Translate

Senin, 03 Oktober 2016

An-Nisa, ayat 64-87

وَما أَرْسَلْنا مِنْ رَسُولٍ إِلاَّ لِيُطاعَ بِإِذْنِ اللَّهِ وَلَوْ أَنَّهُمْ إِذْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ جاؤُكَ فَاسْتَغْفَرُوا اللَّهَ وَاسْتَغْفَرَ لَهُمُ الرَّسُولُ لَوَجَدُوا اللَّهَ تَوَّاباً رَحِيماً (64) فَلا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيما شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجاً مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيماً (65)
Dan Kami tidak mengutus seseorang rasul, melainkan untuk ditaati dengan seizin Allah. Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu. lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasul pun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang. Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.
Firman Allah Swt.:
وَما أَرْسَلْنا مِنْ رَسُولٍ إِلَّا لِيُطاعَ
Dan Kami ddak mengutus seseorang rasul, melainkan untuk ditaati. (An-Nisa: 64)
Artinya, kaum yang diutus kepada mereka seorang rasul diwajibkan taat kepadanya.
Mengenai firman-Nya:
بِإِذْنِ اللَّهِ
dengan seizin Allah. (An-Nisa: 64)
Menurut pendapat Mujahid, makna yang dimaksud ialah tiada seorang pun yang taat kepadanya kecuali dengan seizin-Ku. Dengan kata lain, tiada seorang pun yang taat kepada rasul kecuali orang yang telah Aku berikan kepadanya taufik untuk itu. Perihalnya sama dengan pengertian yang terkandung di dalam ayat lain, yaitu firman-Nya:
وَلَقَدْ صَدَقَكُمُ اللَّهُ وَعْدَهُ إِذْ تَحُسُّونَهُمْ بِإِذْنِهِ
Dan sesungguhnya Allah lelah memenuhi janji-Nya kepada kamu, ketika kamu membunuh mereka dengan izin-Nya.(Ali Imran: 152)
Yakni atas perintah dari Allah dan berdasarkan takdir dan kehendak-Nya serta pemberian kekuasaan dari Allah kepada kalian untuk mengalahkan mereka.
Firman Allah Swt.:
وَلَوْ أَنْهُمْ إِذْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ
Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya. (An-Nisa: 64), hingga akhir ayat.
Melalui firman-Nya ini Allah memberikan bimbingan kepada orangorang durhaka yang berdosa, bila mereka terjerumus ke dalam kesalahan dan kemaksiatan, hendaknya mereka datang menghadap Rasul Saw., lalu memohon ampun kepada Allah di hadapannya dan meminta kepadanya agar mau memohonkan ampun kepada Allah buat mereka. Karena sesungguhnya jikalau mereka melakukan hal tersebut, niscaya Allah menerima tobat mereka, merahmati mereka, dan memberikan ampunan bagi mereka. Karena itulah dalam firman berikutnya disebutkan:
{لَوَجَدُوا اللَّهَ تَوَّابًا رَحِيمًا}
tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang. (An-Nisa: 64)
Sejumlah ulama —antara lain Syekh Abu Mansur As-Sabbag di dalam kitabnya Asy-Syamil— mengetengahkan kisah yang terkenal dari Al-Atabi yang menceritakan bahwa ketika ia sedang duduk di dekat kubur Nabi Saw., datanglah seorang Arab Badui, lalu ia mengucapkan, "Assalamu'alaika, ya Rasulullah (semoga kesejahteraan terlimpahkan kepadamu, wahai Rasulullah). Aku telah mendengar Allah berfirman: 'Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasul pun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka menjumpai Allah Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang' (An-Nisa: 64).
Sekarang aku datang kepadamu, memohon ampun bagi dosa-dosaku (kepada Allah) dan meminta syafaat kepadamu (agar engkau memohonkan ampunan bagiku) kepada Tuhanku."
Kemudian lelaki Badui tersebut mengucapkan syair berikut , yaitu:
يَا خَيْرَ مَنْ دُفِنَتْ بِالْقَاعِ أَعْظُمُهُ ... فَطَابَ مِنْ طِيبِهِنَّ الْقَاعُ وَالْأَكَمُ
نَفْسِي الْفِدَاءُ لِقَبْرٍ أَنْتَ سَاكِنُهُ ... فِيهِ الْعَفَافُ وَفِيهِ الْجُودُ وَالْكَرَمُ
Hai sebaik-baik orang yang dikebumikan di lembah ini lagi paling agung, maka menjadi harumlah dari pancaran keharumannya semua lembah dan pegunungan ini. Diriku sebagai tebusan kubur yang engkau menjadi penghuninya; di dalamnya terdapat kehormatan, kedermawanan, dan kemuliaan.
Kemudian lelaki Badui itu pergi, dan dengan serta-merta mataku terasa mengantuk sekali hingga tertidur. Dalam tidurku itu aku bermimpi bersua dengan Nabi Saw., lalu beliau Saw. bersabda,
يَا عُتْبى، الحقْ الْأَعْرَابِيَّ فَبَشِّرْهُ أَنَّ اللَّهَ قَدْ غَفَرَ له
"Hai Atabi, susullah orang Badui itu dan sampaikanlah berita gembira kepadanya bahwa Allah telah memberikan ampunan kepadanya!"
********************
Firman Allah Swt.:
فَلا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيما شَجَرَ بَيْنَهُمْ
Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan. (An-Nisa: 65)
Allah Swt. bersumpah dengan menyebut diri-Nya Yang Mahamulia lagi Mahasuci, bahwa tidaklah beriman seseorang sebelum ia menjadikan Rasul Saw. sebagai hakimnya dalam semua urusannya. Semua yang diputuskan oleh Rasul Saw. adalah perkara yang hak dan wajib diikuti lahir dan batin. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
{ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا}
kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. (An-Nisa: 65)
Dengan kata lain, apabila mereka meminta keputusan hukum darimu, maka mereka menaatinya dengan tulus ikhlas sepenuh hati mereka, dan dalam hati mereka tidak terdapat suatu keberatan pun terhadap apa yang telah engkau putuskan; mereka tunduk kepadanya secara lahir batin serta menerimanya dengan sepenuhnya, tanpa ada rasa yang mengganjal, tanpa ada tolakan, dan tanpa ada sedikit pun rasa menentangnya. Seperti yang dinyatakan di dalam sebuah hadis yang mengatakan:
"وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يَكُونَ هَوَاهُ تَبَعًا لِمَا جِئْتُ بِهِ"
Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, tidak sekali-kali seseorang di antara kalian beriman sebelum keinginannya mengikuti keputusan yang telah ditetapkan olehku.
قَالَ الْبُخَارِيُّ: حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ، أَخْبَرَنَا مَعْمَر، عَنِ الزُّهْرِيِّ، عَنْ عُرْوَة قَالَ: خَاصَمَ الزُّبَيْرُ رَجُلًا فِي شُرَيج مِنَ الحَرَّة، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "اسْقِ يَا زُبير ثُمَّ أرْسل الْمَاءَ إِلَى جَارِكَ" فَقَالَ الْأَنْصَارِيُّ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أنْ كَانَ ابْنَ عَمَّتِكَ؟ فَتَلَوَّن وَجْهُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ قَالَ: "اسْقِ يَا زُبَيْرُ، ثُمَّ احْبِسِ الْمَاءَ حَتَّى يَرْجِعَ إِلَى الجدْر، ثُمَّ أَرْسِلِ الْمَاءَ إِلَى جَارِكَ" وَاسْتَوْعَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِلزُّبَيْرِ حَقّه فِي صَرِيحِ الْحُكْمِ، حِينَ أَحْفَظَهُ الْأَنْصَارِيُّ، وَكَانَ أَشَارَ عَلَيْهِمَا بِأَمْرٍ لَهُمَا فِيهِ سَعَةٌ. قَالَ الزُّبَيْرُ: فَمَا أَحْسَبُ هَذِهِ الْآيَةَ إِلَّا نَزَلَتْ فِي ذَلِكَ: {فَلا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ} الْآيَةَ.
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali Ibnu Abdullah, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Az-Zuhri, dari Urwah yang telah menceritakan bahwa Az-Zubair pernah bersengketa dengan seorang lelaki dalam masalah pengairan di lahan Harrah (Madinah). Maka Nabi Saw. bersabda: Hai Zubair, airilah lahanmu, kemudian salurkan airnya kepada lahan tetanggamu! Kemudian lelaki yang dari kalangan Ansar itu berkata, "Wahai Rasulullah, engkau putuskan demikian karena dia adalah saudara sepupumu." Maka roman wajah Rasulullah Saw. memerah (marah), kemudian bersabda lagi: Airilah lahanmu, hai Zubair, lalu tahanlah airnya hingga berbalik ke arah tembok, kemudian alirkanlah ke lahan tetanggamu. Dalam keputusan ini Nabi Saw. menjaga hak Az-Zubair dengan keputusan yang gamblang karena orang Ansar tersebut menahan air itu. Nabi Saw. memberikan saran demikian ketika keduanya melaporkan hal tersebut kepadanya, dan ternyata keputusannya itu mengandung keadilan yang merata. Az-Zubair mengatakan, "Aku merasa yakin ayat ini diturunkan berkenaan dengan peristiwa tersebut." Yang dimaksud olehnya adalah firman Allah Swt. yang mengatakan: Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan. (An-Nisa: 65), hingga akhir ayat.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam bab ini, yakni di dalam kitab tafsir, bagian kitab sahihnya, dengan melalui hadis Ma'mar.
Dalam kitab yang membahas masalah minuman ia riwayatkan melalui hadis Ibnu Juraij, juga melalui Ma'mar.
Sedangkan di dalam kitab yang membahas masalah suluh (perdamaian) ia meriwayatkannya melalui hadis Syu'aib ibnu Abu Hamzah. Ketiga-tiganya (yakni Ma'mar, Ibnu Juraij, dan Syu'aib) bersumber dari Az-Zuhri, dari Urwah. Lalu Imam Bukhari mengetengahkan hadis ini.
Menurut lahiriahnya hadis ini berpredikat mursal, tetapi secara maknawi berpredikat muttasil.
Imam Ahmad meriwayatkannya melalui sanad ini, maka ia menyebutkan dengan jelas perihal ke-mursal-annya. Untuk itu ia mengatakan:
حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ، أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ، عَنِ الزُّهْرِيِّ، أَخْبَرَنِي عُرْوَةُ بْنُ الزُّبَيْرِ: أَنَّ الزُّبَيْرَ كَانَ يُحَدِّثُ: أَنَّهُ كَانَ يُخَاصِمُ رَجُلًا مِنَ الْأَنْصَارِ قَدْ شَهِدَ بَدْرًا إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي شِرَاجِ الْحَرَّةِ، كَانَا يَسْقِيَانِ بِهَا كِلَاهُمَا، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِلزُّبَيْرِ: "اسْقِ ثُمَّ أَرْسِلْ إِلَى جَارِكَ" فَغَضِبَ الْأَنْصَارِيُّ وَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَنْ كَانَ ابْنَ عَمَّتِكَ؟ فَتَلَوَّنَ وَجْهُ رَسُولِ  اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ قَالَ: "اسْقِ يَا زُبَيْرُ ثُمَّ احْبِسِ الْمَاءَ حَتَّى يَرْجِعَ إِلَى الجَدْر" فَاسْتَوْعَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِلزُّبَيْرِ حَقَّهُ وَكَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَبْلَ ذَلِكَ أَشَارَ عَلَى الزُّبَيْرِ بِرَأْيٍ أَرَادَ فِيهِ سَعَةً لَهُ وَلِلْأَنْصَارِيِّ، فَلَمَّا أَحْفَظَ الْأَنْصَارِيُّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَوْعَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِلزُّبَيْرِ حَقَّهُ فِي صَرِيحِ الْحُكْمِ، قَالَ عُرْوَةُ: فَقَالَ الزُّبَيْرُ: وَاللَّهِ مَا أَحْسَبُ هَذِهِ الْآيَةَ نَزَلَتْ إِلَّا فِي ذَلِكَ: {فَلا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا}
telah menceritakan kepada kami Abul Yaman, telah menceritakan kepada kami Syu'aib, dari Az-Zuhri, telah menceritakan kepadaku Urwah ibnuz Zubair; Az-Zubair pernah menceritakan hadis berikut kepadanya, bahwa dirinya pernah bersengketa dengan seorang lelaki dari kalangan Ansar yang pernah ikut Perang Badar, yaitu dalam m-salah pengairan lahan di Syarajul Harrah. Ketika keduanya melaporkan hal tersebut kepada Nabi Saw., maka Nabi Saw. bersabda kepada Az-Zubair: Siramilah lahanmu, kemudian alirkanlah airnya ke tetanggamu! Tetapi orang Ansar itu marah dan berkata, "Wahai Rasulullah, apakah karena ia saudara sepupumu?" Maka wajah Rasulullah Saw. memerah, kemudian beliau bersabda: Airilah lahanmu, hai Zubair, kemudian tahanlah airnya hingga berbalik ke tembok Kali ini Nabi Saw. memperhatikan kepentingan Az-Zubair, padahal pada mulanya beliau memberikan saran kepada Az-Zubair suatu pendapat yang di dalamnya mengandung keleluasaan bagi orang Ansar. Akan tetapi, setelah orang Ansar itu hanya mementingkan kepentingan dirinya, maka Rasulullah Saw. memberikan keputusan yang di dalamnya jelas terkandung pemeliharaan terhadap hak Az-Zubair. Az-Zuhri mengatakan, "Urwah melanjutkan kisahnya, bahwa Az-Zubair mengatakan, 'Demi Allah, aku yakin ayat ini diturunkan berkenaan dengan peristiwa tersebut'," yakni firman-Nya: Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. (An-Nisa: 65)
Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Hadis ini dalam sanadnya terdapat mata rantai yang terputus antara Urwah dan ayahnya (yaitu Az-Zubair), karena sesungguhnya Urwah belum pernah menerima hadis dari ayahnya.
Tetapi dapat dipastikan bahwa Urwah mendengar hadis ini dari saudara lelakinya yang bernama Abdullah ibnuz Zubair, karena sesungguhnya Abu Muhammad alias Abdur Rahman ibnu Abu Hatim meriwayatkannya seperti itu dalam kitab tafsirnya.
حَدَّثَنَا يُونُسُ بْنُ عَبْدِ الْأَعْلَى، أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ، حَدَّثَنَا اللَّيْثُ وَيُونُسُ، عَنِ ابْنِ شِهَابٍ، أَنَّ عُرْوَةَ بْنَ الزُّبَيْرِ حَدَّثَهُ أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ الزُّبَيْرِ حَدَّثَهُ عَنِ الزُّبَيْرِ بْنِ الْعَوَّامِ: أَنَّهُ خَاصَمَ رَجُلًا مِنَ الْأَنْصَارِ قَدْ شَهِدَ بَدْرًا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم فِي شِرَاجٍ فِي الحَرة، كَانَا يَسْقِيَانِ بِهِ كِلَاهُمَا النَّخْلَ، فَقَالَ الْأَنْصَارِيُّ: سَرِّح الْمَاءَ يَمُر. فَأَبَى عَلَيْهِ الزُّبَيْرُ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "اسْقِ يَا زُبَيْرُ ثُمَّ أَرْسِلْ إِلَى جَارِكَ" فَغَضِبَ الْأَنْصَارِيُّ وَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَنْ كَانَ ابْنَ عَمَّتك؟ فتلوَّن وَجْهُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ قَالَ: "اسْقِ يَا زُبَيْرُ ثُمَّ احْبِسِ الْمَاءَ حَتَّى يَرْجِعَ إِلَى الجَدْر" وَاسْتَوْعَى رسولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِلزُّبَيْرِ حَقّه وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَبْلَ ذَلِكَ أَشَارَ عَلَى الزُّبَيْرِ بِرَأْيٍ أَرَادَ فِيهِ السَّعَةَ لَهُ وَلِلْأَنْصَارِيِّ، فَلَمَّا أَحْفَظَ الْأَنْصَارِيُّ رسولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَوْعَى لِلزُّبَيْرِ حَقَّهُ فِي صَرِيحِ الْحُكْمِ فَقَالَ الزُّبَيْرُ: مَا أَحْسَبُ هَذِهِ الْآيَةَ إِلَّا فِي ذَلِكَ: {فَلا وَرَبِّكَ لَا يَؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا}
Ibnu Abu Hatim menyebutkan, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Abdul A'la, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Al-Lais dan Yunus, dari Ibnu Syihab, bahwa Urwah ibnuz Zubair pernah menceritakan kepadanya bahwa saudaranya yang bernama Abdullah ibnuz Zubair pernah menceritakan hadis berikut dari ayahnya (yaitu Az-Zubair ibnul Awwam). Disebutkan bahwa Az-Zubair pernah bertengkar dengan seorang lelaki Ansar yang telah ikut dalam Perang Badar bersama Nabi Saw. Lalu Az-Zubair mengadukan perkaranya itu kepada Rasulullah Saw. Masalah yang dipersengketakan mereka berdua adalah mengenai parit yang ada di Al-Harrah. Keduanya mengairi kebun kurmanya dari parit tersebut. Orang Ansar itu berkata, "Lepaskanlah air parit itu biar mengaliri kebunnya." Tetapi Az-Zubair menolak. Maka Rasulullah Saw. bersabda: Hai Zubair, airilah kebunmu terlebih dahulu, kemudian kirimkanlah air itu untuk mengairi tetanggamu! Orang Ansar itu salah tanggap dan marah, lalu berkata, "Wahai Rasulullah, engkau putuskan demikian karena dia adalah anak bibimu bukan?" Maka roman muka Rasulullah Saw. berubah marah, lalu bersabda: Airilah kebunmu, hai Zubair, kemudian bendunglah airnya agar kembali lagi hulunya! Dalam keputusannya kali ini Rasulullah Saw. berpihak kepada Az-Zubair. Pada mulanya beliau Saw. sebelum ada sanggahan dari orang Ansar itu, berupaya untuk memelihara hak keduanya dan memberikan keluasan bagi orang Ansar, juga bagi Az-Zubair. Tetapi setelah orang Ansar itu membandel, tidak mau tunduk kepada putusan Rasulullah Saw., maka Rasulullah Saw. memihak kepentingan Az-Zubair dalam keputusan berikutnya secara terang-terangan. Maka Az-Zubair berkata bahwa dia merasa yakin ayat berikut diturunkan berkenaan dengan kasusnya, yaitu firman Allah Swt.: Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang me¬reka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam had mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. (An-Nisa: 65)
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Nasai melalui hadis Ibnu Wahb dengan lafaz yang sama. Imam Ahmad meriwayatkannya, begitu pula semua jamaah, melalui hadis Al-Lais dengan lafaz yang sama. Hadis ini dikategorikan oleh murid-murid Al-Atraf ke dalam musnad Abdullah Ibnuz Zubair. Hal yang sama dikatakan pula oleh Imam Ahmad, yaitu dimasukkan ke dalam musnad Abdullah ibnuz Zubair.
Hal yang sangat aneh dari Imam Hakim Abu Abdullah An-Naisaburi ialah dia meriwayatkan hadis ini melalui jalur keponakanku (yaitu Ibnu Syihab), dari pamannya, dari Urwah, dari Abdullah ibnuz Zubair, dari Az-Zubair, lalu ia menyebutkan hadis ini, kemudian mengatakan bahwa sanad hadis ini sahih, padahal keduanya (Imam Bukhari dan Imam Muslim) tidak mengetengahkannya.
Kukatakan demikian karena sesungguhnya aku tidak mengetahui seorang pun yang menyandarkan sanad ini kepada Az-Zuhri dengan menyebutkan Abdullah ibnuz Zubair selain keponakanku, sedangkan dia berpredikat daif.
Al-Hafiz Abu Bakar ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ali Abu Duhaim, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Hazim, telah menceritakan kepada kami Al-Fadl ibnu Dakin, telah menceritakan kepada kami Ibnu Uyaynah, dari Amr ibnu Dinar, dari Salamah (seorang lelaki dari kalangan keluarga Abu Salamah) yang menceritakan bahwa Az-Zubair pernah bersengketa dengan seorang lelaki di hadapan Nabi Saw. Maka Nabi Saw. memutuskan untuk kemenangan Az-Zubair. Kemudian lelaki itu berkata, "Sesungguhnya dia memutuskan untuk kemenangannya karena dia adalah saudara sepupunya." Lalu turunlah ayat ini, yaitu firman-Nya: Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman. (An-Nisa: 65), hingga akhir ayat.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Usman, telah menceritakan kepada kami Abu Haiwah, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Abdul Aziz, dari Az-Zuhri, dari Sa'id ibnul Musayyab sehubungan dengan firman-Nya: Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman. (An-Nisa: 65) Bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Az-Zubair ibnul Awwam dan Hatib ibnu Abu Balta'ah; keduanya bersengketa dalam masalah air. Maka Nabi Saw. memutuskan agar air disiramkan ke tempat yang paling tinggi terlebih dahulu, kemudian tempat yang terbawah. Hadis ini mursal, tetapi mengandung faedah, yaitu dengan disebutkannya nama lelaki Ansar tersebut secara jelas.
Penyebab lain yang melatarbelakangi turunnya ayat ini, berdasarkan riwayat yang garib jiddan (aneh sekali)
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا يُونُسُ بْنُ عَبْدِ الْأَعْلَى قِرَاءَةً، أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ، أَخْبَرَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ لَهِيعة، عَنْ أَبِي الْأُسُودِ قَالَ: اخْتَصَمَ رَجُلَانِ إِلَى رَسُولِ الله صلى الله عليه وسلم فقضى بَيْنَهُمَا، فَقَالَ الَّذِي قُضِيَ عَلَيْهِ: رُدَّنَا إِلَى عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "انْطَلِقَا إِلَيْهِ" فَلَمَّا أَتَيَا إِلَيْهِ قَالَ الرَّجُلُ: يَا ابْنَ الْخَطَّابِ، قَضَى لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى هَذَا، فَقَالَ: رُدَّنَا إِلَى عُمَرَ. فَرَدَّنَا إِلَيْكَ. فَقَالَ: أَكَذَاكَ؟ فَقَالَ: نَعَمْ فَقَالَ عُمَرُ: مَكَانَكُمَا حَتَّى أَخْرُجَ إِلَيْكُمَا فَأَقْضِيَ بَيْنَكُمَا. فَخَرَجَ إِلَيْهِمَا مُشْتَمِلًا عَلَى سَيْفِهِ، فَضَرَبَ الَّذِي قَالَ رُدَّنا إِلَى عُمَرَ فَقَتَلَهُ، وَأَدْبَرَ الْآخَرُ فَارًّا إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ قَتَلَ عُمَر وَاللَّهِ صَاحِبِي، وَلَوْلَا أَنِّي أعجزتُه لَقَتَلَنِي، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَا كُنْتُ أَظُنُّ أَنْ يَجْتَرِئَ عُمَر عَلَى قَتْلِ مُؤْمِنٍ" فَأَنْزَلَ اللَّهُ: {فَلا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ} الْآيَةَ، فَهَدَرَ دَمَ ذَلِكَ الرَّجُلِ، وَبَرِئَ عُمَرُ مِنْ قَتْلِهِ، فَكَرِهَ اللَّهُ أَنْ يُسَنَّ ذَلِكَ بَعْدُ، فَقَالَ: {وَلَوْ أَنَّا كَتَبْنَا عَلَيْهِمْ أَنِ اقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ أَوِ اخْرُجُوا مِنْ دِيَارِكُمْ مَا فَعَلُوهُ إِلا قَلِيلٌ مِنْهُمْ وَلَوْ أَنَّهُمْ فَعَلُوا مَا يُوعَظُونَ بِهِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ وَأَشَدَّ تَثْبِيتًا}
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Abdul A'la secara qiraah, telah menceritakan kepada kami Wahb, telah menceritakan kepadaku Abdullah ibnu Luhai'ah, dari Al-Aswad yang menceritakan bahwa ada dua orang lelaki mengadukan persengketaan yang terjadi di antara keduanya kepada Rasulullah Saw. Maka Rasulullah Saw. memberikan keputusan peradilan yang seimbang di antara keduanya. Kemudian pihak yang dikalahkan mengatakan, "kembalikanlah perkara kami ini kepada Umar ibnul Khattab." Maka Rasulullah Saw. bersabda, "Baiklah," lalu keduanya berangkat menuju tempat Umar ibnu Khattab. Ketika keduanya sampai pada Umar, maka lelaki yang mempunyai usul tadi mengatakan, "Hai Ibnul Khattab, Rasulullah Saw. telah memutuskan perkara kami untuk kemenangan orang ini. Maka kukatakan, 'Kembalikanlah kami kepada Umar ibnul Khattab.' Maka beliau mengizinkan kami untuk meminta keputusan hukum darimu." Umar bertanya, "Apakah memang demikian?" Si lelaki itu berkata, "Ya." Umar berkata, "Kalau demikian, tetaplah kamu berdua di tempatmu, hingga aku keluar menemuimu untuk memutuskan perkara di antara kamu berdua." Maka Umar keluar menemui keduanya seraya menyandang pedangnya, lalu dengan serta-merta ia memukul pihak yang mengatakan kepada Rasulullah Saw., "Kembalikanlah kami kepada Umar," dengan pedang itu hingga mati seketika itu juga. Sedangkan lelaki yang lain pergi dan datang menghadap Rasulullah Saw., lalu berkata, "Wahai Rasulullah, demi Allah Umar telah membunuh temanku. Seandainya saja aku tidak mempunyai kemampuan menghadapinya, niscaya dia akan membunuhku pula." Rasulullah Saw. bersabda, "Aku tidak menduga bahwa Umar berani membunuh seorang mukmin." Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) belum beriman hingga menjadikan kamu hakim mereka. (An-Nisa: 65), hingga akhir ayat. Dengan demikian, tersia-sialah darah lelaki itu dan bebaslah Umar dari tuntutan membunuh lelaki itu. Akan tetapi, Allah tidak suka bila hal ini dijadikan sebagai teladan nanti. Maka diturunkan-Nyalah firman-Nya: Dan sesungguhnya kalau Kami perintahkan kepada mereka "Bunuhlah diri kalian." (An-Nisa: 66), hingga akhir ayat.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Ibnu Murdawaih melalui jalur Ibnu Luhai'ah, dari Abul Aswad, dengan lafaz yang sama. Tetapi a'sar ini garib lagi mursal, dan Ibnu Luhai'ah orangnya daif.
Jalur lain.
Al-Hafiz Abu Ishaq Ibrahim ibnu Abdur Rahman ibnu Ibrahim ibnu Duhaim mengatakan di dalam kitab tafsirnya: telah menceritakan kepada kami Syu'aib, telah menceritakan kepada kami Abul Mugirah, telah menceritakan kepada kami Atabah ibnu Damrah, telah menceritakan kepadaku ayahku, bahwa ada dua orang lelaki melaporkan persengketaan yang terjadi di antara keduanya kepada Rasulullah Saw. Maka Rasulullah Saw. memutuskan perkara untuk kemenangan orang (pihak) yang benar dan mengalahkan pihak yang salah. Maka orang yang dikalahkan berkata, "Aku kurang puas." Lalu lawannya berkata, "Apa lagi kemauanmu?" ia menjawab, "Mari kita berangkat menuju Abu Bakar As-Siddiq," lalu keduanya pergi menghadap Abu Bakar. Maka berkatalah orang yang menang, "Sesungguhnya kami telah mengadukan perkara kami kepada Nabi Saw., dan Nabi Saw. memutuskan untuk kemenanganku." Abu Bakar menjawab, "Kamu berdua harus mengikuti apa yang telah diputuskan oleh Rasulullah Saw." Tetapi orang yang dikalahkan menolak dan masih kurang puas. Maka Abu Bakar r.a. memberikan sarannya agar keduanya pergi kepada Umar ibnul Khattab. Sesampainya di tempat Umar ibnul Khattab, orang yang menang mengatakan, "Sesungguhnya kami telah mengadukan perkara kami kepada Nabi Saw., dan beliau memutuskan untuk kemenanganku atas dia, tetapi dia ini menolak dan kurang puas." Lalu Umar bertanya kepada pihak yang kalah, "Apakah memang benar demikian?" Dan pihak yang kalah mengatakan hal yang sama. Maka Umar masuk ke dalam rumahnya, lalu keluar lagi seraya membawa sebilah pedang di tangannya yang dalam keadaan terhunus, lalu ia langsung memenggal kepala pihak yang menolak lagi tidak puas dengan keputusan Nabi Saw. hingga mati seketika itu juga. Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman. (An-Nisa: 65)
وَلَوْ أَنَّا كَتَبْنَا عَلَيْهِمْ أَنِ اقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ أَوِ اخْرُجُوا مِنْ دِيَارِكُمْ مَا فَعَلُوهُ إِلَّا قَلِيلٌ مِنْهُمْ وَلَوْ أَنَّهُمْ فَعَلُوا مَا يُوعَظُونَ بِهِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ وَأَشَدَّ تَثْبِيتًا (66) وَإِذًا لَآتَيْنَاهُمْ مِنْ لَدُنَّا أَجْرًا عَظِيمًا (67) وَلَهَدَيْنَاهُمْ صِرَاطًا مُسْتَقِيمًا (68) وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَأُولَئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ وَحَسُنَ أُولَئِكَ رَفِيقًا (69) ذَلِكَ الْفَضْلُ مِنَ اللَّهِ وَكَفَى بِاللَّهِ عَلِيمًا (70)
Dan sesungguhnya kalau Kami perintahkan kepada mereka, "Bunuhlah diri kalian atau keluarlah kalian dari kampung kalian," niscaya mereka tidak akan melakukannya, kecuali sebagian kecil dari mereka. Dan sesungguhnya kalau mereka melaksanakan pelajaran yang diberikan kepada mereka, tentulah hal yang demikian itu lebih baik bagi mereka dan lebih menguatkan (iman mereka); dan kalau demikian, pasti Kami berikan kepada mereka pahala yang besar dari sisi Kami, dan pasti Kami tunjuki mereka kepada jalan yang lurus. Dan barang siapa yang menaati Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu nabi-nabi, para siddiqin, orang-orang yang mati syahid. dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. Yang demikian itu adalah karunia dari Allah, dan Allah cukup mengetahui.
Allah Swt. menceritakan perihal kebanyakan umat manusia, bahwa mereka itu seandainya diperintahkan mengerjakan hal-hal yang dilarang mereka melakukannya, niscaya mereka tidak akan melakukannya karena watak mereka yang buruk telah diciptakan dalam keadaan mempunyai naluri untuk menentang perintah. Hal ini merupakan bagian dari pengetahuan Allah Swt. terhadap hal yang belum terjadi, atau hal yang telah terjadi, lalu bagaimana kelanjutannya di masa mendatang. Karena itulah Allah Swt. dalam ayat ini berfirman:
وَلَوْ أَنَّا كَتَبْنَا عَلَيْهِمْ أَنِ اقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ
Dan sesungguhnya kalau  Kami perintahkan kepada  mereka, "Bunuhlah diri kalian.'" (An-Nisa: 66), hingga akhir ayat.
قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنِي الْمُثَنَّى، حَدَّثَنِي إِسْحَاقُ، حَدَّثَنَا أَبُو زُهَيْرٍ عَنْ إِسْمَاعِيلَ، عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ السَّبِيعِيِّ، قَالَ: لَمَّا نَزَلَتْ: {وَلَوْ أَنَّا كَتَبْنَا عَلَيْهِمْ أَنْ اقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ أَوْ اخْرُجُوا مِنْ دِيَارِكُمْ مَا فَعَلُوهْ إِلَّا قَلِيلٌ [مِنْهُمْ]} الْآيَةَ، قَالَ رَجُلٌ: لَوْ أُمِرْنَا لَفَعَلْنَا، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي عَافَانَا. فَبَلَغَ ذَلِكَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: "إِنَّ مِنْ أُمَّتِي لَرِجَالًا الْإِيمَانُ أَثْبَتُ فِي قُلُوبِهِمْ مِنَ الْجِبَالِ الرَّوَاسِي"
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Al-Musanna, telah menceritakan kepadaku Ishaq, telah menceritakan kepada kami Al-Azar, dari Ismail, dari Abu Ishaq As-Zubai'i sehubungan dengan firman-Nya: Dan sesungguhnya kalau Kami perintahkan kepada mereka, "Bunuhlah diri kalian.'" (An-Nisa: 66), hingga akhir ayat. Bahwa tatkala ayat ini diturunkan, ada seorang lelaki mengatakan, "Sekiranya kita diperintahkan untuk itu, niscaya kami benar-benar akan melakukannya, tetapi segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan kita dari perintah itu." Ketika hal tersebut sampai kepada Nabi Saw., maka beliau Saw. bersabda: Sesungguhnya di antara umatku benar-benar terdapat banyak lelaki yang iman di dalam hati mereka lebih teguh lagi lebih kokoh daripada gunung-gunung yang terpancangkan dengan kokohnya.
Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya pula. Untuk itu ia mengatakan:
حَدَّثَنَا جَعْفَرُ بْنُ مُنِيرٍ، حَدَّثَنَا رَوْحٌ، حدثنا هشام، عَنِ الْحَسَنِ قَالَ: لَمَّا نَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ: {وَلَوْ أَنَّا كَتَبْنَا عَلَيْهِمْ أَنِ اقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ} الْآيَةَ. قَالَ أُنَاسٍ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لَوْ فَعَلَ رَبُّنَا لَفَعَلْنَا، فَبَلَغَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: "لَلإيمان أَثْبَتُ فِي قُلُوبِ أَهْلِهِ مِنَ الْجِبَالِ الرَّوَاسِي".
telah menceritakan kepada kami Ja'far ibnu Munir, telah menceritakan kepada kami Rauh, telah menceritakan kepada kami Hisyam, dari Al-Hasan berikut sanadnya, dari Al-A'masy yang mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Dan sesungguhnya kalau  Kami perintahkan kepada  mereka, "Bunuhlah diri kalian!" (An-Nisa: 66). hingga akhir ayat. Ketika ayat ini diturunkan, ada segolongan orang dari sahabat Nabi Saw. yang mengatakan, "Sekiranya kita diperintahkan oleh Tuhan kita untuk itu, niscaya kita benar-benar akan melakukannya." Maka sampailah perkataan itu kepada Nabi Saw., lalu beliau bersabda:  Iman benar-benar lebih kokoh di dalam hati para pemiliknya daripada gunung-gunung yang dipancangkan dengan kokohnya.
As-Saddi mengatakan bahwa Sabit ibnu Qais ibnu Syammas saling berbangga diri dengan seorang lelaki Yahudi. Lelaki Yahudi itu mengatakan, "Allah telah memerintahkan kepada kami untuk bunuh diri, lalu kami bunuh diri kami (yakni di masa Nabi Musa a.s.)." Maka Sabit berkata, "Demi Allah, sekiranya Allah memerintahkan kepada kami untuk membunuh diri kami, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya: Bunuhlah diri kalian! (An-Nisa: 66) niscaya kami benar-benar akan melakukannya." Maka Allah Swt. menurunkan ayat ini.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Mahmud ibnu Gailan, telah menceritakan kepada kami Bisyr ibnus Sirri, telah menceritakan kepada kami Mus'ab ibnu Sabit, dari pamannya (yaitu Amir ibnu Abdullah ibnuz Zubair) yang mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Dan sesungguhnya kalau Kami perintahkan kepada mereka, "Bunuhlah diri kalian atau keluarlah kalian dari kampung kalian," niscaya mereka tidak akan melakukannya, kecuali sebagian kecil dari mereka. (An-Nisa: 66) Ketika ayat ini diturunkan, maka Rasulullah Saw. bersabda:
"لَوْ نَزَلَتْ لَكَانَ ابْنُ أُمِّ عَبْدٍ مِنْهُمْ".
Seandainya perintah itu diturunkan. niscaya Ibnu Ummi Abdin termasuk dari mereka (yang menaati-Nya).
حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ، حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ عَيَّاشٍ، عَنْ صَفْوَانَ بْنِ عَمْرٍو، عَنْ شُرَيْح بْنِ عُبَيْد قَالَ: لَمَّا تَلَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَذِهِ الْآيَةَ: {وَلَوْ أَنَّا كَتَبْنَا عَلَيْهِمْ أَنِ اقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ} الْآيَةَ، أَشَارَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِيَدِهِ إِلَى عَبْدِ اللَّهِ بْنِ رَواحة، فَقَالَ: "لَوْ أَنَّ اللَّهَ كَتَبَ ذَلِكَ لَكَانَ هَذَا مِنْ أُولَئِكَ الْقَلِيلِ" يَعْنِي: ابْنَ رَوَاحَةَ.
Ibnu Abu Hatim mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abul Yaman, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Ayyasy, dari Safwan ibnu Amr, dari Syuraih ibnu Ubaid yang menceritakan bahwa ketika Rasulullah membaca ayat ini, yaitu firman-Nya: Dan sesungguhnya  kalau  Kami perintahkan kepada  mereka, "Bunuhlah diri kalian.'" (An-Nisa: 66), hingga akhir ayat. Maka beliau mengisyaratkan tangannya menunjukkan ke arah Abdullah ibnu Rawwahah, lalu bersabda: Seandainya Allah memerintahkan hal tersebut, niscaya orang ini termasuk dari mereka yang sedikit itu.
Yang dimaksud ialah Abdullah ibnu Rawwahah.
*******************
Firman Allah Swt.:
وَلَوْ أَنَّهُمْ فَعَلُوا مَا يُوعَظُونَ بِهِ
Dan sesungguhnya kalau mereka melaksanakan pelajaran yang diberikan kepada mereka. (An-Nisa: 66)
Sekiranya mereka mengerjakan apa yang diperintahkan kepada mereka dan meninggalkan apa yang dilarang mereka melakukannya.
{لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ}
tentulah hal yang demikian itu lebih baik bagi mereka. (An-Nisa: 66)
Yakni lebih baik daripada menentang perintah dan mengerjakan larangan-larangan.
{وَأَشَدَّ تَثْبِيتًا}
dan lebih menguatkan (iman mereka). (An-Nisa: 66)
Menurut As-Saddi, makna yang dimaksud ialah lebih percaya.
{وَإِذًا لآتَيْنَاهُمْ مِنْ لَدُنَّا}
dan kalau demikian, pasti Kami berikan kepada mereka dari sisi Kami. (An-Nisa: 67)
Yaitu dari perbendaharaan Kami.
{أَجْرًا عَظِيمًا}
pahala yang besar. (An-Nisa: 67)
Pahala yang besar itu adalah surga.
{وَلَهَدَيناهُمْ صِرَاطًا مُّسْتَقِيمًا}
dan pasti kami tunjuki mereka kepada jalan yang lurus. (An-Nisa: 68)
Yakni di dunia dan akhirat.
*******************
Kemudian Allah Swt. berfirman:
وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَأُولئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَداءِ وَالصَّالِحِينَ وَحَسُنَ أُولئِكَ رَفِيقاً
Dan barang siapa yang menaati Allah dan Rasul-(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu nabi-nabi, para siddiqin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. (An-Nisa: 69)
Dengan kata lain, barang siapa yang mengerjakan apa yang diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya, serta meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya Allah Swt. akan menempatkannya di dalam rumah kehormatan-Nya (yakni surga) dan menjadikannya berteman dengan para nabi, orang-orang yang kedudukannya di bawah mereka yaitu para siddiqin, lalu orang-orang yang mati syahid, dan semua kaum mukmin, yaitu mereka yang saleh lahir dan batinnya.
Kemudian Allah Swt. memuji mereka melalui firman selanjutnya:
{وَحَسُنَ أُولَئِكَ رَفِيقًا}
Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. (An-Nisa: 69)
قَالَ الْبُخَارِيُّ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ حَوْشَب، حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ سَعْدٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ عُرْوَة، عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "مَا مِنْ نَبِيٍّ يَمْرَضُ إِلَّا خُيِّر بَيْنَ الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ" وَكَانَ فِي شَكْوَاهُ الَّتِي قُبِضَ فِيهِ، فَأَخَذَتْهُ بُحَّة شَدِيدَةٌ فَسَمِعْتُهُ يَقُولُ: {مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ} فَعَلِمْتُ أَنَّهُ خُيِّر.
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah ibnu Hausyab, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Sa'd, dari ayahnya, dari Urwah, dari Siti Aisyah yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Tiada seorang nabi pun yang mengalami sakit melainkan ia disuruh memilih antara dunia dan akhirat. Tersebutlah pula bahwa ketika Nabi Saw. dalam sakit yang membawa kepada kewafatannya, beliau terserang rasa sakit yang sangat, lalu Siti Aisyah mendengarnya mengucapkan kalimat berikut: bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu nabi-nabi, para siddiqin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Maka Siti Aisyah mengetahui bahwa saat itu Nabi Saw. sedang disuruh memilih oleh Allah Swt.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Muslim melalui hadis Syu'bah, dari Sa'd ibnu Ibrahim dengan lafaz yang sama.
Hadis di atas merupakan makna dari sabdanya yang menyebutkan:
"اللَّهُمَّ فِي الرَّفِيقِ الْأَعْلَى" ثَلَاثًا ثُمَّ قَضَى،
Ya Allah, (aku memilih) bersama-sama Rafiqul A'la. Kalimat tersebut beliau ucapkan sebanyak tiga kali, kemudian wafatlah beliau.
Semoga salawat dan salam yang paling afdal terlimpahkan kepadanya.

Pembahasan mengenai latar belakang turunnya ayat yang mulia ini

 

قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنَا ابْنُ حُمَيْدٍ، حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ القُمي، عَنْ جَعْفَرِ بْنِ أَبِي الْمُغِيرَةِ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبير قَالَ: جَاءَ رَجُلٌ مِنَ الْأَنْصَارِ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ مَحْزُونٌ، فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "يا فلان، ما لي أَرَاكَ مَحْزُونًا؟ " قَالَ: يَا نَبِيَّ اللَّهِ شَيْءٌ فَكَّرْتُ فِيهِ؟ قَالَ: "مَا هُوَ؟ " قَالَ: نَحْنُ نَغْدُو عَلَيْكَ وَنَرُوحُ، نَنْظُرُ إِلَى وَجْهِكَ وَنُجَالِسُكَ، وَغَدًا تُرْفَعُ مَعَ النَّبِيِّينَ فَلَا نَصِلُ إِلَيْكَ. فَلَمْ يَرُدَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ شَيْئًا، فَأَتَاهُ جِبْرِيلُ بِهَذِهِ الْآيَةِ: {وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَالرَّسُولَ فَأُولَئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَم اللهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ [وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ وَحَسُنَ أُولَئِكَ رَفِيقًا]} فَبَعَثَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَبَشَّرَهُ.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Humaid, telah menceritakan kepada kami Ya'qub Al-Qummi, dari Ja'far ibnu Abul Mugirah, dari Sa'id ibnu Jubair yang menceritakan bahwa seorang lelaki dari kalangan Ansar datang menghadap Rasulullah Saw. dalam keadaan sedih. Lalu Nabi Saw. bertanya kepadanya, "Hai Fulan, mengapa kulihat kamu dalam keadaan sedih?" Lelaki itu menjawab, "Wahai Nabi Allah, ada sesuatu hal yang sedang kupikirkan." Nabi Saw. bertanya, "Apakah yang sedang kamu pikirkan?" ia menjawab, "Kami setiap pagi dan petang selalu berangkat menemuimu dan memandang wajahmu serta duduk satu majelis denganmu, tetapi besok (di hari akhirat) engkau diangkat bersama para nabi. Maka kami tidak akan dapat sampai kepadamu lagi." Nabi Saw. diam, tidak menjawab sepatah kata pun. Lalu datanglah Malaikat Jibril kepadanya menyampaikan firman-Nya: Dan barang siapa yang menaati Allah dan Rasul-(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu nabi-nabi. (An-Nisa: 69), hingga akhir ayat. Maka Nabi Saw. mengirimkan utusan kepada lelaki tersebut, lalu berita gembira itu disampaikan kepadanya.
Asar ini telah diriwayatkan secara mursal dari Masruq, Ikrimah, Amir Asy-Sya'bi, Qatadah, dan Ar-Rabi' ibnu Anas. Asar ini memiliki sanad yang paling baik.
قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنَا الْمُثَنَّى، حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي جَعْفَرٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنِ الرَّبِيعِ، قَوْلُهُ: {وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَالرَّسُولَ [فَأُولَئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَم اللهُ عَلَيْهِمْ مِنَ]} الْآيَةَ، قَالَ: إِنَّ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالُوا: قَدْ عَلِمْنَا أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَهُ فَضْلٌ عَلَى مَنْ آمَنَ بِهِ فِي دَرَجَاتِ الْجَنَّةِ مِمَّنِ اتَّبَعَهُ وَصَدَّقَهُ، وَكَيْفَ لَهُمْ إِذَا اجْتَمَعُوا فِي الْجَنَّةِ أَنْ يَرَى بَعْضُهُمْ بَعْضًا؟ فَأَنْزَلَ اللَّهُ فِي ذَلِكَ -يَعْنِي هَذِهِ الْآيَةَ-فَقَالَ: يَعْنِي رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنِ الأعْلَيْنَ يَنْحَدِرُونَ إِلَى مَنْ هُوَ أَسْفَلُ مِنْهُمْ، فَيَجْتَمِعُونَ فِي رِيَاضِهَا، فَيَذْكُرُونَ مَا أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ وَيُثْنُونَ عَلَيْهِ، وَيَنْزِلُ لَهُمْ أَهْلُ الدَّرَجَاتِ فَيَسْعَوْنَ عَلَيْهِمْ بِمَا يشتهُون وَمَا يَدْعُونَ بِهِ، فَهُمْ فِي رَوْضَةٍ يُحْبَرُونَ وَيَتَنَعَّمُونَ فِيهِ"
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Musanna, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Ja'far, dari ayahnya, dari Ar-Rabi' sehubungan dengan firman-Nya: Dan barang siapa yang menaati Allah dan Rasul-(Nya). (An-Nisa: 69), hingga akhir ayat. Para sahabat Nabi Saw. mengatakan, "Kami mengetahui bahwa Nabi Saw. mempunyai keutamaan di atas semua orang yang beriman kepadanya dari kalangan orang-orang yang mengikutinya dan percaya kepadanya di dalam tingkatan surga nanti. Maka bagaimanakah apabila mereka berkumpul di dalam surga untuk dapat saling melihat antara sebagian dari mereka kepada sebagian yang lain?" Maka Allah menurunkan ayat ini, dan Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya orang-orang yang berada di tingkatan yang paling tinggi (dari kalangan ahli surga) turun menemui orang-orang yang menempati tingkatan di bawah mereka, lalu mereka berkumpul di dalam taman-taman surga dan memperbincangkan perihal nikmat yang telah diberikan oleh Allah kepada mereka seraya memuji-Nya. Dan orang-orang yang berada di tingkatan yang tinggi turun menemui mereka (yang berada di tingkatan paling bawah), lalu membawakan buat mereka semua apa yang diinginkan dan didambakan oleh mereka. Mereka semuanya berkumpul di dalam suatu taman sambil bergembira ria dan bersenang-senang di dalamnya.
Hadis ini diriwayatkan secara marfu' melalui jalur yang lain oleh Abu Bakar ibnu Murdawaih.
Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Abdur Rahim ibnu Muhammad ibnu muslim, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Ahmad ibnu Usaid, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Imran, telah menceritakan kepada kami Fudail ibnu Iyad, dari Mansur, dari Ibrahim, dari Al-Aswad, dari Siti Aisyah yang mengatakan bahwa pernah seorang lelaki datang kepada Nabi Saw., lalu berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya engkau benar-benar lebih aku cintai daripada diriku sendiri, dan lebih aku cintai daripada keluargaku, serta lebih aku cintai daripada anakku. Sesungguhnya bila aku berada di dalam rumah, lalu aku teringat kepadamu, maka aku tidak sabar lagi sebelum bersua denganmu dan melihatmu. Tetapi bila aku ingat akan matiku dan matimu, maka aku mengetahui jika engkau dimasukkan ke dalam surga pasti diangkat kedudukanmu bersama para nabi. Jika aku masuk surga, aku merasa khawatir bila tidak dapat melihatmu lagi." Nabi Saw. diam, tidak menjawab, hingga turunlah firman-Nya: Dan barang siapa yang menaati Allah dan Rasul-(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu nabi-nabi, para siddiqin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. (An-Nisa: 69)
Hal yang sama diriwayatkan oleh Al-Hafiz Abu Abdullah Al-Maqdisi di dalam kitabnya yang berjudul Sifatul Jannah melalui jalur Imam Tabrani, dari Ahmad ibnu Amr ibnu Muslim Al-Khallal, dari Abdullah ibnu Imran Al-Abidi dengan lafaz yang sama. Kemudian ia mengatakan bahwa menurut dia sanad hadis ini tidak mengandung kelemahan.
Ibnu Murdawaih mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Ahmad, telah menceritakan kepada kami Al-Abbas ibnul Fadl Al-Isqati, telah menceritakan kepada kami Abu Ba-kar ibnu Sabit, dari ibnu Abbas Al-Basri, telah menceritakan kepada kami Khalid ibnu Abdullah, dari Ata ibnus Saib, dari Amir Asy-Sya'bi, dari ibnu Abbas, bahwa seorang lelaki datang kepada Nabi Saw., lalu berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku benar-benar mencintaimu, sehingga bila aku berada di dalam rumah benar-benar tetap mengingatmu dan ini sangat berat bagiku. Dan aku menginginkan agar bersama-sama denganmu dalam satu derajat (tingkatan di surga nanti)." Nabi Saw. tidak menjawab sepatah kata pun kepadanya. Maka Allah Swt. menurunkan ayat ini.
Ibnu Jarir meriwayatkannya melalui ibnu Humaid, dari Jarir, dari Ata, dari Asy-Sya'bi secara mursal.
Di dalam kitab Sahih Muslim disebutkan melalui hadis Hiql ibnu Ziyad, dari Al-Auza'i, dari Yahya ibnu Abu Kasir, dari Abu Salamah ibnu Abdur Rahman, dari Rabi'ah ibnu Ka'b Al-Aslami yang menceritakan hadis berikut:
كُنْتُ أَبِيتُ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَتَيْتُهُ بِوُضُوئِهِ وَحَاجَتِهِ، فَقَالَ لِي: "سَلْ". فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَسْأَلُكَ مُرَافَقَتَكَ فِي الْجَنَّةِ. فَقَالَ: "أَوْ غَيْرَ ذَلِكَ؟ " قُلْتُ: هُوَ ذَاكَ. قَالَ: "فَأَعِنِّي عَلَى نَفْسِكَ بِكَثْرَةِ السُّجُودِ"
Aku menginap di rumah Nabi Saw. dan aku mendatangkan (menyiapkan) air wudunya serta keperluannya, lalu beliau bersabda kepadaku, "Mintalah." Aku menjawab, "Wahai Rasulullah, aku meminta kepadamu supaya dapat menemanimu di surga." Nabi Saw. bersabda, "Mintalah selain itu." Aku menjawab, "Hanya itulah yang kuminta." Nabi Saw. bersabda, "Maka bantulah aku untuk dirimu dengan memperbanyak sujud (salat)."
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ إِسْحَاقَ، أَخْبَرَنَا ابْنُ لَهِيعَةَ، عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي جَعْفَرٍ، عَنْ عِيسَى بْنِ طَلْحَةَ، عَنْ عَمْرِو بْنِ مُرَّةَ الجُهَنِيّ قَالَ: جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلم فقال: يا رَسُولَ اللَّهِ شَهِدْتُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّكَ رَسُولُ اللَّهِ وَصَلَّيْتُ الْخَمْسَ وَأَدَّيْتُ زَكَاةَ مَالِي وَصُمْتُ شَهْرَ رَمَضَانَ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنْ مَاتَ عَلَى هَذَا كَانَ مَعَ النَّبِيِّينَ وَالصَّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ هَكَذَا -وَنَصَبَ أُصْبُعَيْهِ-مَا لَمْ يَعُقَّ وَالِدَيْهِ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Ishaq, telah menceritakan kepada kami lbnu Luhai’ah, dari Abdullah ibnu Abu Ja'far, dari Isa ibnu Talhah, dari Amr ibnu Murrah Al-Juhani yang menceritakan bahwa seorang lelaki datang kepada Nabi Saw., lalu berkata, "Wahai Rasulullah, aku telah bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan bahwa engkau adalah utusan Allah, dan aku mengerjakan salat lima waktu, menunaikan zakat, dan puasa bulan Ramadan." Maka Rasulullah Saw. bersabda: Barang siapa yang mati dalam keadaan demikian, maka ia akan bersama-sama dengan nabi-nabi, para siddiqin, dan orang-orang yang mati syahid kelak di hari kiamat, seperti ini—seraya mengacungkan kedua jarinya— selagi dia tidak menyakiti kedua orang tuanya.
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad secara munfarid.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ أَيْضًا: حَدَّثَنَا أَبُو سَعِيدٍ مَوْلَى أَبِي هَاشِمٍ، حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعَةَ، عَنْ زَبَّان بْنِ فَائِدٍ، عَنْ سَهْلِ بْنِ مُعَاذِ بْنِ أَنَسٍ، عَنْ أَبِيهِ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "مَنْ قَرَأَ أَلْفَ آيَةٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كُتُبَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَعَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ، وَحَسُنَ أُولَئِكَ رَفِيقًا، إِنْ شَاءَ اللَّهُ"
Imam Ahmad mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Abu Sa’id maula Abu Hasyim, telah menceritakan kepada kami Ibnu Luhai'ah, dari Ziyad ibnu Qaid, dari Sahl ibnu Mu'az ibnu Anas, dari ayahnya yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Barang siapa yang membaca seribu ayat di jalan Allah, maka kelak di hari kiamat ia akan dihimpun bersama-sama para nabi para siddiqin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh; dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya, Insya Allah.
Imam Turmuzi meriwayatkan dari jalur Sufyan As-Sauri, dari Abu Hamzah, dari Al-Hasan Al-Basri, dari Abu Sa'id yang menceritakan, Rasulullah saw bersabda:
«التَّاجِرُ الصَّدُوقُ الْأَمِينُ مَعَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ»
Pedagang yang jujur lagi dipercaya akan (dihimpun) bersama-sama dengan para nabi, para siddiqin, dan orang-orang yang mati syahid.
Kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan, kami tidak mengenalnya kecuali dari jalur ini. Abu Hamzah nama aslinya adalah Abdullah ibnu Jabir, seorang guru di Basrah.
Yang lebih besar dari semuanya ialah sebuah berita gembira yang disebutkan di dalam kitab-kitab sahih dan musnad serta kitab-kitab hadis lain melalui berbagai jalur yang mutawatir dari sejumlah sahabat yang menyebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah ditanya mengenai seorang lelaki yang mencintai suatu kaum (ulama), tetapi kedudukan si lelaki itu tidak dapat menyusul mereka. Maka Rasulullah Saw. bersabda:
«الْمَرْءُ مَعَ مَنْ أَحَبَّ»
Seseorang itu akan bersama-sama dengan orang yang dicintainya.
Anas mengatakan bahwa kaum muslim belum pernah merasa gembira seperti kegembiraan mereka dengan hadis ini.
Menurut riwayat lain dari Anas, disebutkan bahwa ia pernah mengatakan, "Sesungguhnya aku benar-benar mencintai Rasulullah Saw. dan cinta pula kepada Abu Bakar dan Umar radiyallahu anhuma, dan aku berharap semoga Allah membangkitkan aku bersama-sama mereka, sekalipun aku belum dapat beramal seperti amal mereka."
قَالَ الْإِمَامُ مَالِكُ بْنُ أَنَسٍ، عَنْ صَفْوَانَ بْنِ سُلَيْمٍ، عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِنَّ أَهْلَ الْجَنَّةِ لَيَتَرَاءَوْنَ أَهْلَ الْغُرَفِ مِنْ فَوْقِهِمْ، كَمَا تَتَرَاءَوْنَ الْكَوْكَبَ الدُّرِّيَّ الْغَابِرَ مِنَ الْأُفُقِ مِنَ الْمَشْرِقِ أَوِ الْمَغْرِبِ لِتَفَاضُلِ مَا بَيْنَهُمْ". قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، تِلْكَ مَنَازِلُ الْأَنْبِيَاءِ لَا يَبْلُغُهَا غَيْرُهُمْ؟ قَالَ: "بَلَى، وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، رِجَالٌ آمَنُوا بِاللَّهِ وَصَدَّقُوا الْمُرْسَلِينَ".
Imam Malik ibnu Anas meriwayatkan dari Safwan ibnu Sulaim, dari Ata ibnu Yasar, dari Abu Sa'id Al-Khudri yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya penduduk surga itu benar-benar memandang penduduk guraf (kedudukan yang tertinggi di dalam surga) yang berada di atas mereka, sebagaimana kalian memandangi biniang-bintang gemerlapan yang jauh berada di ufuk timur atau di ufuk barat, karena adanya perbedaan keutamaan di antara mereka. Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, tempat itu adalah tempat kediaman para nabi yang tidak dapat dicapai selain mereka." Rasulullah Saw. menjawab: Tidak, demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, (mereka adalah) kaum laki-laki yang beriman kepada Allah dan percaya kepada para rasul.
Hadis diketengahkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim di dalam kitab Sahihain melalui hadis Malik, lafaz hadis berdasarkan apa yang ada pada Sahih Muslim.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ: حَدَّثَنَا فَزَارَةُ، أَخْبَرَنِي فُلَيْح، عَنْ هِلَالٍ -يَعْنِي ابْنَ عَلِيٍّ-عَنْ عَطَاءٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِنَّ أَهْلَ الْجَنَّةِ لَيَتَرَاءَوْنَ فِي الْجَنَّةِ كَمَا تَرَاءَوْنَ -أَوْ تَرون-الْكَوْكَبَ الدُّرِّيَّ الْغَارِبَ فِي الْأُفُقِ وَالطَّالِعَ فِي تَفَاضُلِ الدَّرَجَاتِ". قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أُولَئِكَ النَّبِيُّونَ؟ قَالَ: "بَلَى، وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، وَأَقْوَامٌ آمَنُوا بِاللَّهِ وَصَدَّقُوا الْمُرْسَلِينَ".
Imam Ahmad meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Fazzarah, telah menceritakan kepadaku Fulaih, dari Hilal (yakni Ibnu Ali), dari Ata, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya penduduk surga benar-benar saling memandangi —sebagaimana kamu memandangi— bintang-bintang gemerlapan yang berada jauh di ufuk yang tinggi karena adanya perbedaan keutamaan dalam hal tingkatan ( di antara mereka). Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, mereka yang tinggal di tempat yang tinggi itu adalah para nabi tentunya." Nabi Saw. bersabda: Tidak demikian, demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, (mereka adalah) kaum laki-laki yang beriman kepada Allah dan percaya kepada rasul-rasul.
Menurut Al-Hafiz Ad-Diyaul Maqdisi disebutkan bahwa hadis ini dengan syarat Imam Bukhari.
Al-Hafiz Abul Qasim Imam Tabrani mengatakan di dalam kitab Mu'jamul Kabir:
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَمَّارٍ الْمَوْصِلِيُّ، حَدَّثَنَا عُفَيْف بْنُ سَالِمٍ، عَنْ أَيُّوبَ بْنِ عُتْبة عَنْ عَطَاءٍ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ: أَتَى رَجُلٌ مِنَ الْحَبَشَةِ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْأَلُهُ، فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "سَلْ واسْتَفْهِمْ". فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، فُضِّلتُم عَلَيْنَا بِالصُّوَرِ وَالْأَلْوَانِ وَالنُّبُوَّةِ، أَفَرَأَيْتَ إِنْ آمنتُ بِمَا آمنتَ بِهِ، وعملتُ مثلَ مَا عملتَ بِهِ، إِنِّي لَكَائِنٌ مَعَكَ فِي الْجَنَّةِ؟ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "نَعَمْ، وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ إِنَّهُ لَيُضِيءُ بَيَاضُ الْأَسْوَدِ فِي الْجَنَّةِ مِنْ مَسِيرَةِ أَلْفِ عَامٍ" قَالَ: ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنْ قَالَ: لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، كَانَ لَهُ بِهَا عَهْدٌ عِنْدَ اللَّهِ، وَمَنْ قَالَ: سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ، كُتِبَ لَهُ بِهَا مِائَةُ أَلْفِ حَسَنَةٍ وَأَرْبَعَةٌ وَعِشْرُونَ أَلْفَ حَسَنَةٍ" فَقَالَ رَجُلٌ: كَيْفَ نَهْلَكُ بَعْدَهَا يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّ الرَّجُلَ لَيَأْتِيَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِالْعَمَلِ لَوْ وُضِعَ عَلَى جَبَلٍ لَأَثْقَلَهُ، فَتَقُومُ النِّعْمَةُ مِنْ نِعَمِ اللَّهِ فَتَكَادُ أَنْ تَسْتَنْفِدَ ذَلِكَ كُلَّهُ إِلَّا أَنْ يَتَطَاوَلَ اللَّهُ بِرَحْمَتِهِ" وَنَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَاتُ {هَلْ أَتَى عَلَى الإنْسَانِ حِينٌ مِنَ الدَّهْرِ لَمْ يَكُنْ شَيْئًا مَذْكُورًا} إِلَى قَوْلِهِ: {نَعِيمًا وَمُلْكًا كَبِيرًا} [الْإِنْسَانِ: 1-20] فَقَالَ الْحَبَشِيُّ: وَإِنَّ عَيْنَيَّ لَتَرَيَانِ مَا تَرَى عَيْنَاكَ فِي الْجَنَّةِ؟ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "نَعَمْ". فَاسْتَبْكَى حَتَّى فَاضَتْ نَفْسُهُ، قَالَ ابْنُ عمر: لقد رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُدْلِيهِ فِي حُفْرَتِهِ بِيَدَيْهِ.
telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Abdul Aziz, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ammar Al-Mausuli, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Afif ibnu Salim, dari Ayyub bin Atabah, dari Ata, dari Ibnu Umar yang menceritakan bahwa datanglah seorang lelaki dari Habsyah menghadap kepada Rasulullah Saw. untuk bertanya. Maka Rasulullah Saw. bersabda kepadanya, "Bertanyalah dan mintalah pemahaman (kepadaku)." Lelaki itu berkata, "Wahai Rasulullah, engkau diberi keutamaan di atas kami berkat bentuk, warna kulit, dan kenabian." Kemudian lelaki Habsyah (yang hitam kulitnya) berkata lagi, "Bagaimanakah menurutmu, jika aku beriman kepada apa yang engkau imani dan mengamalkan amalan seperti yang engkau amalkan, apakah aku dapat bersama-sama denganmu di dalam surga nanti?" Rasulullah Saw. menjawab: Ya, demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, sesungguhnya sinar dari warna hitam itu benar-benar dapat menerangi sejauh perjalanan seribu tahun di dalam surga. Kemudian Rasulullah Saw. bersabda pula: Barang siapa yang mengucapkan, "Tidak ada Tuhan selain Allah," maka kalimah tersebut membuatnya mendapat janji Allah. Dan barang siapa yang mengucapkan, "Mahasuci Allah dan dengan memuji-Nya," maka dicatatkan baginya seratus ribu kebaikan dan dua puluh empat ribu kebaikan. Lalu ada seorang lelaki berkata, "Bagaimanakah jika kami mati sesudah itu, ya Rasulullah Saw.?" Maka Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya seorang lelaki datang di hari kiamat dengan membawa pahala amal perbuatan: seandainya amal itu diletakkan di atas sebuah bukit, niscaya bukit itu keberatan dengannya. Kemudian dibangkitkan suatu nikmat dari nikmat-nikmat Allah, maka hampir saja nikmat dari Allah itu dapat menghabiskan semua amal itu kecuali bila Allah meliputinya dengan rahmat-Nya. Lalu turunlah ayat-ayat berikut, yakni firman-Nya: Bukankah telah datang atas manusia suatu waktu dari masa, sedangkan dia ketika itu belum merupakan sesuatu yang dapat disebut? (Al-Insan: 1) Sampai dengan firman-Nya: Berbagai macam kenikmatan dan kerajaan yang besar. (Al-Insan: 20) Lalu orang Habsyi itu berkata, "Apakah kedua mataku ini benar dapat pula melihat apa yang dilihat oleh kedua matamu di dalam surga?" Nabi Saw. menjawab, "Ya." Maka lelaki Habsyah itu menangis hingga meninggal dunia. Ibnu Umar mengatakan, "Sesungguhnya aku melihat Rasulullah Saw. menurunkan jenazahnya ke liang lahatnya."
Hadis ini mengandung garabah (keanehan) dan nakarah (hal-hal yang diingkari), lagi pula sanadnya daif.
*******************
Firman Allah Swt.:
ذلِكَ الْفَضْلُ مِنَ اللَّهِ
Yang demikian itu adalah karunia dari Allah. (An-Nisa: 70)
Yakni dari sisi Allah; berkat rahmat-Nya-lah yang menjadikan mereka dapat memperoleh hal tersebut, bukan karena amal perbuatan mereka.
وَكَفى بِاللَّهِ عَلِيماً
dan Allah cukup mengetahui. (An-Nisa: 70)
Dia Maha Mengetahui siapa yang berhak mendapat hidayah dan taufik-Nya.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا خُذُوا حِذْرَكُمْ فَانْفِرُوا ثُباتٍ أَوِ انْفِرُوا جَمِيعاً (71) وَإِنَّ مِنْكُمْ لَمَنْ لَيُبَطِّئَنَّ فَإِنْ أَصابَتْكُمْ مُصِيبَةٌ قالَ قَدْ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيَّ إِذْ لَمْ أَكُنْ مَعَهُمْ شَهِيداً (72) وَلَئِنْ أَصابَكُمْ فَضْلٌ مِنَ اللَّهِ لَيَقُولَنَّ كَأَنْ لَمْ تَكُنْ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُ مَوَدَّةٌ يَا لَيْتَنِي كُنْتُ مَعَهُمْ فَأَفُوزَ فَوْزاً عَظِيماً (73) فَلْيُقاتِلْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ الَّذِينَ يَشْرُونَ الْحَياةَ الدُّنْيا بِالْآخِرَةِ وَمَنْ يُقاتِلْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَيُقْتَلْ أَوْ يَغْلِبْ فَسَوْفَ نُؤْتِيهِ أَجْراً عَظِيماً (74)
Hai orang-orang yang beriman, bersiap siagalah kalian, dan majulah (ke medan perang) berkelompok-kelompok, atau majulah bersama-sama! Dan sesungguhnya di antara kalian ada orang yang sangat berlambat-lambat (ke medan perang). Maka jika kalian ditimpa musibah, ia berkata, "Sesungguhnya Tuhan telah menganugerahkan nikmat kepada saya karena saya tidak ikut berperang bersama-sama mereka." Dan sungguh jika kalian beroleh karunia (kemenangan) dari Allah, tentulah dia mengatakan seolah-olah belum pernah ada hubungan kasih sayang antara kamu dengan dia, "Wahai, kiranya saya ada bersama-sama mereka, tentu saya mendapat kemenangan yang besar (pula)." Karena itu, hendaklah (orang mukmin) berperang di jalan Allah (melawan) orang-orang yang menukar akhirat dengan dunia. Barang siapa yang berperang di jalan Allah, lalu gugur atau memperoleh kemenangan, maka kelak akan Kami berikan kepadanya pahala yang besar.
Allah Swt. memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya yang beriman agar bersikap waspada terhadap musuh-musuh mereka. Hal ini tentu saja menuntut adanya kesiagaan untuk menghadapi mereka dengan mempersiapkan semua persenjataan dan pasukan serta memperbanyak pasukan dengan mengadakan mobilitas umum untuk berjihad di jalan Allah.
Yang dimaksud dengan lafaz subatin ialah berkelompok-kelompok, sekumpulan demi sekumpulan, dan satuan pasukan demi satuan pasukan, Subat adalah bentuk jamak dari sabatun, tetapi adakalanya dijamakkan lafaz as-sabah ini menjadi sibina.
Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: majulah (ke medan pertempuran) berkelompok-kelompok. (An-Nisa: 71) Yaitu sekumpulan demi sekumpulan. Dengan kata lain, berpencar menjadi beberapa satuan pasukan. atau majulah bersama-sama. (An-Nisa: 71) Maksudnya, kalian semuanya maju menjadi satu dalam medan pertempuran.
Hal yang sama dikatakan oleh Mujahid, Ikrimah, As-Saddi, Qata-dah, Ad-Dahhak, Ata Al-Khurrasani/Muqatil ibnu Hayyan, dan Al-Khasif Al-Jazari.
*******************
Firman Allah Swt.:
وَإِنَّ مِنْكُمْ لَمَنْ لَيُبَطِّئَنَّ
Dan sesungguhnya di antara kalian ada orang yang sangat berlambat-lambat (ke medan pertempuran). (An-Nisa: 72)
Menurut Mujahid, makna yang dimaksud ialah bukan hanya seorang; ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang munafik.
Menurut Muqatil ibnu Hayyan, makna firman-Nya: benar-benar ia berlambat-lambat (ke medan pertempuran). (An-Nisa: 72) Yakni dia tidak ikut berjihad.
Tetapi dapat pula diinterpretasikan bahwa makna yang dimaksud ialah dia memang bersikap lamban dalam menanggapi anjuran berjihad. Dengan kata lain, enggan melakukan jihad dan menganjurkan orang lain untuk enggan berjihad. Seperti yang dilakukan oleh Abdullah ibnu Ubay ibnu Salul, semoga Allah mengutuk perbuatannya; dia tidak mau ikut jihad, bahkan menghalang-halangi orang lain untuk ikut berjihad. Demikianlah menurut pendapat Ibnu Juraij dan Ibnu Jarir.
Sikap orang munafik tersebut digambarkan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya:
{فَإِنْ أَصَابَتْكُمْ مُصِيبَةٌ}
Maka jika kalian ditimpa musibah. (An-Nisa: 72)
Yakni ada yang gugur dan mati syahid serta musuh dapat mengalahkan kalian, karena ada hikmah Allah dalam hal tersebut yang hanya diketahui oleh Dia.
{قَالَ قَدْ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيَّ إِذْ لَمْ أَكُنْ مَعَهُمْ شَهِيدًا}
ia berkata, "Sesungguhnya Tuhan telah menganugerahkan nikmat kepada saya karena saya tidak ikut berperang bersama-sama mereka." (An-Nisa: 72)
Yakni karena aku tidak ikut bersama mereka dalam pertempuran, dia menganggap bahwa hal tersebut merupakan nikmat Allah kepadanya. Padahal ia tidak mengetahui pahala yang terlewatkan olehnya, yaitu pahala bersabar dalam peperangan atau mati syahid jika gugur.
{وَلَئِنْ أَصَابَكُمْ فَضْلٌ مِنَ اللَّهِ}
Dan sungguh jika kalian beroleh karunia dari Allah. (An-Nisa: 73)
Yakni kemenangan, keberhasilan, dan ganimah.
{لَيَقُولَنَّ كَأَنْ لَمْ تَكُنْ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَه مَوَدَّةٌ}
tentulah dia mengatakan seolah-olah belum pernah ada hubungan kasih sayang antara kalian dengan dia. (An-Nisa: 73)
Seakan-akan dia bukan dari kalangan yang seagama dengan kalian.
{يَا لَيْتَنِي كُنْتُ مَعَهُمْ فَأَفُوزَ فَوْزًا عَظِيمًا}
Wahai, kiranya saja ada bersama-sama mereka, tentu saya mendapat kemenangan yang besar (pula). (An-Nisa: 73)
Yang dimaksudnya ia mendapat satu bagian ganimah sama dengan mereka dan berhasil meraihnya, dan memang itulah tujuan utama dan cita-citanya dalam berjihad.
*******************
Kemudian Allah Swt. berfirman:
{فَلْيُقَاتِلْ}
Karena itu, hendaknya berperanglah. (An-Nisa: 74)
Artinya, orang mukmin yang telah terdaftar hendaknya berperang.
{فِي سَبِيلِ اللَّهِ الَّذِينَ يَشْرُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا بِالآخِرَةِ}
di jalan Allah (untuk memerangi) orang-orang yang menjual akhirat mereka dengan dunia. (An-Nisa: 74)
Yaitu mereka yang menjual agama mereka dengan harga yang sedikit dari perbendaharaan dunia (betapapun besarnya harta dunia bila dibandingkan dengan pahala akhirat sangat kecil dan tak berarti, pent). Hal itu tiada lain karena kekufuran mereka dan ketiadaan iman mereka.
Kemudian Allah Swt. berfirman:
{وَمَنْ يُقَاتِلْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَيُقْتَلْ أَوْ يَغْلِبْ فَسَوْفَ نُؤْتِيهِ أَجْرًا عَظِيمًا}
Barang siapa yang berperang di jalan Allah, lalu gugur atau memperoleh kemenangan, maka kelak akan Kami berikan kepadanya pahala yang besar. (An-Nisa: 74)
Semua orang yang berperang di jalan Allah, baik ia gugur ataupun dikalahkan, maka baginya di sisi Allah terdapat pahala yang besar dan imbalan yang berlimpah.
Di dalam kitab Sahihain disebutkan sebuah hadis yang mengatakan bahwa Allah menjamin bagi orang yang berjihad di jalan-Nya, jika dia diwafatkan oleh-Nya, bahwa Dia akan memasukkannya ke dalam surga, atau (jika selamat) mengembalikannya ke tempat tinggalnya sewaktu ia keluar darinya dengan memboyong pahala atau ganimah (bila beroleh kemenangan).
وَما لَكُمْ لَا تُقاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَالْمُسْتَضْعَفِينَ مِنَ الرِّجالِ وَالنِّساءِ وَالْوِلْدانِ الَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنا أَخْرِجْنا مِنْ هذِهِ الْقَرْيَةِ الظَّالِمِ أَهْلُها وَاجْعَلْ لَنا مِنْ لَدُنْكَ وَلِيًّا وَاجْعَلْ لَنا مِنْ لَدُنْكَ نَصِيراً (75) الَّذِينَ آمَنُوا يُقاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَالَّذِينَ كَفَرُوا يُقاتِلُونَ فِي سَبِيلِ الطَّاغُوتِ فَقاتِلُوا أَوْلِياءَ الشَّيْطانِ إِنَّ كَيْدَ الشَّيْطانِ كانَ ضَعِيفاً (76)
Mengapa kalian tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah, baik laki-laki, wanita-wanita maupun anak-anak yang semuanya berdoa, "Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini (Mekah) yang zalim penduduknya, dan berilah kami pelindung dari sisi Engkau, dan berilah kami penolong dari sisi Engkau!" Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah, dan orang-orang yang kafir berperang di jalan tagut. Sebab itu, perangilah kawan-kawan setan itu, karena sesungguhnya tipu daya setan itu adalah lemah.
Allah Swt. menganjurkan kepada hamba-hamba-Nya yang mukmin untuk berjihad di jalan-Nya dan berupaya untuk menyelamatkan orang-orang lemah yang tinggal di Mekah dari kalangan kaum laki-laki, kaum wanita, dan anak-anak yang terpaksa tinggal di Mekah tanpa ada piiihan lain. Karena itulah Allah Swt. menyebutkan dalam firman-Nya:
{الَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا أَخْرِجْنَا مِنْ هَذِهِ الْقَرْيَةِ}
semuanya berdoa, "Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini." (An-Nisa: 75) Yang dimaksud adalah kota Mekah.
Seperti yang disebutkan di dalam ayat yang lain, yaitu firman-Nya:
وَكَأَيِّنْ مِنْ قَرْيَةٍ هِيَ أَشَدُّ قُوَّةً مِنْ قَرْيَتِكَ الَّتِي أَخْرَجَتْكَ
Dan berapa banyaknya negeri-negeri yang (penduduknya) lebih kuat daripada (penduduk) negerimu (Muhammad) yang telah mengusirmu itu. (Muhammad: 13)
Selanjutnya Allah menyifati penduduk negeri tersebut melalui firman-Nya:
{الظَّالِمِ أَهْلُهَا وَاجْعَل لَنَا مِنْ لَدُنْكَ وَلِيًّا وَاجْعَل لَنَا مِنْ لَدُنْكَ نَصِيرًا}
yang zalim penduduknya dan berilah kami pelindung dari sisi Engkau, dan berilah kami penolong dari sisi Engkau. (An-Nisa: 75)
Yakni berikanlah kepada kami pelindung dan penolong dari sisi Engkau.
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Ubaidillah yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Ibnu Abbas mengatakan: Aku dan ibuku termasuk di antara orang-orang yang lemah itu.
Telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Harb, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Zaid, dari Ayyub, dari Ibnu Abu Mulaikah, bahwa Ibnu Abbas membacakan firman-Nya: kecuali   mereka   yang   tertindas,   baik   laki-laki   atau   wanita ataupun anak-anak. (An-Nisa: 98) Lalu ia mengatakan: Aku dan ibuku termasuk orang-orang yang dimaafkan oleh Allah Swt.
*******************
Kemudian Allah Swt. berfirman:
{الَّذِينَ آمَنُوا يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَالَّذِينَ كَفَرُوا يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ الطَّاغُوتِ}
Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah, dan orang-orang yang kafir berperang di jalan tagut. (An-nisa: 76)
Orang-orang mukmin berperang karena taat kepada Allah dan ingin memperoleh rida-Nya, sedangkan orang-orang kafir berperang karena taat kepada setan.
Kemudian Allah menggugah semangat orang-orang mukmin untuk memerangi musuh-musuh Allah melalui firman-Nya:
{فَقَاتِلُوا أَوْلِيَاءَ الشَّيْطَانِ إِنَّ كَيْدَ الشَّيْطَانِ كَانَ ضَعِيفًا}
Sebab itu, perangilah kawan-kawan setan itu, karena sesungguhnya tipu daya setan itu adalah lemah. (An-Nisa: 76)

أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ قِيلَ لَهُمْ كُفُّوا أَيْدِيَكُمْ وَأَقِيمُوا الصَّلاةَ وَآتُوا الزَّكاةَ فَلَمَّا كُتِبَ عَلَيْهِمُ الْقِتالُ إِذا فَرِيقٌ مِنْهُمْ يَخْشَوْنَ النَّاسَ كَخَشْيَةِ اللَّهِ أَوْ أَشَدَّ خَشْيَةً وَقالُوا رَبَّنا لِمَ كَتَبْتَ عَلَيْنَا الْقِتالَ لَوْلا أَخَّرْتَنا إِلى أَجَلٍ قَرِيبٍ قُلْ مَتاعُ الدُّنْيا قَلِيلٌ وَالْآخِرَةُ خَيْرٌ لِمَنِ اتَّقى وَلا تُظْلَمُونَ فَتِيلاً (77) أَيْنَما تَكُونُوا يُدْرِكْكُمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنْتُمْ فِي بُرُوجٍ مُشَيَّدَةٍ وَإِنْ تُصِبْهُمْ حَسَنَةٌ يَقُولُوا هذِهِ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ وَإِنْ تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌ يَقُولُوا هذِهِ مِنْ عِنْدِكَ قُلْ كُلٌّ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ فَمالِ هؤُلاءِ الْقَوْمِ لَا يَكادُونَ يَفْقَهُونَ حَدِيثاً (78) مَا أَصابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ اللَّهِ وَما أَصابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِنْ نَفْسِكَ وَأَرْسَلْناكَ لِلنَّاسِ رَسُولاً وَكَفى بِاللَّهِ شَهِيداً (79)
Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang dikatakan kepada mereka, "Tahanlah tangan kalian (dari berperang), dirikanlah salat, dan tunaikanlah zakat!" Setelah diwajibkan kepada mereka berperang, tiba-tiba sebagian dari mereka (golongan munafik) takut kepada manusia (musuh), seperti takutnya kepada Allah, bahkan lebih (sangat) dari itu takutnya. Mereka berkata, "Ya Tuhan kami, mengapa Engkau wajibkan kepada kami berperang? Mengapa tidak Engkau tangguhkan (kewajiban berperang) kepada kami sampai ke beberapa waktu lagi?" Katakanlah, "Kesenangan di dunia ini hanya sebentar, dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa, dan kalian tidak akan dianiaya sedikit pun. Di mana saja kalian berada, kematian akan mendapatkan kalian, kendatipun kalian di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh." Dan jika mereka memperoleh kebaikan, mereka mengatakan, "Ini adalah dari sisi Allah." Dan kalau mereka ditimpa sesuatu bencana, mereka mengatakan, "Ini (datangnya) dari sisi kamu (Muhammad)." Katakanlah, "Semuanya (datang) dari sisi Allah." Maka mengapa orang-orang itu (munafikin) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikit pun? Apa.saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah; dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu menjadi rasul kepada segenap manusia. Dan cukuplah Allah menjadi saksi.
Dahulu di masa permulaan Islam ketika orang-orang mukmin masih berada di Mekah, mereka diperintahkan untuk mengerjakan salat dan menunaikan zakat, sekalipun masih belum ada ketentuan nisab-nya. Mereka diperintahkan untuk membantu orang-orang yang miskin dari kalangan mereka sendiri, diperintahkan pula bersikap pemaaf, mengampuni perbuatan orang-orang musyrik, dan bersabar sampai datang perintah dari Allah.
Mereka sangat merindukan adanya perintah dari Allah yang memerintahkan agar mereka berperang melawan musuh-musuh mereka, untuk membalas sakit hati terhadap orang-orang musyrik yang selalu mengganggu mereka. Saat itu perintah berperang masih belum sesuai karena banyak sebab, antara lain ialah kaum muslim masih minoritas bila dibandingkan dengan musuh mereka. Penyebab Lainnya ialah karena keberadaan kaum mukmin saat itu ada di negeri mereka sendiri, yaitu di Tanah Suci Mekah yang merupakan bagian dari bumi yang paling suci. Perintah untuk berperang di dalam negeri mereka bukan atas dasar memulai, menurut suatu pendapat. Karena itulah maka jihad baru diperintahkan hanya di Madinah, yaitu di saat kaum mukmin telah mempunyai negeri sendiri, pertahanan, dan para penolongnya.
Akan tetapi, setelah mereka diperintahkan berperang seperti yang mereka dambakan sebelumnya, ternyata sebagian dari mereka ada yang mengeluh dan menjadi takut menghadapi manusia dengan takut yang sangat. Hal ini disebutkan oleh Allah Swt. melalui firman-Nya:
{وَقَالُوا رَبَّنَا لِمَ كَتَبْتَ عَلَيْنَا الْقِتَالَ لَوْلا أَخَّرْتَنَا إِلَى أَجَلٍ قَرِيبٍ}
Mereka berkata, "Ya Tuhan kami, mengapa Engkau wajibkan berperang kepada kami? Mengapa tidak Engkau tangguhkan (kewajiban berperang) kepada kami sampai ke beberapa waktu lagi?" (An-Nisa: 77)
Yakni mengapa tidak Engkau tangguhkan kewajiban berperang itu sampai beberapa waktu yang lain, karena sesungguhnya perang itu berakibat teralirkannya darah, anak-anak menjadi yatim, dan istri-istri menjadi janda? Makna ayat ini sama dengan ayat Lainnya, yaitu firman-Nya:
وَيَقُولُ الَّذِينَ آمَنُوا لَوْلا نُزِّلَتْ سُورَةٌ فَإِذا أُنْزِلَتْ سُورَةٌ مُحْكَمَةٌ وَذُكِرَ فِيهَا الْقِتالُ
Dan orang-orang yang beriman berkata, "Mengapa tiada diturunkan suatu surat?" Maka apabila diturunkan suatu surat yang jelas maksudnya dan disebutkan di dalamnya (perintah) perang. (Muhammad: 20), hingga beberapa ayat berikutnya.
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ الْحُسَيْنِ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ بْنِ أَبِي رِزْمة وَعَلِيُّ بْنُ زِنْجَةَ قَالَا حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ الْحَسَنِ، عَنِ الْحُسَيْنِ بْنِ وَاقِدٍ، عَنْ عَمْرِو بْنِ دِينَارٍ، عَنْ عِكْرِمَةَ، عَنِ ابن عباس: أَنَّ عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ عَوْفٍ وَأَصْحَابًا لَهُ أَتَوُا النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمَكَّةَ، فَقَالُوا: يَا نَبِيَّ اللَّهِ، كُنَّا فِي عِزٍّ وَنَحْنُ مُشْرِكُونَ، فَلَمَّا آمَنَّا صِرْنَا أَذِلَّةً: قَالَ: "إِنِّي أُمِرْتُ بِالْعَفْوِ فَلَا تُقَاتِلُوا الْقَوْمَ". فَلَمَّا حَوَّلَهُ اللَّهُ إِلَى الْمَدِينَةِ أَمَرَهُ بِالْقِتَالِ، فَكَفُّوا. فَأَنْزَلَ اللَّهُ: {أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ قِيلَ لَهُمْ كُفُّوا أَيْدِيَكُمْ [وَأَقِيمُوا الصَّلاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ فَلَمَّا كُتِبَ عَلَيْهِمُ الْقِتَالُ إِذَا فَرِيقٌ مِنْهُمْ يَخْشَوْنَ النَّاسَ كَخَشْيَةِ اللهِ أَوْ أَشَدَّ خَشْيَةً] } الآية.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdul Aziz, dari Abu Zar'ah dan Ali ibnu Rumhah; keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Hasan, dari Al-Husain ibnu Waqid, dari Amr ibnu Dinar, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, bahwa Abdur Rahman ibnu Auf dan beberapa orang temannya datang menemui Nabi Saw. di Mekah. Lalu mereka berkata, "Wahai Nabi Allah, dahulu kami berada dalam kejayaan ketika masih musyrik. Tetapi setelah beriman, kami menjadi kalah." Nabi Saw. bersabda: Sesungguhnya aku diperintahkan untuk memberi maaf (terhadap tindakan-tindakan kaum musyrik). Karena itu, janganlah kalian memerangi kaum itu. Setelah Allah memindahkan Nabi Saw. ke Madinah, maka Allah memerintahkannya untuk memerangi orang-orang musyrik. Ternyata mereka yang berkata demikian tidak mau berperang. Maka Allah menurunkan firman-Nya: Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang dikatakan kepada mereka, "Tahanlah tangan kalian (dari berperang)." (An-Nisa: 77), hingga akhir ayat.
Imam Nasai dan Imam Hakim serta Ibnu Murdawaih meriwayatkannya melalui hadis Ali ibnul Hasan ibnu Syaqiq dengan lafaz yang sama.
Asbat meriwayatkan dari As-Saddi, bahwa tiada yang diwajibkan atas kaum mukmin saat itu kecuali hanya salat dan zakat. Lalu mereka meminta kepada Allah agar diwajibkan berperang atas diri mereka. Ketika diwajibkan atas mereka berperang, maka keadaannya berbeda, seperti yang disebutkan firman-Nya: tiba-tiba sebagian dari mereka takut kepada manusia (musuh) seperti takutnya kepada Allah, bahkan lebih (sangat) dari itu takutnya. Mereka berkata, "Ya Tuhan kami, mengapa Engkau wajibkan berperang kepada kami? Mengapa tidak Engkau tangguhkan (kewajiban berperang) kepada kami sampai ke beberapa waktu lagi?" (An-Nisa: 77) Yang dimaksud dengan ajalin qarib ialah mati.  Allah Swt. berfirman:  Katakanlah, "Kesenangan dunia ini hanya sebentar, dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa." (An-Nisa: 77) Mujahid mengatakan, sesungguhnya ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang Yahudi; diriwayatkan oleh Ibnu Jarir.
*******************
Dan firman-Nya:
{قُلْ مَتَاعُ الدُّنْيَا قَلِيلٌ وَالآخِرَةُ خَيْرٌ لِمَنِ اتَّقَى}
Katakanlah, "Kesenangan dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa." (An-Nisa: 77)
Artinya, akhirat bagi orang yang bertakwa adalah lebih baik daripada kehidupan dunianya.
{وَلا تُظْلَمُونَ فَتِيلا}
dan kalian tidak akan dianiaya sedikit pun. (An-Nisa: 77)
Tiada sedikit pun dari amal perbuatan kalian yang dianiaya, melainkan semuanya pasti ditunaikan dengan balasan yang sempurna.
Makna ayat ini mengandung pengertian hiburan bagi kaum mukmin dalam menghadapi kehidupan dunia, sekaligus menanamkan rasa suka kepada pahala akhirat serta menggugah mereka untuk berjihad.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ya'qub ibnu Ibrahim Ad-Dauraqi, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Mahdi, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Zaid, dari Hisyam yang menceritakan bahwa Al-Hasan Al-Basri membacakan firman-Nya: Katakanlah, "Kesenangan dunia ini hanya sebentar." (An-Nisa: 77) Lalu ia berkata, "Semoga Allah merahmati seorang hamba yang menilai duniawi dengan penilaian tersebut. Dunia ini semuanya dari awal sampai akhir, tiada lain sama halnya dengan seorang lelaki yang tertidur sejenak, lalu ia melihat dalam mimpinya sesuatu yang disukainya. Tetapi tidak lama kemudian ia terbangun dari tidurnya."
Ibnu Mu'in mengatakan bahwa Abu Mishar mengatakan dalam bait-bait syairnya:
وَلَا خَيْرَ فِي الدنيا لِمَنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ ... مِنَ اللَّهِ فِي دَارِ الْمُقَامِ نَصيبُ ...
فِإِنْ تُعْجب الدُّنْيَا رجَالا فِإِنْهَا ... مَتَاع قَلِيلٌ والزّوَال قريبُ ...
Tiada kebaikan pada dunia bagi orang yang tidak mempunyai bagian pahala dari Allah di tempat yang kekal nanti. Jika dunia memang dapat membuat terpesona banyak laki-laki, maka sesungguhnya dunia itu kesenangan yang sebentar dan lenyapnya tidak lama lagi.
*******************
Firman Allah Swt
أَيْنَما تَكُونُوا يُدْرِكْكُمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنْتُمْ فِي بُرُوجٍ مُشَيَّدَةٍ
Di mana saja kalian berada, kematian akan mendapatkan kalian, kendatipun kalian di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh. (An-Nisa: 78)
Maksudnya, kalian pasti akan mati, dan tiada seorang pun dari kalian yang selamat dari maut. Perihalnya sama dengan yang disebutkan di dalam ayat lain, yaitu firman-Nya:
كُلُّ مَنْ عَلَيْها فانٍ
Semua yang ada di bumi itu akan binasa. (Ar-Rahman: 26)
كُلُّ نَفْسٍ ذائِقَةُ الْمَوْتِ
Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. (Ali Imran: 185)
وَما جَعَلْنا لِبَشَرٍ مِنْ قَبْلِكَ الْخُلْدَ
Kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang manusia pun sebelum kamu.(Al-Anbiya: 34)
Makna yang dimaksud ialah setiap orang pasti akan mati, tiada sesuatu pun yang dapat menyelamatkan dia dari kematian, baik dia ikut dalam berjihad ataupun tidak ikut berjihad. Karena sesungguhnya umur manusia itu ada batasnya dan mempunyai ajal yang telah ditentukan serta kedudukan yang telah ditetapkan baginya. Seperti yang dikatakan oleh Khalid ibnul Walid ketika menjelang kematiannya di atas tempat tidurnya:
لَقَدْ شَهِدْتُ كَذَا وَكَذَا مَوْقِفًا، وَمَا مِنْ عُضْوٍ مِنْ أَعْضَائِي إِلَّا وَفِيهِ جُرْحٌ مِنْ طَعْنَةٍ أَوْ رَمْيَةٍ، وَهَا أَنَا أَمُوتُ عَلَى فِرَاشِي، فَلَا نَامَتْ أَعْيُنُ الْجُبَنَاءِ
Sesungguhnya aku telah mengikuti perang anu dan perang anu, dan tiada suatu anggota tubuhku melainkan padanya terdapat luka karena tusukan atau lemparan panah. Tetapi sekarang aku mati di atas tempat tidurku, semoga mata orang-orang yang pengecut tidak dapat tidur.
*******************
Firman Allah Swt.:
وَلَوْ كُنْتُمْ فِي بُرُوجٍ مُشَيَّدَةٍ
kendatipun kalian di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh. (An-Nisa: 78)
Yakni benteng yang kuat, kokoh, lagi tinggi.
Menurut pendapat lain, yang dimaksud dengan buruj ialah bintang-bintang yang ada di langit. Pendapat ini dikatakan oleh As-Saddi, tetapi lemah. Pendapat yang sahih ialah yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengannya adalah benteng yang kuat. Dengan kata lain, tiada gunanya sikap waspada dan berlindung di tempat yang kokoh dari ancaman maut. Seperti yang dikatakan oleh seorang penyair (Jahiliah), yaitu Zuhair ibnu Abu Salma:
وَمَن خَاف أسبابَ المَنيّة يَلْقَهَا ... وَلَوْ رَامَ أسبابَ السَّمَاءِ بسُلَّم
Barang siapa yang takut terhadap penyebab kematian, niscaya dia akan didapatkannya sekalipun dia naik ke langit yang tinggi dengan memakai tangga.
Kemudian menurut pendapat yang lain, al-musyayyadah sama artinya dengan al-masyidah. Sebagaimana yang disebutkan di dalam firman-Nya:
وَقَصْرٍ مَشِيدٍ
dan istana yang tinggi. (Al-Hajj: 45)
Menurut pendapat yang lainnya lagi, di antara keduanya terdapat perbedaan, yaitu: Kalau dibaca al-musyayyadah dengan memakai tasydid artinya yang ditinggikan, sedangkan kalau dibaca takhfif (tanpa tasydid) artinya yang dibangun dengan memakai batu kapur.
Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim sehubungan dengan bab ini mengetengahkan sebuah kisah panjang dari Mujahid: bahwa zaman dahulu terdapat seorang wanita yang sedang melahirkan, lalu si wanita itu memerintahkan kepada pelayannya untuk mencari api. Ketika si pelayan keluar, tiba-tiba ia bersua dengan seorang lelaki yang sedang berdiri di depan pintu (entah dari mana datangnya). Lalu lelaki itu bertanya, "Apakah wanita itu telah melahirkan bayinya?" Si pelayan menjawab, "Ya, seorang bayi perempuan." Selanjutnya lelaki itu berkata, "Ingatlah, sesungguhnya bayi perempuan itu kalau sudah dewasa nanti akan berbuat zina dengan seratus orang laki-laki, kemudian ia dikawini oleh pelayan si wanita itu, dan kelak matinya disebabkan oleh laba-laba." Mujahid melanjutkan kisahnya, bahwa pelayan itu kemudian kembali ke dalam rumah dan dengan serta-merta ia merobek perut si bayi dengan pisau hingga menganga lebar, lalu ia pergi melarikan diri karena ia merasa yakin bahwa bayi itu telah mati. Melihat hal itu ibu si bayi segera mengobati luka tersebut dengan menjahitnya. Lama-kelamaan luka si bayi sembuh dan ia tumbuh hingga remaja. Setelah dewasa, ia menjadi wanita yang tercantik di kotanya. Sedangkan si pelayan yang kabur tadi pergi menjelajahi semua daerah, dan akhirnya ia menjadi penyelam, lalu berhasil memperoleh harta yang berlimpah (dari dalam laut). Dengan bekal harta itu ia menjadi orang yang paling kaya, lalu ia kembali ke negerinya semula dan bermaksud untuk kawin. Untuk itu ia berkata kepada seorang nenek, "Aku ingin kawin dengan wanita yang paling cantik di kota ini." Si nenek berkata, "Di kota ini tidak ada wanita yang lebih cantik dari si Fulanah." Ia berkata, "Kalau demikian pergilah kamu untuk melamarnya buatku." Si nenek akhirnya berangkat ke rumah wanita yang dimaksud, dan ternyata si wanita itu menyetujui lamarannya. Ketika akan menggaulinya, ia sangat terpesona dengan kecantikan istrinya itu. Maka si istri itu bertanya kepadanya mengenai asal-usulnya. Lalu ia menceritakan kepada istrinya semua yang pernah ia alami hingga menyangkut masalah bayi perempuan tadi. Maka si istri menjawab, "Akulah bayi perempuan itu," lalu si istri memperlihatkan bekas robekan yang ada pada perutnya, hingga ia percaya dengan bukti tersebut. Ia berkata, "Jika dulu engkau benar-benar bayi tersebut, sesungguhnya ada seorang lelaki (barangkali malaikat) yang memberitahukan kepadaku tentang dua perkara yang merupakan suatu keharusan akan menimpamu. Salah satunya ialah bahwa engkau telah berbuat zina dengan seratus orang laki-laki." Si istri menjawab, "Memang aku telah berbuat itu, tetapi aku lupa dengan berapa banyak lelaki aku melakukannya." Si suami menjawab, "Jumlah mereka adalah seratus orang laki-laki." Si suami melanjutkan kisahnya, "Hal yang kedua ialah engkau akan mati karena seekor laba-laba." Karena si suami sangat mencintai istrinya, maka ia membangunkan untuk si istri sebuah gedung yang kokoh lagi tinggi untuk melindunginya dari penyebab tersebut. Tetapi pada suatu hari ketika mereka sedang asyik masyuk, tiba-tiba ada seekor laba-laba di atap rumah. Lalu ia memperlihatkan laba-laba itu kepada istrinya. Maka si istri berkata, "Inikah yang engkau takutkan akan menyerang diriku? Demi Allah, bahkan akulah yang akan membunuhnya." Para pembantu menurunkan laba-laba itu dari atap ke bawah, kemudian si istri dengan sengaja mendekatinya dan menginjaknya dengan jempol kakinya hingga laba-laba itu mati seketika itu juga. Akan tetapi, takdir Allah berjalan sesuai dengan kehendak-Nya. Ternyata ada sebagian dari racun laba-laba itu yang masuk ke dalam kuku jari kakinya dan terus menembus ke dagingnya, hingga kaki si wanita itu menjadi hitam dan membusuk; hal tersebutlah yang mengantarkannya kepada kematian.
*******************
Dalam pembahasan ini kami ketengahkan sebuah kisah tentang Raja Al-Hadar yang bemama Satirun, ketika ia diserang oleh Raja Sabur yang mengepung bentengnya. Akhirnya Sabur dapat membunuh semua orang yang ada di dalam benteng sesudah mengepungnya selama dua tahun. Sehubungan dengan kisah ini orang-orang Arab merekamnya ke dalam syair-syair mereka, yang antara lain mengatakan:
Raja Al-Hadar, ketika membangun negerinya dan Sungai Tigris dialirkannya menuju negerinya, begitu pula Sungai Khabur, ia membangun istananya dengan memakai batu marmar dan lantainya memakai keramik yang indah lagi anggun. Di atas puncak istananya yang tinggi itu banyak burung merpati bersarang. Tangan-tangan kematian tidak ditakuti oleh benteng yang kokoh lagi tinggi itu. Akan tetapi, si raja binasa dalam membela benteng-nya yang kini menjadi reruntuhan yang ditinggalkan.
Ketika Ali masuk menemui Usman, ia mengatakan, "Ya Allah, persatukanlah umat Muhammad." Kemudian Ali mengucapkan syair berikut:
Aku melihat bahwa maut tidak menyisakan seorang yang perkesa pun, dan tidak pernah memberikan perlindungan kepada pemberontak di negeri ini dan kawasan ini. Penduduk benteng tinggal dengan aman, sedangkan pintu benteng dalam keadaan tertutup kemegahan dan tingginya menyamai bukit-bukit.
Ibnu Hisyam mengatakan bahwa Kisra Sabur —yang dijuluki Zul Aktaf— yang membunuh Satirun, Raja Al-Hadar. Tetapi di lain kesempatan Ibnu Hisyam mengatakan pula bahwa sesungguhnya orang yang membunuh Raja Al-Hadar adalah Sabur ibnu Ardsyir ibnu Babik, generasi pertama Raja Bani Sasan; dia pulalah yang mengalahkan raja-raja Tawaif dan mengembalikan kekuasaan kepada kekaisarannya. Adapun Sabur yang dijuluki Zul Aktaf, dia baru muncul jauh sesudah itu. Demikianlah menurut riwayat yang diketengahkan oleh As-Suhaili. Ibnu Hisyam menceritakan bahwa Sabur mengepung benteng Satirun selama dua tahun. Peperangan itu terjadi karena Satirunlah yang memulainya; Satirun menyerang negeri Sabur di saat Raja Sabur sedang bepergian ke Irak. Pada suatu hari putri Raja Satirun bernama Nadirah naik ke atas benteng, lalu ia melihat-lihat, dan pandangan matanya tertuju ke arah Raja Sabur yang memakai pakaian kebesaran yang terbuat dari kain sutra, di atas kepalanya terdapat mahkota terbuat dari emas murni yang bertatahkan intan dan berbagai macam batu permata yang amat langka. Hati si putri terpikat, lalu ia menyusup menemuinya dan mengatakan kepadanya, "Jika aku bukakan pintu benteng ini, maukah kamu memperistri diriku?" Maka Raja Sabur menjawab, "Ya." Pada sore harinya Raja Satirun minum khamr hingga mabuk, dan sudah menjadi kebiasaannya bila hendak tidur ia mabuk terlebih dahulu. Maka putrinya mengambil kunci pintu gerbang benteng dari bawah bantal ayahnya. Setelah itu kunci tersebut ia kirimkan kepada Raja Sabur melalui seorang bekas budaknya, maka Raja Sabur dapat membuka benteng tersebut. Menurut riwayat yang lain, si putri menunjukkan kepada mereka sebuah rajah yang berada di dalam benteng itu. Benteng tersebut tidak akan dapat dibuka sebelum diambil seckor burung merpati abu-abu, lalu kedua kakinya dibasahi dengan kotoran darali haid seorang gadis yang bermata biru, kemudian baru dilepaskan terbang. Apabila burung merpati itu hinggap di atas tembok benteng, maka tembok benteng itu akan runtuh dan terbukalah pintu gerbangnya. Raja Sabur melakukan hal tersebut. Setelah pintu gerbang benteng terbuka, maka Sabur membunuh Raja Satirun dan berlaku sewenang-wenang kepada penduduk benteng, lalu merusaknya hingga menjadi puing-puing. Kemudian ia berangkat bersama putri tersebut yang telah ia kawini. Tersebutlah bahwa di suatu malam hari ketika si putri telah berada di atas peraduannya, tiba-tiba ia gelisah, tidak dapat tidur. Hal ini membuat resah si raja, lalu ia mengambil sebuah lilin dan memeriksa tempat tidur istrinya, ternyata ia menjumpai selembar daun pohon as (yang pada zaman itu sebagai kertas). Raja Sabur berkata kepadanya, "Rupanya inilah yang menyebabkan kamu tidak dapat tidur. Apakah yang telah dilakukan oleh ayahmu di masa lalu?" Ia menjawab, "Dahulu ayahku menghamparkan kain sutra kasar buat permadaniku dan memakaikan kepadaku kain sutra yang indah-indah, serta memberiku makan sumsum dan memberiku minuman khamr."
At-Tabari menceritakan bahwa dahulu ayah si putri memberinya makan sumsum dan zubdah serta madu yang bermutu tinggi, dan memberinya minum khamr.
At-Tabari menceritakan pula, bahwa Raja Sabur dapat melihat sumsum betisnya (karena kecantikannya dan keindahan tubuhnya, pent.).
Raja Sabur akhirnya berkata, "Ternyata jasa ayahmu itu dibalas olehmu dengan air tuba, dan engkau pun pasti akan lebih cepat melakukan hal yang sama terhadap diriku." Raja Sabur akhirnya memerintahkan agar permaisurinya itu ditangkap, lalu gelungan rambutnya diikatkan ke buntut kuda, kemudian kudanya dihardik untuk lari sekencang-kencangnya, hingga matilah ia diseret kuda.
*******************
Firman Allah Swt.:
وَإِنْ تُصِبْهُمْ حَسَنَةٌ
dan jika mereka memperoleh kebaikan. (An-Nisa: 78)
Yaitu kemakmuran dan rezeki yang berlimpah berupa buah-buahan, hasil pertanian, banyak anak, dan lain-lainnya berupa rezeki. Demikianlah menurut pendapat Ibnu Abbas, Abul Aliyah, dan As-Saddi.
{يَقُولُوا هَذِهِ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ وَإِنْ تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌ}
mereka mengatakan, "Ini adalah dari sisi Allah," dan kalau mereka ditimpa sesuatu bencana. (An-Nisa: 78)
Berupa paceklik, kekeringan, dan rezeki yang kering, atau tertimpa kematian anak atau tidak mempunyai penghasilan atau lain-lainnya yang merupakan bencana. Demikianlah menurut pendapat Abul Aliyah dan As-Saddi.
{يَقُولُوا هَذِهِ مِنْ عِنْدِكَ}
mereka mengatakan, "Ini (datangnya) dari sisi kamu (Muhammad)." (An-Nisa: 78)
Yakni dari sisi kamu, disebabkan kami mengikuti kamu dan memasuki agamamu. Seperti makna yang terkandung di dalam firman-Nya yang menceritakan perihal kaum Fir'aun, yaitu:
{فَإِذَا جَاءَتْهُمُ الْحَسَنَةُ قَالُوا لَنَا هَذِهِ وَإِنْ تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌ يَطَّيَّرُوا بِمُوسَى وَمَنْ مَعَهُ}
Kemudian apabila datang kepada mereka kemakmuran, mereka berkata, "Ini adalah karena (usaha) kami." Dan jika mereka ditimpa kesusahan, mereka lemparkan sebab kesialan itu kepada Musa dan orang-orang yang mengikutinya. (Al-A'raf: 131)
Juga semakna dengan apa yang terkandung di dalam firman-Nya:
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَعْبُدُ اللَّهَ عَلى حَرْفٍ
Dan di antara manusia ada orang yang menyembah Allah dengan berada di tepi. (Al-Hajj: 11), hingga akhir ayat.
Demikian pula yang dikatakan oleh orang-orang munafik, yaitu mereka yang masuk Islam lahiriahnya, sedangkan hati mereka benci terhadap Islam. Karena itulah bila mereka tertimpa bencana, maka mereka kaitkan hal itu dengan penyebab karena mengikuti Nabi Saw.
As-Saddi mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: dan jika mereka memperoleh kebaikan. (An-Nisa: 78) Yang dimaksud dengan al-hasanah ialah kemakmuran dan kesuburan yang membuat ternak mereka berkembang biak dengan pesatnya —begitu pula ternak kuda mereka— dan keadaan mereka menjadi membaik serta istri-istri mereka melahirkan anak-anaknya. mereka mengaiakan, "Ini adalah dari sisi Allah," dan kalau mereka tertimpa sesuatu bencana. (An-Nisa: 78) Yang dimaksud dengan sayyiah ialah kekeringan (paceklik) dan bencana yang menimpa harta mereka; maka mereka melemparkan kesialan itu kepada Nabi Muhammad Saw., lalu mereka mengatakan, "Ini gara-gara kamu."  Dengan kata lain, mereka bermaksud bahwa karena kami meninggalkan agama kami dan mengikuti Muhammad, akhirnya kami tertimpa bencana ini. Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Katakanlah, "Semuanya (datang) dari sisi Allah." (An-Nisa: 78)  Adapun firman Allah Swt.: Katakanlah, "Semuanya (datang) dari sisi Allah." (An-Nisa:78) Maksudnya, semuanya itu adalah atas ketetapan dan takdir Allah, Dia melakukan keputusan-Nya terhadap semua orang, baik terhadap orang yang bertakwa maupun terhadap orang yang durhaka, dan baik terhadap orang mukmin maupun terhadap orang kafir, tanpa pandang bulu.
Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: Katakanlah, "Semuanya (datang) dari sisi Allah." (An-Nisa: 78) Yaitu kebaikan dan keburukan itu semuanya dari Allah. Hal yang sama dikatakan oleh Al-Hasan Al-Basri.
*******************
Kemudian Allah Swt. berfirman, mengingkari mereka yang mengatakan demikian yang timbul dari keraguan dan kebimbangan mereka, minimnya pemahaman dan ilmu mereka yang diliputi dengan kebodohan dan aniaya, yaitu:
{فَمَالِ هَؤُلاءِ الْقَوْمِ لَا يَكَادُونَ يَفْقَهُونَ حَدِيثًا}
Maka mengapa orang-orang itu (orang munafik) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikit pun. (An-Nisa: 78)
Sehubungan dengan firman-Nya: Katakanlah, "Semuanya (datang) dari sisi Allah." (An-Nisa: 78) terdapat sebuah hadis garib yang diriwayatkan oleh Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar.
حَدَّثَنَا السَّكن بْنُ سَعِيدٍ، حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ يُونُسَ، حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ حَمَّادٍ، عَنْ مُقَاتِلِ بْنِ حَيَّان، عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ جَدِّهِ قَالَ: كُنَّا جُلُوسًا عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؛ فَأَقْبَلَ أَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ فِي قَبِيلَتَيْنِ مِنَ النَّاسِ، وَقَدِ ارْتَفَعَتْ أَصْوَاتُهُمَا، فَجَلَسَ أَبُو بَكْرٍ قَرِيبًا مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؛ وَجَلَسَ عُمَرُ قَرِيبًا مِنْ أَبِي بَكْرٍ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لِمَ ارْتَفَعَتْ أَصْوَاتُكُمَا؟ " فَقَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، قَالَ أَبُو بَكْرٍ: الْحَسَنَاتُ مِنَ اللَّهِ وَالسَّيِّئَاتُ مِنْ أَنْفُسِنَا. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "فَمَا قُلْتَ يَا عُمَرُ؟ " قَالَ: قُلْتُ: الْحَسَنَاتُ وَالسَّيِّئَاتُ مِنَ اللَّهِ. تَعَالَى. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّ أَوَّلَ مَنْ تَكَلَّمَ فِيهِ جِبْرِيلُ وَمِيكَائِيلُ، فَقَالَ مِيكَائِيلُ مَقَالَتَكَ يَا أَبَا بَكْرٍ، وَقَالَ جِبْرِيلُ مَقَالَتَكَ يَا عُمَرُ فَقَالَ: نَخْتَلِفُ فَيَخْتَلِفُ أَهْلُ السَّمَاءِ (3) وَإِنْ يَخْتَلِفْ أَهْلُ السَّمَاءِ يَخْتَلِفْ أَهْلُ الْأَرْضِ. فَتَحَاكَمَا إِلَى إِسْرَافِيلَ، فَقَضَى بَيْنَهُمْ أَنَّ الْحَسَنَاتِ وَالسَّيِّئَاتِ مِنَ اللَّهِ". ثُمَّ أَقْبَلَ عَلَى أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ فَقَالَ "احْفَظَا قَضَائِي بَيْنَكُمَا، لَوْ أَرَادَ اللَّهُ أَلَّا يُعْصَى لَمْ يَخْلُقْ إِبْلِيسَ".
Telah menceritakan kepada kami As-Sakan ibnu Sa'id, telah menceritakan kepada kami Umar ibnu Yunus, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Hammad, dari Muqatil ibnu Hayyan, dari Amr ibnu Syu'aib, dari ayahnya, dari kakeknya yang telah menceritakan, "Ketika kami sedang duduk di sisi Rasulullah Saw., datanglah Abu Bakar bersama dua kabilah, suara mereka kedengaran amat gaduh. Lalu Abu Bakar duduk di dekat Nabi Saw. dan Umar pun duduk di dekat Abu Bakar. Maka Rasulullah Saw. bertanya, 'Mengapa suara kamu berdua kedengaran gaduh?' Seorang lelaki memberikan jawaban, 'Wahai Rasulullah, Abu Bakar mengatakan bahwa semua kebaikan dari Allah dan semua keburukan dari diri kita sendiri.' Rasulullah Saw. bersabda, 'Lalu apakah yang kamu katakan, hai Umar?' Umar menjawab, 'Aku katakan bahwa semua kebaikan dan keburukan dari Allah.' Rasulullah Saw. bersabda, 'Sesungguhnya orang yang mula-mula membicarakan masalah ini adalah Jibril dan Mikail. Mikail mengatakan hal yang sama seperti apa yang dikatakan olehmu, hai Abu Bakar. Sedangkan Jibril mengatakan hal yang sama seperti apa yang dikatakan olehmu, hai Umar.' Nabi Saw. melanjutkan kisahnya, 'Penduduk langit pun berselisih pendapat mengenainya. Jika penduduk langit berselisih, maka penduduk bumi pun berselisih pula. Lalu keduanya mengajukan permasalahannya kepada Malaikat Israfil. Maka Israfil memutuskan di antara mereka dengan keputusan bahwa semua kebaikan dan semua keburukan berasal dari Allah.' Kemudian Rasulullah Saw. berpaling ke arah Abu Bakar dan Umar, lalu bersabda, 'Ingatlah keputusanku ini olehmu berdua. Seandainya Allah berkehendak untuk tidak didurhakai, niscaya Dia tidak akan menciptakan iblis'."
Syaikhul Islam Taqiyud Din Abul Abbas Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa hadis ini maudu' lagi buatan, menurut kesepakatan ahli ma'rifah (para ulama).
*******************
Kemudian Allah Swt. berfirman kepada Rasul-Nya, tetapi makna yang dimaksud ialah mencakup semua orang, sehingga firman berikut dapat dianggap sebagai jawaban, yaitu:
{مَا أَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ اللَّهِ}
Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah. (An-Nisa: 79)
Yakni dari kemurahan Allah, kasih sayang serta rahmat-Nya.
{وَمَا أَصَابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِنْ نَفْسِكَ}
dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. (An-Nisa: 79)
Yaitu akibat perbuataninu sendiri. Perihalnya sama dengan makna yang terkandung di dalam ayat lain, yaitu firman-Nya:
وَما أَصابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِما كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُوا عَنْ كَثِيرٍ
Dan apa saja musibah yang menimpa kamu adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahanmu). (Asy-Syura: 30)
As-Saddi, Al-Hasan Al-Basri, Ibnu Juraij, dan Ibnu Zaid mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: maka dari dirimu sendiri. (An-Nisa: 79) Yaitu disebabkan dosamu sendiri.
Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: maka dari dirimu sendiri. (An-Nisa: 79) sebagai hukuman buatmu, hai anak Adam, karena dosamu sendiri.
Qatadah mengatakan, telah diriwayatkan kepada kami bahwa Nabi Saw. telah bersabda:
«لَا يُصِيبُ رَجُلًا خَدْشُ عُودٍ وَلَا عَثْرَةُ قَدَمٍ، وَلَا اخْتِلَاجُ عِرْقٍ إِلَّا بِذَنْبٍ، وَمَا يَعْفُو اللَّهُ أَكْثَرُ»
Tidak sekali-kali seseorang terkena lecet (karena tertusuk) kayu, tidak pula kakinya tersandung, tidak pula uratnya terkilir, melainkan karena dosa(nya), tetapi yang dimaafkan oleh Allah jauh lebih banyak.
Hadis mursal yang diriwayatkan oleh Qatadah ini telah diriwayatkan secara muttasil di dalam kitab sahih, yang bunyinya mengatakan:
«وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَا يُصِيبُ الْمُؤْمِنَ هَمٌّ وَلَا حَزَنٌ، وَلَا نَصَبٌ، حَتَّى الشَّوْكَةُ يُشَاكُهَا إِلَّا كَفَّرَ اللَّهُ عَنْهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ»
Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, tiada suatu kesusahan pun yang menimpa orang mukmin, tiada suatu kesedihan pun, dan tiada suatu kelelahan pun, hingga duri yang menusuk (kaki)nya, melainkan Allah menghapuskan sebagian dari dosa-dosanya karena musibah itu.
Abu Saleh mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan)mu sendiri. (An-Nisa: 79) Yakni karena dosamu sendiri, dan Akulah (kata Allah) yang menakdirkannya atas dirimu. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Ammar, telah menceritakan kepada kami Salil ibnu Bakkar, telah menceritakan kepada kami Al-Aswad ibnu Syaiban, telah menceritakan kepadaku Uqbah ibnu Wasil (keponakan Mutarrif), dari Mutarrif ibnu Abdullah sendiri yang mengatakan, "Apakah yang kalian kehendaki dari masalah takdir ini, tidakkah mencukupi kalian ayat yang ada di dalam surat An-Nisa," yaitu firman-Nya: dan jika mereka memperoleh kebaikan, mereka mengatakan, "Ini adalah dari sisi Allah." Dan kalau mereka ditimpa sesuatu bencana, mereka mengatakan, "Ini (datangnya) dari sisi kamu (Muhammad)." (An-Nisa: 78) Yaitu karena dirimu. Demi Allah, mereka tidak diserahkan kepada takdir sepenuhnya karena mereka telah diperintah, dan ternyata yang terjadi adalah seperti yang mereka alami.
Hal ini merupakan pendapat yang kuat lagi kokoh untuk membantah aliran Qadariyah dan Jabariyah sekaligus. Mengenai rinciannya, disebutkan di dalam kitab yang lain.
*******************
Firman Allah Swt.:
وَأَرْسَلْناكَ لِلنَّاسِ رَسُولًا
Kami mengutusmu menjadi rasul kepada segenap manusia. (An-Nisa: 79)
untuk menyampaikan kepada mereka syariat-syariat (perintah-perintah) Allah, hal-hal yang disukai dan diridai-Nya, serta semua hal yang dibenci dan ditolak-Nya.
{وَكَفَى بِاللَّهِ شَهِيدًا}
Dan cukuplah Allah menjadi saksi. (An-Nisa: 79)
Yakni saksi yang menyatakan bahwa Dialah yang mengutusmu. Dia menjadi saksi pula antara kamu dan mereka, Dia Maha Mengetahui semua yang engkau sampaikan kepada mereka, juga jawaban serta sanggahan mereka terhadap perkara hak yang kamu sampaikan kepada mereka karena kekufuran dan keingkaran mereka.

مَنْ يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطاعَ اللَّهَ وَمَنْ تَوَلَّى فَما أَرْسَلْناكَ عَلَيْهِمْ حَفِيظاً (80) وَيَقُولُونَ طاعَةٌ فَإِذا بَرَزُوا مِنْ عِنْدِكَ بَيَّتَ طائِفَةٌ مِنْهُمْ غَيْرَ الَّذِي تَقُولُ وَاللَّهُ يَكْتُبُ مَا يُبَيِّتُونَ فَأَعْرِضْ عَنْهُمْ وَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ وَكَفى بِاللَّهِ وَكِيلاً (81)
Barang siapa yang menaati rasul, sesungguhnya ia telah menaati Allah. Dan barang siapa yang berpaling (dari ketaatan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka. Dan mereka mengatakan, "(Kewajiban kami hanyalah) taat." Tetapi apabila mereka telah pergi dari sisimu, sebagian dari mereka mengatur siasat di malam hari (mengambil keputusan) lain dari yang telah mereka katakan tadi. Allah menulis siasat yang mereka atur di malam hari itu, maka berpalinglah kamu dari mereka dan tawakallah kepada Allah. Cukuplah Allah menjadi Pelindung.
Allah Swt. memberitahukan perihal hamba dan Rasul-Nya (yaitu Nabi Muhammad Saw.), bahwa barang siapa yang menaatinya, berarti ia taat kepada Allah. Barang siapa yang durhaka kepadanya, berarti ia durhaka kepada Allah. Hal tersebut tidak lain karena apa yang diucapkannya itu (Al-Qur'an) bukan menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diturunkan kepadanya.
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ سِنَان، حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ، عَنْ أَبِي صَالِحٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنْ أَطَاعَنِي فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ، وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ عَصَى اللَّهَ وَمَنْ أَطَاعَ الْأَمِيرَ فَقَدْ أَطَاعَنِي، وَمَنْ عَصَى الْأَمِيرَ فَقَدْ عَصَانِي".
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Sinan, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, dari Al-A'masy, dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Barang siapa yang taat kepadaku, berarti ia taat kepada Allah; dan barang siapa yang durhaka kepadaku, berarti ia durhaka kepada Allah. Barang siapa yang menaati amir(ku), berarti ia taat kepadaku; dan barang siapa yang durhaka kepada amir(ku), berarti ia durhaka kepadaku.
Hadis ini disebutkan di dalam kitab Sahihain melalui riwayat Al-A'masy dengan lafaz yang sama.
*******************
Firman Allah Swt.:
وَمَنْ تَوَلَّى فَما أَرْسَلْناكَ عَلَيْهِمْ حَفِيظاً
Dan barang siapa yang berpaling (dari ketaatan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka. (An-Nisa: 80)
Tugasmu bukan untuk itu, melainkan hanyalah menyampaikan. Untuk itu barang siapa yang mengikutimu, maka berbahagia dan selamatlah ia, sedangkan bagimu ada pahala yang semisal dengan pahala yang diperolehnya. Barang siapa yang berpaling darimu, maka rugi dan kecewalah dia, sedangkan kamu tidak dikenai beban sedikit pun dari urusannya. Makna ayat ini sama dengan apa yang disebut oleh sebuah hadis yang mengatakan:
«مَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ رَشَدَ، وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَإِنَّهُ لَا يَضُرُّ إِلَّا نَفْسَهُ»
Barang siapa yang menaati Allah dan Rasul-Nya, berarti ia telah mendapat petunjuk; dan barang siapa yang durhaka terhadap Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya dia tidak membahayakan selain hanya terhadap dirinya sendiri.
*******************
Firman Allah Swt.:
وَيَقُولُونَ طاعَةٌ
Dan mereka mengatakan,  "(Kewajiban kami hanyalah) taat." (An-Nisa: 81)
Allah Swt. menceritakan perihal kaum munafik, bahwa mereka menampakkan setuju dan taat hanya pada lahiriahnya saja.
{فَإِذَا بَرَزُوا مِنْ عِنْدِكَ}
Tetapi apabila mereka telah pergi dari sisimu. (An-Nisa: 81)
Yakni pergi dan tidak kelihatan olehmu.
{بَيَّتَ طَائِفَةٌ مِنْهُمْ غَيْرَ الَّذِي تَقُولُ}
sebagian dari mereka mengatur siasat di malam hari (mengambil keputusan) lain dari yang telah mereka katakan tadi. (An-Nisa: 81)
Yaitu dengan diam-diam di malam harinya mereka mengatur siasat di antara sesama mereka yang bertentangan dengan apa yang mereka lahirkan di hadapanmu.
Maka Allah Swt. berfirman:
{وَاللَّهُ يَكْتُبُ مَا يُبَيِّتُونَ}
Allah menulis siasat yang mereka atur di malam hari itu. (An-Nisa: 81)
Allah mengetahui dan mencatatnya ke dalam buku catatan amal perbuatan mereka. Hal ini dilakukan oleh para malaikat pencatat amal perbuatan yang ditugaskan oleh Allah Swt. untuk menanganinya terhadap semua hamba-Nya.
Di dalam firman ini terkandung ancaman yang tersimpulkan dari pemberitahuan Allah yang menyatakan bahwa Dia mengetahui semua yang tersimpan di dalam hati mereka, semua hal yang mereka rahasiakan di antara sesamanya, dan semua makar yang mereka sepakati di malam hari (yaitu makar untuk menentang Rasulullah Saw. dan mendurhakainya), sekalipun pada lahiriahnya mereka bersikap menampakkan ketaatan dan sikap setuju. Kelak di hari kemudian Allah akan membalas perbuatan mereka itu terhadap diri mereka. Perihal mereka sama dengan yang disebutkan di dalam ayat lain, yaitu firman-Nya:
وَيَقُولُونَ آمَنَّا بِاللَّهِ وَبِالرَّسُولِ وَأَطَعْنا
Dan mereka berkata, "Kami telah beriman Kepada Allah dan rasul, dan kami menaati (keduanya)." (An-Nur: 47), hingga akhir ayat.
*******************
Mengenai firman Allah Swt.:
{فَأَعْرِضْ عَنْهُمْ}
maka berpalinglah kamu dari mereka. (An-Nisa: 81)
Dengan kata Lain, maafkanlah mereka dan bersabarlah terhadap mereka; jangan kamu menghukum mereka, jangan kamu sebarkan perihal mereka (orang-orang munafik itu) di kalangan orang banyak, jangan pula kamu merasa takut terhadap ancaman mereka.
{وَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ وَكَفَى بِاللَّهِ وَكِيلا}
dan bertawakallah kepada Allah. Cukuplah Allah menjadi Pelindung. (An-Nisa: 81)
Dengan kata lain, cukuplah Allah sebagai Penolong, Pelindung, dan Pembantu bagi orang yang bertawakal dan berserah diri kepada-Nya.

أَفَلا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ وَلَوْ كانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلافاً كَثِيراً (82) وَإِذا جاءَهُمْ أَمْرٌ مِنَ الْأَمْنِ أَوِ الْخَوْفِ أَذاعُوا بِهِ وَلَوْ رَدُّوهُ إِلَى الرَّسُولِ وَإِلى أُولِي الْأَمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ الَّذِينَ يَسْتَنْبِطُونَهُ مِنْهُمْ وَلَوْلا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ لاتَّبَعْتُمُ الشَّيْطانَ إِلاَّ قَلِيلاً (83)
Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Qur'an? Kalau kiranya Al-Qur'an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya. Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan ulil amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan ulil amri). Kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah kepada kalian, tentulah kalian mengikut setan, kecuali sebagian kecil saja (di antara kalian).
Allah Swt. memerintahkan kepada mereka untuk memperhatikan apa yang terkandung di dalam Al-Qur'an, juga melarang mereka berpaling darinya dan dari memahami makna-maknanya yang muhkam serta lafaz-lafaznya yang mempunyai paramasastra yang tinggi. Allah Swt. memberitahukan kepada mereka bahwa tidak ada pertentangan, tidak ada kelabilan, dan tidak ada perbedaan di dalam Al-Qur'an karena Al-Qur'an diturunkan dari Tuhan Yang Mahabijaksana lagi Maha Terpuji. Al-Qur'an adalah perkara yang hak dari Tuhan Yang Mahabenar. Karena itulah dalam ayat lain disebutkan melalui firman-Nya:
أَفَلا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ أَمْ عَلى قُلُوبٍ أَقْفالُها
Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Qur'an ataukah hati mereka terkunci? (Muhammad: 24)
Kemudian Allah Swt. berfirman:
{وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ}
Kalau kiranya Al-Qur'an itu bukan dari sisi Allah. (An-Nisa: 82)
Seandainya Al-Qur'an itu dibuat-buat sendiri, seperti yang dikatakan oleh sebagian kaum musyrik dan kaum munafik yang bodoh dalam hati mereka.
{لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلافًا كَثِيرًا}
tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya. (An-Nisa: 82)
Yaitu niscaya dijumpai banyak pertentangan dan kelabilan. Dengan kata lain, sedangkan Al-Qur'an itu ternyata bebas dari pertentangan; hal ini menunjukkan bahwa Al-Qur'an itu dari sisi Allah. Seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat yang lain, menyitir perkataan orang-orang yang mendalam ilmunya, yaitu melalui firman-Nya:
آمَنَّا بِهِ كُلٌّ مِنْ عِنْدِ رَبِّنا
Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami. (Ali Imran: 7)
Baik yang muhkam maupun yang mutasyabih, semuanya benar. Karena itulah mereka mengembalikan (merujukkan) yang mutasyabih kepada yang muhkam, dan akhirnya mereka mendapat petunjuk. Sedangkan orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, mereka mengembalikan yang muhkam kepada yang mutasyabih; akhirnya mereka tersesat. Karena itulah dalam ayat ini Allah memuji sikap orang-orang yang mendalam ilmunya dan mencela orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَنَسُ بْنُ عِيَاضٍ، حَدَّثَنَا أَبُو حَازِمٍ عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ جَدِّهِ قَالَ: لَقَدْ جَلَسْتُ أَنَا وَأَخِي مَجْلِسًا مَا أُحِبُّ أَنَّ لِي بِهِ حُمر النَّعم، أَقْبَلْتُ أَنَا وَأَخِي وَإِذَا مَشْيَخَةٌ مِنْ صَحَابَةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى بَابٍ مِنْ أَبْوَابِهِ، فَكَرِهْنَا أَنْ نُفَرِّقَ بَيْنَهُمْ، فَجَلَسْنَا حَجْرَة، إِذْ ذَكَرُوا آيَةً مِنَ الْقُرْآنِ، فَتَمَارَوْا فِيهَا حَتَّى ارْتَفَعَتْ أَصْوَاتُهُمْ، فَخَرَجَ رسولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُغْضَبًا حَتَّى احْمَرَّ وَجْهُهُ، يَرْمِيهِمْ بِالتُّرَابِ، وَيَقُولُ: "مَهْلًا يَا قَوْمُ، بِهَذَا أُهْلِكَتِ الْأُمَمُ مَنْ قَبْلِكُمْ بِاخْتِلَافِهِمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ، وَضَرْبِهِمُ الْكُتُبَ بَعْضَهَا ببعض، إن القرآن لم ينزل يكذب بَعْضُهُ بَعْضًا، بَلْ يُصَدِّقُ بَعْضُهُ بَعْضًا، فَمَا عَرَفْتُمْ مِنْهُ فَاعْمَلُوا بِهِ، وَمَا جَهِلْتُمْ مِنْهُ فردوه إِلَى عالمِه"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Anas ibnu Iyad, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, telah menceritakan kepada kami Abu Hazim, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Syu'aib, dari ayahnya, dari kakeknya yang menceritakan bahwa ia dan saudaranya duduk di sebuah majelis yang lebih ia sukai daripada memiliki ternak unta yang unggul. Ketika dia dan saudaranya telah berada di dalam majelis itu, tiba-tiba beberapa sesepuh dari kalangan sahabat Nabi Saw. berada di sebuah pintu dari pintu-pintu yang biasa dilalui oleh Nabi Saw. Maka kami tidak suka bila memisahkan di antara mereka, hingga kami terpaksa duduk di pinggir. Saat itu mereka sedang membicarakan suatu ayat dari Al-Qur'an, lalu mereka berdebat mengenainya hingga suara mereka saling menegang. Maka Rasulullah Saw. keluar dalam keadaan marah hingga roman wajahnya kelihatan merah, lalu beliau menaburkan debu kepada mereka yang berdebat itu dan bersabda: Tenanglah hai kaum, karena hal inilah umat-umat terdahulu sebelum kalian binasa, yaitu karena pertentangan mereka dengan nabi-nabi mereka dan mengadu-adukan sebagian dari isi Al-Ki-tab dengan sebagian yang lain. Sesungguhnya Al-Qur'an tidak diturunkan untuk mendustakan sebagian darinya terhadap sebagian yang lain. Tetapi ia diturunkan untuk membenarkan sebagian daripadanya terhadap sebagian yang lain. Karena itu, apa yang kalian ketahui dari Al-Qur'an, amatkanlah ia; dan apa yang kalian tidak mengerti darinya, maka kembalikanlah kepada yang mengetahuinya.
Hal yang sama diriwayatkan pula oleh Imam Ahmad melalui Abu Mu'awiyah, dari Daud ibnu Abu Hindun, dari Amr ibnu Syu'aib, dari ayahnya, dari kakeknya yang mengatakan:
خَرَجَ رسولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ، وَالنَّاسُ يَتَكَلَّمُونَ فِي الْقَدَرِ، فَكَأَنَّمَا يُفْقَأ فِي وَجْهِهِ حَبُّ الرُّمان مِنَ الْغَضَبِ، فَقَالَ لَهُمْ: "مَا لَكُمْ تَضْرِبُونَ كِتَابَ اللَّهِ بَعْضَهُ بِبَعْضٍ؟ بِهَذَا هَلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ". قَالَ: فَمَا غَبَطْتُ نَفْسِي بِمَجْلِسٍ فِيهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ولم أَشْهَدْهُ مَا غَبَطْتُ نَفْسِي بِذَلِكَ الْمَجْلِسِ، أَنِّي لَمْ أَشْهَدْهُ.
bahwa pada suatu hari Rasulullah Saw. keluar, yaitu ketika para sahabat sedang memperbincangkan masalah takdir. Saat itu wajah beliau seakan-akan seperti biji delima yang merah karena marah. Lalu beliau Saw. bersabda kepada mereka: Mengapa kalian mengadukan Kitabullah sebagian darinya dengan sebagian yang lain? Hal inilah yang menyebabkan orang-orang sebelum kalian binasa. Perawi mengatakan bahwa sejak saat itu tiada suatu majelis pun yang di dalamnya ada Rasulullah Saw. yang lebih ia sukai daripada majelis tersebut. Sekiranya dia tidak menyaksikannya, amat kecewalah dia.
Ibnu Majah meriwayatkannya melalui hadis Daud ibnu Abu Hindun dengan sanad yang sama dan dengan lafaz yang semisal.
قَالَ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِيٍّ، حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ، عَنْ أَبِي عمْران الجَوْني قَالَ: كَتَبَ إِلَيَّ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ رَبَاح، يُحَدِّثُ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ: هَجَّرتُ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا، فَإِنَّا لَجُلُوسٌ إِذِ اخْتَلَفَ اثْنَانِ فِي آيَةٍ، فَارْتَفَعَتْ أَصْوَاتُهُمَا فَقَالَ: "إِنَّمَا هَلَكَتِ الْأُمَمُ قَبْلَكُمْ بِاخْتِلَافِهِمْ فِي الْكِتَابِ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Mahdi, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Zaid, dari Abu Imran Al-Juni yang mengatakan bahwa Abdullah ibnu Rabbah pernah menulis surat kepadanya, menceritakan sebuah hadis yang ia terima dari Abdullah ibnu Amr. Disebutkan bahwa pada suatu siang hari Abdullah ibnu Amr ia berangkat menemui Rasulullah Saw. Saat itu ketika dia dan yang lainnya sedang duduk, tiba-tiba ada dua orang berselisih pendapat tentang makna sebuah ayat, hingga suara mereka berdua menjadi mengeras dan bersitegang. Maka Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya penyebab yang membinasakan orang-orang sebelum kalian hanyalah karena pertentangan mereka mengenai Al-Kitab.
Imam Muslim dan Imam Nasai meriwayatkannya melalui hadis Hammad ibnu Zaid dengan lafaz yang sama.
*******************
Firman Allah Swt.:
وَإِذا جاءَهُمْ أَمْرٌ مِنَ الْأَمْنِ أَوِ الْخَوْفِ أَذاعُوا بِهِ
Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan atau ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. (An-Nisa: 83)
Hal ini merupakan pengingkaran terhadap orang yang tergesa-gesa dalam menanggapi berbagai urusan sebelum meneliti kebenarannya, lalu ia memberitakan dan menyiarkannya, padahal belum tentu hal itu benar.
Imam Muslim mengatakan di dalam mukadimah (pendahuluan) kitab sahihnya:
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ، حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ حَفْصٍ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ خُبَيْبِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنْ حَفْصِ بْنِ عَاصِمٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قال: "كفى بالمرء كذبا أَنْ يُحدِّث بِكُلِّ مَا سَمِعَ"
telah menceritakan kepada kami Abu Bakar ibnu Abu Syaibah, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Hafs, telah menceritakan kepada kami Syu'bah.dari Habib ibnu Abdur Rahman, dari Hafs ibnu Asim, dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Cukuplah kedustaan bagi seseorang bila dia menceritakan semua apa yang didengarnya.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Abu Daud di dalam Kitabul Adab, bagian dari kitab sunnahnya, dari Muhammad ibnul Husain ibnu Isykab, dari Ali ibnu Hafs, dari Syu'bah secara musnad.
Imam Muslim meriwayatkannya pula melalui hadis Mu'az ibnu Hisyam Al-Anbari dan Abdur-Rahman ibnu Mahdi. Bcgitu juga Imam Abu Daud, meriwayatkannya melalui hadis Hafs ibnu Amr An-Namiri. Ketiga-tiganya dari Syu'bah, dari Habib, dari Hafs ibnu Asim dengan lafaz yang sama secara mursal.
Di dalam kitab Sahihain disebutkan dari Al-Mugirah ibnu Syu'bah hadis berikut, bahwa Rasulullah Saw. telah melarang perbuatan qil dan qal. Makna yang dimaksud ialah melarang perbuatan banyak bercerita tentang apa yang dibicarakan oleh orang-orang tanpa meneliti kebenarannya, tanpa menyeleksinya terlebih dahulu, dan tanpa membuktikannya.
Di dalam kitab Sunan Abu Daud disebutkan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
"بِئْسَ مَطِيَّة الرَّجُلِ زَعَمُوا عَلَيْهِ".
Seburuk-buruk lisan seseorang ialah (mengatakan) bahwa mereka menduga (anu dan anu).
Di dalam kitab sahih disebutkan hadis berikut, yaitu:
«مَنْ حَدَّثَ بِحَدِيثٍ وَهُوَ يَرَى أَنَّهُ كَذِبٌ فَهُوَ أَحَدُ الْكَاذِبِينَ»
Barang siapa yang menceritakan suatu kisah, sedangkan ia menganggap bahwa kisahnya itu dusta, maka dia termasuk salah seorang yang berdusta.
Dalam kesempatan ini kami ketengahkan sebuah hadis dari Umar ibnul Khattab yang telah disepakati kesahihannya:
حِينَ بَلَغَهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ طَلَّق نِسَاءَهُ، فَجَاءَهُ مِنْ مَنْزِلِهِ حَتَّى دَخَلَ الْمَسْجِدَ فَوَجَدَ النَّاسَ يَقُولُونَ ذَلِكَ، فَلَمْ يَصْبِرْ حَتَّى اسْتَأْذَنَ عَلِيَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَاسْتَفْهَمَهُ: أَطَلَّقْتَ نِسَاءَكَ؟ قَالَ: "لَا". فَقُلْتُ اللَّهُ أَكْبَرُ. وَذَكَرَ الْحَدِيثَ بِطُولِهِ.
yaitu ketika ia mendengar berita bahwa Nabi Saw. menceraikan istri-istrinya. Maka ia datang dari rumahnya, lalu masuk ke dalam masjid, dan ia menjumpai banyak orang yang sedang memperbincangkan berita itu. Umar tidak sabar menunggu, lalu ia meminta izin menemui Nabi Saw. dan menanyakan kepadanya apakah memang benar beliau menceraikan semua istrinya? Ternyata jawaban Rasulullah Saw. negatif (yakni tidak). Maka ia berkata, "Allahu Akbar (Allah Mahabesar)," hingga akhir hadis.
Menurut lafaz yang ada pada Imam Muslim:
فَقُلْتُ: أَطَلَّقْتَهُنَّ؟ فَقَالَ: "لَا" فَقُمْتُ عَلَى بَابِ الْمَسْجِدِ فَنَادَيْتُ بِأَعْلَى صَوْتِي: لَمْ يُطَلِّقْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نِسَاءَهُ. وَنَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ: {وَإِذَا جَاءَهُمْ أَمْرٌ مِنَ الأمْنِ أَوِ الْخَوْفِ أَذَاعُوا بِهِ وَلَوْ رَدُّوهُ إِلَى الرَّسُولِ وَإِلَى أُولِي الأمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ الَّذِينَ يَسْتَنْبِطُونَهُ مِنْهُمْ} فَكُنْتُ أَنَا اسْتَنْبَطْتُ ذَلِكَ الْأَمْرَ.
aku (Umar) bertanya, "Apakah engkau menceraikan mereka semua?" Nabi Saw. menjawab, "Tidak." Aku bangkit dan berdiri di pintu masjid, lalu aku berkata dengan sekeras suaraku, menyerukan bahwa Rasulullah Saw. tidak menceraikan istri-istrinya. Lalu turunlah ayat berikut, yaitu firman-Nya: Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan ulil amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan ulil amri). (An-Nisa: 83)
Aku (kata Umar) termasuk salah seorang yang ingin mengetahui kebenaran perkara tersebut.
Makna (يَسْتَنْبِطُونَهُ) ialah menyimpulkannya dari sumbernya.
Dikatakan اسْتَنْبَطَ الرَّجُلُ الْعَيْنَ, yang artinya lelaki itu menggali mata air dan mengeluarkan air dari dasarnya.
*******************
Firman Allah Swt.:
لَاتَّبَعْتُمُ الشَّيْطانَ إِلَّا قَلِيلًا
tentulah kalian mengikuti setan, kecuali sebagian kecil saja (di antara kalian). (An-Nisa: 83)
Ali ibnu Abu Talhah mengatakan dari Ibnu Abbas, bahwa makna yang dimaksud ialah orang-orang mukmin.
Abdur-Razzak mengatakan, dari Ma'mar, dari Qatadah, bahwa firman Allah berikut: Tentulah kalian mengikuti setan, kecuali sebagian kecil saja ( di antara kalian). (An-Nisa: 83) Makna yang dimaksud ialah kalian semuanya niscaya mengikuti langkah setan.
Orang yang mendukung pendapat ini (yakni yang mengartikan semuanya) memperkuat alasannya dengan ucapan At-Tirmah ibnu Hakim dalam salah satu bait syairnya ketika memuji Yazid ibnul Muhallab, yaitu:
أشَمَّ نديّ كَثِيرَ النوادي  ... قَلِيلَ الْمَثَالِبِ وَالْقَادِحَةْ
Aku mencium keharuman nama orang yang sangat dermawan, tiada cela dan tiada kekurangan baginya.
Makna yang dimaksud ialah tidak ada cela dan tidak ada kekurangannya, sekalipun diungkapkan dengan kata sedikit cela dan kekurangannya.
فَقاتِلْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ لَا تُكَلَّفُ إِلاَّ نَفْسَكَ وَحَرِّضِ الْمُؤْمِنِينَ عَسَى اللَّهُ أَنْ يَكُفَّ بَأْسَ الَّذِينَ كَفَرُوا وَاللَّهُ أَشَدُّ بَأْساً وَأَشَدُّ تَنْكِيلاً (84) مَنْ يَشْفَعْ شَفاعَةً حَسَنَةً يَكُنْ لَهُ نَصِيبٌ مِنْها وَمَنْ يَشْفَعْ شَفاعَةً سَيِّئَةً يَكُنْ لَهُ كِفْلٌ مِنْها وَكانَ اللَّهُ عَلى كُلِّ شَيْءٍ مُقِيتاً (85) وَإِذا حُيِّيتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوا بِأَحْسَنَ مِنْها أَوْ رُدُّوها إِنَّ اللَّهَ كانَ عَلى كُلِّ شَيْءٍ حَسِيباً (86) اللَّهُ لَا إِلهَ إِلاَّ هُوَ لَيَجْمَعَنَّكُمْ إِلى يَوْمِ الْقِيامَةِ لَا رَيْبَ فِيهِ وَمَنْ أَصْدَقُ مِنَ اللَّهِ حَدِيثاً (87)
Maka berperanglah kamu pada jalan Allah, tidaklah kamu dibebani melainkan dengan kewajiban kamu sendiri. Kobarkanlah semangat orang-orang mukmin (untuk berperang). Mudah-mudahan Allah menolak serangan orang-orang kafir itu. Allah amat besar kekuatan dan amat keras siksaan-{Nya). Barang siapa yang memberikan syafaat yang baik, niscaya ia akan memperoleh bagian (pahala) darinya. Dan barang siapa yang memberi syafaat yang buruk, niscaya ia akan memikul bagian (dosa) darinya. Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. Apabila kalian diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik darinya. atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah selalu membuat perhitungan atas tiap-tiap sesuatu. Allah, tidak ada Tuhan selain Dia. Sesungguhnya Dia akan mengumpulkan kalian di hari kiamat, yang tidak ada keraguan padanya. Dan siapakah orang yang lebih benar perkataan(nya) daripada Allah?
Allah Swt. memerintahkan kepada hamba dan Rasul-Nya (yaitu Nabi Muhammad Saw.) untuk ikut terjun ke dalam kancah peperangan, berjihad di jalan Allah. Barang siapa yang menolak, tidak ikut berperang, maka tiada paksaan atas dirinya untuk mengikuti peperangan. Karena itulah disebutkan di dalam firman-Nya:
{لَا تُكَلَّفُ إِلا نَفْسَكَ}
tidaklah kamu dibebani melainkan dengan kewajibanmu sendiri. (An-Nisa: 84)
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Anir ibnu Nabih, telah menceritakan kepada kami Hakkam, telah menceritakan kepada kami Al-Jarrah Al-Kindi, dari Abu Ishaq yang menceritakan bahwa ia pernah bertanya kepada Al-Barra ibnu Azib tentang seorang lelaki yang menghadapi musuh sebanyak seratus orang, tetapi ia tetap berperang melawan mereka, yang pada akhirnya dia termasuk orang yang disebut di dalam firman-Nya: dan janganlah kalian menjatuhkan diri kalian sendiri ke dalam kebinasaan. (Al-Baqarah: 195) Maka Al-Barra ibnu Azib menjawab bahwa Allah Swt. telah berfirman pula kepada Nabi-Nya, yaitu: Maka berperanglah kamu pada jalan Allah, tidaklah kamu dibebani melainkan dengan kewajiban kamu sendiri. Kobarkanlah semangat orang-orang mukmin (untuk berperang). (An-Nisa: 84) Dengan kata Lain, lelaki tersebut tidak termasuk ke dalam larangan yang disebutkan ayat di atas.
Imam Ahmad meriwayatkannya melalui Sulaiman ibnu Daud, dari Abu Bakar ibnu Ayyasy, dari Abu Ishaq yang menceritakan bahwa ia pernah bertanya kepada Al-Barra mengenai seorang lelaki yang maju sendirian melawan orang-orang musyrik yang jumlahnya banyak, apakah dia termasuk orang yang menjatuhkan dirinya ke dalam kebinasaan? Al-Barra menjawabnya tidak, karena sesungguhnya Allah mengutus Rasul-Nya dan berfirman kepadanya: Maka berperanglah kamu pada jalan Allah, tidaklah kamu dibebani melainkan dengan kewajiban kamu sendiri. (An-Nisa: 84) Sesungguhnya hal yang kamu sebutkan hanyalah menyangkut masalah nafkah.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Ibnu Murdawaih melalui jalur Abu Bakar ibnu Ayyasy dan Ali ibnu Abu Saleh, dari Abu Ishaq, dari Al-Barra dengan lafaz yang sama.
Kemudian Ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Ahmad, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Nadr Al-Askari, telah menceritakan kepada kami Muslim ibnu Abdur Rahman Al-Harsi, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Himyar, telah menceritakan kepada kami Sufyan As'-Sauri, dari Abu Ishaq, dari Al-Barra yang menceritakan bahwa ketika diturunkan kepada Nabi Saw. ayat berikut, yaitu firman-Nya: Maka berperanglah kamu pada jalan Allah, tidaklah kamu dibebani melainkan dengan kewajiban kamu sendiri. Kobarkanlah semangat orang-orang mukmin (untuk berperang). (An-Nisa: 84), hingga akhir ayat. Lalu Nabi Saw. bersabda kepada sahabat-sahabatnya:
"قَدْ أَمَرَنِي رَبِّي بِالْقِتَالِ فَقَاتِلُوا"
Sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepadaku untuk berperang. Karena itu, berperanglah kalian.
Hadis ini berpredikat garib.
*******************
Firman Allah Swt.:
وَحَرِّضِ الْمُؤْمِنِينَ
Kobarkanlah semangat orang-orang mukmin (untuk berperang). (An-Nisa: 84)
Artinya, bangkitkanlah semangat untuk berperang, kobarkanlah semangat mereka, dan tanamkanlah keberanian mereka untuk berperang. Seperti yang beliau Saw. katakan kepada para sahabatnya dalam Perang Badar ketika beliau sedang merapikan saf mereka:
"قُومُوا إِلَى جَنَّةٍ عَرْضُهَا السماوات والأرض"
Bangkitlah kalian menuju surga yang luasnya seluas bumi dan langit!
Banyak hadis yang diriwayatkan mengenai masalah ini, yaitu anjuran berperang di jalan Allah, antara lain ialah apa yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari melalui sahabat Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ، وَآتَى الزَّكَاةَ، وَصَامَ رَمَضَانَ، كَانَ حَقًّا عَلَى اللَّهِ أَنْ يُدْخِلَهُ الْجَنَّةَ، هَاجَرَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَوْ جَلَسَ فِي أَرْضِهِ الَّتِي وُلِدَ فِيهَا" قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَفَلَا نُبَشِّرُ الناسَ بِذَلِكَ؟ فَقَالَ: "إِنَّ فِي الْجَنَّةِ مائةَ دَرَجَةٍ، أعدَّها اللَّهُ لِلْمُجَاهِدِينَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، بَيْنَ كُلِّ دَرَجَتَيْنِ كَمَا بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ، فَإِذَا سَأَلْتُمُ اللَّهَ فَاسْأَلُوهُ الْفِرْدَوْسَ فَإِنَّهُ أَوْسَطُ الْجَنَّةِ. وَأَعْلَى الْجَنَّةِ، وَفَوْقَهُ عَرْشُ الرَّحْمَنِ، وَمِنْهُ تُفَجَّر أَنْهَارُ الْجَنَّةِ"
Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, mendirikan salat, menunaikan zakat, dan puasa bulan Ramadan, maka sudah semestinya bagi Allah memasukkannya ke dalam surga, baik ia hijrah di jalan Allah ataupun tetap tinggal di tempat kelahirannya. Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, bolehkah kami menyampaikan berita gembira ini kepada orang-orang?" Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya di dalam surga terdapat seratus derajat (tingkatan) yang telah disediakan oleh Allah bagi orang-orang yang berjihad dijalan Allah; jarak antara tiap-tiap dua derajat sama dengan jarak antara langit dan bumi. Apabila kalian memohon kepada Allah, mintalah kepadanya surga Firdaus, karena sesungguhnya surga Firdaus adalah tengah-tengah surga dan surga yang paling tinggi. Di atasnya terdapat Arasy Tuhan Yang Maha Pemurah, dan dari surga Firdaus mengalirlah semua sungai surga.
Diriwayatkan hal yang semisal melalui hadis Ubadah, Mu'az, dan Abu Darda.
Dari Abu Sa'id Al-Khudri, disebutkan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
"يَا أَبَا سعيد، من رضي بالله ربا، وبالإسلام دِينًا، وَبِمُحَمَّدٍ نَبِيًّا، وَجَبَتْ لَهُ الْجَنَّةُ" قَالَ: فَعَجِبَ لَهَا أَبُو سَعِيدٍ فَقَالَ: أَعِدْهَا عليَّ يَا رَسُولَ اللَّهِ. فَفَعَلَ. ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "وَأُخْرَى يَرْفَعُ اللَّهُ بِهَا الْعَبْدَ مِائَةَ دَرَجَةٍ فِي الْجَنَّةِ، مَا بَيْنَ كُلِّ دَرَجَتَيْنِ كَمَا بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ" قَالَ: وَمَا هِيَ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: "الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ"
Hai Abu Sa'id, barang siapa yang rela Allah sebagai Tuhannya, Islam sebagai agamanya, dan Muhammad sebagai Rasul dan Nabi (panutannya), maka pastilah ia masuk surga. Perawi melanjutkan kisahnya, bahwa mendengar hal itu Abu Sa'id merasa takjub, lalu bertanya, "Ulangilah lagi kepadaku, wahai Rasulullah." Abu Sa'id mengucapkan demikian sebanyak tiga kali, kemudian baru Rasulullah Saw. bersabda lagi: Dan yang lainnya lagi menyebabkan Allah mengangkat seorang hamba karenanya seratus derajat (tingkatan) di dalam surga; jarak antara tiap-tiap dua derajat sama dengan jarak antara langit dan bumi. Abu Sa'id Al-Khudri bertanya, "Wahai Rasulullah, amalan apakah itu?" Rasulullah Saw. menjawab: Berjihad di jalan Allah.
Hadis riwayat Imam Muslim.
*******************
Firman Allah Swt.:
عَسَى اللَّهُ أَنْ يَكُفَّ بَأْسَ الَّذِينَ كَفَرُوا
Mudah-mudahan Allah menolak serangan orang-orang yang kafir itu. (An-Nisa: 84)
Yaitu berkat upayamu dalam mengobarkan semangat mereka untuk berjihad, maka bangkitlah semangat mereka untuk melawan musuh-musuh mereka, membela negeri Islam dan para pemeluknya, serta berjuang melawan mereka dengan penuh keteguhan dan kesabaran.
*******************
Firman Allah Swt.:
وَاللَّهُ أَشَدُّ بَأْساً وَأَشَدُّ تَنْكِيلًا
Allah amat besar kekuatan dan amat keras siksaan-(Nya). (An-Nisa: 84)
Artinya, Dia berkuasa terhadap mereka di dunia dan di akhirat. Perihalnya sama dengan makna yang terkandung di dalam ayat lain, yaitu firman-Nya:
ذلِكَ وَلَوْ يَشاءُ اللَّهُ لَانْتَصَرَ مِنْهُمْ وَلكِنْ لِيَبْلُوَا بَعْضَكُمْ بِبَعْضٍ
Demikianlah, apabila Allah menghendaki, niscaya Allah akan membinasakan mereka, tetapi Allah hendak menguji sebagian kalian dengan sebagian yang lain. (Muhammad: 4), hingga akhir ayat.
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
{مَنْ يَشْفَعْ شَفَاعَةً حَسَنَةً يَكُنْ لَهُ نَصِيبٌ مِنْهَا}
Barang siapa yang memberikan syafaat yang baik, niscaya ia akan memperoleh bagian (pahala) darinya.(An-Nisa: 85)
Maksudnya, barang siapa yang berupaya dalam suatu urusan, lalu ia menghasilkan hal yang baik darinya, maka dia memperoleh bagian darinya.
{وَمَنْ يَشْفَعْ شَفَاعَةً سَيِّئَةً يَكُنْ لَهُ كِفْلٌ مِنْهَا}
Dan barang siapa yang memberi syafaat yang buruk, niscaya ia akan memikul bagian (dosa) darinya. (An-Nisa: 85)
Yakni dia memperoleh dosa dari urusan tersebut yang diupayakannya dan telah diniatkannya sejak semula. Seperti yang disebutkan di dalam hadis sahih dari Nabi Saw., bahwa beliau Saw. pernah bersabda:
"اشْفَعُوا تُؤْجَرُوا وَيَقْضِي اللَّهُ عَلَى لِسَانِ نَبِيِّهِ مَا شَاءَ".
Berikanlah syafaat, niscaya kamu beroleh pahala, dan Allah memutuskan melalui lisan Nabi-Nya apa yang dikehendaki-Nya.
Mujahid ibnu Jabr mengatakan bahwa ayat ini diturunkan sehubungan dengan syafaat orang-orang yang diberikan oleh sebagian dari mereka untuk sebagian yang lain.
Al-Hasan Al-Basri mengatakan sehubungan dengan firman Allah Swt.: Barang siapa yang memberikan syafaat. (An-Nisa: 85) Dalam ayat ini tidak disebutkan barang siapa yang beroleh syafaat.
*******************
Firman Allah Swt.:
وَكانَ اللَّهُ عَلى كُلِّ شَيْءٍ مُقِيتاً
Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. (An-Nisa: 85)
Menurut Ibnu Abbas, Ata, Atiyyah, Qatadah, dan Matar Al-Warraq, yang dimaksud dengan {مُقِيتًا} ialah Yang Maha Memelihara.
Menurut Mujahid, lafaz {مُقِيتًا} artinya Maha Menyaksikan. Menurut riwayat yang lain darinya, makna yang dimaksud ialah Maha Menghitung.
Sa'id ibnu Jubair, As-Saddi, dan Ibnu Zaid mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah Yang Mahakuasa.
Menurut Abdullah ibnu Kasir, makna yang dimaksud ialah Yang Maha Mengawasi.
Menurut Ad-Dahhak, al-muqit artinya Yang Maha Memberi Rezeki.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahim ibnu Mutarrif, telah menceritakan kepada kami Isa ibnu Yunus, dari Ismail, dari seorang lelaki, dari Abdullah ibnu Rawwahah, bahwa ia pernah ditanya oleh seorang lelaki tentang makna firman-Nya: Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. (An-Nisa: 85) Maka ia menjawab bahwa Allah membalas setiap orang sesuai dengan amal perbuatannya.
*******************
Firman Allah Swt.:
وَإِذا حُيِّيتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوا بِأَحْسَنَ مِنْها أَوْ رُدُّوها
Apabila kalian diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik darinya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa). (An-Nisa: 86)
Apabila seorang muslim mengucapkan salam kepada kalian, maka balaslah salamnya itu dengan salam yang lebih baik darinya, atau balaslah ia dengan salam yang sama. Salam lebihan hukumnya sunat, dan salam yang semisal hukumnya fardu.
قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنِي مُوسَى بْنُ سَهْلٍ الرَّمْلِيُّ، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ السَّري الْأَنْطَاكِيُّ، حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ لَاحِقٍ، عَنْ عَاصِمٍ الْأَحْوَلِ، عَنْ أَبِي عُثْمَانَ النَّهْدي، عَنْ سَلْمَانَ الْفَارِسِيِّ قَالَ: جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: السَّلَامُ عَلَيْكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ. فَقَالَ: "وَعَلَيْكَ السَّلَامُ وَرَحْمَةُ اللَّهِ". ثُمَّ أَتَى آخر فَقَالَ: السَّلَامُ عَلَيْكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَرَحْمَةُ اللَّهِ. فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "وَعَلَيْكَ السَّلَامُ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ". ثُمَّ جَاءَ آخَرُ فَقَالَ: السَّلَامُ عَلَيْكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ فَقَالَ لَهُ: "وَعَلَيْكَ" فَقَالَ لَهُ الرَّجُلُ: يَا نَبِيَّ اللَّهِ، بِأَبِي أَنْتَ وَأُمِّي، أَتَاكَ فُلَانٌ وَفُلَانٌ فَسَلَّمَا عَلَيْكَ فَرَدَدْتَ عَلَيْهِمَا أَكْثَرَ مِمَّا رَدَدْتَ عَلَيَّ. فَقَالَ: "إِنَّكَ لَمْ تَدَعْ لَنَا شَيْئًا، قَالَ اللَّهُ تَعَالَى: {وَإِذَا حُيِّيتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوا بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا} فَرَدَدْنَاهَا عَلَيْكَ".
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Sahl Ar-Ramli, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnus Sirri Al-Intaki, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Lahiq, dari Asim Al-Ahwal, dari Abu Usman An-Nahdi, dari Salman Al-Farisi yang menceritakan bahwa ada seorang lelaki datang kepada Nabi Saw., lalu ia mengucapkan, "Assalamu 'alaika, ya Rasulullah (semoga keselamatan terlimpahkan kepadamu, wahai Rasulullah)." Maka Rasulullah Saw. menjawab: Semoga keselamatan dan rahmat Allah terlimpahkan atas dirimu. Kemudian datang pula lelaki yang lain dan mengucapkan, "Assalamu 'alaika, ya Rasulullah, warahmatullahi (semoga keselamatan dan rahmat Allah terlimpahkan kepadamu, wahai Rasulullah)." Maka beliau Saw. menjawab: Semoga keselamatan dan rahmat serta berkah Allah terlimpahkan atas dirimu. Lalu datang lagi lelaki yang lain dan mengucapkan, "Assalamu 'alaika, ya Rasulullah, warahmatullahi wabarakatuh (semoga keselamatan, rahmat Allah, dan berkah-Nya terlimpahkan kepadamu, wahai Rasulullah)." Maka Rasulullah Saw. menjawab: Hal yang sama semoga terlimpahkan kepadamu. Maka lelaki yang terakhir ini bertanya, "Wahai Nabi Allah, demi ayah dan ibuku yang menjadi tebusanmu, telah datang kepadamu si anu dan si anu, lalu keduanya mengucapkan salam kepadamu dan engkau menjawab keduanya dengan jawaban yang lebih banyak dari apa yang engkau jawabkan kepadaku." Maka Rasulullah Saw. bersabda: Karena sesungguhnya engkau tidak menyisakannya buatku barang sedikit pun, Allah Swt. telah berfirman, "Apabila kalian diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik darinya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa). (An-Nisa: 86)," maka aku menjawabmu dengan salam yang serupa.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim secara mu'allaq. Untuk itu ia mengatakan, telah diriwayatkan dari Ahmad ibnul Hasan dan Imam Turmuzi, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnus Sirri Abu Muhammad Al-Intaki, bahwa Abul Hasan (seorang lelaki yang saleh) mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Lahiq, lalu ia mengetengahkan berikut sanadnya dengan lafaz yang semisal.
Abu Bakar ibnu Murdawaih meriwayatkan pula, telah menceritakan kepada kami Abdul Baqi ibnu Qani', telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Ahmad ibnu Hambal, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Lahiq Abu Usman, lalu ia mengetengahkan hadis yang semisal, tetapi aku tidak melihatnya di dalam kitab musnad.
Hadis ini mengandung makna yang menunjukkan bahwa tidak ada tambahan dalam jawaban salam yang bunyinya mengatakan, "Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh." Seandainya disyariatkan salam yang lebih banyak dari itu, niscaya Rasulullah Saw. menambahkannya.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ كَثِيرٍ -أَخُو سُلَيْمَانَ بْنِ كَثِيرٍ -حَدَّثَنَا جَعْفَرُ بْنُ سُلَيْمَانَ، عَنْ عَوْفٍ، عَنْ أَبِي رَجَاءٍ العُطَاردي، عَنْ عِمْرَانَ بْنِ حُصَين؛ أَنَّ رَجُلًا جَاءَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: السَّلَامُ عَلَيْكُمْ  فَرَدَّ عَلَيْهِ ثُمَّ جَلَسَ، فَقَالَ: "عَشْرٌ". ثُمَّ جَاءَ آخَرُ فَقَالَ: "السَّلَامُ عَلَيْكُمْ  وَرَحْمَةُ اللَّهِ. فَرَدَّ عَلَيْهِ، ثُمَّ جَلَسَ، فَقَالَ: "عِشْرُونَ". ثُمَّ جَاءَ آخَرُ فَقَالَ: السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ. فَرَدَّ عَلَيْهِ، ثُمَّ جَلَسَ، فَقَالَ: "ثَلَاثُونَ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Kasir (saudara lelaki Sulaiman ibnu Kasir), telah menceritakan kepada kami Ja'far ibnu Sulaiman, dari Auf, dari Abu Raja Al-Utaridi, dari Imran ibnul Husain yang menceritakan bahwa ada seorang lelaki datang kepada Rasulullah Saw., lalu mengucapkan, "Assalamu 'al'aikum, ya Rasulullah," lalu Rasulullah Saw. menjawabnya dengan jawaban yang sama, kemudian beliau duduk dan bersabda, "Sepuluh." Kemudian datang lelaki lainnya dan mengucapkan, "Assalamu 'alaikum warahmatullahi, ya Rasulullah," lalu Rasulullah Saw. menjawabnya dengan jawaban yang sama, kemudian duduk dan bersabda, "Dua puluh." Lalu datang lelaki lainnya dan bersalam, "Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh," maka Nabi Saw. membalasnya dengan salam yang serupa, kemudian duduk dan bersabda, "Tiga puluh."
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Abu Daud, dari Muhammad ibnu Kasir. Imam Turmuzi mengetengahkannya, begitu pula Imam Nasai dan Al-Bazzar yang juga melalui hadis Muhammad ibnu Kasir. Kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini berpredikat garib bila ditinjau dari sanadnya.
Dalam bab yang sama diriwayatkan pula hadis dari Abu Sa'id, Ali, dan Sahl ibnu Hanif. Al-Bazzar mengatakan bahwa hal ini telah diriwayatkan pula dari Nabi Saw. melalui berbagai jalur, dan hadis ini merupakan hadis yang paling baik sanadnya.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Harb Al-Mausuli, telah menceritakan kepada kami Humaid ibnu Abdur Rahman Ar-Rawasi, dari Al-Hasan ibnu Saleh, dari Sammak, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan, "Barang siapa yang mengucapkan salam kepadamu dari kalangan makhluk Allah, jawablah salamnya, sekalipun dia adalah seorang Majusi." Demikian itu karena Allah Swt. telah berfirman: maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik darinya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa). (An-Nisa: 86)
Qatadah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik darinya. (An-Nisa: 86) Yakni kepada orang-orang muslim (yang bersalam kepadamu). atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa). (An-Nisa: 86) ditujukan kepada kafir zimmi.
Akan tetapi, takwil ini masih perlu dipertimbangkan, atas dasar hadis di atas tadi yang menyatakan bahwa makna yang dimaksud ialah membalas salam penghormatan dengan yang lebih baik. Apabila seorang muslim mengucapkan salam penghormatan dengan lafaz salam yang maksimal dari apa yang disyariatkan, maka balasannya adalah salam yang serupa. Terhadap ahli zimmah (kafir zimmi), mereka tidak boleh dimulai dengan salam; dan jawaban terhadap mereka tidak boleh dilebihkan, melainkan hanya dibalas dengan yang singkat, seperti yang disebutkan di dalam kitab Sahihain melalui Ibnu Umar, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"إِذَا سَلَّمَ عَلَيْكُمُ الْيَهُودُ فَإِنَّمَا يَقُولُ أَحَدُهُمْ: السَّامُّ عَلَيْكَ فَقُلْ: وَعَلَيْكَ"
Apabila orang Yahudi mengucapkan salam kepada kalian, maka sebenarnya yang diucapkan seseorang dari mereka adalah, "As-Samu'alaikum (kebinasaan semoga menimpa kamu), maka katakanlah, "Wa'alaika (dan semoga kamu pun mendapat yang serupa)."
Di dalam Sahih Muslim disebut melalui Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
«لَا تبدأوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى بِالسَّلَامِ وَإِذَا لَقِيتُمُوهُمْ فِي طَرِيقٍ فَاضْطَرُّوهُمْ إِلَى أَضْيَقِهِ»
Janganlah kalian memulai salam kepada orang Yahudi dan orang Nasrani, dan apabila kalian bersua dengan mereka di jalan, maka desaklah mereka ke tempat yang paling sempit.
Sufyan As-Sauri meriwayatkan dari seorang laki-laki, dari Al-Hasan Al-Basri yang mengatakan bahwa salam hukumnya sunat, sedangkan menjawabnya adalah wajib.
Pendapat yang dikatakan oleh Al-Hasan Al-Basri ini juga dikatakan oleh semua ulama, bahwa menjawab salam hukumnya wajib bagi orang yang ditujukan salam kepadanya. Maka berdosalah dia jika tidak melakukannya, karena dengan begitu berarti dia telah melanggar perintah Allah yang ada di dalam firman-Nya: maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik darinya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa). (An-Nisa: 86)
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud berikut sanadnya yang sampai kepada Abu Hurairah disebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
«وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، لَا تَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوا وَلَا تُؤْمِنُوا حَتَّى تَحَابُّوا أفلا أَدُلُّكُمْ عَلَى أمر إِذَا فَعَلْتُمُوهُ تَحَابَبْتُمْ ؟ أَفْشُوا السَّلَامَ بَيْنَكُمْ »
Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, kalian tidak dapat masuk surga sebelum beriman, dan kalian belum beriman sebelum saling mengasihi. Maukah aku tunjukkan kalian kepada suatu perkara; apabila kalian melakukannya, niscaya kalian akan saling mengasihi, yaitu: "Tebarkanlah salam di antara kalian."
*******************
Firman Allah Swt.:
اللَّهُ لَا إِلهَ إِلَّا هُوَ
Allah, tidak ada Tuhan selain Dia. (An-Nisa: 87)
merupakan pemberitahuan tentang keesaan-Nya dan hanya Dialah Tuhan semua makhluk. Ungkapan ini mengandung qasam (sumpah) bagi firman selanjutnya, yaitu:
{لَيَجْمَعَنَّكُمْ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ لَا رَيْبَ فِيهِ}
Sesungguhnya Dia akan mengumpulkan kalian di hari kiamat, yang tidak ada keraguan padanya. (An-Nisa: 87)
Huruf lam yang terdapat pada lafaz لَيَجْمَعَنَّكُمْ  merupakan pendahuluan bagi qasam. Dengan demikian, maka firman-Nya: Allah, tidak ada Tuhan selain Dia. (An-Nisa: 87) merupakan kalimat berita dan sekaligus sebagai sumpah yang menyatakan bahwa Dia kelak akan menghimpun semua manusia dari yang awal hingga yang terakhir di suatu padang (mahsyar), yakni pada hari kiamat nanti. Lalu Dia memberikan balasan kepada setiap orang yang beramal sesuai dengan amalnya masing-masing.
*******************
Firman Allah Swt.:
وَمَنْ أَصْدَقُ مِنَ اللَّهِ حَدِيثاً
Dan siapakah yang lebih benar perkataan(nya) daripada Allah? (An-Nisa: 87)
Yakni tiada seorang pun yang lebih benar daripada Allah dalam perkataan, berita, janji, dan ancaman-Nya. Maka tidak ada Tuhan selain Dia, dan tidak ada Penguasa selain Dia.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar