةَ، أَخْبَرَنَا الْجُرَيْرِيُّ، عَنْ أَبِي نَعَامة: أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ مُغَفَّلٍ سَمِعَ ابْنَهُ يَقُولُ: اللَّهُمَّ، إِنِّي أَسْأَلُكَ الْقَصْرَ الْأَبْيَضَ عَنْ يَمِينِ الْجَنَّةِ إِذَا دَخَلْتُهَا. فَقَالَ: يَا بُنَيَّ، سَلِ اللَّهَ الْجَنَّةَ، وَعُذْ بِهِ مِنَ النَّارِ؛ فَإِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم يقول: "يَكُونُ قَوْمٌ يَعْتَدُونَ فِي الدُّعَاءِ والطَّهُور".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, telah men­ceritakan kepada kami Al-Hariri, dari Abu Nu'amah, bahwa Abdullah ibnu Mugaffal pernah mendengar anaknya mengucapkan doa berikut, "Ya Allah, sesungguhnya saya memohon kepada Engkau gedung putih yang ada di sebelah kanan surga, jika saya masuk surga." Maka Abdullah berkata kepadanya, "Hai anakku, mintalah surga kepada Allah dan berlindunglah kepada-Nya dari neraka. Karena sesungguhnya saya pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: 'Kelak akan ada suatu kaum yang melampaui batas dalam doa dan bersucinya'."
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Abu Bakar ibnu Abu Syaibah, dari Affan.
Imam Abu Daud meriwayatkannya dari Musa ibnu Ismail, dari Hammad ibnu Salamah, dari Sa'id ibnu Iyas Al-Hariri, dari Abu Nu'amah yang nama aslinya ialah Qais ibnu Ubayah Al-Hanafi Al-Basri. Sanad ini dinilai baik dan dapat dipakai.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَلا تُفْسِدُوا فِي الأرْضِ بَعْدَ إِصْلاحِهَا}
Dan janganlah kalian membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya. (Al-A'raf: 56)
Allah Swt. melarang perbuatan yang menimbulkan kerusakan di muka bumi dan hal-hal yang membahayakan kelestariannya sesudah diper­baiki. Karena sesungguhnya apabila segala sesuatunya berjalan sesuai dengan kelestariannya, kemudian terjadilah pengrusakan padanya, hal tersebut akan membahayakan semua hamba Allah. Maka Allah Swt. melarang hal tersebut, dan memerintahkan kepada mereka untuk menyembah-Nya dan berdoa kepada-Nya serta berendah diri dan memohon belas kasihan-Nya. Untuk itulah Allah Swt. berfirman;
{وَادْعُوهُ خَوْفًا وَطَمَعًا}
dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). (Al-A'raf; 56)
Yakni dengan perasaan takut terhadap siksaan yang ada di sisi-Nya dan penuh harap kepada pahala berlimpah yang ada di sisi-Nya. Kemudian dalam firman selanjutnya disebutkan:
{إِنَّ رَحْمَةَ اللَّهِ قَرِيبٌ مِنَ الْمُحْسِنِينَ}
Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik. (Al-A'raf: 56)
Maksudnya, sesungguhnya rahmat Allah selalu mengincar orang-orang yang berbuat kebaikan, yaitu mereka yang mengikuti perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Seperti pengertian yang terdapat di dalam firman-Nya:
وَرَحْمَتِي وَسِعَتْ كُلَّ شَيْءٍ فَسَأَكْتُبُهَا لِلَّذِينَ يَتَّقُونَ
Dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu. Maka akan Aku tetapkan rahmat-Ku untuk orang-orang yang bertakwa. (Al-A'raf: 156), hingga akhir ayat.
Dalam ayat ini disebutkan qaribun dan tidak disebutkan qaribatun mengingat di dalamnya (yakni lafaz rahmat) terkandung pengertian pahala; atau karena disandarkan kepada Allah, karena itu disebutkan qaribun minal muhsinin (amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik).
Matar Al-Warraq pernah mengatakan, "Laksanakanlah janji Allah dengan taat kepada-Nya, karena sesungguhnya Dia telah menetapkan bahwa rahmat-Nya amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik."

{وَهُوَ الَّذِي يُرْسِلُ الرِّيَاحَ بُشْرًا بَيْنَ يَدَيْ رَحْمَتِهِ حَتَّى إِذَا أَقَلَّتْ سَحَابًا ثِقَالا سُقْنَاهُ لِبَلَدٍ مَيِّتٍ فَأَنزلْنَا بِهِ الْمَاءَ فَأَخْرَجْنَا بِهِ مِنْ كُلِّ الثَّمَرَاتِ كَذَلِكَ نُخْرِجُ الْمَوْتَى لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ (57) وَالْبَلَدُ الطَّيِّبُ يَخْرُجُ نَبَاتُهُ بِإِذْنِ رَبِّهِ وَالَّذِي خَبُثَ لَا يَخْرُجُ إِلا نَكِدًا كَذَلِكَ نُصَرِّفُ الآيَاتِ لِقَوْمٍ يَشْكُرُونَ (58) }
Dan Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa berita gembira sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan); hingga apabila angin itu telah membawa awan mendung, Kami halau ke suatu daerah yang tandus, lalu Kami turunkan hujan di daerah itu, maka Kami keluarkan dengan sebab hujan itu berbagai macam buah-buahan. Seperti itulah Kami membangkitkan orang-orang yang telah mati, mudah-mudahan kalian mengambil pelajaran. Dan tanah yang baik tanaman-tanamannya tumbuh subur dengan seizin Allah; dan tanah yang tidak subur, tanaman-tanamannya hanya tumbuh merana. Demikianlah Kami mengulangi tanda-tanda kebesaran (Kami) bagi orang-orang yang bersyukur.
Dalam pembahasan di atas disebutkan bahwa Allah-lah yang mencipta­kan langit dan bumi, dan Dialah Yang Mengatur, Yang Memutuskan, Yang Memerintah, dan Yang Menundukkannya. Dia memberikan petunjuk kepada mereka agar berdoa kepada-Nya karena Dia Mahakuasa atas semua yang dikehendaki-Nya. Kemudian dalam pembahasan ayat ini disebutkan bahwa Allah mengingatkan kepada hamba-hamba-Nya bahwa Dialah yang memberi mereka rezeki, dan bahwa kelak Dia akan membangkitkan orang-orang yang telah mati di hari kiamat. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
وَهُوَ الَّذِي يُرْسِلُ الرِّيَاحَ نشْرًا
Dan Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa berita gembira. (Al-A'raf: 57)
Yakni angin yang bertiup menyebar membawa awan yang mengandung hujan. Di antara ahli qiraat ada yang membacanya dengan bacaan yang semakna dengan apa yang dikandung oleh firman-Nya:
{وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ يُرْسِلَ الرِّيَاحَ مُبَشِّرَاتٍ}
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah bahwa Dia mengi­rimkan angin sebagai pembawa berita gembira. (Ar-Rum: 46)
*******************
Firman Allah Swt.:
{بَيْنَ يَدَيْ رَحْمَتِهِ}
sebelum kedatangan rahmat-Nya. (Al-A'raf: 57)
Maksudnya, sebelum kedatangan hujan. Sama pengertiannya dengan apa yang disebutkan di dalam firman-Nya:
{وَهُوَ الَّذِي يُنزلُ الْغَيْثَ مِنْ بَعْدِ مَا قَنَطُوا وَيَنْشُرُ رَحْمَتَهُ وَهُوَ الْوَلِيُّ الْحَمِيدُ}
Dan Dialah yang menurunkan hujan sesudah mereka berputus asa dan menyebarkan rahmat-Nya. Dan Dialah Yang Maha Pelindung lagi Maha Terpuji. (Asy-Syura: 28)
{فَانْظُرْ إِلَى أَثَر رَحْمَةِ اللَّهِ كَيْفَ يُحْيِي الأرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا إِنَّ ذَلِكَ لَمُحْيِي الْمَوْتَى وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ}
Maka perhatikanlah bekas-bekas rahmat Allah, bagaimana Allah menghidupkan bumi yang sudah mati. Sesungguhnya (Tuhan yang berkuasa seperti) demikian benar-benar (berkuasa) menghidupkan orang-orang yang telah mati. Dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. (Ar-Rum: 50)
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
{حَتَّى إِذَا أَقَلَّتْ سَحَابًا ثِقَالا}
hingga apabila angin itu telah membawa awan mendung. (Al-A'raf: 57)
Yakni angin tersebut membawa awan yang mengandung air hujan yang ciri khasnya gelap karena berat, penuh dengan air, dan tidak jauh dari permukaan bumi.
Perihalnya sama dengan apa yang dikatakan oleh Zaid ibnu Amr ibnu Nufail dalam bait-bait syairnya, yaitu:
وأسلمتُ وجْهِي لمنْ أسْلَمَتْ ... لَهُ المُزْنُ تَحْمل عَذْبا زُلالا ...
وأسلَمْتُ وَجْهي لِمَنْ أسلَمَتْ ... لَهُ الْأَرْضُ تحملُ صَخرًا ثِقَالًا
Saya berserah diri kepada Tuhan yang berserah diri kepada-Nya awan yang mengandung air hujan yang tawar lagi mudah diminum.
Dan saya berserah diri kepada Tuhan yang berserah diri kepada-Nya bumi yang membawa batu-batu besar lagi berat.
*******************
Firman Allah Swt.:
{سُقْنَاهُ لِبَلَدٍ مَيِّتٍ}
Kami halau ke suatu daerah yang tandus. (Al-A'raf: 57)
Yakni ke suatu daerah yang kering dan tandus tidak ada tanam-tanamannya. Ayat ini semakna dengan ayat lain, yaitu firman-Nya:
وَآيَةٌ لَهُمُ الأرْضُ الْمَيْتَةُ أَحْيَيْنَاهَا
Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah bumi mati, Kami hidupkan bumi itu. (Yasin: 33), hingga akhir ayat.
Karena itulah dalam ayat ini —yakni firman selanjutnya— disebutkan:
{فَأَخْرَجْنَا بِهِ مِنْ كُلِّ الثَّمَرَاتِ كَذَلِكَ نُخْرِجُ الْمَوْتَى}
maka Kami keluarkan dengan sebab hujan itu berbagai macam buah-buahan. Seperti itulah Kami membangkitkan orang-orang yang telah mati. (Al-A'raf: 57)
Yaitu sebagaimana Kami hidupkan bumi yang telah mati itu sesudah matinya, demikian pula Kami hidupkan jasad-jasad sesudah tulang belulangnya hancur kelak di hari kiamat. Di hari kiamat nanti Allah menurunkan hujan dari langit, hujan itu menyirami bumi selama empat puluh hari. Maka tumbuhlah dari bumi semua jasad dari kuburnya masing-masing seperti tumbuhnya bebijian dari dalam tanah.
Pengertian seperti ini banyak didapat di dalam Al-Qur'an. Diungkapkan oleh Allah Swt. sebagai perumpamaan kejadian hari kiamat; Allah meng­ungkapkannya dengan contoh Dia menghidupkan bumi yang telah mati. Karena itulah di akhir ayat ini disebutkan oleh firman-Nya:
{لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ}
mudah-mudahan kalian mengambil pelajaran. (Al-A'raf: 57)
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
{وَالْبَلَدُ الطَّيِّبُ يَخْرُجُ نَبَاتُهُ بِإِذْنِ رَبِّهِ}
Dan tanah yang baik, tanaman-tanamannya tumbuh subur dengan seizin Allah. (Al-A'raf: 58)
Yakni tanah yang baik mengeluarkan tetumbuhannya dengan cepat dan subur. Seperti yang disebut dalam ayat yang lain, yaitu firman-Nya:
{فَتَقَبَّلَهَا رَبُّهَا بِقَبُولٍ حَسَنٍ وَأَنْبَتَهَا نَبَاتًا حَسَنًا}
dan menumbuhkannya dengan pertumbuhan yang baik. (Ali Imran-37)
Adapun firman Allah Swt.:
{وَالَّذِي خَبُثَ لَا يَخْرُجُ إِلا نَكِدًا}
dan tanah yang tidak subur, tanaman-tanamannya hanya tumbuh merana. (Al-A'raf: 58)
Menurut Mujahid dan lain-lainnya, tanah yang tidak subur ialah seperti tanah yang belum digarap dan belum siap untuk ditanami, serta tanah lainnya yang tidak dapat ditanami.
Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna ayat ini, bahwa hal ini merupakan perumpamaan yang dibuat oleh Allah untuk menggambarkan keadaan orang mukmin dan orang kafir.
قَالَ الْبُخَارِيُّ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْعَلَاءِ، حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ أُسَامَةَ عَنْ بُرَيد بْنِ عَبْدِ اللَّهِ، عَنْ أَبِي بُرْدَةَ، عَنْ أَبِي مُوسَى، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَثَلُ مَا بَعَثَنِي اللَّهُ بِهِ مِنَ الْهُدَى وَالْعِلْمِ، كَمَثَلِ الْغَيْثِ الْكَثِيرِ أَصَابَ أَرْضًا، فَكَانَتْ مِنْهَا نَقِيَّةٌ قَبِلَتِ الْمَاءَ، فَأَنْبَتَتِ الْكَلَأَ وَالْعُشْبَ الْكَثِيرَ. وَكَانَتْ مِنْهَا أَجَادِبَ أَمْسَكَتِ الْمَاءَ، فَنَفَعَ اللَّهُ بِهَا النَّاسَ، فَشَرِبُوا وَسَقَوْا وَزَرَعُوا. وَأَصَابَ مِنْهَا طَائِفَةً أُخْرَى، إِنَّمَا هِيَ قِيعَانٌ لَا تُمْسِكُ مَاءً وَلَا تَنْبُتُ (3) فَذَلِكَ مَثَلُ مَنْ فَقُه فِي دِينِ اللَّهِ وَنَفَعَهُ مَا بَعَثَنِي اللَّهُ بِهِ، فَعَلم وَعَلَّم، وَمَثَلُ مَنْ لَمْ يَرْفَعْ بِذَلِكَ رَأْسًا. وَلَمْ يَقْبَل هُدَى اللَّهِ الَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ".
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul Ala, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Usamah, dari Yazid ibnu Abdullah, dari Abu Burdah, dari Abu Musa yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Perumpamaan ilmu dan petunjuk yang diutuskan oleh Allah kepadaku (untuk menyampaikannya) adalah seperti hujan deras yang menyirami bumi. Sebagian dari bumi ada yang subur dan menerima air, maka ia menumbuhkan tumbuh-tumbuhan dan rerumputan yang banyak. Dan sebagian dari yang lain ada yang tandus, tetapi dapat menampung air, maka Allah memberikan manfaat kepada manusia melaluinya sehingga mereka dapat minum, dapat pengairan dan bercocok tanam. Dan hujan itu menimpa sebagian yang lain yang hanya merupakan rawa-rawa, tidak dapat menahan air dan tidak (pula) menumbuhkan rerumputan. Maka demikianlah perumpamaan orang yang mengerti tentang agama Allah dan beroleh manfaat dari apa yang diutuskan oleh Allah kepadaku untuk menyampaikannya, sehingga ia berilmu dan mengamalkannya. Juga sebagai perumpamaan buat orang yang tidak mau memperhatikannya serta tidak mau menerima petunjuk Allah yang disampaikan olehku.
Imam Muslim dan Imam Nasai meriwayatkannya melalui berbagai jalur dari Abu Usamah (yaitu Hammad ibnu Usamah) dengan lafaz yang sama.

{لَقَدْ أَرْسَلْنَا نُوحًا إِلَى قَوْمِهِ فَقَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ إِنِّي أَخَافُ عَلَيْكُمْ عَذَابَ يَوْمٍ عَظِيمٍ (59) قَالَ الْمَلأ مِنْ قَوْمِهِ إِنَّا لَنَرَاكَ فِي ضَلالٍ مُبِينٍ (60) قَالَ يَا قَوْمِ لَيْسَ بِي ضَلالَةٌ وَلَكِنِّي رَسُولٌ مِنْ رَبِّ الْعَالَمِينَ (61) أُبَلِّغُكُمْ رِسَالاتِ رَبِّي وَأَنْصَحُ لَكُمْ وَأَعْلَمُ مِنَ اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ (62) }
Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, lalu ia berkata, 'Wahai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tak ada Tuhan bagi kalian selain-Nya.” Sesungguhnya (kalau kalian tidak menyembah Allah), aku takut kalian akan ditimpa azab hari yang besar (kiamat). Pemuka-pemuka kaumnya berkata, "Sesungguhnya kami memandang kamu berada dalam kesesatan yang nyata.” Nuh menjawab, "Hai kaumku, tak ada padaku kesesatan sedikit pun, tetapi aku adalah utusan dari Tuhan semesta alam. Aku menyampaikan kepada kalian amanat-amanat Tuhanku dan aku memberi nasihat kepada kalian, dan aku mengetahui dari Allah apa yang tidak kalian ketahui."
Pada permulaan surat ini Allah menceritakan kisah Adam dan semua yang berkaitan dengan itu serta semua hubungannya hingga selesai. Kemudian Allah Swt. menuturkan kisah nabi-nabi lainnya secara ber­urutan. Untuk itu Allah Swt. memulainya dengan kisah Nabi Nuh a.s. karena sesungguhnya Nuh a.s. adalah rasul Allah yang mula-mula diutus kepada penduduk bumi sesudah Adam a.s.
Dia adalah Nuh ibnu Lamek ibnu Mutusyalikh ibnu Akhnukh (yakni Nabi Idris a.s.) menurut apa yang mereka duga. Idris a.s. adalah orang yang mula-mula menulis pakai pena. Nasab Nabi Nuh selanjutnya ialah Ibnu Burd ibnu Mahlil ibnu Qanin ibnu Yanisy ibnu Syis ibnu Adam; semoga Allah melimpahkan salam-Nya kepada mereka. Demikianlah menurut nasab yang diketengahkan oleh Muhammad ibnu lshaq dan lain-lainnya dari kalangan ulama ahli nasab.
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan, tidak ada seorang nabi pun yang mengalami gangguan dari kaumnya yang lebih parah daripada Nabi Nuh a.s. kecuali nabi yang dibunuh oleh kaumnya.
Yazid Ar-Raqqasyi mengatakan, sesungguhnya Nuh diberi nama seperti itu karena ia banyak menangisi dirinya. Jarak waktu antara Adam a.s. sampai kepada Nuh a.s. adalah sepuluh abad (yakni sepuluh generasi), semuanya memeluk agama Islam.
Abdullah ibnu Abbas dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang dari kalangan ulama tafsir mengatakan bahwa pada mulanya berhala-berhala disembah ialah karena di masa lalu ada suatu kaum yang saleh meninggal dunia. Kemudian kaum mereka membangun masjid-masjid di atas kuburan mereka dan membuat gambar-gambar mereka di dalamnya untuk mengingatkan orang-orang akan tingkah laku dan ibadah mereka, dengan tujuan agar kaum mereka meniru jejak mereka.
Tetapi setelah zaman berlalu cukup lama, mereka (kaumnya) mem­buat patung-patung dalam bentuk gambar-gambar tersebut. Setelah berlalunya masa yang cukup lama lagi, maka mereka mulai menyembah patung-patung tersebut dan menamakannya dengan nama orang-orang saleh itu, seperti Wad, Suwa’, Yagus, Ya’uq, dan Nasr. Setelah hal ter­sebut kian parah, Allah Swt. mengutus Nabi Nuh a.s. Nabi Nuh a.s. memerintahkan kepada mereka agar menyembah Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya. Untuk itu disebutkan oleh firman-Nya:
{يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ إِنِّي أَخَافُ عَلَيْكُمْ عَذَابَ يَوْمٍ عَظِيمٍ}
Wahai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tak ada Tuhan bagi kalian selain-Nya. Sesungguhnya (kalau kalian tidak menyembah Allah), aku takut kalian akan ditimpa azab hari yang besar (kiamat). (Al-A'raf: 59)
Yaitu azab hari kiamat apabila kalian dihadapkan kepada Allah, sedangkan kalian dalam keadaan musyrik (mempersekutukan-Nya).
{قَالَ الْمَلأ مِنْ قَوْمِهِ}
Pemuka-pemuka dari kaumnya berkata. (Al-A'raf: 60)
Yang dimaksud dengan istilah mala' ialah para pemimpin dan para pembesar dari kalangan mereka.
{إِنَّا لَنَرَاكَ فِي ضَلالٍ مُبِينٍ}
Sesungguhnya kami memandang kamu berada dalam kesesatan yang nyata. (Al-A'raf: 60)
Yakni ajakan dan seruanmu yang ditujukan kepada kami agar kami meninggalkan penyembahan berhala-berhala ini yang kami jumpai nenek moyang kami melakukannya.
Memang demikianlah keadaan orang-orang yang durhaka. Sesung­guhnya mereka memandang orang-orang yang bertakwa hanya berada dalam kesesatan. Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat yang lain, yaitu:
{وَإِذَا رَأَوْهُمْ قَالُوا إِنَّ هَؤُلاءِ لَضَالُّونَ}
Dan apabila mereka melihat orang-orang mukmin, mereka mengatakan, "Sesungguhnya mereka itu benar-benar orang-orang yang sesat." (Al-Muthaffifin: 32)
{وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لِلَّذِينَ آمَنُوا لَوْ كَانَ خَيْرًا مَا سَبَقُونَا إِلَيْهِ وَإِذْ لَمْ يَهْتَدُوا بِهِ فَسَيَقُولُونَ هَذَا إِفْكٌ قَدِيمٌ}
Dan orang-orang kafir berkata kepada orang-orang yang beriman, "Kalau sekiranya dia (Al-Qur’an) adalah suatu yang baik, tentulah mereka tiada mendahului kami (beriman) kepadanya. Dan karena mereka tidak mendapat petunjuk dengannya, maka mereka akan berkata, "Ini adalah dusta yang lama.” (Al-Ahqaf: 11)
Masih banyak ayat-ayat lainnya yang bermakna senada.
*******************
Firman Allah Swt.:
{قَالَ يَا قَوْمِ لَيْسَ بِي ضَلالَةٌ وَلَكِنِّي رَسُولٌ مِنْ رَبِّ الْعَالَمِينَ}
Nuh menjawab, "Hai kaumku, tak ada padaku kesesatan sedikit pun, tetapi aku adalah utusan dari Tuhan semesta alam." (Al-A'raf: 61)
Artinya, saya bukanlah orang yang sesat, melainkan utusan Tuhan segala sesuatu dan yang memiliki kesemuanya.
{أُبَلِّغُكُمْ رِسَالاتِ رَبِّي وَأَنْصَحُ لَكُمْ وَأَعْلَمُ مِنَ اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ}
Aku sampaikan kepada kalian amanat-amanat Tuhanku dan aku memberi nasihat kepada kalian, dan aku mengetahui dari Allah apa yang tidak kalian ketahui. (Al-A' raf: 62)
Memang demikianlah tugas yang diemban oleh seorang rasul, yaitu dia menyampaikan risalah Allah dengan bahasa yang fasih, menasihati kaumnya, dan dia mengetahui Allah. Tiada seorang pun dari makhluk Allah yang mempunyai sifat-sifat seperti itu selain para rasul.
Di dalam kitab Sahih Muslim disebutkan bahwa Rasulullah Saw. ketika di Arafah bersabda kepada sahabat-sahabatnya yang jumlahnya saat itu sangat banyak dan hampir semuanya berkumpul, yaitu:
"أَيُّهَا النَّاسُ، إِنَّكُمْ مَسْئُولُونَ عَنِّي، فَمَا أَنْتُمْ قَائِلُونَ؟ " قَالُوا: نَشْهَدُ أَنَّكَ بَلَّغْتَ وَأَدَّيْتَ وَنَصَحْتَ، فَجَعَلَ يَرْفَعُ إِصْبَعَهُ إِلَى السَّمَاءِ وينكتُها عَلَيْهِمْ وَيَقُولُ: "اللَّهُمَّ اشْهَدْ، اللَّهُمَّ اشْهَدْ
"Hai manusia, sesungguhnya kalian kelak akan ditanyai mengenai diriku, lalu apakah yang bakal kalian jawab?” Mereka (para saha­bat) menjawab.”Kami bersaksi bahwa engkau telah menyampaikan risalah dan menunaikan amanat serta menasihati umat." Lalu Rasulullah Saw. mengangkat telunjuknya ke langit dan menudingkannya ke arah mereka seraya bersabda, "Ya Allah, saksikanlah. Ya Allah, saksikanlah."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar