إِنَّا
أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ كَمَا أَوْحَيْنَا إِلَى نُوحٍ وَالنَّبِيِّينَ مِنْ بَعْدِهِ
وَأَوْحَيْنَا إِلَى إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ
وَالْأَسْبَاطِ وَعِيسَى وَأَيُّوبَ وَيُونُسَ وَهَارُونَ وَسُلَيْمَانَ وَآتَيْنَا
دَاوُودَ زَبُورًا (163) وَرُسُلًا قَدْ قَصَصْنَاهُمْ عَلَيْكَ مِنْ قَبْلُ
وَرُسُلًا لَمْ نَقْصُصْهُمْ عَلَيْكَ وَكَلَّمَ اللَّهُ مُوسَى تَكْلِيمًا (164)
رُسُلًا مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ لِئَلَّا يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَى اللَّهِ
حُجَّةٌ بَعْدَ الرُّسُلِ وَكَانَ اللَّهُ عَزِيزًا حَكِيمًا (165)
Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu
kepadamu sebagaimana Kami telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang
sesudahnya, dan Kami telah memberikan wahyu (pula) kepada Ibrahim, Ismail, Ishaq, Ya'qub, dan anak
cucunya. Isa, Ayyub, Yunus, Harun, dan Sulaiman. Dan Kami berikan Zabur kepada
Daud. Dan (Kami telah mengutus) rasul-rasul yang sungguh telah Kami
kisahkan tentang mereka kepadamu dahulu, dan rasul-rasul yang tidak Kami
kisahkan tentang mereka kepadamu. Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan
langsung. (Mereka Kami utus) selaku rasul-rasul pembawa berita gembira
dan pemberi peringatan supaya tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah
sesudah diutusnya rasul-rasul itu. Dan adalah Allah Mahaperkasa lagi
Mahabijaksana.Muhammad ibnu Ishaq meriwayatkan dari Muhammad ibnu Abu Muhammad, dari Ikrimah atau Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Sakan dan Addi ibnu Zaid bertanya, "Hai Muhammad, kami tidak mengetahui bahwa Allah menurunkan suatu kitab kepada manusia sesudah Musa." Maka Allah menurunkan ayat ini berkenaan dengan ucapan kedua orang Yahudi itu, yaitu firman-Nya:
{إِنَّا
أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ كَمَا أَوْحَيْنَا إِلَى نُوحٍ وَالنَّبِيِّينَ مِنْ
بَعْدِهِ}
Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana Kami telah
memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang sesudahnya. (An-Nisa:
163)Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Haris, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz, telah menceritakan kepada kami Abu Ma'syar, dari Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi yang menceritakan bahwa Allah menurunkan firman-Nya:
{يَسْأَلُكَ
أَهْلُ الْكِتَابِ أَنْ تُنزلَ عَلَيْهِمْ كِتَابًا مِنَ
السَّمَاءِ}
Ahli Kitab meminta kepadamu agar kamu menurunkan kepada mereka sebuah
kitab dari langit. (An-Nisa: 153)sampai dengan firman-Nya:
{وَقَوْلِهِمْ
عَلَى مَرْيَمَ بُهْتَانًا عَظِيمًا}
dan tuduhan mereka terhadap Maryam dengan kedustaan besar (zina).
(An-Nisa: 156)Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi melanjutkan kisahnya, bahwa ketika Nabi Saw. membacakan ayat-ayat tersebut kepada mereka (orang-orang Yahudi) dan memberitahukan kepada mereka perihal sepak terjang mereka yang jahat itu, maka mereka mengingkari semua kitab yang diturunkan oleh Allah, lalu mengatakan, "Allah sama sekali tidak pernah menurunkan sesuatu pun kepada manusia, baik Musa, atau Isa, ataupun nabi lainnya." Maka Nabi Saw. berdiri, kemudian bersabda, "Juga tidak kepada seorang pun?" Maka Allah menurunkan firman-Nya:
{وَمَا
قَدَرُوا اللَّهَ حَقَّ قَدْرِهِ إِذْ قَالُوا مَا أَنزلَ اللَّهُ عَلَى بَشَرٍ
مِنْ شَيْءٍ}
Dan mereka tidak menghormati Allah dengan penghormatan yang semestinya di
kala mereka berkata, "Allah tidak menurunkan sesuatu pun kepada manusia."
(Al-An'am: 91)Akan tetapi, apa yang diceritakan oleh Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi ini masih perlu dipertimbangkan. Karena sesungguhnya ayat dalam surat Al-An'am ini adalah Makkiyyah, sedangkan ayat yang ada di dalam surat An-Nisa adalah Madaniyyah, merupakan bantahan terhadap mereka ketika mereka meminta kepada Nabi Saw. agar menurunkan sebuah kitab dari langit. Maka Allah Swt. berfirman:
{فَقَدْ
سَأَلُوا مُوسَى أَكْبَرَ مِنْ ذَلِكَ}
Maka sesungguhnya mereka telah meminta kepada Musa yang lebih besar dari
itu. (An-Nisa: 153)Selanjutnya Allah menyebutkan perbuatan-perbuatan mereka yang memalukan dan penuh dengan keaiban, serta apa yang telah mereka lakukan di masa silam dan masa sekarang, yaitu berupa kedustaan dan kebohongan. Lalu Allah Swt. menyebutkan bahwa Dia telah menurunkan wahyu kepada hamba dan Rasul-Nya, yaitu Nabi Muhammad Saw., sebagaimana Dia telah menurunkan wahyu kepada nabi-nabi terdahulu. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{إِنَّا
أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ كَمَا أَوْحَيْنَا إِلَى نُوحٍ وَالنَّبِيِّينَ مِنْ بَعْدِهِ
وَأَوْحَيْنَا إِلَى إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ
وَالأسْبَاطِ وَعِيسَى وَأَيُّوبَ وَيُونُسَ وَهَارُونَ وَسُلَيْمَانَ وَآتَيْنَا
دَاوُدَ زَبُورًا}
Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana Kami telah
memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang sesudahnya. (An-Nisa: 163)
sampai dengan firman-Nya: Dan Kami berikan Zabur kepada Daud. (An-Nisa:
163)Zabur adalah nama kitab yang diturunkan oleh Allah Swt. kepada Nabi Daud a.s. Kami akan menguraikan riwayat masing-masing nabi tersebut pada kisah-kisah mereka dalam surat Al-Anbiya, insya Allah; hanya kepada Allah kami percaya dan berserah diri.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَرُسُلا
قَدْ قَصَصْنَاهُمْ عَلَيْكَ مِنْ قَبْلُ وَرُسُلا لَمْ نَقْصُصْهُمْ
عَلَيْكَ}
Dan (Kami telah mengutus) rasul-rasul yang sungguh telah Kami
kisahkan tentang mereka kepadamu dahulu, dan rasul-rasul yang tidak Kami
kisahkan tentang mereka kepadamu. (An-Nisa: 164)Yakni sebelum ayat ini, dalam surat-surat Makkiyah dan lain-lainnya. Berikut ini adalah nama para nabi yang disebut oleh Allah Swt. di dalam Al-Qur'an, yaitu: 1. Adam 2. Idris 3. Nuh 4. Hud 5. Saleh 6. Ibrahim 7. Lut 8. Ismail 9. Ishaq 10. Ya'qub 11. Yusuf 12. Ayyub 13. Syu'aib 14. Musa 15. Harun 16. Yunus 17. Daud 18. Sulaiman 19. Ilyas 20. Ilyasa' 21. Zakaria 22. Yahya 23. Isa 24. ZulKifli menurut kebanyakan ulama tafsir 25. Penghulu mereka semuanya, yaitu Nabi Muhammad Saw.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَرُسُلا
لَمْ نَقْصُصْهُمْ عَلَيْكَ}
dan rasul-rasul yang tidak Kami kisahkan tentang mereka kepadamu.
(An-Nisa: 164)Sejumlah nabi lainnya yang cukup banyak tidak disebutkan di dalam Al-Qur'an.
Para ulama berbeda pendapat mengenai jumlah para nabi dan para rasul. Hal yang terkenal sehubungan dengan masalah ini adalah hadis Abu Zar yang cukup panjang yang diriwayatkan oleh Ibnu Murdawaih di dalam kitab tafsirnya. Ibnu Murdawaih mengatakan:
حَدَّثَنَا
إِبْرَاهِيمُ بْنُ مُحَمَّدٍ، حَدَّثَنَا جَعْفَرُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ الْحَسَنِ،
وَالْحُسَيْنُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ يَزِيدَ قَالَا حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ
بْنُ هِشَامِ بْنِ يَحْيَى الْغَسَّانِيُّحَدَّثَنِي أَبِي عَنْ جَدِّي، عَنْ أَبِي
إِدْرِيسَ الخَوْلاني، عَنْ أَبِي ذَرٍّ قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، كَمِ
الْأَنْبِيَاءُ؟ قَالَ: "مِائَةُ أَلْفٍ وَأَرْبَعَةٌ وَعِشْرُونَ أَلْفًا".
قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، كَمِ الرُّسُلُ مِنْهُمْ؟ قَالَ: "ثَلَاثُمِائَةٍ
وَثَلَاثَةَ عَشَرَ جَمّ غَفِير". قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَنْ كَانَ
أَوَّلَهُمْ؟ قَالَ: "آدَمُ". قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، نَبِيٌّ مُرْسَلٌ؟
قَالَ: "نَعَمْ، خَلَقَهُ اللَّهُ بِيَدِهِ، وَنَفَخَ فِيهِ مِنْ رُوحِهِ، ثُمَّ
سَوَّاه قِبَلا". ثُمَّ قَالَ: "يَا أَبَا ذَرٍّ، أَرْبَعَةٌ سُرْيَانِيُّونَ:
آدَمُ، وَشِيثٌ، وَنُوحٌ، وخَنُوخ -وَهُوَ إِدْرِيسُ، وَهُوَ أَوَّلُ مَنْ خَطَّ
بِقَلَمٍ-وَأَرْبَعَةٌ مِنَ الْعَرَبِ: هُودٌ، وَصَالِحٌ، وَشُعَيْبٌ، وَنَبِيُّكَ
يَا أَبَا ذَرٍّ، وَأَوَّلُ نَبِيٍّ مِنْ أَنْبِيَاءِ بَنِي إِسْرَائِيلَ مُوسَى،
وَآخِرُهُمْ عِيسَى. وَأَوَّلُ النَّبِيِّينَ آدَمُ، وَآخِرُهُمْ
نَبِيُّكَ".
telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Muhammad, telah menceritakan
kepada kami Ja'far ibnu Muhammad ibnul Hasan dan Al-Husain ibnu Abdullah ibnu
Yazid; keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Hisyam
ibnu Yahya Al-Gassani, telah menceritakan kepadaku ayahku, dari kakekku, dari
Abu Idris Al-Khaulani, dari Abu Zar yang menceritakan hadis berikut' Aku
bertanya, "Wahai Rasulullah, berapakah para nabi itu?" Rasulullah Saw.
menjawab, "Seratus dua puluh empat ribu orang nabi." Aku bertanya, "Wahai
Rasulullah, berapakah jumlah yang menjadi rasul dari kalangan mereka?"
Rasulullah Saw. menjawab, "Tiga ratus tiga belas orang rasul, jumlah yang cukup
banyak." Aku bertanya, "Siapakah rasul yang paling pertama itu?"
Nabi Saw. menjawab, "Adam." Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah
dia nabi yang jadi rasul?" Rasulullah Saw. menjawab, "Ya, Allah
menciptakannya secara langsung dengan tangan kekuasaan-Nya, kemudian meniupkan
ke dalam tubuh Adam sebagian dari roh (ciptaan)-Nya setelah bentuknya
sempurna." Selanjutnya Rasulullah Saw. bersabda: Hai Abu Zar, empat
orang (dari mereka) adalah orang-orang Siryani, yaitu Adam, Syis, Nuh,
dan Khunu', yakni Idris yang merupakan orang yang mula-mula menulis dengan
qalam (pena). Dan empat orang rasul dari Arab, yaitu Hud, Saleh, Syu'aib,
dan Nabimu, hai Abu Zar. Mula-mula nabi dari kalangan Bani Israil adalah Musa,
dan yang terakhir adalah Isa. Mula-mula nabi adalah Adam, dan yang terakhir dari
mereka adalah Nabimu.Hadis ini secara lengkap diriwayatkan pula oleh Abu Hatim ibnu Hibban Al-Basti di dalam kitabnya yang berjudul Al-Anwa' wal Taqasim, ia menilainya berpredikat sahih. Tetapi Abul Faraj ibnul Jauzi berbeda dengannya, ia menyebutkan hadis ini di dalam kitabnya yang berjudul Al-Maudu'at (Hadis-hadis Buatan), dan ia mencurigainya sebagai buatan Ibrahim ibnu Hisyam. Ibrahim ibnu Hisyam ini tidak diragukan lagi menjadi pembahasan bagi para Imam ahli Jurh Wat Ta’-dil karena hadisnya ini.
Akan tetapi, hadis ini telah diriwayatkan melalui jalur lain dari sahabat lainnya. Untuk itu Ibnu Abu Hatim mengatakan:
حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ عَوْفٍ، حَدَّثَنَا أَبُو الْمُغِيرَةِ، حَدَّثَنَا مُعَان بْنُ
رِفَاعَةَ، عَنْ عَلِيِّ بْنِ يَزِيدَ، عَنِ الْقَاسِمِ، عَنْ أَبِي أُمَامة قَالَ:
قُلْتُ: يَا نَبِيَّ اللَّهِ، كَمِ الْأَنْبِيَاءُ؟ قَالَ: "مِائَةُ أَلْفٍ
وَأَرْبَعَةٌ وَعِشْرُونَ أَلْفًا، مِنْ ذَلِكَ ثَلَاثُمِائَةٍ وَخَمْسَةَ عَشَرَ
جَمًّا غَفِيرًا".
telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Auf, telah menceritakan kepada
kami Abul Mugirah, telah menceritakan kepada kami Ma'an ibnu Rifa'ah, dari Ali
ibnu Yazid Al-Qasim, dari Abu Umamah yang menceritakan hadis berikut: Aku
bertanya, "Wahai Nabi Allah, berapakah jumlah para nabi itu?" Nabi Saw.
menjawab, "Seratus dua puluh empat ribu orang, dari jumlah itu ada tiga ratus
lima belas orang (rasul). Jumlah yang cukup banyak."Ma'an ibnu Rifa'ah As-Salami orangnya daif, Ali ibnu Yazid orangnya daif pula; begitu pula Al-Qasim Abu Abdur Rahman, orangnya pun daif,
قَالَ
الْحَافِظُ أَبُو يَعْلَى الْمُوصِلِيُّ: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ إِسْحَاقَ أَبُو
عَبْدِ اللَّهِ الْجَوْهَرِيُّ الْبَصْرِيُّ، حَدَّثَنَا مَكِّيُّ بْنُ
إِبْرَاهِيمَ، حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ عُبَيْدَةَ الرَّبَذي، عَنْ يَزِيدَ
الرَّقَاشي، عَنْ أَنَسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: "بَعَثَ اللَّهُ ثَمَانِيَةَ آلَافِ نَبِيٍّ، أَرْبَعَةُ آلَافٍ إِلَى
بَنِي إِسْرَائِيلَ، وَأَرْبَعَةُ آلَافٍ إِلَى سَائِرِ النَّاسِ".
Al-Hafiz Abu Ya'la Al-Mausuli mengatakan, telah menceritakan kepada kami
Ahmad ibnu Ishaq Abu Abdullah Al-Jauhari Al-Basri, telah menceritakan kepada
kami Ali ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Ubaidah
Ar-Rabzi, dari Yazid Ar-Raqqasyi, dari Anas yang menceritakan bahwa Rasulullah
Saw. telah bersabda: Allah mengutus delapan ribu nabi; empat ribu orang
kepada kaum Bani Israil. dan empat ribu orang lainnya kepada seluruh umat
manusia.Hadis ini dinilai daif pula, di dalamnya terdapat Ar-Rabzi yang berpredikat daif, sedangkan gurunya bernama Ar-Raqqasyi jauh lebih daif.
قَالَ
أَبُو يَعْلَى: حَدَّثَنَا أَبُو الرَّبِيعِ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ ثَابِتٍ
العَبْدِي، حَدَّثَنَا محمد بن خالد
الْأَنْصَارِيُّ،
عَنْ يَزِيدَ الرَّقَاشي، عَنْ أَنَسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "كَانَ فِيمَنْ خَلَا مِنْ إِخْوَانِي مِنَ الْأَنْبِيَاءِ
ثَمَانِيَةُ آلَافِ نَبِيٍّ، ثُمَّ كَانَ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ، ثُمَّ كُنْتُ
أَنَا"
Abu Ya'la mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abur Rabi', telah
menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Sabit Al-Abdi, telah menceritakan kepada
kami Ma'bad ibnu Khalid Al-Ansari, dari Yazid Ar-Raqqasyi, dari Anas yang
mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Saudara-saudaraku dari
kalangan para nabi di masa lalu jumlahnya ada delapan ribu orang nabi, kemudian
Isa ibnu Maryam, dan barulah aku sendiri.Kami meriwayatkannya melalui sahabat Anas dari jalur lain,
فَأَخْبَرَنِي
الْحَافِظُ أَبُو عَبْدِ اللَّهِ الذَّهَبِيُّ، أَخْبَرَنَا أَبُو الْفَضْلِ بْنُ
عَسَاكِرَ، أَنْبَأَنَا الْإِمَامُ أَبُو بَكْرٍ الْقَاسِمُ بْنُ أَبِي سَعِيدٍ
الصَّفَارُ، أَخْبَرَتْنَا عَمَّةُ أَبِي، عَائِشَةُ بِنْتُ أَحْمَدَ بْنِ
مَنْصُورِ بْنِ الصَّفَارِ، أَخْبَرَنَا الشَّرِيفُ أَبُو السَّنَابِكِ هِبَةُ
اللَّهِ بْنُ أَبِي الصَّهْبَاءِ مُحَمَّدُ بْنُ حَيْدَرٍ القُرَشِي، حَدَّثَنَا
الْإِمَامُ الْأُسْتَاذُ أَبُو إِسْحَاقَ الإسْفَراييني قَالَ: أَخْبَرَنَا
الْإِمَامُ أَبُو بَكْرٍ أَحْمَدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ الْإِسْمَاعِيلِيُّ،
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عُثْمَانَ بْنِ أَبِي شَيْبَةَ، حَدَّثَنَا أَحْمَدُ
بْنُ طَارِقٍ، حَدَّثَنَا مُسْلِمُ بْنُ خَالِدٍ، حَدَّثَنَا زِيَادُ بْنُ سَعْدٍ،
عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ المُنْكَدِر، عَنْ صَفْوَانَ بْنِ سُلَيْم، عَنْ أَنَسِ بْنِ
مَالِكٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
"بُعِثْتُ عَلَى إِثْرِ مِنْ ثَلَاثَةِ آلَافِ نَبِيٍّ مِنْ بَنِي
إِسْرَائِيلَ".
telah menceritakan kepada kami Al-Hafiz Abu Abdullah Az-Zahabi, telah
menceritakan kepada kami Abul Fadl ibnu Asakir, telah menceritakan kepada kami
Imam Abu Bakar ibnul Qasim ibnu Abu Sa'id As-Saffar, telah menceritakan kepada
kami bibi ayahku (yaitu Siti Aisyah binti Ahmad ibnu Mansur ibnus Saffar), telah
menceritakan kepada kami Asy-Syarif Abus Sanabik Hibatullah ibnu Abus Sahba
Muhammad ibnu Haidar Al-Qurasyi, telah menceritakan kepada kami Imam Al-Ustaz
Abu Ishaq Al-Isfirayini yang mengatakan, telah menceritakan kepada kami Imam
Abu Bakar Ahmad ibnu Ibrahim Al-Ismaili, telah menceritakan kepada kami Muhammad
ibnu Usman ibnu Abu Syaibah, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Tariq,
telah menceritakan kepada kami Muslim ibnu Khalid, telah menceritakan kepada
kami Ziyad ibnu Sa'd, dari Muhammad ibnul Munkadir, dari Safwan ibnu Sulaim,
dari Anas ibnu Malik yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
Aku diutus sesudah delapan ribu orang nabi, di antara mereka empat ribu orang
nabi dari kalangan Bani Israil.Bila ditinjau dari segi ini, hadis berpredikat garib; tetapi sanadnya tidak mengandung kelemahan, semua perawinya dikenal kecuali Ahmad ibnu Tariq; orang ini tidak kami kenal, apakah berpredikat adil atau daif, hanya Allah yang lebih mengetahui.
Hadis Abu Zar Al-Giffari mengenai jumlah para nabi cukup panjang.
قَالَ
مُحَمَّدُ بْنُ الْحُسَيْنِ الْآجُرِّيُّ: حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرٍ جَعْفَرُ بْنُ
مُحَمَّدِ بْنِ الفِرْيابي إِمْلَاءً فِي شَهْرِ رَجَبٍ سَنَةَ سَبْعٍ وَتِسْعِينَ
وَمِائَتَيْنِ، حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ هِشَامِ بْنِ يَحْيَى الغسَّاني،
حَدَّثَنَا أَبِي، عَنْ جَدِّهِ عَنْ أَبِي إِدْرِيسَ الْخَوْلَانَيِّ، عَنْ أَبِي
ذَرٍّ قَالَ: دَخَلْتُ الْمَسْجِدَ فَإِذَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَالِسٌ وَحْدَهُ، فَجَلَسْتُ إِلَيْهِ فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ
اللَّهِ، إِنَّكَ أَمَرْتَنِي بِالصَّلَاةِ. قَالَ: "الصَّلَاةُ خَيْرُ مَوْضُوعٍ
فَاسْتَكْثِرْ أَوِ اسْتَقِلَّ". قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، فَأَيُّ
الْأَعْمَالِ أَفْضَلُ؟ قَالَ: "إِيمَانٌ بِاللَّهِ، وَجِهَادٌ فِي سَبِيلِهِ".
قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، فَأَيُّ الْمُؤْمِنِينَ أَفْضَلُ؟ قَالَ:
"أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا". قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، فَأَيُّ الْمُسْلِمِينَ
أَسْلَمُ؟ قَالَ: "مِنْ سَلِمُ الناسُ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ". قُلْتُ: يَا
رَسُولَ اللَّهِ، فَأَيُّ الْهِجْرَةِ أَفْضَلُ؟ قَالَ: "مَنْ هَجَر
السَّيِّئَاتِ". قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَيُّ الصَّلَاةِ أَفْضَلُ؟ قَالَ:
"طُولُ الْقُنُوتِ". قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، فَأَيُّ الصِّيَامِ أَفْضَلُ؟
قَالَ: "فَرْضٌ مُجَزِّئٌ وَعِنْدَ اللَّهِ أَضْعَافٌ كَثِيرَةٌ". قُلْتُ: يَا
رَسُولَ اللَّهِ، فَأَيُّ الْجِهَادِ أَفْضَلُ؟ قَالَ: "مَنْ عُقِر جَواده وأهرِيق
دَمُه". قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، فَأَيُّ الرِّقَابِ أَفْضَلُ؟ قَالَ:
"أَغْلَاهَا ثَمَنًا وَأَنْفَسُهَا عِنْدَ أَهْلِهَا". قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ
فَأَيُّ الصَّدَقَةِ أَفْضَلُ؟ قَالَ: "جَهْد مِنْ مُقِلٍّ، وَسِرٌّ إِلَى
فَقِيرٍ". قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، فَأَيُّ آيَةٍ مَا أُنْزِلَ عَلَيْكَ
أَعْظَمُ [مِنْهَا] ؟ قَالَ: "آيَةُ الْكُرْسِيِّ". ثُمَّ قَالَ: "يَا أبا ذر، وما
السموات السَّبْعُ مَعَ الْكُرْسِيِّ إِلَّا كَحَلْقَةٍ مُلْقَاةٍ بِأَرْضٍ فَلاة،
وَفَضْلُ الْعَرْشِ عَلَى الْكُرْسِيِّ كَفَضْلِ الْفَلَاةِ عَلَى الْحَلْقَةِ".
قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، كَمِ الْأَنْبِيَاءُ؟ قَالَ: "مِائَةُ أَلْفٍ
وَأَرْبَعَةٌ وَعِشْرُونَ أَلْفًا" قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، كَمِ
الرُّسُلُ مِنْ ذَلِكَ؟ قَالَ: "ثَلَاثُمِائَةٍ، وَثَلَاثَةَ عَشَرَ جمٌّ غَفيرٌ
كَثِيرٌ طَيِّبٌ". قُلْتُ: فَمَنْ كَانَ أَوَّلَهُمْ؟ قَالَ: "آدَمُ". قُلْتُ:
أَنَبِيٌّ مُرْسَلٌ؟ قَالَ: "نَعَمْ، خَلَقَهُ اللَّهُ بِيَدِهِ، وَنَفَخَ فِيهِ
مِنْ رُوحِهِ، وسَوَّاه قَبِيلا ثُمَّ قَالَ: "يَا أَبَا ذَرٍّ، أَرْبَعَةٌ
سُرْيَانِيُّونَ: آدَمُ، وَشِيثٌ، وخَنُوخ -وَهُوَ إِدْرِيسُ، وَهُوَ أَوَّلُ مَنْ
خَطَّ بِقَلَمٍ-وَنُوحٌ. وأربعة من العرب: هود، وشعيب،
وَصَالِحٌ،
وَنَبِيُّكَ يَا أَبَا ذَرٍّ. وَأَوَّلُ أَنْبِيَاءِ بَنِي إِسْرَائِيلَ مُوسَى،
وَآخِرُهُمْ عِيسَى. وَأَوَّلُ الرُّسُلِ آدَمُ، وَآخِرُهُمْ مُحَمَّدٌ". قَالَ:
قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، كَمْ كِتَابًا أَنْزَلَهُ اللَّهُ؟ قَالَ: "مِائَةُ
كِتَابٍ وَأَرْبَعَةُ كُتُبٍ، وَأَنْزَلَ اللَّهُ عَلَى شِيثٍ خَمْسِينَ،
صَحِيفَةً، وَعَلَى خَنُوخ ثَلَاثِينَ صَحِيفَةً، وَعَلَى إِبْرَاهِيمَ عَشْرَ
صَحَائِفَ، وَأَنْزَلَ عَلَى مُوسَى مِنْ قَبْلِ التَّوْرَاةِ عَشْرَ صَحَائِفَ
وَالْإِنْجِيلَ وَالزَّبُورَ وَالْفَرْقَانَ". قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ،
مَا كَانَتْ صُحُفُ إِبْرَاهِيمَ؟ قَالَ: "كَانَتْ كُلُّهَا: يَا أَيُّهَا
الْمَلِكُ الْمُسَلَّطُ الْمُبْتَلَى الْمَغْرُورُ، إِنِّي لَمْ أَبْعَثْكَ
لِتَجْمَعَ الدُّنْيَا بَعْضَهَا عَلَى بَعْضٍ، وَلَكِنِّي بَعَثْتُكَ لِتَرُدَّ
عَنِّي دَعْوَةَ الْمَظْلُومِ، فَإِنِّي لَا أَرُدَّهَا وَلَوْ كَانَتْ مِنْ
كَافِرٍ. وَكَانَ فِيهَا مِثَالٌ: وَعَلَى الْعَاقِلِ أَنْ يَكُونَ لَهُ سَاعَاتٌ:
سَاعَةٌ يُنَاجِي فِيهَا رَبَّهُ، وَسَاعَةٌ يُحَاسِبُ فِيهَا نَفْسَهُ، وَسَاعَةٌ
يُفَكِّرُ فِي صُنْعِ اللَّهِ، وَسَاعَةٌ يَخْلُو فِيهَا لِحَاجَتِهِ مِنَ
الْمَطْعَمِ وَالْمَشْرَبِ. وَعَلَى الْعَاقِلِ أَلَّا يَكُونَ ضَاغِنًا إِلَّا
لِثَلَاثٍ: تَزَوُّدٍ لِمَعَادٍ، أَوْ مَرَمَّة لِمَعَاشٍ، أَوْ لَذَّةٍ فِي غَيْرِ
مُحَرَّمٍ. وَعَلَى الْعَاقِلِ أَنْ يَكُونَ بَصِيرًا بِزَمَانِهِ، مُقْبِلًا عَلَى
شَأْنِهِ، حَافِظًا لِلِسَانِهِ، ومَنْ حَسِب كَلَامَهُ مِنْ عَمَلِهِ قَلَّ
كَلَامُهُ إِلَّا فِيمَا يَعْنِيهِ". قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، فَمَا
كَانَتْ صُحُفُ مُوسَى؟ قَالَ: "كَانَتْ عِبَرًا كُلُّهَا: عَجِبْتُ لِمَنْ
أَيْقَنَ بِالْمَوْتِ ثُمَّ هُوَ يَفْرَحُ، عَجِبْتُ لِمَنْ أَيْقَنَ بالقَدَر
ثُمَّ هُوَ يَنْصب، وَعَجِبْتُ لِمَنْ يَرَى الدُّنْيَا وتَقَلُّبَهَا بِأَهْلِهَا
ثُمَّ يَطْمَئِنُّ إِلَيْهَا، وَعَجِبْتُ لِمَنْ أَيْقَنَ بِالْحِسَابِ غَدًا ثُمَّ
هُوَ لَا يَعْمَلُ" قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، فَهَلْ فِي أَيْدِينَا
شَيْءٌ مِمَّا فِي أَيْدِي إِبْرَاهِيمَ وَمُوسَى، وَمَا أَنْزَلَ اللَّهُ
عَلَيْكَ؟ قَالَ: "نَعَمْ، اقْرَأْ يَا أَبَا ذَرٍّ: {قَدْ أَفْلَحَ مَنْ تَزَكَّى.
وَذَكَرَ اسْمَ رَبِّهِ فَصَلَّى. بَلْ تُؤْثِرُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا.
وَالآخِرَةُ خَيْرٌ وَأَبْقَى. إِنَّ هَذَا لَفِي الصُّحُفِ الأولَى. صُحُفِ
إِبْرَاهِيمَ وَمُوسَى} [الْأَعْلَى: 14-19] .
قَالَ:
قَلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ، فَأَوْصِنِي. قَالَ: "أُوصِيكَ بِتَقْوَى اللَّهِ،
فَإِنَّهُ رَأْسُ أَمْرِكَ".
قَالَ:
قَلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ، زدْني. قَالَ: "عَلَيْكَ بِتِلَاوَةِ الْقُرْآنِ،
وذِكْر اللَّهِ، فَإِنَّهُ ذكرٌ لَكَ فِي السَّمَاءِ، ونورٌ لَكَ فِي
الْأَرْضِ".
قَالَ:
قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، زِدْنِي. قَالَ: "إِيَّاكَ وَكَثْرَةَ الضَّحِكِ.
فَإِنَّهُ يُمِيتُ الْقَلْبَ، ويُذْهِبُ بِنُورِ الْوَجْهِ". قُلْتُ: زِدْنِي.
قَالَ: "عَلَيْكَ بِالْجِهَادِ، فَإِنَّهُ رَهْبَانِيَّةُ أُمَّتِي". قُلْتُ:
زِدْنِي. قَالَ: "عَلَيْكَ بِالصَّمْتِ إِلَّا مِنْ خَيْرٍ، فَإِنَّهُ مَطْرَدَةٌ
لِلشَّيْطَانِ وَعَوْنٌ لَكَ عَلَى أَمْرِ دِينِكَ".
قُلْتُ:
زِدْنِي. قَالَ: "انْظُرْ إِلَى مَنْ هُوَ تَحْتَكَ، وَلَا تَنْظُرْ إِلَى مَنْ
هُوَ فَوْقَكَ، فَإِنَّهُ أَجْدَرُ لَكَ أَلَّا تَزْدَرِيَ نِعْمَةَ اللَّهِ
عَلَيْكَ".
قُلْتُ:
زِدْنِي. قَالَ: "أَحْبِبِ الْمَسَاكِينَ وَجَالِسْهُمْ، فَإِنَّهُ أَجْدرُ أَنْ
لَا تَزْدَرِي نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكَ". قُلْتُ: زِدْنِي. قَالَ: "صِلْ
قَرَابَتَكَ وَإِنْ قطَعوك". قُلْتُ: زِدْنِي. قَالَ: "قُلِ الْحَقَّ وَإِنْ كَانَ
مُرًّا".
قُلْتُ:
زِدْنِي. قَالَ: "لَا تَخَفْ فِي اللَّهِ لَوْمَةَ لَائِمٍ".
قُلْتُ:
زِدْنِي. قَالَ: "يَرُدَّك عَنِ النَّاسِ مَا تَعْرِفُ عَنْ نَفْسِكَ، وَلَا تَجِدُ
عَلَيْهِمْ فِيمَا تُحِبُّ، وَكَفَى بِكَ عَيْبًا أَنَّ تَعْرِفَ مِنَ النَّاسِ مَا
تَجْهَلُ مِنْ نَفْسِكَ. أَوْ تَجِدَ عَلَيْهِمْ فِيمَا
تُحِبُّ".
ثُمَّ
ضَرَبَ بِيَدِهِ صَدْرِي، فَقَالَ: "يَا أَبَا ذَرٍّ، لَا عَقْل كَالتَّدْبِيرِ،
وَلَا وَرَع كَالْكَفِّ، وَلَا حَسَبَ كَحُسْنِ الْخُلُقِ"
Muhammad ibnul Husain Al-Ajiri mengatakan, telah menceritakan kepada kami
Abu Bakar Ja'far ibnu Muhammad ibnul Giryani secara imla dalam bulan
Rajab tahun 297 Hijriah, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Hisyam
ibnu Yahya Al-Gassani, telah menceritakan kepada kami ayahku, dari kakekku, dari
Abu Idris Al-Khaulani, dari Abu Zar yang menceritakan hadis berikut: Aku masuk
ke dalam masjid, dan kujumpai Rasulullah Saw. sedang duduk sendirian, maka aku
duduk menemaninya dan bertanya kepadanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya Engkau
telah memerintahkan aku untuk menunaikan salat" (yakni sunnah). Maka Rasulullah
Saw. bersabda: Salat adalah sebaik-baik pekerjaan, maka perbanyaklah atau
persedikitlah. Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, amal apakah yang paling
utama?" Maka Nabi Saw. menjawab: Iman kepada Allah dan berjihad di
jalan-Nya. Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, siapakah orang mukmin yang
paling utama?" Nabi Saw. menjawab: Di antara mereka yang paling baik
akhlaknya. Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, siapakah orang muslim yang
paling selamat?" Nabi Saw. menjawab: Orang (muslim) yang
menyelamatkan orang-orang dari gangguan lisan dan tangannya. Aku bertanya,
"Wahai Rasulullah, hijrah apakah yang paling utama?" Nabi Saw. menjawab:
Orang yang hijrah (meninggalkan) semua kejahatan. Aku bertanya,
"Wahai Rasulullah, salat apakah yang paling afdal? Rasulullah Saw.
menjawab: yang paling panjang qunutnya. Aku bertanya, "Wahai Rasulullah,
puasa apakah yang paling utama?' Rasulullah Saw. menjawab: Melakukan puasa
fardu dengan cukup (baik) dan di sisi Allah ada pahala yang berlipat
ganda dengan lipat ganda yang banyak. Aku bertanya, "Wahai Rasulullah,
jihad apakah yang paling utama?" Rasulullah Saw. menjawab melalui sabdanya:
Orang yang kudanya disembelih dan darah dirinya dialirkan (yakni gugur).
Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, hamba sahaya manakah yang paling afdal?"
Rasulullah Saw. menjawab melalui sabdanya: Hamba sahaya yang paling mahal
harganya dan paling bernilai di kalangan tuannya. Aku bertanya, "Wahai
Rasulullah, sedekah apakah yang paling utama?" Rasulullah Saw. menjawab:
Yang dikeluarkan dengan susah payah oleh orang yang minim, dan sedekah secara
sembunyi-sembunyi kepada orang fakir (miskin). Aku bertanya, "Wahai
Rasulullah, ayat apakah yang paling agung di antara yang diturunkan kepadamu?"
Rasulullah Saw. menjawab: "Ayat Kursi," kemudian beliau Saw. bersabda,
"Hai Abu Zar, tiadalah langit yang tujuh dibandingkan dengan Kursi, melainkan
seperti gelang yang dilemparkan di tengah padang sahara. Keutamaan Arasy atas
Kursi sama dengan keutamaan padang sahara atas gelang itu." Aku bertanya,
"Wahai Rasulullah, berapakah jumlah para nabi itu?1 Rasulullah Saw.
menjawab melalui sabdanya: Seratus dua puluh empat ribu orang nabi. Aku
bertanya, "Wahai Rasulullah, berapakah jumlah para rasul dari kalangan mereka?"
Nabi Saw. menjawab melalui sabdanya: Tiga ratus tiga belas orang rasul,
jumlah yang cukup banyak lagi baik. Aku bertanya, "Siapakah yang paling
pertama di antara mereka?" Nabi Saw. menjawab; "Adam." Aku bertanya,
"Apakah dia seorang nabi yang jadi rasul?" Nabi Saw. menjawab melalui sabdanya:
Ya, Allah menciptakannya (lengan tangan kekuasaan-Nya sendiri dan meniupkan
roh (ciptaan)-Nya ke dalam tubuhnya, dan menyempurnakannya sebelum itu.
Kemudian Rasulullah Saw. bersabda pula: Hai Abu Zar, empat orang adalah
bangsa Siryani, yaitu Adam, Syis, Khanukh —yakni Idris, dia orang yang mula-mula
menulis dengan qalam (pena)— dan Nuh. Empat orang dari bangsa Arab, yaitu
Hud, Syu'aib, Saleh, dan Nabimu, hai Abu Zar. Mula-mula nabi Bani Israil adalah
Musa dan yang paling terakhir adalah Isa. Mula-mula rasul adalah Adam, dan yang
paling akhir adalah Muhammad. Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, berapakah
jumlah kitab yang diturunkan oleh Allah Swt?" Rasulullah Saw. menjawab:
Seratus empat buah kitab. Allah menurunkan kepada Syis sebanyak lima puluh
sahifah. kepada Khunukh (Idris) tiga puluh sahifah, kepada Ibrahim
sepuluh sahifah, dan kepada Musa sebelum Taurat sepuluh sahifah. Dan Allah
menurunkan kitab Taurat, kitab Injil, kitab Zabur, dan Al-Furqan
(Al-Qur’an). Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, apa sajakah yang terkandung di
dalam sahifah Nabi Ibrahim'.'" Rasulullah Saw. menjawab melalui sabdanya:
Semuanya mengandung kalimat berikut, "Hai raja yang berkuasa, yang mendapat
cobaan lagi teperdaya. Sesungguhnya Aku tidak menjadikanmu untuk menghimpun
dunia sebagian darinya dengan sebagian yang lain, tetapi aku menjadikanmu agar
menghindarkan diri dari doa orang yang teraniaya, karena sesungguhnya Aku tidak
akan menolaknya, sekalipun dari orang kafir." Di dalamnya banyak terkandung
tamsil-tamsil (yang antara lain mengatakan), "Diharuskan bagi orang yang
berakal membagi waktunya ke dalam beberapa saat. Sesaat ia gunakan untuk
bermunajat kepada Tuhannya, sesaat ia gunakan untuk menghisab dirinya sendiri,
sesaat ia gunakan untuk memikirkan ciptaan Allah, dan sesaat lagi ia gunakan
untuk kepentingan dirinya untuk mencari makan dan minumnya. Diharuskan bagi
orang yang berakal tidak bepergian kecuali karena tiga perkara, yaitu mencari
bekal untuk hari kemudian, mencari penghidupan, atau kesenangan yang tidak
diharamkan, dan harus mengetahui zamannya guna menghadapi urusannya serta
memelihara lisannya. Barang siapa yang memperhitungkan percakapannya dengan
amalnya, niscaya ia akan sedikit bicara, kecuali mengenai hal yang berurusan
dengannya. Abu Zar melanjutkan kisahnya, Lalu aku bertanya, "Wahai
Rasulullah, apakah yang terkandung di dalam sahifah Nabi Musa'?"
Rasulullah Saw. menjawab melalui sabdanya: Semuanya merupakan
nasihat-nasihat (pelajaran-pelajaran), yaitu: "Aku merasa heran terhadap
orang yang percaya dengan kematian, lalu ia merasa gembira. Aku merasa heran
terhadap orang yang percaya dengan takdir, lalu ia bersusah payah. Aku merasa
heran dengan orang yang melihat dunia dan silih bergantinya terhadap para
penghuninya, lalu ia merasa tenang dengan dunia itu. Dan aku merasa heran
dengan orang yang percaya kepada hisab di hari kemudian, lalu ia tidak beramal.
Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah di dalam kitab (Al-Qur'an) yang ada
di tangan kita terdapat sesuatu yang telah tertera di dalam kitab-kitab Nabi
Ibrahim, Nabi Musa, dan apa yang diturunkan oleh Allah kepadamu?" Rasulullah
Saw. menjawab, "Ya benar, hai Abu Zar, bacalah firman Allah Swt.:
'Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan
beriman), dan ia ingat nama Tuhannya, lalu ia salat. Tetapi kalian
(orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi. Sedangkan kehidupan
akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal. Sesungguhnya ini benar-benar
terdapat dalam kitab-kitab yang dahulu, (yaitu) kitab-kitab Ibrahim dan
Musa' (Al-A'la: 14-19)." Aku berkata.”Wahai Rasulullah, berwasiadah
kepadaku." Maka Rasulullah Saw. bersabda: Aku berwasiat kepadamu agar takwa
kepada Allah, karena sesungguhnya takwa kepada Allah adalah induk semua
perkaramu. Aku berkata, "Wahai Rasulullah, tambahkanlah wasiatmu kepadaku."
Rasulullah Saw. bersabda: Bacalah Al-Qur'an dan berzikir kepada Allah, karena
sesungguhnya hal itu merupakan sebutan bagimu di langit dan nur bagimu di bumi.
Aku berkata, "Wahai Rasulullah, tambahkanlah wasiatmu kepadaku." Rasulullah
Saw. bersabda: Hindarilah olehmu banyak tertawa, karena sesungguhnya hal itu
dapat mematikan hati dan melenyapkan nur wajahmu. Aku berkata, "Wahai
Rasulullah, tambahkanlah wasiatmu kepadaku." Maka Rasulullah Saw, bersabda:
Berjihadlah kamu, karena sesungguhnya jihad itu merupakan ruhbaniyah umatku.
Aku berkata, "tambahkanlah kepadaku." Maka Nabi Saw. bersabda: Diamlah
kamu kecuali karena kebaikan, karena sesungguhnya (banyak) diam itu dapat
mengusir setan dan membantumu untuk mengerjakan urusan agamamu. Aku berkata,
'Tambahkanlah kepadaku." Rasulullah Saw. bersabda: Pandanglah orang yang
sebawahmu dan janganlah kamu memandang orang yang seatasmu, karena sesungguhnya
hal ini lebih mendorong dirimu untuk tidak meremehkan nikmat Allah kepadamu.
Aku berkata, "Tambahkanlah kepadaku." Rasulullah Saw. menjawab melalui
sabdanya: Cintailah orang-orang miskin dan duduklah (bergaullah)
bersama mereka, karena sesungguhnya hal ini mendorongmu untuk tidak
meremehkan nikmat Allah kepadamu. Aku berkata, "Tambahkanlah kepadaku."
Rasulullah Saw. menjawab melalui sabdanya: Bersilaturahmilah kepada
tetanggamu, sekalipun mereka memutuskannya darimu. Aku berkata,
"Tambahkanlah kepadaku." Rasulullah menjawab melalui sabdanya: Katakanlah
perkara yang hak, sekalipun pahit. Aku berkata, "Tambahkanlah kepadaku."
Rasulullah Saw, menjawab melalui sabdanya: Janganlah kamu takut terhadap
celaan orang yang mencela karena membela (agama) Allah. Aku berkata,
"Tambahkanlah kepadaku." Maka Rasulullah Saw. menjawab melalui sabdanya,
"Dapat mencegah dirimu terhadap orang lain apa yang kamu ketahui mengenai
dirimu, sedangkan kamu tidak menemukan pada mereka apa yang kamu sukai.
Cukuplah keaiban bagimu bila kamu mengetahui dari orang lain apa yang tidak
kamu ketahui mengenai dirimu atau kamu menemukan pada mereka apa yang kamu
sukai." Kemudian Rasulullah Saw. mengusap tangannya ke dadaku seraya
bersabda: Hai Abu Zar, tidak ada akal seperti berpikir, tidak ada wara'
seperti menahan diri, dan tidak ada kehormatan seperti akhlak yang
baik.Imam Ahmad meriwayatkan dari Abul Mugirah, dari Ma'an ibnu Rifa'ah, dari Ali ibnu Yazid, dari Al-Qasim, dari Abu Umamah, bahwa Abu Zar pernah bertanya kepada Nabi Saw. Maka Nabi Saw. menyebutkan perkara salat, puasa, sedekah, keutamaan ayat Kursi, dan kalimati la haula wala quwwata illa billahi (tidak ada upaya dan tidak ada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah), syuhada yang paling utama, hamba sahaya yang paling utama, kenabian Nabi Adam, dan bahwa dia diajak bicara langsung oleh Allah, serta bilangan para nabi dan para rasul, seperti yang disebutkan di atas.
قَالَ
عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْإِمَامِ أَحْمَدَ: وَجَدْتُ فِي كِتَابِ أَبِي بِخَطِّهِ:
حَدَّثَنِي عَبْدُ الْمُتَعَالِي بْنُ عَبْدِ الْوَهَّابِ، حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ
سَعِيدٍ الأمَوي، حَدَّثَنَا مُجَالِد عَنْ أَبِي الوَدَّاك قَالَ: قَالَ أَبُو
سَعِيدٍ: هَلْ تَقُولُ الْخَوَارِجُ بِالدَّجَّالِ؟ قَالَ: قُلْتُ: لَا. فَقَالَ:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنِّي خاتمُ ألفِ
نَبِيٍّ أَوْ أكثرَ، وَمَا بُعِثَ نبيٌّ يُتَّبعُ إِلَّا وَقَدْ حَذَّرَ أُمَّتَهُ
مِنْهُ، وَإِنِّي قَدْ بُيِّنَ لِي مَا لَمْ يُبَيَّن [لِأَحَدٍ] وَإِنَّهُ
أَعْوَرُ، وَإِنَّ رَبَّكُمْ لَيْسَ بِأَعْوَرَ، وَعَيْنُهُ الْيُمْنَى عَوْرَاءُ
جَاحِظَةٌ لَا تَخْفَى، كَأَنَّهَا نُخَامَةٌ فِي حَائِطٍ مُجَصَّص، وَعَيْنُهِ
الْيُسْرَى كَأَنَّهَا كَوْكَبٌ دُرِّيٌّ، مَعَهُ مِنْ كُلِّ لِسَانٍ، وَمَعَهُ
صُورَةُ الْجَنَّةِ خَضْرَاءُ يَجْرِي فِيهَا الْمَاءُ، وَصُورَةُ النَّارِ
سَوْدَاءُ تَدْخُن"
Abdullah ibnul Imam Ahmad mengatakan bahwa ia menjumpai dalam kitab ayahnya
yang ditulis oleh tangan ayahnya sendiri, telah menceritakan kepadaku Abdul
Muta'ali ibnu Abdul Wahhab, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Sa'id
Al-Umawi, telah menceritakan kepada kami Mujalid, dari Abul Wadak yang
mengatakan bahwa Abu Sa'id pernah bertanya, "Apakah menurut pendapatmu Khawarij
adalah Dajjal?" Abul Wadak menjawab, "Bukan." Lalu Abu Sa'id berkata bahwa
Rasulullah Saw. telah bersabda: Sesungguhnya aku adalah penutup seribu nabi
atau lebih, dan tidak sekali-kali seorang nabi yang diutus kecuali dia pasti
memperingatkan umatnya terhadap Dajjal. Dan sesungguhnya telah dijelaskan
kepadaku hal-hal yang belum pernah diterangkan. Sesungguhnya Dajjal itu buta
sebelah matanya, sedangkan Tuhan kalian tidaklah buta. Mata Dajjal yang sebelah
kanan buta lagi menonjol tampak jelas seakan-akan seperti dahak yang ada pada
tembok yang diplester, sedangkan mata kirinya seakan-akan seperti bintang yang
berkilauan, pada tiap-tiap anggota tubuhnya terdapat lisan, dan ia selalu
membawa gambaran surga yang hijau di dalamnya mengalir air. dan gambaran neraka
yang hitam lagi berasap.Kami meriwayatkannya pada bagian yang di dalamnya terdapat riwayat Abu Ya'la Al-Mausuli, dari Yahya ibnu Mu'in, disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Marwan ibnu Mu'awiyah, telah menceritakan kepada kami Mujalid, dari Abul Wadak, dari Abu Sa'id yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"إِنِّي
أَخْتِمُ ألفَ ألفَ نبيٍّ أَوْ أكثرَ، مَا بَعَثَ اللَّهُ مِنْ نَبِيٍّ إِلَى
قَوْمِهِ إِلَّا حذَّرهم الدجالَ...."
Sesungguhnya aku mengakhiri sejuta nabi atau lebih. Tidak sekali-kali
Allah mengutus seseorang nabi kepada kaumnya, melainkan memperingatkan kepada
mereda terhadap Dajjal.Lalu ia menuturkan hadis ini hingga selesai, demikianlah menurut lafaz yang diketengahkannya, yaitu dengan tambahan lafaz alfun (hingga maknanya menjadi satu juta, bukan seribu).
Tetapi adakalanya lafaz tersebut merupakan sisipan, hanya Allah yang lebih mengetahui. Tetapi konteks riwayat Imam Ahmad lebih kuat dan lebih berhak untuk dinilai sahih, Semua perawi yang disebutkan dalam sanad hadis ini tidak ada masalah.
Hadis ini diriwayatkan pula melalui jalur Jabir ibnu Abdullah r.a.
قَالَ
الْحَافِظُ أَبُو بَكْرٍ الْبَزَّارُ:
حَدَّثَنَا
عَمْرُو بْنُ عَلِيٍّ، حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ، حَدَّثَنَا مُجَالد، عَنِ
الشَّعبي، عَنْ جَابِرٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: "إِنِّي لخاتمُ أَلْفِ نبيٍّ أَوْ أَكْثَرَ، وَإِنَّهُ لَيْسَ مِنْهُمْ
نبيٌّ إِلَّا وَقَدْ أَنْذَرَ قَوْمَهُ الدَّجالَ، وَإِنِّي قَدْ بُيِّن لِي مَا
لَمْ يُبَيَّن لِأَحَدٍ مِنْهُمْ وَإِنَّهُ أَعْوَرُ، وَإِنَّ رَبَّكُمْ لَيْسَ
بأعورَ"
Untuk itu Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Amr ibnu Ali, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Sa'id, telah
menceritakan kepada kami Mujalid, dari Asy-Sya'bi, dari Jabir yang mengatakan
bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Sesungguhnya aku benar-benar merupakan
penutup seribu nabi atau lebih, dan sesungguhnya tidak ada seorang pun dari
mereka melainkan telah memperingatkan umatnya akan Dajjal Dan sesungguhnya
telah dijelaskan kepadaku apa-apa yang belum pernah dijelaskan kepada seseorang
pun dari mereka (para nabi). Sesungguhnya Dajjal itu buta sebelah
matanya, sedangkan sesungguhnya Tuhan kalian itu tidaklah buta.
*******************
Firman Allah Swt,:
{وَكَلَّمَ
اللَّهُ مُوسَى تَكْلِيمًا}
Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung. (An-Nisa:
164)Hal ini merupakan suatu penghormatan kepada Nabi Musa a.s. Karena itu, Nabi Musa dikenal dengan julukan 'Kalimullah'.
Al-Hafiz Abu Bakar ibnu Murdawaih meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Muhammad ibnu Sulaiman Al-Maliki, telah menceritakan kepada kami Masih ibnu Hatim, telah menceritakan kepada kami Abdul Jabbar ibnu Abdullah yang mengatakan bahwa ada seorang lelaki datang kepada Abu Bakar ibnu Ayyasy, lalu ia mengatakan bahwa dirinya mendengar seorang lelaki membaca firman-Nya dengan bacaan seperti berikut:
"وَكَلَّمَ
اللَّهَ مُوسَى تَكْلِيمًا"
"Dan Musa berbicara kepada Allah dengan langsung."Maka Abu Bakar ibnu Ayyasy berkata, "Tidak sekali-kali membaca ayat ini dengan bacaan itu, melainkan hanyalah orang kafir." Abu Bakar mengatakan bahwa ia belajar qiraah dari Al-A'masy, dan Al-A'masy belajar qiraah dari Yahya ibnu Wasab, Yahya ibnu Wasab belajar qiraah dari Abu Abdur-Rahman As-Sulami. dan Abu AbdurRahman As-Sulami belajar qiraah dari Ali ibnu Abu Talib, dan Ali ibnu Abu Talib belajar qiraah dari Rasulullah Saw. Mengenai ayat ini yang bunyinya mengatakan:
{وَكَلَّمَ
اللَّهُ مُوسَى تَكْلِيمًا}
Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung. (An-Nisa:
164)Abu Bakar ibnu Ayyasy marah terhadap orang yang membaca ayat tersebut tiada lain karena orang tersebut membacanya dengan bacaan yang mengubah maknanya. Ternyata lelaki tersebut dari kalangan mu'tazilah yang mengingkari bahwa Allah berbicara kepada Musa a.s. atau berbicara kepada seseorang dari makhluk-Nya. Seperti yang kami riwayatkan dari salah seorang mu'tazilah, bahwa ia membacakan firman berikut kepada salah seorang syekh dengan bacaan berikut:
"وَكَلَّمَ
اللَّهَ مُوسَى تَكْلِيمًا"
Dan Allah diajak bicara oleh Musa dengan langsung.Maka syekh itu berkata kepadanya, "Hai Ibnul Lakhna, apakah yang akan engkau lakukan terhadap firman Allah Swt. yang mengatakan:
{وَلَمَّا
جَاءَ مُوسَى لِمِيقَاتِنَا وَكَلَّمَهُ رَبُّهُ}
'Dan tatkala datang Musa untuk (munajat dengan Kami) pada waktu
yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya'
(Al-A'raf: 143)?"Dengan kata lain, makna ayat tersebut tidak mengandung takwil dan perubahan makna.
قَالَ
ابْنُ مَرْدُوَية: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ إِبْرَاهِيمَ،
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ الْحُسَيْنِ بْنِ بَهْرَام، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ
مَرْزُوقٍ، حَدَّثَنَا هَانِئُ بْنُ يَحْيَى، عَنِ الْحَسَنِ بْنِ أَبِي جَعْفَرٍ،
عَنْ قَتَادَةَ عَنْ يَحْيَى بْنِ وَثَّاب، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لَما كَلَّمَ اللَّهُ مُوسَى
كَانَ يُبْصِرُ دبيبَ النَّمْلِ عَلَى الصَّفَا فِي اللَّيْلَةِ
الظَّلْمَاءِ".
Ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ahmad
ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnul Husain ibnu Bahram,
telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Marzuq, telah menceritakan kepada
kami Hani' ibnu Yahya, dari Al-Hasan ibnu Abu Ja'far, dari Qatadah, dari Yahya
ibnu Wassab, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah
bersabda: Tatkala Musa diajak berbicara oleh Allah, ia dapat melihat gerakan
semut di atas Bukit Safa di malam yang gelap gulita.Hadis ini berpredikat garib dan sanadnya tidak sahih. Apabila hadis ini benar mauquf, berarti predikatnya jayyid (baik).
Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya dan Ibnu Murdawaih telah meriwayatkan melalui hadis Humaid ibnu Qais Al-A'raj, dari Abdullah ibnul Haris, dari ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
"كان
عَلَى مُوسَى يَوْمَ كَلَّمَهُ ربُّه جُبَّةُ صُوفٍ، وَكِسَاءُ صُوفٍ، وَسَرَاوِيلُ
صُوفٍ، وَنَعْلَانِ مِنْ جِلْدِ حِمَارٍ غَيْرِ ذَكِيٍّ"
Nabi Musa pada hari ia diajak bicara oleh Tuhannya memakai jubah dari
bulu, baju dari bulu, dan celana dari bulu serta sepasang terompah dari kulit
keledai yang tidak disembelih.Ibnu Murdawaih meriwayatkan pula hadis berikut dengan sanadnya, dari Juwaibir, dari Ad-Dahhak, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa sesungguhnya Allah berbicara dengan Musa sebanyak seratus empat puluh ribu kalimat selama tiga hari, semuanya berisi wasiat. Ketika Musa mendengar pembicaraan manusia, maka ia menjadi marah karena pengaruh dari apa yang telah ia dengar dari kalam Tuhan Yang Mahatinggi lagi Mahaagung.
Sanad asar ini pun lemah karena Juwaibir berpredikat daif, dan Ad-Dahhak tidak menjumpai masa hidup Ibnu Abbas r.a.
Mengenai asar yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim dan Ibnu Murdawaih serta lain-lainnya melalui jalur Al-Fadl ibnu Isa Ar-Raqqasyi, dari Muhammad ibnul Munkadir, dari Jabir ibnu Abdullah yang mengatakan bahwa ketika Allah berbicara kepada Musa pada hari Tur, bukan dengan kalam yang pernah Dia gunakan ketika menyerunya, maka Musa bertanya kepada-Nya, "Wahai Tuhanku, apakah ini adalah kalam-Mu yang pernah Engkau gunakan kepadaku?" Allah Swt. menjawab, "Bukan, hai Musa. Sesungguhnya Aku berbicara denganmu baru hanya dengan kekuatan sepuluh ribu lisan dan Aku mempunyai kekuatan semua lisan, bahkan Aku lebih kuat daripada hal tersebut." Ketika Musa kembali kepada kaum Bani Israil, mereka bertanya, "Hai Musa, gambarkanlah kepada kami kalam Tuhan Yang Maha Pemurah." Musa menjawab, "Aku tidak mampu melakukannya." Mereka berkata, "Serupakanlah saja kepada kami." Musa menjawab, 'Tidakkah kalian pernah mendengar suara guntur? Sesungguhnya hal itu berdekatan dengannya, tetapi bukan seperti suara guntur."
Sanad riwayat ini daif, karena A-Fadl Ar-Raqqasyi adalah orang yang lemah sekali dalam periwayatan hadis.
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Az-Zuhri, dari Abu Bakar ibnu Abdur Rahman ibnul Haris. dari Juz ibnu Jabir Al-Khas’ami, dari Ka'b yang mengatakan bahwa sesungguhnya Allah ketika berbicara kepada Musa memakai semua lisan (berbagai macam bahasa) kecuali kalam-Nya sendiri. Maka Musa berkata, "Wahai Tuhanku, apakah ini kalam-Mu?" Allah menjawab, "Bukan, sekiranya Aku berbicara dengan kalam-Ku, niscaya kamu tidak akan kuat mendengarnya " Musa berkata, "Wahai Tuhanku, apakah di antara makhluk-Mu terdapat sesuatu yang memiliki suara mirip dengan-Mu?" Allah menjawab, "Tidak ada, dan yang lebih serupa dengan kalam-Ku ialah apa yang biasa kamu dengar dari suara guntur yang sangat keras."
Tetapi riwayat ini mauquf hanya sampai pada Ka'b Al-Ahbar. Dia menukilnya dari kitab-kitab terdahulu yang menyangkut berita-berita Bani Israil, tetapi di dalamnya terkandung perubahan dan tambahan.
*****
Firman Allah Swt.:
{رُسُلا
مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ}
(Mereka Kami utus) selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi
peringatan. (An-Nisa: 165)Yakni menyampaikan berita gembira kepada orang yang taat kepada Allah dan mengikuti jalan yang diridai-Nya dengan mengerjakan kebaikan, dan memberikan peringatan kepada orang yang menentang perintah-Nya dan mendustakan rasul-rasul-Nya dengan siksaan dan azab.
*******************
Firman Allah Swt.:
{لِئَلا
يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَى اللَّهِ حُجَّةٌ بَعْدَ الرُّسُلِ وَكَانَ اللَّهُ
عَزِيزًا حَكِيمًا}
agar tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutus-Nya
rasul-rasul itu. Dan adalah Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana. (An-Nisa:
165)Dengan kata lain, Allah Swt. menurunkan kitab-kitab-Nya dan mengutus rasul-rasul-Nya dengan membawa berita gembira dan peringatan, dan menerangkan apa yang disukai dan diridai-Nya serta menjelaskan apa yang dibenci dan ditolak-Nya, agar tidak ada alasan lagi bagi orang yang akan mengemukakan alasannya. Seperti pengertian yang disebutkan di dalam ayat lain, yaitu melalui firman-Nya:
{وَلَوْ
أَنَّا أَهْلَكْنَاهُمْ بِعَذَابٍ مِنْ قَبْلِهِ لَقَالُوا رَبَّنَا لَوْلا
أَرْسَلْتَ إِلَيْنَا رَسُولا فَنَتَّبِعَ آيَاتِكَ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَذِلَّ
وَنَخْزَى}
Dan sekiranya Kami binasakan mereka dengan suatu azab sebelum Al-Qur'an
itu (diturunkan), tentulah mereka berkata, "Ya Tuhan kami, mengapa tidak
Engkau utus seorang rasul kepada kami, lalu kami mengikuti ayat-ayat Engkau
sebelum kami menjadi hina dan rendah?" (Thaha: 134)Demikian pula makna yang ada dalam firman lainnya, yaitu:
وَلَوْلا
أَنْ تُصِيبَهُمْ مُصِيبَةٌ بِمَا قَدَّمَتْ أَيْدِيهِمْ
Dan agar mereka tidak mengatakan ketika azab menimpa mereka disebabkan apa
yang mereka kerjakan. (Al-Qashash: 47)Di dalam kitab Sahihain disebutkan sebuah hadis melalui Ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
"لا
أحَدَ أغَيْرَ من الله، من أجل ذلك حَرَّمَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَر مِنْهَا وَمَا
بَطَنَ، وَلَا أحدَ أحبَّ إِلَيْهِ المدحُ مِنَ اللَّهِ، مِنْ أَجْلِ ذَلِكَ مَدَحَ
نَفْسَهُ، وَلَا أحدَ أحَبَّ إِلَيْهِ العُذر مِنَ اللَّهِ، مِنْ أَجْلِ ذَلِكَ
بَعَثَ النَّبِيِّينَ مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ" وَفِي لَفْظٍ: "مِنْ أَجْلِ
ذَلِكَ أَرْسَلَ رُسُلَهُ، وَأَنْزَلَ كُتُبَهُ"
Tidak ada seorang pun yang lebih cemburu daripada Allah, karena itulah
Dia mengharamkan hal-hal yang keji baik yang lahir maupun yang batin (tidak
kelihatan). Dan tidak ada seorang pun yang lebih suka dipuji daripada Allah
Swt. Karena itu, maka Dia memuji diri-Nya sendiri. Tidak ada seorang pun yang
lebih suka alasan selain dari Allah. Karena itu, Dia mengutus para nabi untuk
menyampaikan berita gembira dan peringatan. Menurut lafaz yang lain
disebutkan: Karena itulah maka Dia mengutus rasul-rasul-Nya dan menurunkan
kitab-kitab-Nya.
لَكِنِ
اللَّهُ يَشْهَدُ بِمَا أَنْزَلَ إِلَيْكَ أَنْزَلَهُ بِعِلْمِهِ وَالْمَلَائِكَةُ
يَشْهَدُونَ وَكَفَى بِاللَّهِ شَهِيدًا (166) إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا وَصَدُّوا
عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ قَدْ ضَلُّوا ضَلَالًا بَعِيدًا (167) إِنَّ الَّذِينَ
كَفَرُوا وَظَلَمُوا لَمْ يَكُنِ اللَّهُ لِيَغْفِرَ لَهُمْ وَلَا لِيَهْدِيَهُمْ
طَرِيقًا (168) إِلَّا طَرِيقَ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا وَكَانَ ذَلِكَ
عَلَى اللَّهِ يَسِيرًا (169) يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَكُمُ الرَّسُولُ
بِالْحَقِّ مِنْ رَبِّكُمْ فَآمِنُوا خَيْرًا لَكُمْ وَإِنْ تَكْفُرُوا فَإِنَّ
لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا
(170)
(Mereka tidak mau mengakui yang diturunkan kepadamu
itu), tetapi Allah mengakui Al-Qur'an yang diiurunkan-Nya kepadamu. Allah
menurunkannya dengan ilmu-Nya; dan malaikat-malaikat pun menjadi saksi
(pula). Cukuplah Allah menjadi saksi. Sesungguhnya orang-orang yang
kafir dan menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah benar-benar
telah sesat sejauh-jauhnya. Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan melakukan
kezaliman, Allah sekali-kali tidak akan mengampuni (dosa) mereka dan
tidak (pula) akan menunjukkan jalan kepada mereka, kecuali jalan ke
neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya. Dan yang demikian itu adalah mudah
bagi Allah. Wahai manusia, sesungguhnya telah datang Rasul (Muhammad)
itu kepada kalian dengan (membawa) kebenaran dari Tuhan kalian, maka
berimanlah kalian, itulah yang lebih baik bagi kalian. Dan jika kalian kafir,
(maka kekafiran itu tidak merugikan sedikit pun kepada Allah) karena
sesungguhnya apa yang di langit dan di bumi itu adalah kepunyaan Allah, Dan
adalah Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.Mengingat firman Allah Swt. yang mengatakan:
{إِنَّا
أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ}
Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu. (An-Nisa: 163)Sampai dengan konteks ini hadis menetapkan kenabian Nabi Muhammad Saw. dan membantah orang-orang yang ingkar kepada kenabiannya dari kalangan kaum musyrik dan Ahli Kitab. Maka dalam ayat ini Allah Swt. berfirman:
{لَكِنِ
اللَّهُ يَشْهَدُ بِمَا أَنزلَ إِلَيْكَ}
Tetapi Allah mengakui Al-Qur'an yang diturunkan-Nya kepadamu.
(An-Nisa: 166)Yakni sekalipun orang-orang yang kafir kepada Al-Qur'an mengingkarinya, mereka dari kalangan orang-orang yang mendustakanmu dan menentangmu. Maka Allah tetap mengakui bahwa engkau adalah utusan-Nya yang diturunkan kepadanya Al-Kilab, yakni Al-Our'an yang agung.
{لَا
يَأْتِيهِ الْبَاطِلُ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَلا مِنْ خَلْفِهِ تَنزيلٌ مِنْ
حَكِيمٍ حَمِيدٍ}
Yang tidak datang kepadanya (Al-Qur'an) kebatilan, baik aari depan
maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Tuhan Yang Mahabijaksana lagi Maha
Terpuji. (Fushshilat: 42)Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
{أَنزلَهُ
بِعِلْمِهِ}
Allah menurunkannya dengan ilmu-Nya. (An-Nisa: 166)Dengan pengetahuan-Nya yang hendak memperlihatkan kepada hamba-hamba-Nya akan Al-Qur'an yang di dalamnya terkandung keterangan-keterangan, hidayah, pemisah antara yang hak dan yang batil, hal-hal yang disukai dan diridai Allah, dan hal-hal yang dibenci dan ditolak-Nya. Di dalam Al-Qur'an terkandung ilmu tentang hal-hal yang gaib menyangkut masalah yang terjadi di masa silam dan masa mendatang. Di dalamnya disebutkan juga sifat-sifat Allah Swt. Yang Mahasuci yang tidak diketahui oleh nabi yang diutus, tidak pula oleh malaikat terdekat, kecuali bila diberi tahu oleh Allah Swt. sendiri. Seperti pengertian yang terkandung di dalam firman-Nya:
{وَلا
يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِنْ عِلْمِهِ إِلا بِمَا شَاءَ}
dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah, melainkan apa yang
dikehendaki-Nya. (Al-Baqarah: 255)Dan dalam ayat yang lainnya, yaitu firman-Nya:
{وَلا
يُحِيطُونَ بِهِ عِلْمًا}
sedangkan ilmu mereka tidak dapat meliputi ilmu-Nya. (Thaha: 110)Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Suhail Al-Ja'fari dan Abdullah ibnul Mubarak; keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Imran ibnu Uyaynah, telah menceritakan kepada kami Ata ibnus Saib yang mengatakan bahwa Abu Abdur Rahman As-Sulami membacakan Al-Qur'an kepadanya. Tersebutlah bahwa apabila seseorang di antara kami membacakan Al-Qur'an kepadanya, ia (Ata ibnus Saib) selalu mengatakan, "Sesungguhnya kamu telah mengambil ilmu Allah, maka pada hari ini tidak ada seorang pun yang lebih utama daripada kamu kecuali dengan amal perbuatan." Kemudian ia membacakan firman-Nya:
{أَنزلَهُ
بِعِلْمِهِ وَالْمَلائِكَةُ يَشْهَدُونَ وَكَفَى بِاللَّهِ
شَهِيدًا}
Allah menurunkannya dengan ilmu-Nya; dan malaikat-malaikat pun menjadi
saksi (pula). Cukuplah Allah menjadi saksi. (An-Nisa: 166)
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
{وَالْمَلائِكَةُ
يَشْهَدُونَ}
dan malaikat-malaikat pun menjadi saksi (pula). (An-Nisa: 166)Yaitu atas kebenaran apa yang disampaikan olehmu dan apa yang diwahyukan kepadamu serta kitab yang diturunkan kepadamu disertai dengan pengakuan Allah atas hal tersebut.
{وَكَفَى
بِاللَّهِ شَهِيدًا}
Cukuplah Allah menjadi saksi. (An-Nisa: 166)
قَالَ
مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَاقَ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ أَبِي مُحَمَّدٍ، عَنْ عِكْرِمَةَ
أَوْ سَعِيدِ بْنِ جُبَير، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: دَخَلَ عَلَى رَسُولِ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جماعةٌ مِنَ الْيَهُودِ، فَقَالَ
لَهُمْ: "إِنِّي لَأَعْلَمُ -وَاللَّهِ-إِنَّكُمْ لَتَعْلَمُونِ أَنِّي رَسُولُ
اللَّهِ". فَقَالُوا: مَا نَعْلَمُ ذَلِكَ. فَأَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ:
{لَكِنِ اللَّهُ يَشْهَدُ بِمَا أَنزلَ إِلَيْكَ أَنزلَهُ
بِعِلْمِهِ}
Muhammad ibnu Ishaq meriwayatkan dari Muhammad ibnu Abu Muhammad, dari
Ikrimah atau Sa'id ibnu Jubair, dari ibnu Abbas yang menceritakan bahwa
segolongan orang-orang Yahudi masuk menemui Rasulullah Saw., lalu Rasulullah
Saw. bersabda kepada mereka: Sesungguhnya aku benar-benar mengetahui, demi
Allah, sesungguhnya kalian ini benar-benar mengetahui bahwa aku adalah utusan
Allah. Maka mereka menjawab, "Kami tidak mengetahui hal tersebut." Kemudian
Allah menurunkan firman-Nya: Tetapi Allah mengakui Al-Qur'an yang
diturunkan-Nya kepadamu. Allah menurunkannya dengan ilmu-Nya. (An-Nisa:
166), hingga akhir ayat.
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
{إِنَّ
الَّذِينَ كَفَرُوا وَصَدُّوا عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ قَدْ ضَلُّوا ضَلالا
بَعِيدًا}
Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan menghalang-halangi (manusia)
dari jalan Allah benar-benar telah sesat sejauh-jauhnya. (An-Nisa:
167)Mereka kafir dan tidak mau mengikuti perkara yang hak, bahkan mereka berupaya menghalang-halangi manusia untuk mengikuti dan menuruti jejak perkara yang hak. Mereka benar-benar telah keluar dari jalan yang benar, sesat darinya, dan jauh dari perkara yang hak, jauh yang amat mencolok.
Selanjutnya Allah Swt. memberitahukan perihal keputusan-Nya terhadap orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat-Nya, Kitab, dan Rasul-Nya, yaitu mereka yang menganiaya diri sendiri karena hal tersebut; juga karena menghalang-halangi manusia dari jalan-Nya, mengerjakan perbuatan-perbuatan yang berdosa, dan melanggar hal-hal yang diharamkan-Nya. Dia tidak akan memberikan ampunan kepada mereka.
{وَلا
لِيَهْدِيَهُمْ طَرِيقًا}
dan tidak (pula) akan menunjukkan jalan kepada mereka.
(An-Nisa: 168)Yakni jalan kebaikan.
{إِلا
طَرِيقَ جَهَنَّمَ}
kecuali jalan ke neraka Jahannam. (An-Nisa: 169) Istisna dalam
ayat ini bersifat munqati'.
{خَالِدِينَ
فِيهَا أَبَدًا }
mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. (An-Nisa: 169), hingga akhir
ayat.
****
Selanjutnya Allah Swt. berfirman:
{يَا
أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَكُمُ الرَّسُولُ بِالْحَقِّ مِنْ رَبِّكُمْ فَآمِنُوا
خَيْرًا لَكُمْ}
Wahai manusia, sesungguhnya telah datang Rasul (Muhammad) itu
kepada kalian dengan (membawa) kebenaran dari Tuhan kalian, maka
berimanlah kalian, itulah yang lebih baik bagi kalian. (An-Nisa: 170)Telah datang Nabi Muhammad Saw. kepada kalian dengan membawa hidayah, agama yang hak, dan keterangan yang memuaskan dari Allah Swt Karena itu, berimanlah kalian kepada apa yang didatangkannya kepada kalian dan ikutilah dia, niscaya hal itu baik bagi kalian.
***
Kemudian Allah Swt. berfirman:
{وَإِنْ
تَكْفُرُوا فَإِنَّ لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ}
Dan jika kalian kafir, (maka kekafiran itu tidak merugikan sedikit
pun kepada Allah), karena sesungguhnya apa yang di langit dan di bumi itu
adalah kepunyaan Allah. (An-Nisa: 170)Dengan kata lain, Dia tidak memerlukan kalian dan iman kalian, dan Dia tidak terkena mudarat karena kekafiran kalian. Perihalnya sama dengan makna ayat lain, yaitu firman-Nya:
{وَقَالَ
مُوسَى إِنْ تَكْفُرُوا أَنْتُمْ وَمَنْ فِي الأرْضِ جَمِيعًا فَإِنَّ اللَّهَ
لَغَنِيٌّ حَمِيدٌ}
Dan Musa berkata, "Jika kalian dan orang-orang yang ada di muka bumi
semuanya kafir, maka sesungguhnya Allah Mahakaya lagi Maha Terpuji.
(Ibrahim: 8)Dalam firman selanjutnya disebutkan:
{وَكَانَ
اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا}
Dan adalah Allah Maha Mengetahui. (An-Nisa: 170)terhadap orang yang berhak memperoleh hidayah dari kalian, maka Dia memberinya hidayah, dan terhadap orang yang berhak mendapat kesesatan, lalu Dia menyesatkannya.
{حَكِيمًا}
lagi Mahabijaksana. (An-Nisa: 170) Yaitu dalam semua ucapan,
perbuatan, syariat dan takdir-Nya.
يَا
أَهْلَ الْكِتَابِ لَا تَغْلُوا فِي دِينِكُمْ وَلَا تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ
إِلَّا الْحَقَّ إِنَّمَا الْمَسِيحُ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ رَسُولُ اللَّهِ
وَكَلِمَتُهُ أَلْقَاهَا إِلَى مَرْيَمَ وَرُوحٌ مِنْهُ فَآمِنُوا بِاللَّهِ
وَرُسُلِهِ وَلَا تَقُولُوا ثَلَاثَةٌ انْتَهُوا خَيْرًا لَكُمْ إِنَّمَا اللَّهُ
إِلَهٌ وَاحِدٌ سُبْحَانَهُ أَنْ يَكُونَ لَهُ وَلَدٌ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ
وَمَا فِي الْأَرْضِ وَكَفَى بِاللَّهِ وَكِيلًا (171)
Wahai Ahli Kitab, janganlah kalian melampaui
batas dalam agama kalian, dan janganlah kalian mengatakan terhadap Allah
kecuali yang benar. Sesungguhnya Al-Masih, Isa putra Maryam itu, adalah utusan
Allah dan (yang terjadi dengan)
kalimat-Nya yang disampaikan-Nya kepada Maryam, dan (dengan tiupan)
roh dari-Nya. Maka berimanlah kalian kepada Allah dan rasul-rasul-Nya dan
janganlah kalian mengatakan, "(Tuhan itu) tiga," berhentilah (dari
ucapan itu). (Itu) lebih baik bagi kalian. Sesungguhnya Allah Tuhan Yang
Maha Esa, Mahasuci Allah dari mempunyai anak, segala yang di langit dan di bumi
adalah kepunyaan-Nya. Cukuplah Allah untuk menjadi Pemelihara.Allah Swt. melarang Ahli Kitab bersikap melampaui batas dan menyanjung secara berlebihan. Hal ini banyak dilakukan oleh orang-orang Nasrani, karena sesungguhnya mereka melampaui batas sehubungan dengan Isa. Mereka mengangkatnya di atas kedudukan yang telah diberikan oleh Allah kepadanya, lalu memindahkannya dari tingkat kenabian sampai menjadikannya sebagai tuhan selain Allah yang mereka sembah sebagaimana mereka menyembah Dia.
Bahkan pengikut dan golongannya —yaitu dari kalangan orang-orang yang mengakui bahwa dirinya berada dalam agamanya (Isa)— bersikap berlebihan pula, lalu mereka mengakui dirinya terpelihara dari kesalahan. Akhirnya para pengikut mereka mengikuti semua yang dikatakannya, baik hak atau batil, baik sesat atau benar, baik jujur ataupun dusta. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:
اتَّخَذُوا
أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ
Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai
tuhan selain Allah. (Ai-Taubah: 31), hingga akhir ayat.
قَالَ
الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا هُشَيم قَالَ: زَعَمَ الزُّهْرِي، عَنْ عُبَيْدِ
اللَّهِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُتْبة بْنِ مَسْعُودٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ،
عَنْ عُمَرَ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم قال: "لَا
تُطْرُوني كَمَا أَطْرَتِ النَّصَارَى عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ، فَإِنَّمَا أَنَا
عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasyim yang mengatakan
bahwa Az-Zuhri menduga dari Ubaidillah ibnu Abdullah ibnu Atabah ibnu Mas'ud,
dari Ibnu Abbas, dari Umar, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Janganlah
kalian menyanjung-nyanjung diriku sebagaimana orang-orang Nasrani
menyanjung-nyanjung Isa putra Maryam. Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang
hamba, maka katakanlah, "Hamba dan utusan Allah."Kemudian ia meriwayatkannya pula —juga Ali ibnul Madini-— dari Sufyan ibnu Uyaynah, dari Az-Zuhri. yang lafaznya seperti berikut:
«إنما
أَنَا عَبْدٌ فَقُولُوا عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ»
Sesungguhnya aku hanyalah seorang hamba, maka katakanlah oleh kalian,
"Hamba Allah dan Rasul-Nya."Ali ibnul Madini mengatakan bahwa predikat hadis ini sahih lagi musnad. Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Bukhari, dari Al-Humaidi. dari Sufyan ibnu Uyaynah, dari Az-Zuhri yang lafaznya berbunyi seperti berikut:
"فَإِنَّمَا
أَنَا عَبْدٌ، فَقُولُوا: عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ"
Sesungguhnya aku hanyalah seorang hamba, maka katakanlah, "Hamba Allah dan
Rasul-Nya."
قَالَ
الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا حَسَنُ بْنُ مُوسَى، حَدَّثَنَا حمَّاد بْنِ
سَلَمَة، عَنْ ثَابِتٍ البُناني، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ: أَنَّ رَجُلًا قَالَ:
مُحَمَّدٌ يَا سَيِّدَنَا وَابْنَ سَيِّدِنَا، وَخَيْرَنَا وَابْنَ خَيْرِنَا.
فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ "يَا أَيُّهَا
النَّاسُ، عَلَيْكُمْ بِقَوْلِكُمْ، وَلَا يَسْتَهْويَنَّكُمُ الشيطانُ، أَنَا
محمدُ بنُ عَبْدِ اللَّهِ، عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ، وَاللَّهِ مَا أُحِبُّ أَنْ
تَرْفَعُونِي فَوْقَ مَنْزِلَتِي الَّتِي أَنْزَلَنِي اللَّهُ عَزَّ
وَجَلَّ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasan ibnu Musa, telah
menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, dari Sabit Al-Bannani, dari Anas
ibnu Malik, bahwa seorang lelaki pernah mengatakan, "Ya Muhammad, ya tuan kami,
anak tuan kami yang paling baik dari kami, dan anak orang yang paling baik dari
kami." Maka Rasulullah Saw. bersabda: Hai manusia, peliharalah ucapan kalian,
dan jangan sekali-kali setan menjerumuskan kalian. Aku adalah Muhammad ibnu
Abdullah, hamba Allah dan Rasul-Nya. Demi Allah, aku tidak suka bila kalian
mengangkatku di atas kedudukanku yang telah diberikan oleh Allah Swt.
kepadaku.Hadis ini bila ditinjau dari segi ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad secara munfarid (sendirian).
***
Firman Allah Swt.:
{وَلا
تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ إِلا الْحَقَّ}
dan janganlah kalian mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar.
(An-Nisa: 171)Maksudnya, janganlah kalian membuat kedustaan terhadap-Nya dan menjadikan bagi-Nya istri dan anak. Mahasuci Allah lagi Mahatinggi dari hal itu dengan ketinggian yang setinggi-tingginya, Mahasuci lagi Maha Esa Zat Allah dalam sifat Keagungan dan Kebesaran-Nya. Tidak ada Tuhan selain Dia, tidak ada Rabb selain Dia.
Dalam ayat Selanjutnya disebutkan:
{إِنَّمَا
الْمَسِيحُ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ رَسُولُ اللَّهِ وَكَلِمَتُهُ أَلْقَاهَا إِلَى
مَرْيَمَ وَرُوحٌ مِنْهُ}
Sesungguhnya Al-Masih, Isa putra Maryam itu, adalah utusan Allah dan
(yang terjadi dengan) kalimat-Nya yang disampaikanNya kepada Maryam, dan
(dengan tiupan) roh dari-Nya. (An-Nisa: 171)Sesungguhnya Isa itu hanyalah seorang hamba Allah dan makhluk yang diciptakan-Nya. Allah berfirman kepadanya, "Jadilah kamu," maka jadilah dia. Dia (Isa) hanyalah utusan-Nya dan kalimat-Nya yang Allah sampaikan kepada Maryam. Dengan kata lain, Allah menciptakan Isa melalui kalimat perintah yang disampaikan oleh Malaikat Jibril a.s. dari Allah Swt. kepada Maryam. Lalu Malaikat Jibril meniupkan roh ciptaan-Nya ke dalam tubuh Maryam dengan seizin Allah. Maka jadilah Isa dengan seizin Allah.
Embusan itu ditiupkan oleh Malaikat Jibril ke dalam baju kurung Maryam, lalu tiupan itu turun hingga masuk ke dalam farjinya, sama kedudukannya dengan pembuahan yang dilakukan oleh seorang lelaki kepada istrinya: semuanya adalah makhluk Allah Swt. Karena itu, dikatakan bahwa Isa adalah kalimat Allah dan roh dari ciptaan-Nya, mengingat kejadiannya tanpa melalui proses seorang ayah. Sesungguhnya ia timbul dari kalimah yang diucapkan oleh Allah melalui Jibril kepada Maryam, yaitu kalimat kun (Jadilah), maka jadilah Isa, dan roh yang dikirimkan oleh Allah kepada Maryam melalui Jibril. Allah Swt berfirman:
{مَا
الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ إِلا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ
وَأُمُّهُ صِدِّيقَةٌ كَانَا يَأْكُلانِ الطَّعَامَ}
Al-Masih putra Maryam itu hanyalah seorang rasul yang sesungguhnya telah
berlalu sebelumnya beberapa rasul, dan ibunya seorang yang sangat benar,
keduanya biasa memakan makanan. (Al-Maidah: 75)Allah Swt. telah berfirman:
{إِنَّ
مَثَلَ عِيسَى عِنْدَ اللَّهِ كَمَثَلِ آدَمَ خَلَقَهُ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ قَالَ
لَهُ كُنْ فَيَكُونُ}
Sesungguhnya misal penciptaan Isa di sisi Allah adalah seperti penciptaan
Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah berfirman kepadanya,
"Jadilah!" (seorang manusia). Maka jadilah dia. (Ali Imran: 59)
{وَالَّتِي
أَحْصَنَتْ فَرْجَهَا فَنَفَخْنَا فِيهَا
مِنْ
رُوحِنَا وَجَعَلْنَاهَا وَابْنَهَا آيَةً لِلْعَالَمِينَ}
Dan (ingatlah kisah) Maryam yang telah memelihara kehormatannya,
lalu Kami tiupkan ke dalam (tubuh)nya roh dari Kami dan Kami jadikan dia
dan anaknya tanda (kekuasaan Allah) yang besar bagi semesta alam.
(Al-Anbiya: 91)
وَمَرْيَمَ
ابْنَتَ عِمْرَانَ الَّتِي أَحْصَنَتْ فَرْجَهَا
dan (ingatlah) Maryam putri Imran yang memelihara kehormatannya.
(At-Tahrim: 12), hingga akhir ayat.Firman Allah Swt. menceritakan perihal Isa Al-Masih, yaitu:
إِنْ
هُوَ إِلا عَبْدٌ أَنْعَمْنَا عَلَيْهِ
Isa tidak lain hanyalah seorang hamba yang Kami berikan kepadanya nikmat
(kenabian). (Az-Zukhruf: 59), hingga akhir ayat.Abdur Razzaq meriwayatkan dari Ma'mar, dari Qatadah sehubungan dengan firman-Nya:
{وَكَلِمَتُهُ
أَلْقَاهَا إِلَى مَرْيَمَ}
dan (yang terjadi dengan) kalimat-Nya yang disampaikan-Nya kepada
Maryam, dan (dengan tiupan) roh dari-Nya. (An-Nisa:171)Ayat ini semakna dengan ayat lain, yaitu firman-Nya:
{كُنْ}
Jadilah/ Maka terjadilah ia. (Yasin: 82)Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Sinan Al-Wasiri yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Syaz ibnu Yahya mengatakan sehubungan dengan firman-Nya:
{وَكَلِمَتُهُ
أَلْقَاهَا إِلَى مَرْيَمَ وَرُوحٌ مِنْهُ}
dan (yang terjadi dengan) kalimat-Nya yang disampaikan-Nya kepada
Maryam, dan (dengan tiupan) roh dari-Nya. (An-Nisa: 171)Bahwa bukanlah kalimat yang menjadikan Isa, tetapi dengan kalimat itu akhirnya jadilah Isa.
Pendapat ini lebih baik daripada apa yang dikatakan oleh Ibnu Jarir sehubungan dengan firman-Nya:
{أَلْقَاهَا
إِلَى مَرْيَمَ}
Yang disampaikan-Nya kepada Maryam. (An-Nisa: 171)Makna yang dimaksud ialah Allah mengajarkan kalimat itu kepada Maryam. sama seperti apa yang dikatakannya sehubungan dengan makna firman-Nya:
{إِذْ
قَالَتِ الْمَلائِكَةُ يَا مَرْيَمُ إِنَّ اللَّهَ يُبَشِّرُكِ بِكَلِمَةٍ
مِنْهُ}
(Ingatlah) ketika malaikat berkata, "Hai Maryam, sesungguhnya Allah
menggembirakan kamu (dengan kelahiran seorang putra yang diciptakan)
dengan kalimat (yang datang) dari-Nya. (Ali Imran: 45)Makna yang dimaksud ialah mengajarkan kepadamu suatu kalimat dari-Nya. Ibnu Jarir menjadikan makna ayat ini sama dengan firman Allah Swt. yang mengatakan:
{وَمَا
كُنْتَ تَرْجُو أَنْ يُلْقَى إِلَيْكَ الْكِتَابُ إِلا رَحْمَةً مِنْ
رَبِّكَ}
Dan kamu tidak pernah mengharap agar Al-Qur'an diturunkan kepadamu, tetapi
ia (diturunkan) karena suatu rahmat yang besar dari Tuhanmu.
(Al-Qashash: 86)Bahkan pendapat yang sahih (benar) ialah yang mengatakan bahwa kalimat tersebut didatangkan oleh Malaikat Jibril kepada Maryam, lalu Malaikat Jibril meniupkan roh ciptaan-Nya ke dalam tubuh Maryam dengan seizin Allah. Maka jadilah Isa a.s.
قَالَ
الْبُخَارِيُّ: حَدَّثَنَا صَدَقَةُ بْنُ الْفَضْلِ، حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ،
حَدَّثَنَا الْأَوْزَاعِيُّ، حَدَّثَنِي عُمَيْر بْنُ هَانِئٍ، حَدَّثَنِي جُنَادةُ
بْنُ أَبِي أُمَيَّةَ، عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "مَنْ شَهِدَ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ
وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، وَأَنَّ
عِيسَى عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ، وَكَلِمَتُهُ أَلْقَاهَا إِلَى مَرْيَمَ وروحٌ
مِنْهُ، والجنةَ حُقٌّ، والنارَ حَقٌّ، أَدْخَلَهُ اللَّهُ الْجَنَّةَ عَلَى مَا
كَانَ مِنَ الْعَمَلِ".
قَالَ
الْوَلِيدُ: فَحَدَّثَنِي عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ يَزِيدَ بْنِ جَابِرٍ، عَنْ
عُمير بْنِ هَانِئٍ، عَنْ جُنَادة زَادَ: "مِنْ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ
الثَّمَانِيَةِ مِنْ أَيِّهَا شَاءَ".
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sadaqah ibnul Fadl,
telah menceritakan kepada kami Al-Walid Al-Auza'i, telah menceritakan kepadaku
Umair ibnu Hani', telah menceritakan kepada kami Junadah ibnu Abu Umayyah, dari
Ubadah ibnus Samit, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Barang siapa yang
bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya, dan
bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya, dan bahwa Isa adalah hamba dan
Rasul-Nya serta kalimat-Nya yang disampaikan kepada Maryam serta roh dari-Nya,
dan bahwa surga itu benar, neraka itu benar, niscaya Allah akan memasukkannya
ke dalam surga berdasarkan amal yang telah dikerjakannya. Al-Walid
mengatakan, telah menceritakan kepadaku Abdur Rahman ibnu Yazid ibnu Jabir, dari
Umair ibnu Hani', dari Junadah yang di dalamnya disebutkan tambahan, yaitu:
(Allah memasukkannya) ke dalam salah satu dari pintu-pintu surga yang delapan
buah, dia boleh memasukinya dari pintu mana pun yang disukainya.Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Daud ibnu Rasyid, dari Al-Walid, dari Ibnu Jabir dengan lafaz yang sama. Dari jalur yang lain dari Al-Auza'i dengan lafaz yang sama.
Firman Allah yang ada dalam ayat, dan hadis yang semakna, yaitu:
{وَرُوحٌ
مِنْهُ}
dan (dengan tiupan) roh dari-Nya. (An-Nisa: 171) semakna dengan
pengertian yang terkandung di dalam firman-Nya:
{وَسَخَّرَ
لَكُمْ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأرْضِ جَمِيعًا مِنْهُ}
Dan Dia menundukkan untuk kalian apa yang ada di langit dan apa yang ada
di bumi semuanya, (sebagai rahmat) dari-Nya. (Al-Jatsiyah: 13)Yakni dari kalangan makhluk-Nya dan dari sisi-Nya. Lafaz min di sini bukan untuk makna tab'id (sebagian) seperti yang dikatakan oleh orang-orang Nasrani —semoga laknat Allah yang berturut-turut menimpa mereka— melainkan makna yang dimaksud ialah ibtida-ul goyah, seperti pengertian yang terkandung di dalam ayat lain. Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:
{وَرُوحٌ
مِنْهُ}
dan (dengan tiupan) roh dari-Nya. (An-Nisa; 171)Yang dimaksud dengan ruhun dalam ayat ini ialah rasulun minhu, yakni urusan dari-Nya. Sedangkan selain Mujahid mengatakan ma-habbatan minhu, yakni kasih sayang dari-Nya. Tetapi pendapat yang kuat ialah yang pertama, yaitu yang mengatakan bahwa Nabi Isa di-ciptakan dari roh ciptaan-Nya. Kemudian lafaz roh di-mudaf-kan (digandengkan) dengan-Nya dengan maksud mengandung pengertian tasyrif (kehormatan), sebagaimana lafaz naqah (unta) di-mudaf-kan kepada Allah, seperti yang terdapat di dalam firman-Nya:
{هَذِهِ
نَاقَةُ اللَّهِ}
Unta betina Allah ini. (Al-A'raf: 73) Dan lafaz baitun (rumah)
yang terdapat di dalam firman-Nya:
{وَطَهِّرْ
بَيْتِيَ لِلطَّائِفِينَ}
Bersihkanlah rumah-Ku, untuk orang-orang yang tawaf. (Al-Hajj: 26)Juga seperti yang disebutkan di dalam sebuah hadis yang mengatakan:
"فَأَدْخُلُ
عَلَى رَبِّي فِي دَارِهِ"
Maka aku masuk menemui Tuhanku di dalam rumah-Nya.Nabi Saw. me-mudaf-kan lafaz darun (rumah) kepada Allah dengan maksud sebagai kehormatan terhadap rumah tersebut. Masing-masing dari apa yang telah disebutkan termasuk ke dalam bab yang sama.
***
Firman Allah Swt,:
{فَآمِنُوا
بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ}
Maka berimanlah kalian kepada Allah dan rasul-rasul-Nya. (An-Nisa:
171)Maksudnya, percayalah bahwa Allah adalah Satu, lagi Maha Esa, tiada beranak, dan tiada beristri; dan ketahuilah serta yakinilah bahwa Isa itu adalah hamba dan Rasul-Nya.
Dalam firman Selanjutnya disebutkan:
{وَلا
تَقُولُوا ثَلاثَةٌ}
dan janganlah kalian mengatakan, "(Tuhan itu) tiga." (An-Nisa:
171)Yakni janganlah kalian menjadikan Isa dan ibunya digandengkan dengan Allah sebagai dua orang yang mcnyekutui-Nya. Mahatinggi Allah dari hal tersebut dengan ketinggian yang setinggi-tingginya. Di dalam surat Al-Maidah Allah Swt. berfirman:
{لَقَدْ
كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ ثَالِثُ ثَلاثَةٍ وَمَا مِنْ إِلَهٍ إِلا
إِلَهٌ وَاحِدٌ}
Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan, "Bahwasanya Allah
salah seorang dari yang tiga," padahal sekali-kali tidak ada Tuhan selain dari
Tuhan Yang Esa. (Al-Maidah: 73}Dalam ayat lainnya —masih dalam surat yang sama— Allah Swt. berfirman pula:
وَإِذْ
قَالَ اللَّهُ يَا عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ أَأَنْتَ قُلْتَ لِلنَّاسِ
اتَّخِذُونِي
Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman.”Hai Isa putra Maryam, adakah
kamu mengatakan kepada manusia, 'Jadikanlah aku.' (Al-Maidah: 116) hingga
akhir ayat."Dalam Surat Al-Maidah pada ayat lainnya Allah Swt. berfirman:
{لَقَدْ
كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ
مَرْيَمَ}
Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata, "Sesungguhnya Allah
itu ialah Al-Masih putra Maryam." (Al-Maidah: 17 dan 72), hingga akhir
ayat.Orang-orang Nasrani —la'natullahi 'alaihim— karena kebodohan mereka, maka mereka tidak ada pegangan; kekufuran mereka tidak terbatas, bahkan ucapan dan kesesatannya sudah parah. Ada yang beranggapan bahwa Isa putra maryam adalah Tuhan, ada yang menganggapnya sebagai sekutu, dan ada yang menganggapnya sebagai anak. Mereka terdiri atas berbagai macam sekte yang cukup banyak jumlahnya; masing-masing mempunyai pendapat yang berbeda, dan pendapat mereka tidak ada yang sesuai, semuanya bertentangan.
Salah seorang ahli ilmu kalam (Tauhid) mengatakan suatu pendapat yang tepat, bahwa seandainya ada sepuluh orang Nasrani berkumpul, niscaya pendapat mereka berpecah-belah menjadi sebelas pendapat.
Salah seorang ulama Nasrani yang terkenal di kalangan mereka (yaitu Sa'id ibnu Patrik yang tinggal di Iskandaria pada sekitar tahun empat ratus Hijriah) menyebutkan bahwa mereka mengadakan suatu pertemuan besar yang di dalamnya mereka melakukan suatu misa besar.
Padahal sesungguhnya hal tersebut tiada lain hanyalah suatu pengkhianatan yang hina lagi rendah. Hal ini terjadi pada masa Konstantinopel, pembangun kota yang terkenal itu. Lalu mereka berselisih pendapat dalam pertemuan tersebut dengan perselisihan yang tidak terkendali dan tidak terhitung banyaknya pendapat yang ada. Jumlah mereka lebih dari dua ribu uskup. Mereka menjadi golongan yang banyak lagi berpecah belah. Setiap lima puluh orang dari mereka mempunyai pendapat sendiri, dan setiap dua puluh orang dari mereka mempunyai pendapat sendiri, setiap seratus orang dari mereka ada yang mempunyai pendapatnya sendiri, dan setiap tujuh puluh orang mempunyai pendapatnya sendiri, ada pula yang lebih dan kurang dari jumlah tersebut mempunyai pendapat yang berbeda.
Ketika Raja Konstantinopel melihat kalangan mereka demikian, ada sejumlah orang yang banyaknya kurang lebih tiga ratus delapan belas orang uskup sepakat dengan suatu pendapat Maka raja mengambil golongan itu, lalu mendukung dan memperkuatnya.
Raja Konstantinopel dikenal sebagai seorang filosof berwatak keras dan tidak mau menerima pendapat orang lain. Lalu raja menghimpun persatuan mereka dan membangun banyak gereja buat mereka serta membuat kitab-kitab dan undang-undang untuk mereka. Lalu mereka membuat suatu amanat yang mereka ajarkan kepada anak-anak agar mereka meyakininya sejak dini, mengadakan pembaptisan besar-besaran atas dasar itu. Para perigikut mereka dikenal dengan nama sekte Mulkaniyah.
Kemudian mereka mengadakan suatu pertemuan lain yang kedua, maka terjadilah di kalangan mereka sekte Ya'qubiyah. Pada pertemuan yang ketiga terbentuklah sekte Nusturiyan.
Ketiga golongan tersebut pada dasarnya mengukuhkan ajaran trinitas yang antara lain ialah Al-Masih. Tetapi mereka berbeda pendapat mengenai kaifiyatnya sehubungan dengan masalah lahut dan nasut-nya, masing-masing mempunyai dugaan sendiri. Apakah dia manunggal atau tidak, bersatukah atau menitis. Pada kesimpulannya pendapat mereka terpecah menjadi tiga pendapat, masing-masing golongan mengalirkan golongan yang lain, sedangkan kita mengalirkan semuanya. Karena itu, dalam ayat ini disebutkan melalui firman-Nya:
{انْتَهُوا
خَيْرًا لَكُمْ}
berhentilah kalian (dari ucapan itu). (Itu) lebih baik bagi kalian.
(An-Nisa: 171)Maksudnya, akan lebih baik bagi kalian.
{إِنَّمَا
اللَّهُ إِلَهٌ وَاحِدٌ سُبْحَانَهُ أَنْ يَكُونَ لَهُ وَلَدٌ}
Sesungguhnya Allah Tuhan Yang Maha Esa, Mahasuci Allah dari mempunyai
anak. (An-Nisa: 171)Yakni Mahasuci lagi Mahatinggi Allah dari hal tersebut dengan ketinggian yang setinggi-tingginya.
{لَهُ
مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأرْضِ وَكَفَى بِاللَّهِ
وَكِيلا}
Segala yang di langit dan di bumi adalah kepunyaan-Nya. Cukuplah Allah
untuk menjadi Pemelihara. (An-Nisa: 171)Artinya, semuanya adalah makhluk dan milik Allah, dan semua yang ada di antara keduanya adalah hamba-hamba-Nya, mereka berada dalam pengaturan dan kekuasaan-Nya. Dialah Yang memelihara segala sesuatu, mana mungkin bila dikatakan bahwa Dia mempunyai istri dan anak dari kalangan mereka. Dalam ayat yang lain disebutkan melalui firman-Nya:
{بَدِيعُ
السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ أَنَّى يَكُونُ لَهُ وَلَدٌ}
Dia Pencipta langit dan bumi. Bagaimana Dia mempunyai anak. (Al-An'am:
101), hingga akhir ayat.Allah Swt. telah berfirman dalam ayat yang lain, yaitu:
وَقَالُوا
اتَّخَذَ الرَّحْمَنُ وَلَدًا. لَقَدْ جِئْتُمْ شَيْئًا إِدًّا
Dan mereka berkata, "Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai)
anak" Sesungguhnya kalian telah mendatangkan sesuatu perkara yang sangat
mungkar. (Maryam: 88-89)sampai dengan firman-Nya:
فَرْدًا
dengan sendiri-sendiri. (Maryam: 95)
لَنْ
يَسْتَنْكِفَ الْمَسِيحُ أَنْ يَكُونَ عَبْدًا لِلَّهِ وَلَا الْمَلَائِكَةُ
الْمُقَرَّبُونَ وَمَنْ يَسْتَنْكِفْ عَنْ عِبَادَتِهِ وَيَسْتَكْبِرْ
فَسَيَحْشُرُهُمْ إِلَيْهِ جَمِيعًا (172) فَأَمَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا
الصَّالِحَاتِ فَيُوَفِّيهِمْ أُجُورَهُمْ وَيَزِيدُهُمْ مِنْ فَضْلِهِ وَأَمَّا
الَّذِينَ اسْتَنْكَفُوا وَاسْتَكْبَرُوا فَيُعَذِّبُهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا وَلَا
يَجِدُونَ لَهُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ وَلِيًّا وَلَا نَصِيرًا (173)
Al-Masih sekali-kali tidak enggan menjadi hamba
bagi Allah, dan tidak (pula enggan)
malaikat-malaikat yang terdekat (kepada Allah). Barang siapa yang
enggan dari menyembah-Nya dan menyombongkan diri, nanti Allah akan mengumpulkan
mereka semua kepada-Nya. Adapun orang-orang yang beriman dan berbuat amal
saleh, maka Allah akan menyempurnakan pahala mereka dan menambah untuk mereka
sebagian dari karunia-Nya. Adapun orang-orang yang enggan dan menyombongkan
diri, maka Allah akan menyiksa mereka dengan siksaan yang pedih, dan mereka
tidak akan memperoleh bagi diri mereka pelindung dan penolong selain dari
Allah.Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Hisyam, dari Ibnu Juraij, dari Ata, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya:
لَنْ
يَسْتَنْكِفَ
tidak sekali-kali enggan. (An-Nisa: 172)Makna yang dimaksud ialah tidak menyombongkan diri, sedangkan menurut Qatadah artinya tidak enggan atau tidak segan-segan.
{الْمَسِيحُ
أَنْ يَكُونَ عَبْدًا لِلَّهِ وَلا الْمَلائِكَةُ الْمُقَرَّبُونَ}
Al-Masih menjadi hamba bagi Allah, dan tidak (pula enggan)
malaikat-malaikat yang terdekat (kepada Allah). (An-Nisa: 172)Sebagian ulama mengatakan bahwa malaikat lebih utama dari manusia berdasarkan ayat ini, karena Allah Swt. telah berfirman:
{وَلا
الْمَلائِكَةُ الْمُقَرَّبُونَ}
Dan tidak pula enggan malaikat-malaikat yang terdekat (kepada Allah).
(An-Nisa: 172)Padahal mereka tidak mempunyai dalil dari ayat ini, karena sesungguhnya lafaz ul-mala-ikah di-'ataf-kan kepada al-masih tiada lain karena pengertian istinkaf adalah enggan atau menolak, sedangkan para malaikat lebih mampu daripada Al-Masih untuk melakukan hal tersebut. Untuk itu disebutkan:
{وَلا
الْمَلائِكَةُ الْمُقَرَّبُونَ}
dan tidak (pula enggan) malaikat-malaikat yang terdekat (kepada
Allah) (An-Nisa: 172)Padahal tidak mesti bila keadaan mereka lebih kuat dan lebih mampu daripada Al-Masih untuk melakukan hal tersebut, lalu dikatakan bahwa mereka lebih utama daripada dia.
Menurut pendapat yang lain, sesungguhnya para malaikat disebutkan dalam ayat ini tiada lain karena mereka dijadikan sebagai tuhan-tuhan selain Allah, sebagaimana Al-Masih dijadikan tuhan. Maka Allah Swt. memberitahukan bahwa mereka semuanya adalah hamba-hamba-Nya dan makhluk-Nya, seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya:
وَقَالُوا
اتَّخَذَ الرَّحْمَنُ وَلَدًا سُبْحَانَهُ بَلْ عِبَادٌ مُكْرَمُونَ
Dan mereka berkata, "Tuhan Yang Maha Pemurah telah mengambil
(mempunyai) anak," Mahasuci Allah. Sebenarnya (malaikat-malaikat
itu) adalah hamba-hamba yang dimuliakan. (Al-Anbiya: 26)hingga beberapa ayat selanjutnya.
Karena itu. dalam firman selanjutnya dari ayat ini disebutkan:
{وَمَنْ
يَسْتَنْكِفْ عَنْ عِبَادَتِهِ وَيَسْتَكْبِرْ فَسَيَحْشُرُهُمْ إِلَيْهِ
جَمِيعًا}
Barang siapa yang enggan dari menyembah-Nya dan menyombongkan diri, nanti
Allah akan mengumpulkan mereka semua kepada-Nya. (An-Nisa: 172)Yaitu kelak Allah Swt. akan mengumpulkan semuanya di hari kiamat, dan Dia akan memutuskan di antara mereka dengan hukum-Nya yang adil lagi tidak aniaya dan tidak ada penyimpangan (berat sebelah).
Dalam ayat berikutnya disebutkan:
{فَأَمَّا
الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ فَيُوَفِّيهِمْ أُجُورَهُمْ
وَيَزِيدُهُمْ مِنْ فَضْلِهِ}
Adapun orang-orang yang beriman dan berbuat amal saleh, maka Allah akan
menyempurnakan pahala mereka dan menambah untuk mereka sebagian dari
karunia-Nya. (An-Nisa: 173)Artinya, Allah akan memberi mereka pahala yang sesuai dengan amal salehnya, dan memberikan tambahan kepada mereka atas hal tersebut dari karunia, kebaikan, anugerah, rahmat, dan keluasan-Nya.
وَقَدْ
رَوَى ابْنُ مَرْدُوَيه مِنْ طَرِيقِ بَقِيَّة، عَنْ إِسْمَاعِيلَ بْنِ عَبْدِ
اللَّهِ الْكِنْدِيِّ، عَنِ الْأَعْمَشِ، عَنْ سُفْيَانَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ
قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ {فَيُوَفِّيهِمْ
أُجُورَهُمْ وَيَزِيدُهُمْ مِنْ فَضْلِهِ} قال:
أُجُورُهُمْ:
أَدْخَلَهُمُ الْجَنَّةَ". {وَيَزِيدُهُمْ مِنْ فَضْلِهِ} قَالَ: "الشَّفَاعَةُ
فِيمَنْ وَجَبَتْ لَهُ النَّارُ مِمَّنْ صَنَعَ إِلَيْهِمُ الْمَعْرُوفَ فِي
دُنْيَاهُمْ".
Ibnu Murdawaih meriwayatkan dari jalur Baqiyyah, dari Ismail ibnu Abdullah
Al-Kindi, dari Al-A'masy, dari Sufyan, dari Abdullah secara marfu', bahwa
Rasulullah Saw membaca firman-Nya: maka Allah akan menyempurnakan pahala
mereka dan menambah untuk mereka sebagian dari karunia-Nya. (An-Nisa: 173)
Yakni pahala mereka sepenuhnya. Lalu Rasulullah Saw. bersabda menafsirkannya:
Allah memasukkan mereka ke dalam surga. Adapun untuk firman Allah Swt.
berikut ini: dan menambah untuk mereka sebagian dari karunia-Nya.
(An-Nisa: 173) Nabi Saw. bersabda menafsirkan pengertian tambahan itu,
yaitu: (Diizinkan oleh Allah memberi) syafaat terhadap orang yang telah
dipastikan baginya masuk neraka, dari kalangan orang-orang yang pernah berbuat
kebaikan kepada mereka ketika di dunianya.Akan tetapi, sanad hadis ini tidak kuat; dan apabila memang benar diriwayatkan dari Abdullah ibnu Mas'ud secara mauquf, maka predikatnya jayyid (baik).
***
{وَأَمَّا
الَّذِينَ اسْتَنْكَفُوا وَاسْتَكْبَرُوا}
Adapun orang-orang yang enggan dan menyombongkan diri. (An-Nisa:
173)Yakni tidak mau taat kepada Allah dan tidak mau menyembah-Nya serta menyombongkan dirinya dari hal itu. Maka dalam firman selanjutnya disebutkan balasan mereka, yaitu:
{فَيُعَذِّبُهُمْ
عَذَابًا أَلِيمًا وَلا يَجِدُونَ لَهُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ وَلِيًّا وَلا
نَصِيرًا}
maka Allah akan menyiksa mereka dengan siksaan yang pedih, dan mereka
tidak akan memperoleh bagi diri mereka pelindung dan penolong selain dari Allah.
(An-Nisa: 173)Ayat ini semakna dengan ayat lainnya, yaitu firman-Nya:
{إِنَّ
الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ
دَاخِرِينَ}
Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan
masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina. (Al-Mu-min: 60)Yakni dalam keadaan hina dina dan tertunduk, sebagaimana mereka congkak dan sombong ketika di dunianya.
يَا
أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَكُمْ بُرْهَانٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَأَنْزَلْنَا
إِلَيْكُمْ نُورًا مُبِينًا (174) فَأَمَّا الَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ
وَاعْتَصَمُوا بِهِ فَسَيُدْخِلُهُمْ فِي رَحْمَةٍ مِنْهُ وَفَضْلٍ وَيَهْدِيهِمْ
إِلَيْهِ صِرَاطًا مُسْتَقِيمًا (175)
Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepada
kalian bukti kebenaran dari Tuhan kalian, (Muhammad dengan mukjizatnya) dan telah Kami turunkan
kepada kalian cahaya yang terang benderang (Al-Qur’an). Adapun
orang-orang yang beriman kepada Allah dan berpegang teguh kepada
(agama)-Nya, niscaya Allah akan memasukkan mereka ke dalam rahmat yang
besar dari-Nya (surga) dan limpahan karunia-Nya. Dan menunjuki mereka
kepada jalan yang lurus (untuk sampai) kepada-Nya.Allah Swt. berfirman, ditujukan kepada semua umat manusia dan sebagai pemberitahuan kepada mereka, bahwa sesungguhnya telah datang kepada mereka bukti kebenaran yang besar dari Allah Swt., yaitu dalil yang pasti yang membantah semua alasan, dan hujah yang melenyapkan semua kerumitan. Karena itulah disebutkan pada permulaan ayat melalui firman-Nya:
{وَأَنزلْنَا
إِلَيْكُمْ نُورًا مُبِينًا}
dan telah Kami turunkan kepada kalian cahaya yang terang benderang.
(An-Nisa: 174)Yaitu cahaya yang terang dan jelas menunjukkan perkara yang hak. Menurut Ibnu Juraij dan lain-lainnya, makna yang dimaksud ialah Al-Qur'an.
{فَأَمَّا
الَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَاعْتَصَمُوا بِهِ}
Adapun orang-orang yang beriman kepada Allah dan berpegang teguh kepada
(agama)-Nya (An-Nisa: 175)Yakni memadukan antara ibadah dan bertawakal kepada Allah dalam semua urusan mereka. Ibnu Juraij mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah "orang-orang yang beriman dan berpegang teguh kepada Al-Qur'an". Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir.
{فَسَيُدْخِلُهُمْ
فِي رَحْمَةٍ مِنْهُ وَفَضْلٍ}
niscaya Allah akan memasukkan mereka ke dalam rahmat yang besar dari-Nya
dan limpahan karunia-Nya. (An-Nisa: 175)Allah belas kasihan kepada mereka, maka Dia memasukkan mereka ke dalam surga dan menambahkan kepada mereka pahala yang berlipat ganda; derajat mereka ditinggikan berkat karunia Allah kepada mereka dan kebaikan-Nya.
{وَيَهْدِيهِمْ
إِلَيْهِ صِرَاطًا مُسْتَقِيمًا}
Dan menunjuki mereka kepada jalan yang lurus (untuk sampai) kepada-Nya.
(An-Nisa: 175)Yaitu jalan yang jelas, tujuan yang lurus, tidak ada bengkoknya dan tidak ada penyimpangan.
Demikianlah gambaran tentang orang-orang mukmin di dunia dan akhirat. Di dunia mereka berada pada tuntunan yang lurus dan jalan keselamatan dalam semua akidah dan amaliyahnya, sedangkan di akhirat berada pada jalan Allah yang lurus yang menghantarkan mereka ke taman-taman surga-Nya.
Di dalam hadis Al-Haris Al-A'war, dari Ali ibnu Abu Talib r.a., dari Nabi Saw. disebutkan bahwa Nabi Saw. pernah bersabda:
"
الْقُرْآنُ صراطُ اللهِ المستقيمُ وحبلُ اللَّهِ الْمَتِينُ "
Al-Qur'an adalah jalan Allah yang lurus dan tali Allah yang kuat.Hadis ini secara lengkap telah disebutkan pada permulaan kitab tafsir ini, hanya milik Allah-lah segala puji dan karunia.
يَسْتَفْتُونَكَ
قُلِ اللَّهُ يُفْتِيكُمْ فِي الْكَلَالَةِ إِنِ امْرُؤٌ هَلَكَ لَيْسَ لَهُ وَلَدٌ
وَلَهُ أُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَ وَهُوَ يَرِثُهَا إِنْ لَمْ يَكُنْ لَهَا
وَلَدٌ فَإِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثَانِ مِمَّا تَرَكَ وَإِنْ
كَانُوا إِخْوَةً رِجَالًا وَنِسَاءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْأُنْثَيَيْنِ
يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ أَنْ تَضِلُّوا وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
(176)
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, "Allah memberi fatwa
kepada kalian tentang kalalah (yaitu); Jika seorang meninggal dunia, dan
ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya
yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya
yang laki-laki mempusakai (seluruh harta saudara perempuan) jika ia
tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi
keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. Dan jika
mereka (ahli waris itu terdiri atas) saudara-saudara laki-laki dan
perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sebanyak bagian dua orang
saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepada kalian supaya
kalian tidak sesat. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
قَالَ
الْبُخَارِيُّ: حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ حَرْبٍ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ
أَبِي إِسْحَاقَ قَالَ: سَمِعْتُ الْبَرَاءَ قَالَ: آخِرُ سُورَةٍ نَزَلَتْ:
"بَرَاءَةٌ"، وَآخِرُ آيَةٍ نَزَلَتْ: {يَسْتَفْتُونَكَ}
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Harb,
telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Abu Ishaq yang mengatakan bahwa ia
pernah mendengar Al-Barra (Ibnu Azib r.a.) berkata, "Surat yang paling akhir
diturunkan adalah surat Al-Bara’ah (At-Taubah), dan ayat yang paling akhir
diturunkan adalah firman-Nya: 'Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang
kalalah)' (An-Nisa: 176). hingga akhir ayat."
وَقَالَ
الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ،
عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ الْمُنْكَدِرِ قَالَ: سَمِعْتُ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ
قَالَ: دَخَلَ عَلَيّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَأَنَا
مَرِيضٌ لَا أَعْقِل، قَالَ: فَتَوَضَّأَ، ثُمَّ صَبَّ عَلَيّ -أَوْ قَالَ صُبُّوا
عَلَيْهِ -فَعَقَلْتُ فَقُلت: إِنَّهُ لَا يَرِثُنِي إِلَّا كَلَالَةٌ، فَكَيْفَ
الْمِيرَاثُ؟ قَالَ: فَنَزَلَتْ آيَةُ الْفَرَائِضِ.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far,
telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Muhammad ibnul Munkadir yang
menceritakan bahwa ia pernah mendengar Jabir ibnu Abdullah mengatakan:
"Rasulullah Saw. masuk ke dalam rumahku ketika aku sedang sakit dan dalam
keadaan tidak sadar." Jabir melanjutkan kisahnya, "Lalu
Rasulullah Saw. berwudu, kemudian mengucurkan bekasnya kepadaku; atau perawi
mengatakan bahwa mereka (yang hadir) menyiramkan (bekas air wudu)nya
kepada Jabir. Karena itu aku sadar, lalu aku bertanya, 'Sesungguhnya tidak ada
yang mewarisiku kecuali kalalah. Bagaimanakah cara pembagiannya?'." Lalu
Allah menurunkan ayat faraid.Hadis diketengahkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim di dalam kitab Sahihain melalui Syu'bah.
Jama'ah meriwayatkannya melalui jalur Sufyan ibnu Uyaynah, dari Muhammad ibnul Munkadir, dari Jabir dengan lafaz yang sama.
Sedangkan dalam lafaz yang lainnya disebutkan bahwa lalu turunlah ayat miras, yaitu firman-Nya:
{يَسْتَفْتُونَكَ
قُلِ اللَّهُ يُفْتِيكُمْ فِي الْكَلالَةِ}
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, "Allah
memberi fatwa kepada kalian tentang kalalah." (An-Nisa: 176), hingga akhir
ayat.Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah ibnu Yazid, telah menceritakan kepada kami Sufyan, bahwa Abu Zubair (yakni Jabir) mengatakan bahwa ayat berikut diturunkan berkenaan dengan diriku, yaitu firman-Nya:
{يَسْتَفْتُونَكَ
قُلِ اللَّهُ يُفْتِيكُمْ فِي الْكَلالَةِ}
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, "Allah
memberi fatwa kepada kalian tentang katalah." (An-Nisa: 176)Seakan-akan makna ayat —hanya Allah Yang lebih mengetahui— bahwa mereka meminta fatwa kepadamu tentang kalalah.
*******************
{يَسْتَفْتُونَكَ
قُلِ اللَّهُ يُفْتِيكُمْ فِي الْكَلالَةِ}
Katakanlah, "Allah memberi fatwa kepada kalian tentang kalalah."
(An-Nisa: 176)Yakni perihal mewaris secara kalalah. Lafaz yang disebutkan ini menunjukkan adanya lafaz yang tidak disebutkan.
Dalam pembahasan yang lalu telah diterangkan makna lafaz kalalah dan akar katanya, bahwa kalalah itu diambil dari pengertian untaian bunga yang dikalungkan di atas kepala sekelilingnya. Karena itulah mayoritas ulama menafsirkannya dengan pengertian orang yang meninggal dunia dalam keadaan tidak mempunyai anak, tidak pula orang tua. Menurut salinan yang lain, tidak mempunyai anak, tidak pula cucu.
Sebagian ulama mengatakan bahwa kalalah ialah orang yang tidak mempunyai anak. Seperti yang ditunjukkan oleh pengertian ayat ini, yaitu firman-Nya:
{إِنِ
امْرُؤٌ هَلَكَ} {لَيْسَ لَهُ وَلَدٌ}
jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak, (An-Nisa:
176)Sesungguhnya hukum masalah kalalah ini sulit dipecahkan oleh Amirul Mu’minin Umar ibnul Khattab r.a.. seperti yang disebutkan di dalam kitab Ash-Shahihain darinya, bahwa ia telah mengatakan:
ثَلَاثٌ
وَدِدْتُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلم كان عَهِدَ إِلَيْنَا
فِيهِنَّ عَهْدًا نَنْتَهِي إِلَيْهِ: الْجَدُّ، وَالْكَلَالَةُ، وَأَبْوَابٌ مِنْ
أَبْوَابِ الرِّبَا.
Ada tiga perkara yang sejak semula aku sangat menginginkan bila
Rasulullah Saw. memberikan keterangan kepada kami tentangnya dengan keterangan
yang sangat memuaskan kami, yaitu masalah kakek, masalah kalalah, dan salah
satu bab mengenai masalah riba.
قَالَ
الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي عَرُوبة،
عَنْ قَتَادة، عَنْ سَالِمِ بْنِ أَبِي الجَعْد، عَنْ مَعْدان بْنِ أَبِي طَلْحَةَ
قَالَ: قَالَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ: مَا سألتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ شَيْءٍ أَكْثَرَ مِمَّا سَأَلْتُهُ عَنِ الْكَلَالَةِ،
حَتَّى طَعَنَ بأُصْبُعِه فِي صَدْرِي وَقَالَ: " يَكْفِيكَ آيَةُ الصَّيْفِ
الَّتِي فِي آخِرِ سُورَةِ النِّسَاءِ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ismail, dari Sa'id ibnu
Abu Arubah, dari Qatadah, dari Salim ibnu Abul Ja'd, dari Ma'dan ibnu Abu Talhah
yang menceritakan bahwa Umar ibnul Khattab pernah mengatakan bahwa ia belum
pernah menanyakan kepada Rasulullah Saw. suatu masalah pun yang lebih banyak
dari pertanyaannya tentang masalah kalalah, sehingga Rasulullah Saw.
menotok dada Umar dengan jari telunjuknya seraya bersabda: Cukuplah bagimu
ayat saif (ayat yang diturunkan di musim panas) yang terdapat di akhir
surat An-Nisa.Demikianlah riwayat Imam Ahmad secara singkat. Imam Muslim mengetengahkannya dengan lafaz yang panjang dan lebih banyak daripada riwayat Imam Ahmad.
Jalur lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad.
قَالَ
[الْإِمَامُ] أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَبُو نُعَيم، حَدَّثَنَا مالك -يعني ابن
مِغْل-سَمِعْتُ الْفَضْلَ بْنَ عَمْرٍو، عَنْ إِبْرَاهِيمَ، عَنْ عُمَرَ قَالَ:
سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الْكَلَالَةِ،
فَقَالَ: " يَكْفِيكَ آيَةُ الصَّيْفِ ". فَقَالَ: لَأَنْ أَكُونَ سَأَلْتُ
النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْهَا أحبَّ إِلَيَّ مِنْ أَنْ
يكونَ لِي حُمْر النَّعم.
Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Abu Na'im, telah
menceritakan kepada kami Malik (yakni Ibnu Magul) yang mengatakan bahwa ia
pernah mendengar Al-Fadl ibnu Amr, dari Ibrahim, dari Umar yang mengatakan, Aku
pernah bertanya kepada Rasulullah Saw. tentang masalah kalalah. Maka beliau Saw.
menjawab: "Cukuplah bagimu ayat saif.” Umar mengatakan, "Aku bertanya
kepada Rasulullah Saw. tentang kalalah lebih aku sukai daripada aku
mempunyai ternak unta yang merah." Sanad hadis ini jayyid, hanya di dalamnya terdapat inqita' (mata rantai sanad yang terputus) antara Ibrahim dan Umar, karena sesungguhnya Ibrahim tidak menjumpai masa Umar r.a.
قَالَ
الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ آدَمَ، حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرٍ،
عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ، عَنِ البَراءِ بْنِ عازبٍ قَالَ: جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَسَأَلَهُ عَنِ الْكَلَالَةِ، فَقَالَ:
" يَكْفِيكَ آيَةُ الصَّيْفِ ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Adam, telah
menceritakan kepada kami Abu Bakar, dari Abu Ishaq, dari Al-Barra ibnu Azib yang
menceritakan bahwa seorang lelaki datang kepada Nabi Saw. dan menanyakan
kepadanya tentang masalah kalalah. Maka Nabi Saw. menjawab: Cukuplah
bagimu ayat saif.Sanad hadis ini jayyid, diriwayatkan oleh Imam Abu Daud dan Imam Turmuzi melalui Abu Bakar ibnu Ayyasy dengan lafaz yang sama. Seakan-akan yang dimaksud dengan ayat saif ialah ayat yang diturunkan pada musim panas.
Mengingat Nabi Saw. memberikan petunjuk kepadanya untuk memahami ayat tersebut, hal ini berarti di dalam ayat terkandung kecukupan yang nisbi untuk tidak menanyakannya kepada Nabi Saw. tentang maknanya. Karena itulah maka Khalifah Umar r.a. mengatakan, "Sesungguhnya jika aku menanyakan kepada Rasulullah Saw. tentang masalah kalalah ini, lebih aku sukai daripada aku mempunyai ternak unta yang merah."
قَالَ
ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنَا ابْنُ وَكِيعٍ، حَدَّثَنَا جَرِيرٌ عَنِ
الشَّيْبَانِيِّ، عَنْ عَمْرِو بْنِ مُرة، عَنْ سَعِيدِ بْنِ المسيَّب قَالَ:
سَأَلَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ
الْكَلَالَةِ، فَقَالَ: " أَلَيْسَ قَدْ بَيَّنَ اللَّهُ ذَلِكَ؟ " فَنَزَلَتْ:
{يَسْتَفْتُونَكَ قُلِ اللهُ يُفْتِيكُمْ فِي الكَلالَةِ]}
الْآيَةَ.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Waki'. telah
menceritakan kepada kami Jarir. telah menceritakan kepada kami Asy-Syaibani,
dari Amr ibnu Murrah, dari Sa'id ibnul Musayyab yang menceritakan bahwa Umar
r.a. pernah bertanya kepada Rasulullah Saw. tentang masalah kalalah. Maka
Nabi Saw. menjawab: Bukankah Allah telah menjelaskan hal tersebut? Lalu
turunlah firman-Nya: Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah).
(An-Nisa: 176), hingga akhir ayat.Qatadah mengatakan, telah diceritakan kepada kami bahwa Khalifah Abu Bakar As-Siddiq mengatakan di dalam khotbahnya: Ingatlah, sesungguhnya ayat yang diturunkan pada permulaan surat An-Nisa berkenaan dengan masalah faraid, Allah menurunkannya untuk menjelaskan warisan anak dan orang tua. Ayat yang kedua diturunkan oleh Allah untuk menjelaskan warisan suami, istri, dan saudara-saudara lelaki seibu. Ayat yang mengakhiri surat An-Nisa diturunkan oleh Allah untuk menjelaskan warisan saudara-saudara laki-laki dan perempuan yang seibu seayah (sekandung). Dan ayat yang mengakhiri surat Al-Anfal diturunkan berkenaan dengan masalah orang-orang yang mempunyai hubungan darah satu sama lain yang lebih berhak (waris-mewarisi) di dalam Kitabullah sesuai dengan ketentuan asabah dari hubungan darah.
Asar diriwayatkan oleh Ibnu Jarir.
Pembahasan mengenai makna ayat.
Hanya kepada Allah meminta pertolongan dan hanya kepada-Nya bertawakal.
Firman Allah Swt.:
Yang dimaksud dengan halaka (binasa) ialah meninggal dunia. Dalam ayat lain disebutkan melalui firman-Nya:
Maksudnya, segala sesuatu pasti binasa; tiada yang kekal kecuali hanya Allah Swt, seperti makna yang terkandung dalam ayat lainnya, yaitu:
Adapun firman Allah Swt.:
Ayat ini dijadikan pegangan oleh orang yang berpendapat bahwa bukan termasuk syarat waris-mewaris secara kalalah ketiadaan orang tua bahkan cukup bagi kalalah ketiadaan anak. Pendapat ini merupakan riwayat dari Umar ibnul Khattab yang diketengahkan oleh Ibnu Jarir dengan sanad yang sahih sampai kepada Umar r.a.
Akan tetapi, hal yang dapat dijadikan rujukan dalam masalah ini adalah pendapat jumhur ulama dan peradilan As-Siddiq (Abu Bakar r.a.) yang mengatakan bahwa kalalah itu adalah orang yang tidak mempunyai anak, tidak pula orang tua (yakni ayah). Pengertian ini diperkuat oleh makna firman Selanjutnya yang mengatakan:
Dengan kata lain, seandainya saudara perempuannya itu dibarengi dengan ayah, niscaya ia tidak dapat mewarisi sesuatu pun karena hak warisnya di-mahjub (terhalang) oleh ayah, menurut kesepakatan semua ulama. Hal ini menunjukkan bahwa yang dinamakan waris-me-waris secara kalalah ialah bagi orang yang tidak mempunyai anak atas dasar nas Al-Qur'an; dan tidak pula mempunyai ayah, juga berdasarkan nas Al-Qur'an, jika direnungkan secara mendalam. Karena saudara perempuan tidak memperoleh bagian seperdua bila ada ayah, bahkan dia tidak dapat mewarisi sama sekali.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Hakam ibnu Nafi', telah menceritakan kepada kami Abu Bakar ibnu Abdullah, dari Mak-hul dan Atiyyah, Hamzah serta Rasyid, dari Zaid ibnu Sabit, bahwa ia pernah ditanya mengenai masalah suami, saudara perempuan seayah dan seibu (sekandung). Maka Zaid ibnu Sabit seperdua dan saudara perempuan seibu dan seayah seperdua. Lalu ia menceritakan hal tersebut, bahwa ia pernah menghadiri ketika Rasulullah Saw. memutuskan hal seperti itu.
Hadis diriwayatkan oleh Imam Ahmad secara munfarid bila ditinjau dari segi ini.
Ibnu Jarir dan lain-lainnya menukil dari Ibnu Abbas dan Ibnuz Zubair, bahwa keduanya pernah mengatakan sehubungan dengan masalah seorang mayat yang meninggalkan seorang anak perempuan dan seorang saudara perempuan, bahwa saudara perempuan tidak mendapat apa-apa, karena berdasarkan firman-Nya:
Ibnu Jarir mengatakan, "Apabila ia meninggalkan anak perempuan, berarti sama saja dengan meninggalkan anak. Karena itu, saudara perempuan tidak mendapat warisan."
Tetapi jumhur ulama berpendapat berbeda. Mereka mengatakan bahwa dalam masalah ini anak perempuan mendapat seperdua karena bagian yang telah dipastikan untuknya, sedangkan bagi saudara perempuan seperdua lainnya secara ta'sib (yakni 'asabah ma'al gair), karena berdasarkan ayat lain. Sedangkan makna yang terkandung dalam ayat ini menaskan adanya bagian yang dipastikan bagi saudara perempuan dalam gambaran seperti ini. Cara mewaris dengan ta'sib, berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari melalui jalur Sulaiman, dari Ibrahim ibnul Aswad yang menceritakan bahwa sahabat Mu'az ibnu Jabal pernah memutuskan terhadap kami di masa Rasulullah Saw. seperdua bagi anak perempuan dan seperdua lainnya bagi saudara perempuan. Kemudian Sulaiman mengatakan bahwa dia memutuskan hal tersebut terhadap kami tanpa menyebutkan di masa Rasulullah Saw.
Di dalam kitab Sahih Bukhari pula disebutkan dari Hazil ibnu Syurahbil yang menceritakan bahwa Abu Musa Al-Asy'ari pernah ditanya mengenai masalah anak perempuan, anak perempuan anak laki-laki, dan saudara perempuan. Abu Musa Al-Asy'ari menjawab, "Anak perempuan mendapat seperdua harta peninggalan si mayat, dan saudara perempuan mendapat seperdua lainnya." Lalu mereka datang kepada sahabat Ibnu Mas'ud untuk menanyakan masalah itu. tetapi terlebih dahulu diceritakan kepadanya tentang pendapat Abu Musa. Ibnu Mas'ud menjawab, "Kalau demikian, sesungguhnya aku menjadi sesat dan bukan termasuk orang yang mendapat petunjuk. Aku akan memutuskan perkara ini seperti apa yang pernah diputuskan oleh Nabi Saw., yaitu: Seperdua bagi anak perempuan, bagi anak perempuan anak laki-laki seperenam untuk menyempurnakan bagian dua pertiga, sedangkan sisanya bagi saudara perempuan." Kami datang kepada Abu Musa dan menceritakan perkataan Ibnu Mas'ud itu kepadanya. Ia menjawab, "Janganlah kalian bertanya kepadaku lagi selagi orang yang alim ini masih ada di antara kalian,"
Yakni saudara laki-laki mewarisi semua harta saudara perempuannya jika saudara perempuannya meninggal dunia secara kalalah dan tidak mempunyai anak. Dengan kata lain, tidak bersama ayah dan tidak bersama anak mayat; karena sesungguhnya jika saudara perempuannya itu mempunyai orang tua (ayah), maka saudara laki-laki tidak dapat mewarisinya barang sedikit pun.
Jika ternyata saudara laki-laki ada bersama orang yang mempunyai bagian yang pasti, maka bagian itu diberikan kepadanya seperti suami atau saudara laki-laki seibu, sedangkan sisanya diberikan kepadanya.
Ditetapkan demikian karena berdasarkan sebuah hadis di dalam kitab Sahihain, dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
Artinya, jika orang yang mati secara kalalah mempunyai dua orang saudara perempuan, maka bagian yang pasti bagi keduanya adalah dua pertiga. Hukum yang sama berlaku bila bilangan saudara perempuan si mayat lebih dari dua orang.
Dari pengertian ini segolongan ulama menarik kesimpulan hukum waris dua anak perempuan, sebagaimana dapat ditarik kesimpulan pula hukum saudara-saudara perempuan dari hak waris anak-anak perempuan, yaitu yang ada dalam firman-Nya:
Demikianlah hukum asabah dari anak-anak lelaki, cucu laki-laki, dan saudara-saudara lelaki, jika lelaki dari mereka berkumpul dengan perempuannya, yakni bagian lelaki sama dengan bagian perempuan dua orang.
Yakni menetapkan kepada kalian fardu-fardu-Nya, meletakkan untuk kalian batasan-batasan-Nya. serta menjelaskan kepada kalian syariat-syariat-Nya.
Maksudnya, agar kalian tidak sesat dari perkara yang hak sesudah penjelasan ini.
yaitu Dia mengetahui semua akibat segala perkara dan kemaslahatannya, serta kebaikan bagi hamba-hamba-Nya yang terkandung di dalam perkara-perkara tersebut, dan apa yang berhak diterima oleh masing-masing dari kaum kerabat sesuai dengan kedekatan nasabnya dengan si mayat.
Abu Ja"far ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ya*qub, telah menceritakan kepadaku Ibnu Ulayyah, telah menceritakan kepada kami Ibnu Aun, dari Muhammad ibnu Sirin yang menceritakan bahwa ketika mereka (para sahabat) berada dalam suatu perjalanan, sedangkan kepala kendaraan Huzaifah berada di belakang Rasulullah Saw. dan kepala kendaraan Umar berada di belakang Huzaifah. Muhammad ibnu Sirin melanjutkan kisahnya, bahwa kemudian turunlah firman-Nya:
Maka Rasulullah Saw. membacakannya kepada Huzaifah, dan Huzaifah membacakannya pula kepada Umar. Sesudah kejadian tersebut Umar bertanya kepada Huzaifah mengenai maknanya. Huzaifah menjawab, "Demi Allah, sesungguhnya engkau ini dungu jika engkau menduga bahwa Nabi Saw. telah memberitahukan maknanya kepadaku, lalu aku mengajarkannya kepadamu sebagaimana Rasulullah Saw. mengajarkannya kepadaku. Demi Allah, aku tidak menambahi sesuatu pun padanya untuk selama-lamanya." Muhammad ibnu Sirin melanjutkan kisahnya, bahwa Umar mengatakan, "Ya Allah, jika Engkau telah menjelaskan makna ayat ini kepadanya, maka sesungguhnya makna ayat ini belum dijelaskan kepadaku."
Hal yang sama diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, dan Ibnu Jarir meriwayatkannya pula dari Al-Hasan ibnu Yahya, dari Abdur Razzaq, dari Ma'mar, dari Ayyub, dari Ibnu Sirin dengan makna yang sama. Hadis ini munqati' antara Ibnu Sirin dan Huzaifah.
Al-Hafiz Abu Bakar Ahmad ibnu Amr Al-Bazzar mengatakan di dalam kitab musnadnya, telah menceritakan kepada kami Yusuf ibnu Hammad Al-Ma'anni dan Muhammad ibnu Marzuq; keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdul A'la ibnu Abdul A'la, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Hissan, dari Muhammad ibnu Sirin, dari Abu Ubaidah ibnu Huzaifah, dari ayahnya yang mengatakan bahwa ayat kalalah diturunkan kepada Nabi Saw. ketika beliau sedang dalam perjalanan. Nabi Saw. berhenti, dan tiba-tiba beliau mendapatkan Huzaifah berada di belakang unta kendaraannya sedang menaiki unta kendaraannya; maka Nabi Saw. membacakan ayat itu kepadanya. Lalu Huzaifah melihat ke belakang. Tiba-tiba ia melihat Umar r.a. Maka Huzaifah membacakan ayat itu kepadanya. Ketika sahabat Umar memegang jabatan khalifah, ia memperhatikan masalah kalalah. Maka ia memanggil Huzaifah dan menanyakan tentang makna ayat tersebut. Huzaifah berkata, "Sesungguhnya Rasulullah Saw. telah mengajarkannya kepadaku, lalu aku mengajarkannya kepadamu, sebagaimana aku menerimanya dari Rasulullah. Demi Allah, aku benar-benar jujur. Demi Allah, aku sama sekali tidak menambahkan sesuatu pun dari hal itu."
Kemudian Al-Bazzar mengatakan, "Dalam hadis ini kami tidak mengetahui seorang pun yang meriwayatkannya kecuali Huzaifah, dan kami tidak mengetahui hadis ini mempunyai jalur sampai kepada Huzaifah kecuali jalur ini. Tiada yang meriwayatkannya dari Hisyam, kecuali Abdul A'la."
Hal yang sama diriwayatkan oleh Ibnu Murdawaih melalui hadis Abdul A'la.
Ibnu Murdawaih meriwayatkannya, kemudian ia meriwayatkan lagi melalui jalur Ibnu Uyaynah, dari Umar ibnu Tawus, bahwa Umar menyuruh Hafsah menanyakan masalah kalalah kepada Nabi Saw. Maka Nabi Saw. mengimlakan kepada Hafsah untuk ditulis pada sebuah tulang paha, lalu Nabi Saw. bersabda.
Sufyan berkata: Yang dimaksud dengan ayat saif ialah yang ada di dalam surat An-Nisa, yaitu firman-Nya:
Tatkala mereka menanyakan kalalah kepada Rasulullah Saw., turunlah ayat yang ada di akhir surat An-Nisa. Maka Umar meletakkan tulang paha tersebut Demikianlah yang dikatakannya (Umar ibnu Tawus) dalam hadis ini. Dengan demikian, berarti hadis ini mursal.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Assam, dari Al-A'masy, dari Qais ibnu Muslim, dari Tariq ibnu Syihab yang menceritakan bahwa Umar mengambil tulang paha (yang ada catatannya), lalu ia mengumpulkan semua sahabat Rasulullah Saw. Kemudian ia berkata. ”Sesungguhnya aku akan memutuskan terhadap perkara kalalah dengan suatu keputusan yang kelak akan menjadi bahan pembicaraan kaum wanita di tempat pingitannya." Ketika itu juga muncul seekor ular dari rumah itu, maka mereka bubar. Umar berkata, "Seandainya Allah Swt. menghendaki untuk menyempurnakan urusan ini, niscaya Dia menyempurnakannya."
Sanad asar ini sahih.
Al-Hakim Abu Abdullah An-Naisaburi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Muhammad ibnu Uqbah Asy-Syaibani di Kufah, telah menceritakan kepada kami Al-Haisam ibnu Khalid, telah menceritakan kepada kami Abu Na'im, telah menceritakan kepada kami Ibnu Uyaynah, dari Amr ibnu Dinar, bahwa ia pernah mendengar Muhammad ibnu Talhah ibnu Yazid ibnu Rukanah menceritakan asar berikut dari Umar ibnul Khatib yang mengatakan, "Sesungguhnya jika aku menanyakan kepada Rasulullah Saw. tentang tiga perkara, hal ini lebih aku sukai daripada ternak unta yang merah," yang dimaksud ialah menjadi khalifah sesudahnya.”Yaitu mengenai masalah suatu kaum yang mengatakan bahwa zakat dikurangi dari harta benda kami, dan kami tidak mau menunaikannya kepadamu, apakah boleh memerangi mereka? Masalah lainnya tentang kalalah"
Kemudian Imam Hakim mengatakan bahwa asar ini sahih sanadnya dengan syarat Syaikhain, tetapi keduanya tidak mengetengahkannya.
Kemudian Imam Hakim meriwayatkan asar ini dari Sufyan ibnu Uyaynah. dari Umar ibnu Murrah, dari Umar yang mengatakan: Ada tiga perkara jika Nabi Saw. berada di antara semuanya bagi kami, niscaya lebih aku sukai daripada dunia dan seisinya, yaitu khilafah, kalalah, dan masalah riba.
Kemudian Imam Hakim mengatakan asar ini sahih dengan syarat Syaikhain, tetapi keduanya tidak mengetengahkannya.
Masih dalam asar yang sama sampai kepada Sufyan ibnu Uyaynah yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Sulaiman Al-Ahwal menceritakan sebuah asar dari Tawus yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Ibnu Abbas mengatakan, aku adalah orang yang paling akhir bersua dengan Umar, maka aku pernah mendengarnya mengatakan perkataan seperti yang kamu katakan itu. Aku (Tawus) bertanya, "Apakah yang telah kukatakan?" Sulaiman Al-Ahwal menjawab, "Engkau telah mengatakan bahwa kalalah adalah orang yang tidak mempunyai anak."
Imam Hakim mengatakan bahwa asar ini sahih dengan syarat keduanya (Bukhari dan Muslim), tetapi keduanya tidak mengetengahkannya.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Ibnu Murdawaih melalui jalur Zam'ah ibnu Saleh, dari Amr ibnu Dinar dan Sulaiman Al-Ahwal, dari Tawus, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa ia adalah orang yang paling akhir bersua dengan Umar ibnul Khattab. Umar mengatakan bahwa ia pernah berselisih pendapat dengan Abu Bakar mengenai masalah kalalah. Sedangkan pendapat yang dikatakannya adalah seperti pendapatmu. Disebutkan bahwa Umar mempersekutukan dalam hal mewaris antara saudara-saudara lelaki seibu seayah dengan saudara-saudara lelaki seibu dalam sepertiga, bila mereka semuanya berkumpul dalam suatu warisan. Tetapi Abu Bakar r.a. berpendapat berbeda.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Waki', telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Humaid Al-Umra, dari Ma'mar, dari Az-Zuhri, dari Sa'id ibnul Musayyab, bahwa Khalifah Umar menulis suatu masalah sehubungan dengan masalah kakek dan kalalah ke dalam suatu catatan, lalu ia beristikharah kepada Allah seraya mengatakan, "Ya Allah, jika Engkau mengetahui dalam masalah ini ada kebaikan, maka langsungkanlah." Ketika ia ditusuk, sambil kesakitan menahan lukanya yang parah ia memerintahkan agar catatannya itu diberikan kepadanya, lalu ia menghapus catatannya, dan tidak ada seorang pun yang mengetahui apa isinya. Lalu ia berkata, "Sesungguhnya aku pernah menulis suatu catatan sehubungan dengan masalah kakek dan kalalah, lalu aku beristikharah kepada Allah mengenainya, akhirnya aku berpendapat membiarkan kalian seperti apa yang kalian jalankan sekarang."
Ibnu Jarir mengatakan, telah diriwayatkan dari Umar r.a. bahwa ia pernah mengatakan, "Sesungguhnya aku merasa malu bila berselisih pendapat dalam masalah ini dengan Abu Bakar." Tersebutlah bahwa Abu Bakar r.a. mengatakan bahwa kalalah itu ialah ahli waris selain anak dan ayah.
Pendapat yang dikatakan oleh Abu Bakar As-Siddiq ini dijadikan pegangan oleh jumhur sahabat, tabi'in dan para imam sejak zaman dahulu hingga sekarang. Pendapat ini merupakan pegangan mazhab yang empat, ahli fiqih yang tujuh orang, dan pendapat para ulama di kota-kota besar. Pendapat inilah yang ditunjukkan oleh Al-Qur'an dan dijelaskan melalui firman-Nya:
Firman Allah Swt.:
{إِنِ
امْرُؤٌ هَلَكَ}
Jika seorang meninggal dunia. (An-Nisa: 176)Yang dimaksud dengan halaka (binasa) ialah meninggal dunia. Dalam ayat lain disebutkan melalui firman-Nya:
{كُلُّ
شَيْءٍ هَالِكٌ إِلا وَجْهَهُ}
Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah. (Al-Qashash: 88)Maksudnya, segala sesuatu pasti binasa; tiada yang kekal kecuali hanya Allah Swt, seperti makna yang terkandung dalam ayat lainnya, yaitu:
{كُلُّ
مَنْ عَلَيْهَا فَانٍ. وَيَبْقَى وَجْهُ رَبِّكَ ذُو الْجَلالِ
وَالإكْرَامِ}
Semua yang ada di bumi itu akan binasa. Dan tetap kekal Zat Tuhanmu Yang
mempunyai kebesaran dan kemuliaan. (Ar-Rahman: 26-27)Adapun firman Allah Swt.:
{لَيْسَ
لَهُ وَلَدٌ}
dan ia tidak mempunyai anak. (An-Nisa: 176)Ayat ini dijadikan pegangan oleh orang yang berpendapat bahwa bukan termasuk syarat waris-mewaris secara kalalah ketiadaan orang tua bahkan cukup bagi kalalah ketiadaan anak. Pendapat ini merupakan riwayat dari Umar ibnul Khattab yang diketengahkan oleh Ibnu Jarir dengan sanad yang sahih sampai kepada Umar r.a.
Akan tetapi, hal yang dapat dijadikan rujukan dalam masalah ini adalah pendapat jumhur ulama dan peradilan As-Siddiq (Abu Bakar r.a.) yang mengatakan bahwa kalalah itu adalah orang yang tidak mempunyai anak, tidak pula orang tua (yakni ayah). Pengertian ini diperkuat oleh makna firman Selanjutnya yang mengatakan:
{وَلَهُ
أُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَ}
sedangkan dia mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang
perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya. (An-Nisa: 176)Dengan kata lain, seandainya saudara perempuannya itu dibarengi dengan ayah, niscaya ia tidak dapat mewarisi sesuatu pun karena hak warisnya di-mahjub (terhalang) oleh ayah, menurut kesepakatan semua ulama. Hal ini menunjukkan bahwa yang dinamakan waris-me-waris secara kalalah ialah bagi orang yang tidak mempunyai anak atas dasar nas Al-Qur'an; dan tidak pula mempunyai ayah, juga berdasarkan nas Al-Qur'an, jika direnungkan secara mendalam. Karena saudara perempuan tidak memperoleh bagian seperdua bila ada ayah, bahkan dia tidak dapat mewarisi sama sekali.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Hakam ibnu Nafi', telah menceritakan kepada kami Abu Bakar ibnu Abdullah, dari Mak-hul dan Atiyyah, Hamzah serta Rasyid, dari Zaid ibnu Sabit, bahwa ia pernah ditanya mengenai masalah suami, saudara perempuan seayah dan seibu (sekandung). Maka Zaid ibnu Sabit seperdua dan saudara perempuan seibu dan seayah seperdua. Lalu ia menceritakan hal tersebut, bahwa ia pernah menghadiri ketika Rasulullah Saw. memutuskan hal seperti itu.
Hadis diriwayatkan oleh Imam Ahmad secara munfarid bila ditinjau dari segi ini.
Ibnu Jarir dan lain-lainnya menukil dari Ibnu Abbas dan Ibnuz Zubair, bahwa keduanya pernah mengatakan sehubungan dengan masalah seorang mayat yang meninggalkan seorang anak perempuan dan seorang saudara perempuan, bahwa saudara perempuan tidak mendapat apa-apa, karena berdasarkan firman-Nya:
{إِنِ
امْرُؤٌ هَلَكَ لَيْسَ لَهُ وَلَدٌ وَلَهُ أُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا
تَرَكَ}
jika seorang meninggal dunia, dan ia ddak mempunyai anak dan mempunyai
saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta
yang ditinggalkannya, (An-Nisa: 176)Ibnu Jarir mengatakan, "Apabila ia meninggalkan anak perempuan, berarti sama saja dengan meninggalkan anak. Karena itu, saudara perempuan tidak mendapat warisan."
Tetapi jumhur ulama berpendapat berbeda. Mereka mengatakan bahwa dalam masalah ini anak perempuan mendapat seperdua karena bagian yang telah dipastikan untuknya, sedangkan bagi saudara perempuan seperdua lainnya secara ta'sib (yakni 'asabah ma'al gair), karena berdasarkan ayat lain. Sedangkan makna yang terkandung dalam ayat ini menaskan adanya bagian yang dipastikan bagi saudara perempuan dalam gambaran seperti ini. Cara mewaris dengan ta'sib, berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari melalui jalur Sulaiman, dari Ibrahim ibnul Aswad yang menceritakan bahwa sahabat Mu'az ibnu Jabal pernah memutuskan terhadap kami di masa Rasulullah Saw. seperdua bagi anak perempuan dan seperdua lainnya bagi saudara perempuan. Kemudian Sulaiman mengatakan bahwa dia memutuskan hal tersebut terhadap kami tanpa menyebutkan di masa Rasulullah Saw.
Di dalam kitab Sahih Bukhari pula disebutkan dari Hazil ibnu Syurahbil yang menceritakan bahwa Abu Musa Al-Asy'ari pernah ditanya mengenai masalah anak perempuan, anak perempuan anak laki-laki, dan saudara perempuan. Abu Musa Al-Asy'ari menjawab, "Anak perempuan mendapat seperdua harta peninggalan si mayat, dan saudara perempuan mendapat seperdua lainnya." Lalu mereka datang kepada sahabat Ibnu Mas'ud untuk menanyakan masalah itu. tetapi terlebih dahulu diceritakan kepadanya tentang pendapat Abu Musa. Ibnu Mas'ud menjawab, "Kalau demikian, sesungguhnya aku menjadi sesat dan bukan termasuk orang yang mendapat petunjuk. Aku akan memutuskan perkara ini seperti apa yang pernah diputuskan oleh Nabi Saw., yaitu: Seperdua bagi anak perempuan, bagi anak perempuan anak laki-laki seperenam untuk menyempurnakan bagian dua pertiga, sedangkan sisanya bagi saudara perempuan." Kami datang kepada Abu Musa dan menceritakan perkataan Ibnu Mas'ud itu kepadanya. Ia menjawab, "Janganlah kalian bertanya kepadaku lagi selagi orang yang alim ini masih ada di antara kalian,"
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَهُوَ
يَرِثُهَا إِنْ لَمْ يَكُنْ لَهَا وَلَدٌ}
dan saudaranya yang laki-laki mempusakai (seluruh harta saudara
perempuan) jika ia tidak mempunyai anak. (An-Nisa: 176)Yakni saudara laki-laki mewarisi semua harta saudara perempuannya jika saudara perempuannya meninggal dunia secara kalalah dan tidak mempunyai anak. Dengan kata lain, tidak bersama ayah dan tidak bersama anak mayat; karena sesungguhnya jika saudara perempuannya itu mempunyai orang tua (ayah), maka saudara laki-laki tidak dapat mewarisinya barang sedikit pun.
Jika ternyata saudara laki-laki ada bersama orang yang mempunyai bagian yang pasti, maka bagian itu diberikan kepadanya seperti suami atau saudara laki-laki seibu, sedangkan sisanya diberikan kepadanya.
Ditetapkan demikian karena berdasarkan sebuah hadis di dalam kitab Sahihain, dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
"أَلْحِقُوا
الْفَرَائِضَ بِأَهْلِهَا، فَمَا أَبْقَتِ الْفَرَائِضُ فَلأوْلَى رجلٍ
ذَكَر"
Berikanlah bagian-bagian yang pasti itu kepada pemiliknya masing-masing,
sedangkan sisa dari bagian-bagian yang pasti itu diberikan kepada lelaki yang
lebih berhak menerimanya dari ahli waris (asabah) yang ada.
*******************
Firman Allah Swt.:
{فَإِنْ
كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثَانِ مِمَّا تَرَكَ}
tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maku bagi keduanya dua
pertiga dari harta yang ditinggalkan. (An-Nisa: 176)Artinya, jika orang yang mati secara kalalah mempunyai dua orang saudara perempuan, maka bagian yang pasti bagi keduanya adalah dua pertiga. Hukum yang sama berlaku bila bilangan saudara perempuan si mayat lebih dari dua orang.
Dari pengertian ini segolongan ulama menarik kesimpulan hukum waris dua anak perempuan, sebagaimana dapat ditarik kesimpulan pula hukum saudara-saudara perempuan dari hak waris anak-anak perempuan, yaitu yang ada dalam firman-Nya:
{فَإِنْ
كُنَّ نِسَاءً فَوْقَ اثْنَتَيْنِ فَلَهُنَّ ثُلُثَا مَا تَرَكَ}
dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua
pertiga dari harta yang ditinggalkan. (An-Nisa: 11)
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَإِنْ
كَانُوا إِخْوَةً رِجَالا وَنِسَاءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ
الأنْثَيَيْنِ}
Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri atas) saudara-saudara
lelaki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sebanyak bagian
dua orang saudara perempuan. (An-Nisa: 176)Demikianlah hukum asabah dari anak-anak lelaki, cucu laki-laki, dan saudara-saudara lelaki, jika lelaki dari mereka berkumpul dengan perempuannya, yakni bagian lelaki sama dengan bagian perempuan dua orang.
*******************
Firman Allah Swt.:
{يُبَيِّنُ
اللَّهُ لَكُمُ}
Allah menerangkan (hukum ini) kepada kalian. (An-Nisa: 176)Yakni menetapkan kepada kalian fardu-fardu-Nya, meletakkan untuk kalian batasan-batasan-Nya. serta menjelaskan kepada kalian syariat-syariat-Nya.
*******************
Firman Allah Swt.:
{أَنْ
تَضِلُّوا}
supaya kalian tidak sesat. (An-Nisa: 176)Maksudnya, agar kalian tidak sesat dari perkara yang hak sesudah penjelasan ini.
{وَاللَّهُ
بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ}
Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (An-Nisa: 176)yaitu Dia mengetahui semua akibat segala perkara dan kemaslahatannya, serta kebaikan bagi hamba-hamba-Nya yang terkandung di dalam perkara-perkara tersebut, dan apa yang berhak diterima oleh masing-masing dari kaum kerabat sesuai dengan kedekatan nasabnya dengan si mayat.
Abu Ja"far ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ya*qub, telah menceritakan kepadaku Ibnu Ulayyah, telah menceritakan kepada kami Ibnu Aun, dari Muhammad ibnu Sirin yang menceritakan bahwa ketika mereka (para sahabat) berada dalam suatu perjalanan, sedangkan kepala kendaraan Huzaifah berada di belakang Rasulullah Saw. dan kepala kendaraan Umar berada di belakang Huzaifah. Muhammad ibnu Sirin melanjutkan kisahnya, bahwa kemudian turunlah firman-Nya:
{يَسْتَفْتُونَكَ
قُلِ اللَّهُ يُفْتِيكُمْ فِي الْكَلالَةِ}
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, "Allah
memberi fatwa kepada kalian tentang kalalah." (An-Nisa: 176), hingga akhir
ayat.Maka Rasulullah Saw. membacakannya kepada Huzaifah, dan Huzaifah membacakannya pula kepada Umar. Sesudah kejadian tersebut Umar bertanya kepada Huzaifah mengenai maknanya. Huzaifah menjawab, "Demi Allah, sesungguhnya engkau ini dungu jika engkau menduga bahwa Nabi Saw. telah memberitahukan maknanya kepadaku, lalu aku mengajarkannya kepadamu sebagaimana Rasulullah Saw. mengajarkannya kepadaku. Demi Allah, aku tidak menambahi sesuatu pun padanya untuk selama-lamanya." Muhammad ibnu Sirin melanjutkan kisahnya, bahwa Umar mengatakan, "Ya Allah, jika Engkau telah menjelaskan makna ayat ini kepadanya, maka sesungguhnya makna ayat ini belum dijelaskan kepadaku."
Hal yang sama diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, dan Ibnu Jarir meriwayatkannya pula dari Al-Hasan ibnu Yahya, dari Abdur Razzaq, dari Ma'mar, dari Ayyub, dari Ibnu Sirin dengan makna yang sama. Hadis ini munqati' antara Ibnu Sirin dan Huzaifah.
Al-Hafiz Abu Bakar Ahmad ibnu Amr Al-Bazzar mengatakan di dalam kitab musnadnya, telah menceritakan kepada kami Yusuf ibnu Hammad Al-Ma'anni dan Muhammad ibnu Marzuq; keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdul A'la ibnu Abdul A'la, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Hissan, dari Muhammad ibnu Sirin, dari Abu Ubaidah ibnu Huzaifah, dari ayahnya yang mengatakan bahwa ayat kalalah diturunkan kepada Nabi Saw. ketika beliau sedang dalam perjalanan. Nabi Saw. berhenti, dan tiba-tiba beliau mendapatkan Huzaifah berada di belakang unta kendaraannya sedang menaiki unta kendaraannya; maka Nabi Saw. membacakan ayat itu kepadanya. Lalu Huzaifah melihat ke belakang. Tiba-tiba ia melihat Umar r.a. Maka Huzaifah membacakan ayat itu kepadanya. Ketika sahabat Umar memegang jabatan khalifah, ia memperhatikan masalah kalalah. Maka ia memanggil Huzaifah dan menanyakan tentang makna ayat tersebut. Huzaifah berkata, "Sesungguhnya Rasulullah Saw. telah mengajarkannya kepadaku, lalu aku mengajarkannya kepadamu, sebagaimana aku menerimanya dari Rasulullah. Demi Allah, aku benar-benar jujur. Demi Allah, aku sama sekali tidak menambahkan sesuatu pun dari hal itu."
Kemudian Al-Bazzar mengatakan, "Dalam hadis ini kami tidak mengetahui seorang pun yang meriwayatkannya kecuali Huzaifah, dan kami tidak mengetahui hadis ini mempunyai jalur sampai kepada Huzaifah kecuali jalur ini. Tiada yang meriwayatkannya dari Hisyam, kecuali Abdul A'la."
Hal yang sama diriwayatkan oleh Ibnu Murdawaih melalui hadis Abdul A'la.
قَالَ
عُثْمَانُ بْنُ أَبِي شَيْبَة: حَدَّثَنَا جَرِيرٌ، عَنِ الشَّيباني، عَنْ عَمْرِو
بْنِ مُرّة، عَنْ سَعِيدٍ -[هُوَ] ابْنُ المسيَّب-أَنَّ عُمَرَ سَأَلَ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَيْفَ يُوَرّث الْكَلَالَةَ؟ قَالَ:
فَأَنْزَلَ اللَّهُ {يَسْتَفْتُونَكَ قُلِ اللهُ يُفْتِيكُمْ فِي الْكَلالَةِ] }
الْآيَةَ ، قَالَ: فَكَأَنَّ عُمَرَ لَمْ يَفْهَمْ. فَقَالَ لِحَفْصَةَ: إِذَا
رَأَيْتِ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ طِيبَ نَفْس
فَسَلِيهِ عَنْهَا، فَرَأَتْ مِنْهُ طِيبَ نَفْسٍ فَسَأَلَتْهُ عَنْهَا ، فقال:
"أبوك ذكر لك هذا؟ ما
أَرَى
أَبَاكِ يَعْلَمُهَا". قَالَ: وَكَانَ عُمَرُ يَقُولُ: مَا أَرَانِي أَعْلَمُهَا،
وَقَدْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا
قَالَ.
Usman ibnu Abu Syaibah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Jarir,
dari Asy-Syaibani, dari Amr ibnu Murrah, dari Sa'id ibnul Musayyab, bahwa Umar
pernah bertanya kepada Rasulullah Saw. mengenai warisan secara kalalah.
Maka Allah menurunkan firman-Nya: Mereka meminta fatwa kepadamu
(tentang kalalah). (An-Nisa: 176), hingga akhir ayat. Maka seakan-akan Umar
kurang mengerti maknanya, lalu ia berkata kepada Hafsah, "Jika kamu melihat
Rasulullah Saw. sedang dalam keadaan baik-baik, tanyakanlah masalah ini
kepadanya." Pada suatu waktu Hafsah melihat Rasulullah Saw. sedang dalam keadaan
senang hati, maka ia menanyakan masalah kalalah itu kepadanya. Lalu
Rasulullah Saw. bersabda, "Ayahmu yang menyuruhmu menanyakan masalah ini.
Aku berpendapat bahwa ayahmu pasti tidak mengetahuinya." Tersebutlah bahwa
Umar selalu mengatakan, "Aku pasti tidak mengetahuinya karena Rasulullah Saw.
telah mengatakannya demikian."Ibnu Murdawaih meriwayatkannya, kemudian ia meriwayatkan lagi melalui jalur Ibnu Uyaynah, dari Umar ibnu Tawus, bahwa Umar menyuruh Hafsah menanyakan masalah kalalah kepada Nabi Saw. Maka Nabi Saw. mengimlakan kepada Hafsah untuk ditulis pada sebuah tulang paha, lalu Nabi Saw. bersabda.
مَنْ
أَمَرَكِ بِهَذَا؟ أَعُمَرُ؟ مَا أَرَاهُ يُقِيمُهَا، أَوَمَا تَكْفِيهِ آيَةُ
الصَّيْفِ؟ "
"Siapakah yang menyuruhmu menanyakannya? Apakah Umar? Aku pasti menduga
bahwa dia tidak dapat memahaminya dan dia tidak merasa puas dengan ayat
saif."Sufyan berkata: Yang dimaksud dengan ayat saif ialah yang ada di dalam surat An-Nisa, yaitu firman-Nya:
{وَإِنْ
كَانَ رَجُلٌ يُورَثُ كَلالَةً أَوِ امْرَأَةٌ}
Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak
meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak. (An-Nisa: 12)Tatkala mereka menanyakan kalalah kepada Rasulullah Saw., turunlah ayat yang ada di akhir surat An-Nisa. Maka Umar meletakkan tulang paha tersebut Demikianlah yang dikatakannya (Umar ibnu Tawus) dalam hadis ini. Dengan demikian, berarti hadis ini mursal.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Assam, dari Al-A'masy, dari Qais ibnu Muslim, dari Tariq ibnu Syihab yang menceritakan bahwa Umar mengambil tulang paha (yang ada catatannya), lalu ia mengumpulkan semua sahabat Rasulullah Saw. Kemudian ia berkata. ”Sesungguhnya aku akan memutuskan terhadap perkara kalalah dengan suatu keputusan yang kelak akan menjadi bahan pembicaraan kaum wanita di tempat pingitannya." Ketika itu juga muncul seekor ular dari rumah itu, maka mereka bubar. Umar berkata, "Seandainya Allah Swt. menghendaki untuk menyempurnakan urusan ini, niscaya Dia menyempurnakannya."
Sanad asar ini sahih.
Al-Hakim Abu Abdullah An-Naisaburi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Muhammad ibnu Uqbah Asy-Syaibani di Kufah, telah menceritakan kepada kami Al-Haisam ibnu Khalid, telah menceritakan kepada kami Abu Na'im, telah menceritakan kepada kami Ibnu Uyaynah, dari Amr ibnu Dinar, bahwa ia pernah mendengar Muhammad ibnu Talhah ibnu Yazid ibnu Rukanah menceritakan asar berikut dari Umar ibnul Khatib yang mengatakan, "Sesungguhnya jika aku menanyakan kepada Rasulullah Saw. tentang tiga perkara, hal ini lebih aku sukai daripada ternak unta yang merah," yang dimaksud ialah menjadi khalifah sesudahnya.”Yaitu mengenai masalah suatu kaum yang mengatakan bahwa zakat dikurangi dari harta benda kami, dan kami tidak mau menunaikannya kepadamu, apakah boleh memerangi mereka? Masalah lainnya tentang kalalah"
Kemudian Imam Hakim mengatakan bahwa asar ini sahih sanadnya dengan syarat Syaikhain, tetapi keduanya tidak mengetengahkannya.
Kemudian Imam Hakim meriwayatkan asar ini dari Sufyan ibnu Uyaynah. dari Umar ibnu Murrah, dari Umar yang mengatakan: Ada tiga perkara jika Nabi Saw. berada di antara semuanya bagi kami, niscaya lebih aku sukai daripada dunia dan seisinya, yaitu khilafah, kalalah, dan masalah riba.
Kemudian Imam Hakim mengatakan asar ini sahih dengan syarat Syaikhain, tetapi keduanya tidak mengetengahkannya.
Masih dalam asar yang sama sampai kepada Sufyan ibnu Uyaynah yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Sulaiman Al-Ahwal menceritakan sebuah asar dari Tawus yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Ibnu Abbas mengatakan, aku adalah orang yang paling akhir bersua dengan Umar, maka aku pernah mendengarnya mengatakan perkataan seperti yang kamu katakan itu. Aku (Tawus) bertanya, "Apakah yang telah kukatakan?" Sulaiman Al-Ahwal menjawab, "Engkau telah mengatakan bahwa kalalah adalah orang yang tidak mempunyai anak."
Imam Hakim mengatakan bahwa asar ini sahih dengan syarat keduanya (Bukhari dan Muslim), tetapi keduanya tidak mengetengahkannya.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Ibnu Murdawaih melalui jalur Zam'ah ibnu Saleh, dari Amr ibnu Dinar dan Sulaiman Al-Ahwal, dari Tawus, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa ia adalah orang yang paling akhir bersua dengan Umar ibnul Khattab. Umar mengatakan bahwa ia pernah berselisih pendapat dengan Abu Bakar mengenai masalah kalalah. Sedangkan pendapat yang dikatakannya adalah seperti pendapatmu. Disebutkan bahwa Umar mempersekutukan dalam hal mewaris antara saudara-saudara lelaki seibu seayah dengan saudara-saudara lelaki seibu dalam sepertiga, bila mereka semuanya berkumpul dalam suatu warisan. Tetapi Abu Bakar r.a. berpendapat berbeda.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Waki', telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Humaid Al-Umra, dari Ma'mar, dari Az-Zuhri, dari Sa'id ibnul Musayyab, bahwa Khalifah Umar menulis suatu masalah sehubungan dengan masalah kakek dan kalalah ke dalam suatu catatan, lalu ia beristikharah kepada Allah seraya mengatakan, "Ya Allah, jika Engkau mengetahui dalam masalah ini ada kebaikan, maka langsungkanlah." Ketika ia ditusuk, sambil kesakitan menahan lukanya yang parah ia memerintahkan agar catatannya itu diberikan kepadanya, lalu ia menghapus catatannya, dan tidak ada seorang pun yang mengetahui apa isinya. Lalu ia berkata, "Sesungguhnya aku pernah menulis suatu catatan sehubungan dengan masalah kakek dan kalalah, lalu aku beristikharah kepada Allah mengenainya, akhirnya aku berpendapat membiarkan kalian seperti apa yang kalian jalankan sekarang."
Ibnu Jarir mengatakan, telah diriwayatkan dari Umar r.a. bahwa ia pernah mengatakan, "Sesungguhnya aku merasa malu bila berselisih pendapat dalam masalah ini dengan Abu Bakar." Tersebutlah bahwa Abu Bakar r.a. mengatakan bahwa kalalah itu ialah ahli waris selain anak dan ayah.
Pendapat yang dikatakan oleh Abu Bakar As-Siddiq ini dijadikan pegangan oleh jumhur sahabat, tabi'in dan para imam sejak zaman dahulu hingga sekarang. Pendapat ini merupakan pegangan mazhab yang empat, ahli fiqih yang tujuh orang, dan pendapat para ulama di kota-kota besar. Pendapat inilah yang ditunjukkan oleh Al-Qur'an dan dijelaskan melalui firman-Nya:
{يُبَيِّنُ
اللَّهُ لَكُمْ أَنْ تَضِلُّوا وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ}
Allah menerangkan (hukum ini) kepada kalian, supaya kalian tidak
sesat. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (An-Nisa: 176)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar