Translate

Senin, 03 Oktober 2016

Al-Baqarah, ayat 247-264

{وَقَالَ لَهُمْ نَبِيُّهُمْ إِنَّ اللَّهَ قَدْ بَعَثَ لَكُمْ طَالُوتَ مَلِكًا قَالُوا أَنَّى يَكُونُ لَهُ الْمُلْكُ عَلَيْنَا وَنَحْنُ أَحَقُّ بِالْمُلْكِ مِنْهُ وَلَمْ يُؤْتَ سَعَةً مِنَ الْمَالِ قَالَ إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَاهُ عَلَيْكُمْ وَزَادَهُ بَسْطَةً فِي الْعِلْمِ وَالْجِسْمِ وَاللَّهُ يُؤْتِي مُلْكَهُ مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ (247) }
Nabi mereka mengatakan kepada mereka, "Sesungguhnya Allah telah mengangkat Talut menjadi raja kalian." Mereka menjawab, "Bagaimana Talut memerintah kami, padahal kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan daripadanya, sedangkan dia pun tidak diberi kekayaan yang cukup banyak?" Nabi (mereka) berkata, "Sesungguhnya Allah telah memilihnya menjadi raja kalian dan menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa" Allah memberikan pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Mahaluas pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui.
Ketika mereka meminta kepada nabi mereka agar diangkat seorang raja buat mereka, maka Allah menentukan Talut untuk menjadi raja mereka. Talut adalah seorang lelaki dari kalangan prajurit mereka, bukan berasal dari keluarga raja mereka; karena raja mereka berasal dari keturunan Yahuza, sedang Talut bukan dari keturunannya. Karena itulah disebut oleh firman-Nya, bahwa mereka mengatakan:
{أَنَّى يَكُونُ لَهُ الْمُلْكُ عَلَيْنَا}
Bagaimana Talut memerintah kami. (Al-Baqarah: 247)
Dengan kata lain, mana mungkin Talut menjadi raja kami.
{وَنَحْنُ أَحَقُّ بِالْمُلْكِ مِنْهُ وَلَمْ يُؤْتَ سَعَةً مِنَ الْمَالِ}
padahal kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan daripadanya, sedangkan dia pun tidak diberi kekayaan yang cukup banyak? (Al-Baqarah: 247)
Yakni selain dari itu Talut adalah orang yang miskin lagi tidak berharta yang dapat membantunya untuk menjadi seorang raja. Sebagian ulama mengatakan bahwa Talut adalah seorang pengangkut air. Menurut pendapat yang lain, Talut adalah penyamak kulit.
Ungkapan ini merupakan sanggahan mereka terhadap nabi mereka dan sekaligus sebagai suatu protes, padahal yang lebih utama bagi mereka hendaknya mereka taat dan mengucapkan kata-kata yang baik. Selanjutnya nabi mereka memberikan jawabannya yang disitir oleh firman-Nya:
{إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَاهُ عَلَيْكُمْ}
Sesungguhnya Allah telah memilihnya menjadi raja kalian. (Al-Baqarah: 247)
Yaitu Allah-lah yang memilihnya menjadi raja kalian melalui nabi kalian. Allah lebih mengetahui tentang Talut daripada kalian. Dengan kata lain, bukan aku yang menentukan Talut menjadi raja atas kemauanku sendiri, melainkan Allah-lah yang memerintahkan kepadaku agar memilihnya di saat kalian meminta hal tersebut kepadaku.
{وَزَادَهُ بَسْطَةً فِي الْعِلْمِ وَالْجِسْمِ}
dan (Allah) menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa. (Al-Baqarah: 247)
Selain dari itu Talut lebih berilmu daripada kalian, lebih cerdik, lebih banyak akalnya daripada kalian, dan lebih kuat, lebih teguh dalam peperangan serta lebih berpengalaman mengenainya. Singkatnya, Talut lebih sempurna ilmunya dan lebih kuat tubuhnya daripada kalian. Dari ayat ini dapat ditarik kesimpulan bahwa seorang raja hendaknya memiliki ilmu, bentuk, cakap, kuat, serta perkasa tubuh dan jiwanya. Kemudian Allah Swt. berfirman:
{وَاللَّهُ يُؤْتِي مُلْكَهُ مَنْ يَشَاءُ}
Allah memberikan pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. (Al-Baqarah: 247)
Artinya, Dialah yang berkuasa yang melakukan semua apa yang dikehendaki-Nya dan Dia tidak diminta pertanggungjawaban tentang apa yang telah diperbuat-Nya, sedangkan mereka diharuskan mempertanggungjawabkannya. Hal ini berkat ilmu dan kebijaksanaan-Nya serta belas kasihan-Nya kepada makhluk-Nya. Untuk itu dalam firman selanjutnya disebutkan:
{وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ}
Dan Allah Mahaluas pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui. (Al-Baqarah: 247)
Yakni Dia Mahaluas karunia-Nya, Dia mengkhususkan rahmat-Nya buat siapa yang dikehendaki-Nya, lagi Maha Mengetahui siapa yang berhak menjadi raja dan siapa yang tidak berhak.

{وَقَالَ لَهُمْ نَبِيُّهُمْ إِنَّ آيَةَ مُلْكِهِ أَنْ يَأْتِيَكُمُ التَّابُوتُ فِيهِ سَكِينَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَبَقِيَّةٌ مِمَّا تَرَكَ آلُ مُوسَى وَآلُ هَارُونَ تَحْمِلُهُ الْمَلائِكَةُ إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَةً لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ (248) }
Dan Nabi mereka mengatakan kepada mereka, "Sesungguhnya tanda ia akan menjadi raja ialah kembalinya tabut kepada kalian, di dalamnya terdapat ketenangan dari Tuhan kalian dan sisa dari peninggalan keluarga Musa dan keluarga Harun, tabut itu dibawa oleh malaikat. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda bagi kalian, jika kalian orang yang beriman.
Nabi mereka berkata kepada mereka bahwa sesungguhnya alamat keberkatan Raja Talut kepada kalian ialah dengan dikembalikannya tabut kepada kalian oleh Allah, yang sebelumnya telah direbut dari tangan kalian.
{فِيهِ سَكِينَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ}
di dalamnya terdapat ketenangan dari Tuhan kalian. (Al-Baqarah: 248)
Menurut suatu pendapat, yang dimaksud dengan sakinah ialah ketenangan dan keagungan.
Abdur Razzaq meriwayatkan dari Ma'mar, dari Qatadah, bahwa yang dimaksud dengan sakinah adalah ketenangan. Menurut Ar-Rabi', sakinah artinya rahmat.
Hal yang sama dikatakan oleh Al-Aufi, dari Ibnu Abbas.
Ibnu Juraij meriwayatkan bahwa ia pernah bertanya kepada Ata tentang makna firman-Nya: di dalamnya terdapat ketenangan dari Tuhan kalian. (Al-Baqarah: 248) Menurutnya ialah semua ayat Allah yang kalian kenal dan kalian merasa tenang dengannya. Hal yang sama dikatakan pula oleh Al-Hasan Al-Basri.
Menurut suatu pendapat, sakinah adalah sebuah piala (gelas besar) dari emas yang dipakai untuk mencuci hati para nabi. Piala itu diberikan oleh Allah Swt. kepada Nabi Musa a.s., maka piala tersebut dipakai untuk tempat menaruh lembaran-lembaran (kitab Taurat). Hal yang sama telah diriwayatkan oleh As-Saddi, dari Abu Malik, dari Ibnu Abbas.
Sufyan As-Sauri meriwayatkan dari Salamah ibnu Kahil, dari Abul Ahwas, dari Ali yang mengatakan bahwa sakinah mempunyai wajah seperti wajah manusia, kemudian merupakan angin yang wangi baunya lagi cepat tiupannya.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Al-Musanna, telah menceritakan kepada kami Abu Daud, telah menceritakan kepada kami Syu'bah dan Hammad ibnu Salamah serta Abul Ahwas; semuanya dari Sammak, dari Khalid ibnu Ur'urah, dari Ali yang mengatakan bahwa sakinah adalah angin kencang yang mempunyai dua kepala. Menurut Mujahid, sakinah mempunyai sepasang sayap dan ekor.
Muhammad ibnu Ishaq meriwayatkan dari Wahb ibnu Munabbih, bahwa sakinah adalah kepala kucing yang telah mati; apabila mengeluarkan suara di dalam tabut (peti)nya, mereka yakin bahwa kemenangan akan mereka peroleh.
Abdur Razzaq mengatakan, Bakkar ibnu Abdullah pernah berc-rita kepadanya bahwa ia pernah mendengar Wahb ibnu Munabbih mengatakan, "Sakinah adalah roh dari Allah (ciptaan-Nya). Apabila mereka (kaum Bani Israil) berselisih pendapat dalam sesuatu hal, maka roh tersebut berkata kepada mereka menjelaskan apa yang mereka kehendaki."
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَبَقِيَّةٌ مِمَّا تَرَكَ آلُ مُوسَى وَآلُ هَارُونَ}
dan sisa dari peninggalan keluarga Musa dan keluarga Harun. (Al-Baqarah: 248)
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Musanna, telah menceritakan kepada kami Abul Walid, telah menceritakan kepada kami Hammad, dari Daud ibnu Abu Hindun, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna ayat ini. Yang dimaksud dengan peninggalan tersebut adalah tongkat Nabi Musa dan lembaran-lembaran lauh (Taurat). Hal yang sama dikatakan pula oleh Qatadah, As-Saddi, Ar-Rabi' ibnu Anas, dan Ikrimah. Ikrimah menambahkan bahwa selain dari itu ada kitab Taurat.
Abu Saleh mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan sisa dari peninggalan keluarga Musa. (Al-Baqarah: 248) Yakni tongkat Nabi Musa dan tongkat Nabi Harun serta dua lembar lauh kitab Taurat serta manna.
Atiyyah ibnu Sa'id mengatakan bahwa isinya adalah tongkat Musa dan Harun, baju Musa dan Harun, serta lembaran-lembaran lauh.
Abdur Razzaq mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada As-Sauri tentang makna firman-Nya: dan sisa dari peninggalan keluarga Musa dan keluarga Harun. (Al-Baqarah: 248) Maka As-Sauri mengatakan bahwa di antara mereka ada yang mengatakan bahwa peninggalan tersebut berupa adonan manna, lembaran lauh. Ada pula yang mengatakan bahwa peninggalan tersebut adalah tongkat dan sepasang terompah.
*******************
Firman Allah Swt.:
{تَحْمِلُهُ الْمَلائِكَةُ}
tabut itu dibawa oleh malaikat. (Al-Baqarah: 248)
Ibnu Juraij mengatakan, Ibnu Abbas pernah mengatakan bahwa malaikat datang seraya memikul tabut di antara langit dan bumi, hingga tabut itu diturunkan di hadapan Talut, sedangkan orang-orang menyaksikan peristiwa tersebut.
As-Saddi mengatakan bahwa pada pagi harinya tabut telah berada di tempat Talut, maka mereka beriman kepada kenabian Syam'un dan taat kepada Talut.
Abdur Razzaq meriwayatkan dari As-Sauri, dari salah seorang di antara guru-gurunya, bahwa para malaikat datang membawa tabut itu yang dinaikkan di atas sebuah kereta yang ditarik oleh seekor lembu betina. Menurut pendapat yang lain, ditarik oleh dua ekor lembu betina.
Sedangkan yang lainnya menyebutkan bahwa tabut tersebut berada di Ariha; dan orang-orang musyrik ketika mengambilnya, mereka meletakkannya di tempat peribadatan mereka, yaitu di bawah berhala mereka yang paling besar. Akan tetapi, pada keesokan harinya tabut itu telah berada di atas kepala berhala mereka. Maka mereka menurunkannya dan meletakkannya kembali di bawah berhala itu, tetapi ternyata pada keesokan harinya terjadi hal yang sama. Maka mereka memakunya di bawah berhala mereka, tetapi yang terjadi ialah tiang-tiang penyangga berhala mereka runtuh dan ambruk jauh dari tempatnya.
Akhirnya mereka mengetahui bahwa hal tersebut terjadi karena perintah Allah yang tidak pernah mereka alami sebelumnya. Maka mereka mengeluarkan tabut itu dari negeri mereka dan meletakkannya di salah satu kampung, tetapi ternyata penduduk kampung itu terkena wabah penyakit pada leher mereka. Kemudian salah seorang wanita tawanan dari kalangan kaum Bani Israil menganjurkan kepada mereka agar mengembalikan tabut itu kepada kaum Bani Israil agar mereka terhindar dari penyakit itu.
Maka mereka memuatkan tabut itu di atas sebuah kereta yang ditarik oleh dua ekor lembu betina, lalu kedua lembu itu berjalan membawanya; tiada seorang pun yang mendekatinya melainkan pasti mati. Ketika kedua ekor lembu betina itu telah berada di dekat negeri kaum Bani Israil, kendali kedua ekor lembu itu patah dan keduanya kembali. Lalu datanglah kaum Bani Israil mengambilnya.
Menurut suatu pendapat, yang menerimanya adalah Nabi Daud a.s.; dan ketika Nabi Daud mendekati kedua lembu itu, ia merasa malu karena gembiranya dengan kedatangan tabut itu. Menurut pendapat yang lain, yang menerimanya adalah dua orang pemuda dari kalangan mereka.
Menurut pendapat yang lainnya, tabut itu berada di sebuah kampung di negeri Palestina yang dikenal dengan nama Azduh.
*******************
Firman Allah Swt.:
{إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَةً لَكُمْ}
Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda bagi kalian. (Al-Baqarah: 248)
Yakni tanda yang membenarkan diriku terhadap apa yang aku sampaikan kepada kalian, yakni kenabianku; juga membenarkan apa yang aku perintahkan kepada kalian agar taat kepada Talut.
{إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ}
jika kalian orang-orang yang beriman. (Al-Baqarah: 248)
Maksudnya, beriman kepada Allah dan hari kemudian.

{فَلَمَّا فَصَلَ طَالُوتُ بِالْجُنُودِ قَالَ إِنَّ اللَّهَ مُبْتَلِيكُمْ بِنَهَرٍ فَمَنْ شَرِبَ مِنْهُ فَلَيْسَ مِنِّي وَمَنْ لَمْ يَطْعَمْهُ فَإِنَّهُ مِنِّي إِلا مَنِ اغْتَرَفَ غُرْفَةً بِيَدِهِ فَشَرِبُوا مِنْهُ إِلا قَلِيلا مِنْهُمْ فَلَمَّا جَاوَزَهُ هُوَ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ قَالُوا لَا طَاقَةَ لَنَا الْيَوْمَ بِجَالُوتَ وَجُنُودِهِ قَالَ الَّذِينَ يَظُنُّونَ أَنَّهُمْ مُلاقُو اللَّهِ كَمْ مِنْ فِئَةٍ قَلِيلَةٍ غَلَبَتْ فِئَةً كَثِيرَةً بِإِذْنِ اللَّهِ وَاللَّهُ مَعَ الصَّابِرِينَ (249) }
Maka tatkala Talut keluar membawa tentaranya, ia berkata, "Sesungguhnya Allah akan menguji kalian dengan suatu sungai. Maka siapa di antara kalian meminum airnya, bukanlah ia pengikutku. Dan barang siapa tidak meminumnya, kecuali mencedok secedok tangan, maka ia adalah pengikutku." Kemudian mereka meminumnya kecuali beberapa orang di antara mereka. Maka tatkala Talut dan orang-orang yang beriman bersama dia telah menyeberangi sungai itu, orang-orang yang telah minum berkata, "Tak ada kesanggupan kami pada hari ini untuk melawan Jalut dan tentaranya." Orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Allah berkata, "Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar."
Melalui ayat ini Allah menceritakan perihal Talut —Raja kaum Bani Israil— ketika keluar bersama bala tentaranya dan orang-orang yang taat kepadanya dari kalangan kaum Bani Israil. Menurut apa yang dikatakan oleh As-Saddi, jumlah mereka ada delapan puluh ribu orang tentara. Talut berkata kepada mereka yang disitir oleh firman-Nya:
{إِنَّ اللَّهَ مُبْتَلِيكُم [بِنَهَر] }
Sesungguhnya Allah akan menguji kalian dengan suatu sungai, (Al-Baqarah: 249)
Yakni Allah akan menguji kesetiaan kalian dengan sebuah sungai. Menurut Ibnu Abbas, sungai tersebut terletak di antara negeri Yordania dan negeri Palestina, yaitu sebuah sungai yang dikenal dengan nama Syari'ah.
{فَمَنْ شَرِبَ مِنْهُ فَلَيْسَ مِنِّي}
Maka siapa di antara kalian meminum airnya, bukanlah ia pengikutku. (Al-Baqarah: 249)
Artinya, janganlah ia menemaniku sejak hari ini menuju ke arah ini.
{وَمَنْ لَمْ يَطْعَمْهُ فَإِنَّهُ مِنِّي إِلا مَنِ اغْتَرَفَ غُرْفَةً بِيَدِهِ}
Dan barang siapa tiada meminumnya, kecuali mencedok secedok tangan, maka ia adalah pengikutku. (Al-Baqarah: 249)
Yakni tidak mengapa baginya.
Selanjutnya Allah Swt. berfirman:
{فَشَرِبُوا مِنْهُ إِلا قَلِيلا مِنْهُمْ}
Kemudian mereka meminumnya kecuali beberapa orang di antara mereka. (Al-Baqarah: 249)
Ibnu Juraij mengatakan, "Menurut Ibnu Abbas, barang siapa yang mencedok air dari sungai itu dengan secedok tangannya, maka ia akan kenyang; dan barang siapa yang meminumnya, maka ia tidak kenyang dan tetap dahaga."
Hal yang sama dikatakan oleh As-Saddi, dari Abu Malik,dari Ibnu Abbas; dikatakan pula oleh Qatadah dan Ibnu Syauzab.
As-Saddi mengatakan bahwa jumlah pasukan Talut terdiri atas delapan puluh ribu orang tentara. Yang meminum air sungai itu adalah tujuh puluh enam ribu orang, sehingga yang tersisa hanyalah empat ribu orang.
Telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir melalui jalur Israil dan Sufyan As-Sauri serta Mis'ar ibnu Kidam, dari Abu Ishaq As-Subai'i, dari Al-Barra ibnu Azib yang menceritakan bahwa kami menceritakan sahabat-sahabat Nabi Muhammad Saw. yang ikut dalam Perang Badar adalah tiga ratus lebih belasan orang, sesuai dengan jumlah sahabat Talut yang ikut bersamanya menyeberangi sungai. Tiada yang menyeberangi sungai itu bersama Talut melainkan hanya orang yang mukmin.
Imam Bukhari telah meriwayatkan hal yang semisal dari Abdullah ibnu Raja, dari Israil ibnu Yunus, dari Abu Ishaq, dari kakeknya, dari Al-Barra.
*******************
Firman Allah Swt.:
{فَلَمَّا جَاوَزَهُ هُوَ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ قَالُوا لَا طَاقَةَ لَنَا الْيَوْمَ بِجَالُوتَ وَجُنُودِهِ}
Maka tatkala Talut dan orang-orang yang beriman bersama dia telah menyeberangi sungai itu, orang-orang yang telah minum berkata, "Tak ada kesanggupan kami pada hari ini untuk melawan Jalut dan tentaranya." (Al-Baqarah: 249)
Yakni mereka mengundurkan dirinya, tidak mau menghadapi musuh karena jumlah musuh itu jauh lebih banyak. Maka para ulama dan orang-orang yang ahli perang membangkitkan semangat mereka, bahwa janji Allah itu benar, dan sesungguhnya kemenangan itu dari sisi Allah, bukan karena banyaknya bilangan, bukan pula karena perlengkapan senjata. Karena itulah disebutkan di dalam firman selanjutnya:
{كَمْ مِنْ فِئَةٍ قَلِيلَةٍ غَلَبَتْ فِئَةً كَثِيرَةً بِإِذْنِ اللَّهِ وَاللَّهُ مَعَ الصَّابِرِينَ}
Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar. (Al-Baqarah: 249)

{وَلَمَّا بَرَزُوا لِجَالُوتَ وَجُنُودِهِ قَالُوا رَبَّنَا أَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْرًا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ (250) فَهَزَمُوهُمْ بِإِذْنِ اللَّهِ وَقَتَلَ دَاوُدُ جَالُوتَ وَآتَاهُ اللَّهُ الْمُلْكَ وَالْحِكْمَةَ وَعَلَّمَهُ مِمَّا يَشَاءُ وَلَوْلا دَفْعُ اللَّهِ النَّاسَ بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ لَفَسَدَتِ الأرْضُ وَلَكِنَّ اللَّهَ ذُو فَضْلٍ عَلَى الْعَالَمِينَ (251) تِلْكَ آيَاتُ اللَّهِ نَتْلُوهَا عَلَيْكَ بِالْحَقِّ وَإِنَّكَ لَمِنَ الْمُرْسَلِينَ (252) }
Tatkala Jalut dan tentaranya telah tampak oleh mereka, mereka pun berdoa, "Ya Tuhan kami, tuangkanlah kesabaran atas diri kami, dan kokohkanlah pendirian kami dan tolonglah kami terhadap orang-orang kafir." Mereka (tentara Talut) mengalahkan tentara Jalut dengan izin Allah dan (dalam peperangan itu) Daud membunuh Jalut, kemudian Allah memberikan kepadanya (Daud) pemerintahan dan hikmah (sesudah meninggalnya Talut) dan mengajarkan kepadanya apa yang dikehendaki-Nya. Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, pasti rusaklah bumi ini. Tetapi Allah mempunyai karunia (yang dicurahkan) atas semesta alam. Itu adalah ayat-ayat Allah. Kami bacakan kepadamu dengan hak (benar) dan sesungguhnya kamu benar-benar salah seorang di antara nabi-nabi yang diutus.
Ketika tentara yang beriman yang berjumlah sedikit di bawah pimpinan Talut berhadap-hadapan dengan bala tentara Jalut yang berjumlah sangat besar itu, maka bala tentara Talut berdoa:
{قَالُوا رَبَّنَا أَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْرًا}
Ya Tuhan kami, tuangkanlah kesabaran atas diri kami. (Al-Baqarah: 250)
Yakni curahkanlah kepada kami kesabaran dari sisi-Mu.
{وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا}
dan kokohkanlah pendirian kami. (Al-Baqarah: 250)
Yaitu dalam menghadapi musuh-musuh kami itu, dan jauhkanlah kami dari sifat pengecut dan lemah.
{وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ}
dan tolonglah kami terhadap orang-orang kafir. (Al-Baqarah:250)
*******************
Firman Allah Swt.:
{فَهَزَمُوهُمْ بِإِذْنِ اللَّهِ}
Mereka (tentara Talut) mengalahkan tentara Jalut dengan izin Allah. (Al-Baqarah: 251)
Maksudnya, mereka dapat mengalahkan dan menaklukkan musuhnya berkat pertolongan Allah yang diturunkan kepada mereka.
{وَقَتَلَ دَاوُدُ جَالُوتَ}
dan (dalam peperangan itu) Daud membunuh Jalut. (Al-Baqarah: 251)
Disebutkan di dalam kisah israiliyat bahwa Daud membunuh Jalut dengan katapel yang ada di tangannya; ia membidiknya dengan katapel itu dan mengenainya hingga Jalut terbunuh. Sebelum itu Talut menjanjikan kepada Daud, bahwa jika Daud dapat membunuh Jalut, maka ia akan menikahkan Daud dengan anak perempuannya dan membagi-bagi kesenangan bersamanya serta berserikat dengannya dalam semua urusan. Maka Talut menunaikan janjinya itu kepada Daud. Setelah itu pemerintahan pindah ke tangan Daud a.s. di samping kenabian yang dianugerahkan Allah kepadanya. Karena itulah disebutkan di dalam firman-Nya:
{وَآتَاهُ اللَّهُ الْمُلْكَ}
kemudian Allah memberikan kepadanya pemerintahan. (Al-Baqarah: 251)
Yakni yang tadi dipegang oleh Talut, kini beralih ke tangan Daud a.s.
{وَالْحِكْمَةَ}
dan hikmah. (Al-Baqarah: 251)
Yang dimaksud dengan hikmah ialah kenabian, sesudah Syamuel.
{وَعَلَّمَهُ مِمَّا يَشَاءُ}
dan mengajarkan kepadanya apa yang dikehendaki-Nya. (Al-Baqarah: 251)
Yaitu segala sesuatu yang dikehendaki Allah berupa ilmu yang khusus diberikan kepadanya. Kemudian dalam firman selanjutnya Allah Swt. berfirman:
{وَلَوْلا دَفْعُ اللَّهِ النَّاسَ بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ لَفَسَدَتِ الأرْضُ}
Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, pasti rusaklah bumi ini. (Al-Baqarah: 251)
Yakni seandainya Allah tidak membela suatu kaum dari keganasan kaum yang lain seperti pembelaan-Nya kepada kaum Bani Israil melalui perang mereka bersama Talut dan didukung oleh Daud a.s., niscaya kaum Bani Israil akan binasa. Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan dalam ayat yang lain, yaitu firman-Nya:
وَلَوْلا دَفْعُ اللَّهِ النَّاسَ بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ لَهُدِّمَتْ صَوامِعُ وَبِيَعٌ وَصَلَواتٌ وَمَساجِدُ يُذْكَرُ فِيهَا اسْمُ اللَّهِ كَثِيراً
Dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja; dan rumah-rumah ibadat orang Yahudi serta masjid-masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. (Al-Hajj: 40), hingga akhir ayat.
Ibnu Jarir mengatakan:
حَدَّثَنِي أَبُو حُمَيْدٍ الْحِمْصِيُّ أَحْمَدُ بْنُ الْمُغِيرَةِ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا حَفْصُ بْنُ سُلَيْمَانَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ سُوقَةَ عَنْ وَبَرَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّ اللَّهَ لَيَدْفَعُ بِالْمُسْلِمِ الصَالِحٍ عَنْ مِائَةِ أَهْلِ بَيْتٍ مِنْ جِيرَانِهِ الْبَلَاءَ". ثُمَّ قَرَأَ ابْنُ عُمَرَ: {وَلَوْلا دَفْعُ اللَّهِ النَّاسَ بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ لَفَسَدَتِ الأرْضُ}
telah menceritakan kepadaku Abu Humaid Al-Himsi salah seorang dari kalangan Banil Mugirah), telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Sa'id, telah menceritakan kepada kami Riff ibnu Sulaiman, dari Muhammad ibnu Suqah, dari Wabrah ibnu Abdur Rahman. dari Ibnu Umar yang mengatakan bahwa Rasulullah saw telah bersabda: Sesungguhnya Allah benar-benar menolak wabah (penyakit) melalui seorang muslim yang saleh terhadap seratus keluarga dari kalangan para tetangganya. Kemudian Ibnu Umar membacakan firman-Nya: Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, pasti rusaklah bumi ini. (Al-Baqarah: 251)
Sanad hadis ini daif, mengingat Yahya ibnu Sa'id yang dikenal dengan sebutan 'Ibnul Attar Al-Himsi' ini orangnya daif sekali.
Kemudian Ibnu Jarir mengatakan:
حَدَّثَنَا أَبُو حُمَيْدٍ الْحِمْصِيُّ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ الْمُنْكَدِرِ عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّ اللَّهَ لَيُصْلِحُ بِصَلَاحِ الرَّجُلِ الْمُسْلِمِ وَلَدَهُ وَوَلَدَ وَلَدِهِ وَأَهْلَ دُوَيْرَتِهِ وَدُوَيْرَاتٍ حَوْلَهُ، وَلَا يَزَالُونَ فِي حِفْظِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ مَا دَامَ فِيهِمْ"
telah menceritakan kepada kami Abu Humaid Al-Himsi, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Sa'id, telah menceritakan kepada kami Usman ibnu Abdur Rahman, dari Muhammad ibnul Munkadir, dari Jabir ibnu Abdullah yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya Allah benar-benar akan memberikan kebaikan berkat kebaikan seorang lelaki muslim kepada anaknya, cucunya, keluarganya, dan para ahli bait yang tinggal di sekitarnya. Dan mereka masih tetap berada dalam pemeliharaan Allah Swt. selagi lelaki yang muslim itu berada di antara mereka.
Hadis ini pun daif lagi garib karena alasan yang telah lalu tadi.
Abu Bakar ibnu Murdawaih mengatakan:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ إِبْرَاهِيمَ أَخْبَرَنَا عَلِيُّ بْنُ إِسْمَاعِيلَ بْنِ حَمَّادٍ أَخْبَرَنَا أَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ أَخْبَرَنَا زَيْدُ بْنُ الْحُبَابِ، حَدَّثَنِي حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ عَنْ أَيُّوبَ عَنْ أَبِي قِلَابَةَ عَنْ أَبِي أسماء عن ثوبان –رفع الْحَدِيثَ-قَالَ: "لَا يَزَالُ فِيكُمْ سَبْعَةٌ بِهِمْ تُنْصَرُونَ وَبِهِمْ تُمْطَرُونَ وَبِهِمْ تُرْزَقُونَ حَتَّى يَأْتِيَ أَمْرُ اللَّهِ"
telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ahmad ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Ismail ibnu Hammad, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Muhammad ibnu Yahya ibnu Sa'id, telah menceritakan kepada kami Zaid ibnul Habbab, telah menceritakan kepadaku Hammad ibnu Zaid, dari Ayyub, dari Abu Qilabah, dari Abus Siman, dari Sauban tentang sebuah hadis marfu, yaitu: Masih tetap berada di antara kalian tujuh orang, berkat keberadaan mereka kalian mendapat pertolongan, berkat keberadaan mereka kalian mendapat hujan, dan berkat keberadaan mereka kalian diberi rezeki hingga datang perintah Allah (yakni hari kiamat).
Ibnu Murdawaih meriwayatkan pula:
وَحَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ أَحْمَدَ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَرِيرِ بْنِ يَزِيدَ، حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاذٍ نَهَارُ بْنُ عُثْمَانَ اللَّيْثِيُّ أَخْبَرَنَا زَيْدُ بْنُ الْحُبَابِ أَخْبَرَنِي عُمَرُ الْبَزَّارُ، عَنْ عَنْبَسَةَ الْخَوَاصِّ، عَنْ قَتَادَةَ عَنْ أَبِي قِلابة عَنْ أَبِي الْأَشْعَثِ الصَّنْعَانِيِّ عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "الْأَبْدَالُ فِي أُمَّتِي ثَلَاثُونَ بِهِمْ تَقُومُ الْأَرْضُ، وَبِهِمْ تُمْطَرُونَ وَبِهِمْ تُنْصَرُونَ" قَالَ قَتَادَةُ: إِنِّي لَأَرْجُو أَنْ يَكُونَ الْحَسَنُ مِنْهُمْ
telah menceritakan pula kepada kami Muhammad ibnu Ahmad, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Jarir ibnu Yazid, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'az, yaitu Nahar ibnu Mu'az ibnu Usman Al-Laisi, telah menceritakan kepada kami Zaid ibnul Habbah, telah menceritakan kepadaku Umar Al-Bazzar, dari Anbasah Al-Khawwas, dari Qatadah, dari Abu Qilabah, dari Abul Asy'as As-San'ani, dari Ubadah ibnus Samit yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Wali Abdal di kalangan umatku ada tiga puluh orang, berkat mereka kalian diberi rezeki, berkat mereka kalian diberi hujan, dan berkat mereka kalian mendapat pertolongan. Qatadah mengatakan, "Sesungguhnya aku benar-benar berharap semoga Al-Hasan (Al-Basri) adalah salah seorang dari mereka."
*******************
Firman Allah Swt:
{وَلَكِنَّ اللَّهَ ذُو فَضْلٍ عَلَى الْعَالَمِينَ}
Tetapi Allah mempunyai karunia atas semesta alam. (Al-Baqarah: 251)
Yakni Dialah yang memberikan karunia dan rahmat kepada mereka; dengan sebagian di antara mereka, maka tertolaklah keganasan sebagian yang lain. Bagi-Nyalah keputusan, hikmah, dan hujah atas makhluk-Nya dalam semua perbuatan dan ucapan-Nya. Kemudian Allah Swt. berfirman:
{تِلْكَ آيَاتُ اللَّهِ نَتْلُوهَا عَلَيْكَ بِالْحَقِّ وَإِنَّكَ لَمِنَ الْمُرْسَلِينَ}
Itu adalah ayat-ayat Allah, Kami bacakan kepadamu dengan hak (benar) dan sesungguhnya kamu benar-benar salah seorang di antara nabi-nabi yang diutus. (Al-Baqarah: 252)
Yaitu ayat-ayat Allah yang Kami ceritakan kepadamu ini —yang menceritakan perihal orang-orang yang telah Kami sebutkan di dalamnya— merupakan perkara yang hak, yakni kejadian yang sesungguhnya dan sesuai dengan apa yang ada di dalam isi kitab kaum Bani Israil dan telah diketahui oleh semua ulama mereka.
{وَإِنَّكَ}
dan sesungguhnya kamu. (Al-Baqarah: 252)
Khitab atau pembicaraan ayat ini ditujukan kepada Nabi Muhammad Saw.
{لَمِنَ الْمُرْسَلِينَ}
benar-benar salah seorang di antara nabi-nabi yang diutus. (Al-Baqarah: 252)
Ungkapan ayat ini mengandung makna taukid (pengukuhan) dan mengandung qasam (sumpah).
*******************
Akhir juz ke 2
*******************
{تِلْكَ الرُّسُلُ فَضَّلْنَا بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ مِنْهُمْ مَنْ كَلَّمَ اللَّهُ وَرَفَعَ بَعْضَهُمْ دَرَجَاتٍ وَآتَيْنَا عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ الْبَيِّنَاتِ وَأَيَّدْنَاهُ بِرُوحِ الْقُدُسِ وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ مَا اقْتَتَلَ الَّذِينَ مِنْ بَعْدِهِمْ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَتْهُمُ الْبَيِّنَاتُ وَلَكِنِ اخْتَلَفُوا فَمِنْهُمْ مَنْ آمَنَ وَمِنْهُمْ مَنْ كَفَرَ وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ مَا اقْتَتَلُوا وَلَكِنَّ اللَّهَ يَفْعَلُ مَا يُرِيدُ (253) }
Rasul-rasul itu Kami lebihkan sebagian (dari) mereka atas sebagian yang lain. Di antara mereka ada yang Allah berkata-kata (langsung dengan dia) dan sebagiannya Allah meninggikannya beberapa derajat. Dan Kami berikan kepada Isa putra Maryam beberapa mukjizat serta Kami perkuat dia dengan Ruhul Qudus. Dan kalau Allah menghendaki, niscaya tidaklah berbunuh-bunuhan orang-orang (yang datang) sesudah rasul-rasul itu, sesudah datang kepada mereka beberapa macam keterangan; akan tetapi mereka berselisih, maka ada di antara mereka yang beriman dan ada (pula) di antara mereka yang kafir. Seandainya Allah menghendaki, tidaklah mereka berbunuh-bunuhan. Akan tetapi Allah berbuat apa yang dikehendaki-Nya.
Allah Swt. menceritakan bahwa Dia mengutamakan sebagian rasul-rasul atas sebagian yang lain. Perihalnya sama dengan yang disebutkan di dalam ayat yang lain, yaitu firman-Nya:
{وَلَقَدْ فَضَّلْنَا بَعْضَ النَّبِيِّينَ عَلَى بَعْضٍ وَآتَيْنَا دَاوُدَ زَبُورًا}
Dan sesungguhnya telah Kami lebihkan sebagian nabi-nabi itu atas sebagian (yang lain) dan Kami berikan Zabur kepada Daud. (Al-Isra: 55)
Sedangkan di dalam surat ini disebutkan:
{تِلْكَ الرُّسُلُ فَضَّلْنَا بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ مِنْهُمْ مَنْ كَلَّمَ اللَّهُ}
Rasul-rasul itu Kami lebihkan sebagian (dari) mereka atas sebagian yang lain. Di antara mereka ada yang Allah berkata-kata (langsung dengan dia). (Al-Baqarah: 253)
Yang dimaksud ialah Nabi Musa dan Nabi Muhammad Saw., demikian pula Nabi Adam. Seperti yang disebutkan oleh sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ibnu Hibban di dalam kitab sahihnya melalui Abu Zar r.a.
{وَرَفَعَ بَعْضَهُمْ دَرَجَاتٍ}
dan sebagiannya Allah meninggikannya beberapa derajat. (Al-Baqarah: 253)
Sebagaimana yang telah disebutkan di dalam hadis Isra, yaitu ketika Nabi Saw. bersua dengan para nabi lainnya di langit sesuai dengan perbedaan kedudukan mereka di sisi Allah Swt.
Apabila dikatakan, apakah kaitan antara ayat di atas dengan hadis yang disebutkan di dalam kitab Sahihain melalui Abu Hurairah, yaitu sebagai berikut:
اسْتَبَّ رَجُلٌ مِنَ الْمُسْلِمِينَ وَرَجُلٌ مِنَ الْيَهُودِ، فَقَالَ الْيَهُودِيُّ فِي قَسَمٍ يُقْسِمُهُ: لَا وَالَّذِي اصْطَفَى مُوسَى عَلَى الْعَالَمِينَ. فَرَفَعَ الْمُسْلِمُ يَدَهُ، فَلَطَمَ بِهَا وَجْهَ الْيَهُودِيِّ، فَقَالَ: أَيْ خَبِيثُ: وَعَلَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلم؟ فجاء اليهودي إلى النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَاشْتَكَى عَلَى الْمُسْلِمِ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «لَا تُفَضِّلُونِي عَلَى الْأَنْبِيَاءِ، فَإِنَّ النَّاسَ يُصْعَقُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، فَأَكُونُ أَوَّلَ مَنْ يَفِيقُ، فَأَجِدُ مُوسَى بَاطِشًا بِقَائِمَةِ الْعَرْشِ، فَلَا أَدْرِي أَفَاقَ قَبْلِي أَمْ جُوزِيَ بِصَعْقَةِ الطُّورِ؟ فَلَا تُفَضِّلُونِي عَلَى الْأَنْبِيَاءِ»
Seorang lelaki dari kalangan kaum muslim bertengkar dengan seorang lelaki Yahudi. Lelaki Yahudi itu berkata dalam sumpah yang diucapkannya, "Tidak, demi Tuhan yang telah memilih Musa atas semua manusia." Maka lelaki muslim mengangkat tangannya dan menampar wajah orang Yahudi tersebut seraya berkata, "Hai orang yang buruk, juga atas Muhammad Saw.?" Lelaki Yahudi datang menghadap Nabi Saw., lalu mengadukan perihal lelaki muslim tadi. Maka Rasulullah Saw. bersabda, "Janganlah kalian mengutamakan diriku atas para nabi, karena sesungguhnya manusia itu semuanya mati di hari kiamat nanti, dan aku adalah orang yang mula-mula dibangunkan. Ternyata kujumpai Musa sedang memeluk tiang Arasy. Aku tidak mengetahui apakah dia terbangun sebelumku ataukah dia telah memperoleh balasannya dengan kematian (sa'iqah) ketika di Bukit Tur? Karena itu, janganlah kalian mengutamakan diriku atas para nabi."
Menurut riwayat yang lain disebutkan:
"لَا تُفَضِّلُوا بَيْنَ الْأَنْبِيَاءِ"
Janganlah kalian saling mengutamakan di antara para nabi.
Maka sebagai jawabannya dapat dikatakan seperti berikut:
  • Pertama, hal ini terjadi sebelum Nabi Saw. mengetahui keutamaan dirinya atas para nabi lainnya. Akan tetapi, alasan ini masih perlu dipertimbangkan.
  • Kedua, sesungguhnya hal ini sengaja dikatakan oleh Nabi Saw. sebagai ungkapan rasa rendah dirinya.
  • Ketiga, larangan dalam hadis ini mengandung makna tidak boleh saling mengutamakan dalam keadaan seperti itu, yakni dalam situasi pertengkaran dan persengketaan.
  • Keempat, larangan ini mengandung pengertian tidak boleh saling mengutamakan hanya berdasarkan pendapat dan fanatisme.
  • Kelima, manusia tidak berhak saling mengutamakan di antara para nabi, melainkan hal tersebut hanyalah hak Allah Swt. semata. Manusia hanya diharuskan tunduk, berserah diri, dan beriman kepada-Nya.
    *******************
    Firman Allah Swt.:
    {وَآتَيْنَا عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ الْبَيِّنَاتِ}
    Dan Kami berikan kepada Isa putra Maryam beberapa mukjizat. (Al-Baqarah: 253)
    Yang dimaksud dengan al-bayyinat ialah hujah-hujah dan dalil-dalil yang akurat yang membenarkan apa yang ia sampaikan kepada kaum Bani Israil, bahwa dia adalah hamba dan utusan Allah kepada mereka.
    {وَأَيَّدْنَاهُ بِرُوحِ الْقُدُسِ}
    dan Kami perkuat dia dengan Ruhul Qudus. (Al-Baqarah: 253)
    Yakni Allah memperkuatnya dengan Malaikat Jibril a.s.
    Kemudian Allah Swt. berfirman:
    وَلَوْ شاءَ اللَّهُ مَا اقْتَتَلَ الَّذِينَ مِنْ بَعْدِهِمْ مِنْ بَعْدِ مَا جاءَتْهُمُ الْبَيِّناتُ وَلكِنِ اخْتَلَفُوا فَمِنْهُمْ مَنْ آمَنَ وَمِنْهُمْ مَنْ كَفَرَ وَلَوْ شاءَ اللَّهُ مَا اقْتَتَلُوا
    Dan kalau Allah menghendaki, niscaya tidaklah berbunuh-bunuhan orang-orang (yang datang) sesudah rasul-rasul itu, sesudah datang kepada mereka beberapa macam keterangan; akan tetapi mereka berselisih, maka ada di antara mereka yang beriman dan ada (pula) di antara mereka yang kafir. Seandainya Allah menghendaki, tidaklah mereka berbunuh-bunuhan. (Al-Baqarah: 253)
    Dengan kata lain, hal tersebut terjadi karena keputusan dan takdir Allah. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
    وَلكِنَّ اللَّهَ يَفْعَلُ ما يُرِيدُ
    Akan  tetapi, Allah  berbuat apa yang  dikehendaki-Nya.   (Al-Baqarah: 253)

    {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنْفِقُوا مِمَّا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ يَوْمٌ لَا بَيْعٌ فِيهِ وَلا خُلَّةٌ وَلا شَفَاعَةٌ وَالْكَافِرُونَ هُمُ الظَّالِمُونَ (254) }
    Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah (di jalan Allah) sebagian dari rezeki yang telah Kami berikan kepada kalian sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi persahabatan yang akrab dan tidak ada lagi syafaat. Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang zalim.
    Melalui ayat ini Allah Swt memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya untuk berinfak, yakni membelanjakan sebagian dari apa yang Allah rezekikan kepada mereka di jalan-Nya, yaitu jalan kebaikan. Dengan demikian, berarti mereka menyimpan pahala hal tersebut di sisi Tuhan yang memiliki mereka semua; dan agar mereka bersegera melakukan hal tersebut dalam kehidupan di dunia ini, yaitu:
    {مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ يَوْمٌ}
     sebelum datang suatu hari. (Al-Baqarah: 254)
    Hari yang dimaksud adalah hari kiamat.
    لَا بَيْعٌ فِيهِ وَلا خُلَّةٌ وَلا شَفاعَةٌ
    yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi persahabatan yang akrab dan tidak ada lagi syafaat. (Al-Baqarah: 254)
    Artinya, pada hari itu seseorang tidak dapat membeli dirinya sendiri; tidak dapat pula menebusnya dengan harta, sekalipun ia menyerahkannya dan sekalipun ia mendatangkan emas sepenuh bumi untuk tujuan itu. Persahabatan yang akrab dengan seseorang tidak dapat memberikan manfaat apa pun kepada dirinya, bahkan nasabnya sekalipun, seperti yang dinyatakan di dalam firman lainnya:
    فَإِذا نُفِخَ فِي الصُّورِ فَلا أَنْسابَ بَيْنَهُمْ يَوْمَئِذٍ وَلا يَتَساءَلُونَ
    Apabila sangkakala ditiup, maka tidaklah ada lagi pertalian nasab di antara mereka pada hari itu, dan tidak ada pula mereka saling bertanya. (Al-Mu’minun: 101)
    *******************
    Firman Allah Swt.:
    {وَلا شَفَاعَةٌ}
    dan tidak ada lagi syafaat. (Al-Baqarah: 254)
    Yakni tiada bermanfaat bagi mereka syafaat orang-orang yang memberikan syafaatnya.
    *******************
    Firman Allah Swt:
    وَالْكافِرُونَ هُمُ الظَّالِمُونَ
    Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang zalim. (Al-Baqarah: 254)
    Mubtada dalam ayat ini dibatasi oleh khabar-nya, yakni orang-orang yang benar-benar zalim di antara mereka yang datang menghadap kepada Allah adalah orang yang kafir.
    Ibnu Abu Hatim meriwayatkan dari Ata ibnu Dinar, bahwa ia pernah berkata, "Segala puji bagi Allah yang telah berfirman: 'Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang zalim' (Al-Baqarah: 254) dan tidak mengatakan dalam firman-Nya, 'Orang-orang zalim itulah orang-orang yang kafir'."

    {اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ لَا تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلا نَوْمٌ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأرْضِ مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلا بِإِذْنِهِ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلا يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِنْ عِلْمِهِ إِلا بِمَا شَاءَ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ وَلا يَئُودُهُ حِفْظُهُمَا وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ (255) }
    Allah, tidak ada Tuhan melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus-menerus mengurus (makhluk-Nya), tidak mengantuk, dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada seorang pun yang dapat memberi syafaat di sisi Allah melainkan dengan seizin-Nya. Allah mengetahui semua apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Mahatinggi lagi Mahabesar.
    Ayat ini disebut "ayat Kursi", ia mempunyai kedudukan yang besar.
    Di dalam sebuah hadis sahib, dari Rasulullah Saw. disebutkan bahwa ayat Kursi merupakan ayat yang paling utama di dalam Kitabullah.
    Imam Ahmad mengatakan:
    حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ سَعِيدٍ الْجَرِيرِيِّ عَنْ أَبِي السَّلِيلِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ رَبَاحٍ، عَنْ أُبَيٍّ -هُوَ ابْنُ كَعْبٍ-أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَأَلَهُ: "أَيُّ آيَةٍ فِي كِتَابِ اللَّهِ أَعْظَمُ"؟ قَالَ: اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ. فَرَدَّدَهَا مِرَارًا ثُمَّ قَالَ أُبَيٌّ: آيَةُ الْكُرْسِيِّ. قَالَ: "لِيَهْنك الْعِلْمُ أَبَا الْمُنْذِرِ، وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ إِنَّ لَهَا لِسَانًا وَشَفَتَيْنِ تُقَدِّسُ الْمَلِكَ عِنْدَ سَاقِ الْعَرْشِ"
    telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Sa'id Al-Jariri, dari Abus Salil, dari Abdullah ibnu Rabah, dari Ubay ibnu Ka'b, bahwa Nabi Saw. pernah bertanya kepadanya, "Ayat Kitabullah manakah yang paling agung?" Ubay menjawab, "Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui." Nabi Saw. mengulang-ulang pertanyaannya, maka Ubay menjawab, "Ayat Kursi." Lalu Nabi Saw. bersabda: Selamatlah dengan ilmu yang kamu miliki, hai Abul Munzir. Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, sesungguhnya ayat Kursi itu mempunyai lisan dan sepasang bibir yang selalu menyucikan Tuhan Yang Mahakuasa di dekat pilar Arasy.
    Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Muslim, dari Abu Bakar ibnu Abu Syaibah, dari Abdul A'la ibnu Abdul A'la, dari Al-Jariri dengan lafaz yang sama. Akan tetapi, pada hadis yang ada pada Imam Muslim tidak terdapat kalimat "Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya", hingga akhir hadis.
    Hadis   yang   lain   diriwayatkan   dari   Ubay   pula   mengenai keutamaan ayat Kursi  ini.  Al-Hafiz Abu Ya'la Al-Mausuli mengatakan:
    حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ الدَّوْرَقِيُّ حَدَّثَنَا مُبَشِّرٌ عَنِ الْأَوْزَاعِيِّ عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي كَثِيرٍ عَنْ عَبْدَةَ بْنِ أَبِي لُبَابَةَ  عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ: أَنَّ أَبَاهُ أَخْبَرَهُ: أَنَّهُ كَانَ لَهُ جُرْنٌ فِيهِ تَمْرُّ قَالَ: فَكَانَ أُبَيٌّ يَتَعَاهَدُهُ فَوَجَدَهُ يَنْقُصُ قَالَ: فَحَرَسَهُ ذَاتَ لَيْلَةٍ فَإِذَا هُوَ بِدَابَّةٍ شَبِيهُ الْغُلَامِ الْمُحْتَلِمِ قَالَ: فَسَلَّمَتْ عَلَيْهِ فَرَدَّ السَّلَامَ. قَالَ: فَقُلْتُ: مَا أَنْتَ، جِنِّيٌّ أَمْ إِنْسِيٌّ؟ قَالَ: جِنِّيٌّ. قُلْتُ: نَاوِلْنِي يَدَكَ. قَالَ: فَنَاوَلَنِي، فَإِذَا يَدُ كَلْبٍ وَشَعْرُ كَلْبٍ. فَقُلْتُ: هَكَذَا خَلْقُ الْجِنُّ؟ قَالَ: لَقَدْ عَلِمَتِ الْجِنُّ مَا فِيهِمْ أَشَدُّ مِنِّي، قُلْتُ: فَمَا حَمَلَكَ عَلَى مَا صَنَعْتَ؟ قَالَ: بَلَغَنِي أَنَّكَ رَجُلٌ تُحِبُّ الصَّدَقَةَ فَأَحْبَبْنَا أَنَّ نُصِيبَ مِنْ طَعَامِكَ. قَالَ: فَقَالَ لَهُ  فَمَا الَّذِي يُجِيرُنَا مِنْكُمْ؟ قَالَ: هَذِهِ الْآيَةُ: آيَةُ الْكُرْسِيِّ. ثُمَّ غَدَا إِلَى النَّبِيِّ  صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَخْبَرَهُ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "صَدَقَ الْخَبِيثُ".
    telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Ibrahim Ad-Dauraqi, telah menceritakan kepada kami Maisarah, dari Al-Auza'i, dari Yahya ibnu Abu Kasir, dari Ubaidah ibnu Abu Lubabah, dari Abdullah ibnu Ubay ibnu Ka'b yang menceritakan, ayahnya pernah menceritakan kepadanya bahwa ia memiliki sebuah wadah besar yang berisikan buah kurma. Ayahnya biasa menjaga tong berisikan kurma itu, tetapi ia menjumpai isinya berkurang. Di suatu malam ia menjaganya, tiba-tiba ia melihat seekor hewan yang bentuknya mirip dengan anak lelaki yang baru berusia balig. Lalu aku (Ka'b) bersalam kepadanya dan ia menyalami salamku. Aku bertanya, "Siapakah kamu, jin ataukah manusia?" Ia menjawab, "Jin." Aku berkata, "Kemarikanlah tanganmu ke tanganku." Maka ia mengulurkan tangannya ke tanganku, ternyata tangannya seperti kaki anjing, begitu pula bulunya. Lalu aku berkata, "Apakah memang demikian bentuk jin itu?" Ia menjawab, "Kamu sekarang telah mengetahui jin, di kalangan mereka tidak ada yang lebih kuat daripada aku." Aku bertanya, "Apakah yang mendorongmu berbuat demikian?" Ia menjawab, 'Telah sampai kepadaku bahwa kamu adalah seorang manusia yang suka bersedekah, maka kami ingin memperoleh sebagian dari makananmu." Lalu ayahku (Ka'b) berkata kepadanya, "Hal apakah yang dapat melindungi kami dari gangguan kalian?" Jin itu menjawab, "Ayat ini," yakni ayat Kursi. Pada keesokan harinya Ka'b berangkat menemui Nabi Saw., lalu menceritakan hal itu kepadanya. Nabi Saw. bersabda: Benarlah (apa yang dikatakan oleh) si jahat itu.
    Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya. melalui hadis Abu Daud At-Tayalisi, dari Harb ibnu Syaddad, dari Yahya ibnu Abu Kasir, dari Al-Hadrami ibnu Lahiq, dari Muhammad ibnu Amr ibnu Ubay ibnu Ka'b, dari kakeknya dengan lafaz yang sama. Imam Hakim mengatakan bahwa sanad hadis ini berpredikat sahih, tetapi keduanya (Imam Bukhari dan Imam Muslim) tidak mengetengahkannya.
    Jalur yang lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad:
    حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ غِيَاثٍ قَالَ: سَمِعْتُ أَبَا السَّلِيلِ قَالَ: كَانَ رَجُلٌ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُحَدِّثُ النَّاسَ حَتَّى يَكْثُرُوا عَلَيْهِ فَيَصْعَدُ عَلَى سَطْحِ بَيْتٍ فَيُحَدِّثُ النَّاسَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَيُّ آيَةٍ فِي الْقُرْآنِ أَعْظَمُ؟ " فقال رجل: {اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلا هُوَ} قَالَ: فَوَضَعَ يَدَهُ بَيْنَ كَتِفَيَّ فَوَجَدْتُ بَرْدَهَا بَيْنَ ثَدْيَيَّ، أَوْ قَالَ: فَوَضَعَ يَدَهُ بَيْنَ ثَدْيَيَّ فَوَجَدْتُ بَرْدَهَا بَيْنَ كَتِفَيَّ وَقَالَ: "لِيَهْنِكَ الْعِلْمُ يَا أَبَا الْمُنْذِرِ"
    telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Usman ibnu Itab yang menceritakan bahwa ia pernah mendengar Abus Salil menceritakan hadis berikut: Ada seorang lelaki dari kalangan sahabat Nabi Saw. menceritakan hadis kepada orang-orang hingga banyak orang yang datang kepadanya. Lalu lelaki itu naik ke loteng sebuah rumah dan menceritakan hadis (dari tempat itu) kepada orang banyak. Rasulullah Saw. mengajukan pertanyaan (kepada lelaki itu), "Ayat Al-Qur'an manakah yang paling agung?" Lelaki itu menjawab: Allah, tidak ada Tuhan melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus-menerus mengurus (makhluk-Nya). (Al-Baqarah; 255) Lelaki itu melanjutkan kisahnya, "Setelah itu Nabi Saw. meletakkan tangannya di antara kedua pundakku, dan aku merasakan kesejukan di antara kedua susuku." Atau ia mengatakan, "Nabi Saw. meletakkan tangannya di antara kedua susuku dan aku merasakan kesejukan tangannya menembus sampai ke bagian di antara kedua pundakku," lalu Nabi Saw. bersabda: Selamatlah dengan ilmumu itu, hai Abul Munzir.
    Hadis yang lain diriwayatkan dari Al-Asqa' Al-Bakri.
    Imam Tabrani mengatakan: telah menceritakan kepada kami Abu Yazid Al-Qaratisi, telah menceritakan kepada kami Ya'qub ibnu Abu Abbad Al-Maliki, telah menceritakan kepada kami Muslim ibnu Khalid, dari Ibnu Juraij, telah menceritakan kepadaku Umar ibnu Ata atau Maula Ibnul Asqa', seorang lelaki yang jujur; dia menceritakan hadis ini dari Al-Asqa' Al-Bakri. Disebutkan bahwa ia pernah mendengar Al-Asqa' menceritakan hadis berikut: Nabi Saw. datang kepada mereka dengan ditemani oleh orang-orang suffah dari kalangan Muhajirin. Lalu ada seorang lelaki bertanya kepadanya, "Ayat apakah yang paling agung di dalam Al-Qur'an?" Maka Nabi Saw. membacakan firman-Nya: Allah, tidak ada Tuhan melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus-menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. (Al-Baqarah: 255), hingga akhir ayat.
    Hadis lain diriwayatkan dari Anas r.a.
    قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْحَارِثِ حَدَّثَنِي سَلَمَةَ بْنُ وَرْدَانَ أَنَّ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ حَدَّثَهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم سَأَلَ رَجُلًا مِنْ صَحَابَتِهِ فَقَالَ: "أَيْ فُلَانُ هَلْ تَزَوَّجْتَ"؟ قَالَ: لَا وَلَيْسَ عِنْدِي مَا أَتَزَوَّجُ بِهِ. قَالَ: "أَوَلَيَسَ مَعَكَ: {قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ} "؟ قَالَ: بَلَى. قَالَ: "رُبُعُ الْقُرْآنِ. أَلَيْسَ مَعَكَ: {قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ} "؟ قَالَ: بَلَى. قَالَ: "رُبُعُ الْقُرْآنِ. أَلَيْسَ مَعَكَ {إِذَا زُلْزِلَتِ} "؟ قَالَ: بَلَى. قَالَ: "رُبُعُ الْقُرْآنِ أَلَيْسَ مَعَكَ: {إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ [وَالْفَتْحُ] } "؟ قَالَ: بَلَى. قَالَ: "رُبُعُ الْقُرْآنِ. أَلَيْسَ مَعَكَ آيَةُ الْكُرْسِيِّ: {اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلا هُوَ } "؟ قَالَ: بَلَى. قَالَ: "رُبُعُ الْقُرْآنِ"
    Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnul Haris, telah menceritakan kepada kami Salamah ibnu Wardan, bahwa sahabat Anas ibnu Malik pernah menceritakan hadis berikut kepadanya: Bahwa Rasulullah Saw. pernah bertanya kepada salah seorang lelaki dari kalangan sahabatnya, untuk itu beliau bertanya, "Hai Fulan, apakah kamu sudah kawin?" Lelaki itu menjawab, "Belum, karena aku tidak mempunyai biaya untuk kawin." Nabi Saw. bertanya, "Bukankah kamu telah hafal qul huwallahu ahad (surat Al-Ikhlas)?" Lelaki itu menjawab, "Memang benar." Nabi Saw. bersabda, "Seperempat Al-Qur'an." Nabi Saw. bertanya, "Bukankah kamu telah hafal qul ya ayyuhal kafirun (surat Al-Kafirun)?" Lelaki itu menjawab, "Memang benar." Nabi Saw. bersabda,    "Seperempat   Al-Qur'an."   Nabi   Saw.   bertanya, "Bukankah kamu telah hafal Ida zulzilal (surat Az-Zalzalah)?" Lelaki itu menjawab,  "Memang benar." Nabi Saw. bersabda, "Seperempat Al-Qur'an." Nabi Saw. bertanya, "Bukankah kamu hafal Ida ja'a nasrullahi (surat An-Nasr)?" Lelaki itu menjawab, "Memang   benar."   Nabi   Saw.   bersabda,    "Seperempat   Al-Qur 'an."   Nabi   Saw.   bertanya,    "Bukankah   kamu   hafal  ayat Kursi. yaitu 'Allah, tidak ada Tuhan melainkan Dia'?"Lelaki itu menjawab, "Memang benar." Nabi Saw. bersabda, "Seperempat Al-Qur'an."
    Hadis lain diriwayatkan dari Abu Zar, yaitu Jundub ibnu Junadah.
    قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ:حَدَّثْنَا وَكِيعُ بْنُ الْجَرَّاحِ حَدَّثَنَا الْمَسْعُودِيُّ أَنْبَأَنِي أَبُو عُمَرَ الدِّمَشْقِيُّ عَنْ عُبَيْدِ بْنِ الْخَشْخَاشِ عَنْ أَبِي ذَرٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: أَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ فِي الْمَسْجِدِ فَجَلَسْتُ. فَقَالَ: "يَا أَبَا ذَرٍّ هَلْ صَلَّيْتَ؟ " قُلْتُ: لَا. قَالَ: "قُمْ فَصَلِّ" قَالَ: فَقُمْتُ فَصَلَّيْتُ ثُمَّ جَلَسْتُ فَقَالَ: "يَا أَبَا ذَرٍّ تَعَوَّذ بِالْلَّهِ مِنْ شَرِّ شَيَاطِينِ الْإِنْسِ وَالْجِنِّ" قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ أَوَلِلْإِنْسِ شَيَاطِينُ؟ قَالَ: "نَعَمْ" قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ الصَّلَاةُ؟ قَالَ: "خَيْرُ مَوْضُوعٍ مَنْ شَاءَ أَقَلَّ وَمَنْ شَاءَ أَكْثَرَ". قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ فَالصَّوْمُ؟ قَالَ: "فَرْضٌ مُجْزِئ وَعِنْدَ اللَّهِ مَزِيدٌ" قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ فَالصَّدَقَةُ؟ قَالَ: "أَضْعَافٌ مُضَاعَفَةٌ". قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ فَأَيُّهَا أَفْضَلُ؟ قَالَ: "جُهْدٌ مِنْ مُقِلٍّ أَوْ سِرٌّ إِلَى فَقِيرٍ" قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ الْأَنْبِيَاءِ كَانَ أَوَّلَ؟ قَالَ: "آدَمُ" قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ وَنَبِيٌّ (9) كَانَ؟ قَالَ: "نَعِمَ نَبِيٌّ مُكَلَّمٌ" قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ كَمِ الْمُرْسَلُونَ؟ قَالَ: "ثَلَثُمِائَةٍ وَبِضْعَةَ عَشَرَ جَمًّا غَفِيرًا" وَقَالَ مَرَّةً: "وَخَمْسَةَ عَشَرَ" قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّمَا أُنْزِلَ عَلَيْكَ أَعْظَمُ؟ قَالَ: "آيَةُ الْكُرْسِيِّ: {اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ} "
    Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Waki' ibnul Jarrah, telah menceritakan kepada kami Al-Mas'udi, telah menceritakan kepadaku Abu Umar Ad-Dimasyqi, dari Ubaid ibnul Khasykhasy, dari Abu Zar r.a. yang menceritakan hadis berikut: Aku datang kepada Nabi Saw. yang saat itu berada di dalam masjid, lalu aku duduk, maka beliau bersabda, "Hai Abu Zar, apakah kamu telah salat?" Aku menjawab, "Belum." Nabi Saw. bersabda, "Bangkitlah dan salatlah!" Aku bangkit dan salat, kemudian duduk lagi. Maka beliau bersabda, "Hai Abu Zar, mohonlah perlindungan kepada Allah dari kejahatan setan-setan manusia dan jin." Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah setan ada yang berupa manusia?" Nabi Saw. menjawab, "Ya." Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimanakah dengan salat?" Beliau menjawab, "Salat merupakan sebaik-baik tempat. Barang siapa yang ingin sedikit melakukannya, ia boleh mengerjakannya sedikit; dan barang siapa yang ingin mengerjakannya banyak, maka ia boleh mengerjakannya banyak." Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimanakah dengan ibadah puasa?" Beliau menjawab, "Puasa adalah fardu yang pasti diberi balasan pahala dan di sisi Allah ada (pahala) tambahan-(nya)." Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimanakah dengan sedekah?" Nabi Saw. menjawab, "Pahalanya dilipatgandakan dengan penggandaan yang banyak." Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, sedekah manakah yang paling afdal?" Beliau menjawab, "Jerih payah dari orang yang miskin atau sedekah kepada orang fakir dengan sembunyi-sembunyi." Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, nabi manakah yang paling pertama?" Beliau menjawab, "Adam." Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah Adam adalah seorang nabi (rasul)?" Nabi Saw. menjawab, "Ya, dia adalah seorang nabi yang diajak berbicara (secara langsung oleh Allah)." Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, berapakah jumlah para rasul itu?" Nabi Saw. menjawab, "Tiga ratus lebih belasan orang, jumlah yang banyak," dan di lain waktu disebutkan "Lebih lima belas orang." Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, ayat apakah yang paling agung di antara yang diturunkan kepada engkau?" Beliau menjawab, "Ayat Kursi, yaitu 'Allah, tidak ada Tuhan melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus-menerus mengurus (makhluk-Nya)' (Al-Baqarah: 255)." (Riwayat Imam Nasai)
    Hadis lain diriwayatkan dari Abu Ayyub, yaitu Khalid ibnu Zaid Al-Ansari r.a.
    قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنِ ابْنِ أَبِي لَيْلَى عَنْ أَخِيهِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي لَيْلَى عَنْ أَبِي أَيُّوبَ: أَنَّهُ كَانَ فِي سَهْوَةٍ لَهُ، وَكَانَتِ الْغُولُ تَجِيءُ فَتَأْخُذُ فَشَكَاهَا إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: فَقَالَ: "فَإِذَا رَأَيْتَهَا فَقُلْ: بِاسْمِ اللَّهِ أَجِيبِي رَسُولَ اللَّهِ". قَالَ: فَجَاءَتْ فَقَالَ لَهَا: فَأَخَذَهَا فَقَالَتْ: إِنِّي لَا أَعُودُ. فَأَرْسَلَهَا فَجَاءَ فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَا فَعَلَ أَسِيرُكَ؟ " قَالَ: أَخَذْتُهَا فَقَالَتْ لِي: إِنِّي لَا أَعُودُ، إِنِّي لَا أَعُودُ. فَأَرْسَلْتُهَا، فَقَالَ : "إِنَّهَا عَائِدَةٌ" فَأَخَذْتُهَا مَرَّتَيْنِ أَوْ ثَلَاثًا كُلُّ ذَلِكَ تَقُولُ: لَا أَعُودُ. وَأَجِيءُ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَيَقُولُ: "مَا فَعَلَ أَسِيرُكَ؟ " فَأَقُولُ: أَخَذْتُهَا فَتَقُولُ: لَا أَعُودُ. فَيَقُولُ: "إِنَّهَا عَائِدَةٌ" فَأَخَذْتُهَا فَقَالَتْ: أَرْسِلْنِي وَأُعُلِّمُكَ شَيْئًا تَقُولُهُ فَلَا يَقْرَبُكَ شَيْءٌ: آيَةُ الْكُرْسِيِّ، فَأَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَخْبَرَهُ فَقَالَ: "صَدَقَتْ وَهِيَ كَذُوبٌ".
    Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Ibnu Abu Laila, dari saudaranya (yaitu Abdur Rahman ibnu Abu Laila), dari Abu Ayyub, bahwa ia selalu kedatangan jin yang mengganggu dalam tidurnya. Ia mengadukan hal tersebut kepada Nabi Saw., maka Nabi Saw. bersabda kepadanya: Apabila kamu melihatnya, maka ucapkanlah, "Bismillah (dengan menyebut asma Allah), tunduklah kepada Rasulullah!" Ketika jin itu datang, Abu Ayyub mengucapkan kalimat tersebut dan akhirnya ia dapat menangkapnya. Tetapi jin itu berkata, "Sesungguhnya aku tidak akan kembali lagi," maka Abu Ayyub melepaskannya. Abu Ayyub datang dan Nabi Saw. bertanya, "Apakah yang telah dilakukan oleh -tawananmu?" Abu Ayyub menjawab, "Aku dapat menangkapnya dan ia berkata bahwa dirinya tidak akan kembali lagi, akhirnya dia kulepaskan." Nabi Saw. menjawab, "Sesungguhnya dia akan kembali lagi." Abu Ayyub melanjutkan kisahnya, "Aku menangkapnya kembali sebanyak dua atau tiga kali. Setiap kutangkap, ia mengatakan, 'Aku sudah kapok dan tidak akan kembali menggoda lagi.' Aku datang lagi kepada Nabi Saw. dan beliau bertanya, 'Apakah yang telah dilakukan oleh tawananmu?' Aku menjawab, 'Aku menangkapnya dan ia berkata bahwa tidak akan kembali lagi.' Maka beliau Saw. bersabda, 'Sesungguhnya dia akan kembali lagi.' Kemudian aku menangkapnya kembali dan ia berkata, 'Lepaskanlah aku, dan aku akan mengajarkan kepadamu suatu kalimat yang harus kamu ucapkan, niscaya tiada sesuatu pun yang berani mengganggumu, yaitu ayat Kursi'. Abu Ayyub datang-'kepada Nabi Saw. dan menceritakan hal itu kepadanya. Lalu beliau Saw. bersabda: Engkau benar, tetapi dia banyak berdusta.
    Hadis ini diriwayatkan pula oleh Imam Turmuzi di dalam Bab "Keutamaan Al-Qur'an", dari Bandar, dari Abu Ahmad Az-Zubairi dengan lafaz yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini berpredikat hasan garib.
    Makna al-gaul yang ada dalam teks hadis menurut istilah bahasa adalah jin yang menampakkan dirinya di malam hari.
    Imam Bukhari menyebutkan pula kisah hadis ini dari sahabat Abu Hurairah. Imam Bukhari di dalam Bab "Fadailil Qur'an (Keutamaan Al-Qur'an)", yaitu bagian Wakalah, mengenai sifat iblis, dalam kitab sahihnya mengatakan:
    قَالَ عُثْمَانُ بْنُ الْهَيْثَمِ أَبُو عَمْرٍو حَدَّثَنَا عَوْفٌ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ سِيرِينَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: وَكَّلَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِحِفْظِ زَكَاةِ رَمَضَانَ فَأَتَانِي آتٍ فَجَعَلَ يَحْثُو مِنَ الطَّعَامِ فَأَخَذْتُهُ وَقُلْتُ: لَأَرْفَعَنَّكَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِنِّي مُحْتَاجٌ وَعَلَيَّ عِيَالٌ وَلِي حَاجَةٌ شَدِيدَةٌ. قَالَ: فَخَلَّيْتُ عَنْهُ. فَأَصْبَحْتُ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "يَا أَبَا هُرَيْرَةَ مَا فَعَلَ أَسِيرُكَ الْبَارِحَةَ؟ " قَالَ: قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ شَكَا حَاجَةً شَدِيدَةً وَعِيَالًا فَرحِمْتُه وَخَلَّيْتُ سَبِيلَهُ. قَالَ: "أَمَا إِنَّهُ قَدْ كَذَبك وَسَيَعُودُ" فَعَرَفْتُ أَنَّهُ سَيَعُودُ لِقَوْلِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّهُ سَيَعُودُ" فَرَصَدْتُهُ فَجَاءَ يَحْثُو مِنَ الطَّعَامِ فَأَخَذْتُهُ فَقُلْتُ: لَأَرْفَعَنَّكَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: دَعْنِي فَإِنِّي مُحْتَاجٌ وَعَلَيَّ عِيَالٌ لَا أَعُودُ. فَرَحِمْتُهُ وَخَلَّيْتُ سَبِيلَهُ فَأَصْبَحْتُ فَقَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "يَا أَبَا هُرَيْرَةَ مَا فَعَلَ أَسِيرُكَ الْبَارِحَةَ؟ " قُلْتُ : يَا رَسُولَ اللَّهِ شَكَا حَاجَةً وَعِيَالًا فَرَحِمْتُهُ فَخَلَّيْتُ سَبِيلَهُ. قَالَ: "أَمَا إِنَّهُ قَدْ كَذَبَكَ وَسَيَعُودُ" فَرَصَدْتُهُ الثَّالِثَةَ فَجَاءَ يَحْثُو مِنَ الطَّعَامِ فَأَخَذْتُهُ فَقُلْتُ: لَأَرْفَعَنَّكَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. وَهَذَا آخَرُ ثَلَاثِ مَرَّاتٍ أنَّك تَزْعُمُ أَنَّكَ لَا تَعُودُ ثُمَّ تَعُودُ. فَقَالَ: دَعْنِي أُعَلِّمْكَ كَلِمَاتٍ يَنْفَعُكَ اللَّهُ بِهَا. قُلْتُ: مَا هُنَّ . قَالَ: إِذَا أَوَيْتَ إِلَى فِرَاشِكَ فَاقْرَأْ آيَةَ الْكُرْسِيِّ: {اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ} حَتَّى تَخْتِمَ الْآيَةَ فَإِنَّكَ لَنْ يَزَالَ عَلَيْكَ مِنَ اللَّهِ حَافِظٌ وَلَا يَقْرَبُكَ شَيْطَانٌ حَتَّى تُصْبِحَ فَخَلَّيْتُ سَبِيلَهُ فَأَصْبَحْتُ فَقَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَا فَعَلَ أَسِيرُكَ الْبَارِحَةَ؟ " قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ زَعَمَ أَنَّهُ يُعَلِّمُنِي كَلِمَاتٍ يَنْفَعُنِي اللَّهُ بِهَا فَخَلَّيْتُ سَبِيلَهُ. قَالَ: "مَا هِيَ؟ " قَالَ: قَالَ لِي: إِذَا أَوَيْتَ إِلَى فِرَاشِكَ فَاقْرَأْ آيَةَ الْكُرْسِيِّ مِنْ أَوَّلِهَا حَتَّى تَخْتِمَ الْآيَةَ: {اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ} وَقَالَ لِي: لَنْ يَزَالَ عَلَيْكَ مِنَ اللَّهِ حَافِظٌ وَلَا يَقْرَبُكَ شَيْطَانٌ حَتَّى تُصْبِحَ. وَكَانُوا أَحْرَصَ شَيْءٍ على الخير، فقال النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَمَا إِنَّهُ صَدَقَكَ وَهُوَ كَذُوبٌ تَعْلَمُ مَنْ تُخَاطِبُ مُذْ  ثَلَاثِ لَيَالٍ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ؟ " قُلْتُ: لَا قَالَ: "ذَاكَ شَيْطَانٌ".
    bahwa Usman ibnul Haisam yang dijuluki Abu Amr mengatakan, telah menceritakan kepada kami Auf, dari Muhammad ibnu Sirin, dari Abu Hurairah r.a. yang menceritakan hadis berikut: Rasulullah Saw. menugasi diriku untuk menjaga (hasil) zakat Ramadan. Datanglah kepadaku seseorang yang langsung mengambil sebagian dari makanan, maka aku menangkapnya dan kukatakan (kepadanya), "Sungguh aku akan melaporkan kamu kepada Rasulullah." Ia menjawab, "Lepaskanlah aku, sesungguhnya aku orang yang miskin dan banyak anak serta aku dalam keadaan sangat perlu (makanan)." Aku melepaskannya, dan pada pagi harinya Nabi Saw. bersabda (kepadaku), "Hai Abu Hurairah, apakah yang telah dilakukan oleh tawananmu tadi malam?" Aku menjawab, "Wahai Rasulullah, dia mengadu tentang kemiskinan yang sangat dan banyak anak, hingga aku kasihan kepadanya, maka kulepaskan dia." Nabi Saw. bersabda, "Ingatlah, sesungguhnya dia telah berdusta kepadamu dan dia pasti akan kembali lagi." Aku mengetahui bahwa dia pasti akan kembali karena sabda Rasul Saw. yang mengatakan bahwa dia akan kembali. Untuk itu aku mengintainya, ternyata dia datang lagi, lalu mengambil sebagian dari makanan itu. Maka kutangkap dia, dan aku berkata kepadanya, "Sungguh aku akan melaporkanmu kepada Rasulullah Saw." Ia berkata, "Lepaskanlah aku, karena sesungguhnya aku orang yang miskin dan banyak tanggungan anak-anak, aku kapok tidak akan kembali lagi." Aku merasa kasihan kepadanya dan kulepaskan dia. Pada pagi harinya Rasulullah Saw. bertanya kepadaku, "Hai Abu Hurairah, apakah yang telah dilakukan oleh tawananmu tadi malam?" Aku menjawab, "Wahai Rasulullah, dia mengadukan keadaannya yang miskin dan banyak anak, aku merasa kasihan kepadanya, akhirnya terpaksa kulepaskan dia." Nabi Saw. bersabda, "Ingatlah, sesungguhnya dia telah berdusta kepadamu dan dia pasti akan kembali lagi." Kuintai untuk yang ketiga kalinya, ternyata dia datang lagi, lalu mengambil sebagian dari makanan. Maka aku tangkap dia, dan kukatakan kepadanya, "Sungguh aku akan menghadapkan dirimu kepada Rasulullah. Kali ini untuk yang ketiga kalinya kamu katakan bahwa dirimu tidak akan kembali, tetapi ternyata kamu kembali lagi." Ia menjawab, "Lepaskanlah aku, aku akan mengajarkan kepadamu beberapa kalimat yang akan membuatmu mendapat manfaat dari Allah karenanya." Aku bertanya, "Kalimat-kalimat apakah itu?" Ia menjawab, "Apabila kamu hendak pergi ke peraduanmu, maka bacalah ayat Kursi, yaitu 'Allah tidak ada Tuhan melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus-menerus mengurus (makhluk-Nya)', hingga kamu selesaikan ayat ini. Sesungguhnya engkau akan terus-menerus mendapat pemeliharaan dari Allah dan tiada setan yang berani mendekatimu hingga pagi harinya." Maka aku lepaskan dia. Pada pagi harinya Rasulullah Saw. bertanya kepadaku, "Apakah yang telah dilakukan oleh tawananmu tadi malam?" Aku menjawab, "Wahai Rasulullah, dia menduga bahwa dirinya mengajarkan kepadaku beberapa kalimat yang menyebabkan aku mendapat manfaat dari Allah karenanya, maka dia kulepaskan." Rasulullah Saw. bertanya, "Apakah kalimat-kalimat   itu?"   Aku   menjawab,   "Dia   mengatakan   kepadaku, 'Apabila engkau hendak pergi ke peraduanmu, bacalah ayat Kursi dari awal hingga akhir ayat, yaitu: Allah, tidak ada Tuhan melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus-menerus mengurus (makhluk-Nya).' Dia mengatakan kepadaku, 'Engkau akan terus-menerus mendapat pemeliharaan dari Allah dan tidak ada setan yang berani mendekatimu hingga pagi harinya'." Sedangkan para sahabat adalah orang-orang yang paling suka kepada kebaikan. Maka Nabi Saw. bersabda, "Ingatlah, sesungguhnya dia percaya kepadamu, tetapi dia sendiri banyak berdusta. Hai Abu Hurairah, tahukah kamu siapakah orang yang kamu ajak bicara selama tiga malam itu?" Aku menjawab, "Tidak." Nabi Saw. bersabda, "Dia adalah setan."
    Hal yang sama diriwayatkan pula oleh Imam Bukhari secara ta'liq dengan memakai ungkapan yang tegas. Imam Nasai meriwayatkan hadis ini di dalam kitab Al-Yaum wal Lailah melalui Ibrahim ibnu Ya'qub, dari Usman ibnul Haisam, lalu ia menuturkan hadis ini.
    Telah diriwayatkan dari jalur yang lain melalui Abu Hurairah dengan konteks yang lain, tetapi maknanya berdekatan dengan hadis ini. Al-Hafiz Abu Bakar ibnu Murdawaih mengatakan di dalam kitab tafsirnya:
    حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرَوَيْهِ الصَّفَّارُ، حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ زُهَيْرِ بْنِ حَرْبٍ أَخْبَرَنَا مُسْلِمُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ أَخْبَرَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ مُسْلِمٍ الْعَبْدِيُّ أَخْبَرَنَا أَبُو الْمُتَوَكِّلِ النَّاجِيُّ: أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ كَانَ مَعَهُ مِفْتَاحُ بَيْتِ الصَّدَقَةِ وَكَانَ فِيهِ تَمْرٌ فَذَهَبَ يَوْمًا فَفَتَحَ الْبَابَ فَوَجَدَ التَّمْرَ قَدْ أُخِذَ مِنْهُ مَلْءُ كَفٍّ وَدَخَلَ يَوْمًا آخَرَ فَإِذَا قَدْ أُخِذَ مِنْهُ مَلْءُ كَفٍّ ثُمَّ دَخَلَ يَوْمًا آخَرَ ثَالِثًا فَإِذَا قَدْ أُخِذَ مِنْهُ مِثْلُ ذَلِكَ. فَشَكَا ذَلِكَ أَبُو هُرَيْرَةَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "تُحِبُّ أَنَّ تَأْخُذَ صَاحِبَكَ هَذَا؟ " قَالَ: نَعَمْ. قَالَ: "فَإِذَا فَتَحَتَ الباب فقل: سبحان من سخرك محمد" فَذَهَبَ فَفَتَحَ الْبَابَ فَقَالَ: سُبْحَانَ مَنْ سَخَّرَكَ محمد . فَإِذَا هُوَ قَائِمٌ بَيْنَ يَدَيْهِ قَالَ: يَا عَدُوَّ اللَّهِ أَنْتَ صَاحِبُ هَذَا؟ قَالَ: نَعَمْ دَعْنِي فَإِنِّي لَا أَعُودُ مَا كُنْتُ آخِذًا إِلَّا لِأَهْلِ بَيْتٍ مِنَ الْجِنِّ فُقَرَاءَ، فَخَلَّى عَنْهُ ثُمَّ عَادَ الثَّانِيَةَ ثُمَّ عَادَ الثَّالِثَةَ. فَقُلْتُ: أَلَيْسَ قَدْ عَاهَدْتَنِي أَلَّا تَعُودَ؟ لَا أَدْعُكَ الْيَوْمَ حَتَّى أَذْهَبَ بِكَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: لَا تَفْعَلْ فَإِنَّكَ إِنْ تَدَعْنِي عَلَّمْتُكَ كَلِمَاتٍ إِذَا أَنْتَ قُلْتَهَا لَمْ يَقَرَبْكَ أَحَدٌ مِنَ الْجِنِّ صَغِيرٌ وَلَا كَبِيرٌ ذَكَرٌ وَلَا أُنْثَى قَالَ لَهُ: لَتَفْعَلَنَّ؟ قَالَ: نَعَمْ. قَالَ: مَا هُنَّ؟ قَالَ: {اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ} قَرَأَ آيَةَ الْكُرْسِيِّ حَتَّى خَتَمَهَا فَتَرَكَهُ فَذَهَبَ فَأَبْعَدَ فَذَكَرَ ذَلِكَ أَبُو هُرَيْرَةَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَمَا عَلِمْتَ أَنَّ ذَلِكَ كَذَلِكَ؟ ".
    telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah ibnu Amruwaih As-Saffar, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Zuhair ibnu Harb, telah menceritakan kepada kami Muslim ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Muslim Al-Abdi, telah menceritakan kepada kami Abul Mutawakkil An-Naji, bahwa sahabat Abu Hurairah diserahi tugas memegang kunci rumah sedekah (Baitul Mal) yang di dalamnya saat itu terdapat buah kurma. Pada suatu hari ia berangkat menuju rumah sedekah dan membuka pintunya, ternyata dia menjumpai buah kurma telah diambil sebanyak segenggam tangan penuh. Di hari yang lain ia memasukinya, dan menjumpainya telah diambil sebanyak segenggam tangan penuh pula. Pada hari yang ketiganya ia kembali memasukinya, ternyata telah diambil lagi sebanyak segenggam tangan penuh, sama dengan hari-hari sebelumnya. Kemudian Abu Hurairah melaporkan hal tersebut kepada Nabi Saw. Maka beliau Saw. bersabda kepadanya: "Apakah engkau ingin menangkap seterumu itu?" Abu Hurairah menjawab, "Ya." Nabi Saw. bersabda, "Apabila kamu membuka pintunya, maka katakanlah, 'Mahasuci Tuhan yang telah menundukkanmu kepada Muhammad'." Maka Abu Hurairah berangkat dan membuka pintu rumah sedekah itu, lalu mengucapkan, "Mahasuci Tuhan yang telah menundukkanmu kepada Muhammad." Dengan tiba-tiba muncul sesosok makhluk di hadapannya, lalu Abu Hurairah berkata, "Hai musuh Allah, kamukah yang melakukan ini?" Ia menjawab, "Ya, lepaskanlah aku, sungguh aku tidak akan kembali lagi. Tidak sekali-kali aku mengambil ini melainkan untuk ahli bait dari kalangan makhluk jin yang miskin." Maka Abu Hurairah melepaskannya. Pada hari yang kedua jin itu kembali lagi, begitu pula pada hari yang ketiganya. Abu Hurairah berkata, "Bukankah kamu telah berjanji kepadaku bahwa kamu tidak akan kembali lagi? Aku tidak akan melepaskanmu pada hari ini sebelum aku hadapkan kamu kepada Nabi Saw." Jin itu menjawab, "Tolong jangan kamu lakukan itu. Jika kamu melepaskan diriku, aku sungguh-sungguh akan mengajarkan kepadamu beberapa kalimat yang bila kamu ucapkan niscaya tidak ada satu jin pun yang mendekatimu, baik jin kecil maupun jin besar, jin laki-laki maupun jin perempuan." Abu Hurairah bertanya, "Kamu sungguh akan melakukannya?" Jin itu menjawab, "Ya." Abu Hurairah bertanya, "Apakah kalimat-kalimat itu?" Jin itu membacakan ayat Kursi hingga akhir ayat, yaitu: Allah, tidak ada Tuhan melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus-menerus mengurus (makhluk-Nya). (Al-Baqarah: 255), hingga akhir ayat. Maka Abu Hurairah melepaskannya, lalu jin itu pergi dan tidak kembali lagi. Selanjutnya Abu Hurairah menuturkan hal tersebut kepada Nabi Saw. Beliau Saw. bersabda, "Tidakkah kamu tahu, memang hal tersebut adalah seperti apa yang dikatakannya."
    Imam Nasai meriwayatkan pula dari Ahmad ibnu Muhammad ibnu Ubaidillah, dari Syu'aib ibnu Harb, dari Ismail ibnu Muslim, dari Abul Mutawakkil, dari Abu Hurairah dengan lafaz yang sama. Dalam keterangan yang lalu telah disebutkan hadis dari Ubay ibnu Ka'b, menceritakan hal yang semisal. Semuanya itu merupakan tiga peristiwa.
    Kisah yang lain diriwayatkan oleh Abu Ubaid di dalam Kitabul Garib-nya: telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, dari Abu Asim As-Saqafi, dari Asy-Sya'bi, dari Abdullah ibnu Mas'ud, bahwa ada seorang lelaki dari kalangan manusia berangkat, lalu ia bersua dengan lelaki dari kalangan makhluk jin. Jin berkata kepadanya, "Maukah engkau berkelahi denganku? Jika kamu dapat mengalahkan aku, aku akan mengajarkan kepadamu suatu ayat yang jika kamu katakan ketika hendak memasuki rumahmu niscaya tidak ada setan yang berani memasukinya." Maka manusia itu berkelahi dengannya, dan ternyata dia dapat mengalahkannya. Lalu si manusia berkata, "Sesungguhnya aku menjumpaimu berbadan kurus lagi kasar, seakan-akan kedua tanganmu seperti tangan (kaki depan) anjing. Apakah memang demikian semua bentuk dan rupa kalian golongan jin, ataukah kamu hanya salah satu dari mereka?" Jin itu menjawab, "Sesungguhnya aku di antara mereka adalah jin yang paling kuat Sekarang marilah kita bertarung lagi." Maka manusia itu bertarung dengannya dan dapat mengalahkannya. Akhirnya jin itu berkata: Kamu baca ayat Kursi, karena sesungguhnya tidak sekali-kali seseorang membacanya bila hendak memasuki rumahnya, melainkan setan (yang ada di dalamnya) keluar seraya terkentut-kentut, seperti suara keledai. Kemudian dikatakan kepada Ibnu Mas'ud, "Apakah yang dimaksud dengan manusia tersebut adalah sahabat Umar?" Ibnu Mas'ud menjawab, "Siapa lagi orangnya kalau bukan Umar."
    Abu Ubaid mengatakan bahwa ad-dail artinya bertubuh kurus, dan al-khaikh yang adakalanya juga dibaca al-haih artinya suara kentut.
    Hadis lain diriwayatkan dari Abu Hurairah.
    Imam Hakim (yaitu Abu Abdullah) telah mengatakan di dalam kitab Mustadrak-nya:
    حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ حَمْشَاذَ حَدَّثَنَا بِشْرُ بْنُ مُوسَى حَدَّثَنَا الْحُمَيْدِيُّ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ حَدَّثَنِي حَكِيمُ بْنُ جُبَير الْأَسَدِيُّ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "سُورَةُ الْبَقَرَةِ فِيهَا آيَةٌ سَيِّدَةُ آيِ الْقُرْآنِ لَا تُقْرَأُ فِي بَيْتٍ فِيهِ شَيْطَانٌ إِلَّا خَرَجَ مِنْهُ! آيَةُ الْكُرْسِيِّ".

    telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Hamsyad, telah menceritakan kepada kami Bisyr ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Al-Humaidi, telah menceritakan kepada kami Sufyan, telah menceritakan kepadaku Hakim ibnu Jubair Al-Asadi, dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Surat Al-Baqarah di dalamnya terdapat sebuah ayat, yaitu penghulu semua ayat Al-Qur'an. Tidak sekali-kali ia dibaca di dalam sebuah rumah yang ada setannya, melainkan setan itu pasti keluar darinya, yaitu ayat Kursi.
    Hal yang sama diriwayatkan melalui jalur lain, dari Zaidah, dari Hakim ibnu Jubair, lalu Imam Hakim mengatakan bahwa sanad hadis ini sahih tetapi keduanya (Imam Bukhari dan Imam Muslim) tidak mengetengahkannya. Demikianlah menurut Imam Hakim.
    Imam Turmuzi meriwayatkannya melalui hadis Zaidah yang lafaz (teks) yang berbunyi seperti berikut:
    "لِكُلِّ شَيْءٍ سِنَامٌ وَسِنَامُ الْقُرْآنِ سُورَةُ البقرة وفيها آية هي سيدة آي القرآن: آيَةُ الْكُرْسِيِّ".
    Segala sesuatu itu mempunyai puncaknya, dan puncak Al-Qur'an ialah surat Al-Baqarah; di dalamnya terdapat sebuah ayat, penghulu semua ayat Al-Qur'an, yaitu ayat Kursi.
    Kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini garib, kami tidak mengenalnya kecuali dari hadis Hakim ibnu Jubair. Sedangkan sehubungan dengan Hakim ibnu Jubair ini, Syu'bah meragukannya dan menilainya daif.
    Menurut kami, Hakim ibnu Jubair dinilai daif pula oleh Ahmad, Yahya ibnu Mu'in, dan bukan hanya seorang dari kalangan para Imam. Ibnu Mahdi tidak memakai hadisnya, dan As-Sa'di menilainya dusta.
    Hadis yang lain diriwayatkan oleh Ibnu Murdawaih. Disebutkan bahwa:
    حَدَّثَنَا عَبْدُ الْبَاقِي بْنُ نَافِعٍ أَخْبَرَنَا عِيسَى بْنُ مُحَمَّدٍ الْمَرْوَزِيُّ أَخْبَرَنَا عُمَرُ بْنُ مُحَمَّدٍ الْبُخَارِيُّ، أَخْبَرَنَا أَبِي أَخْبَرَنَا عِيسَى بْنُ مُوسَى غُنْجَار عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ كَيْسان، أَخْبَرَنَا يَحْيَى بْنُ عَقِيلٍ عَنْ يَحْيَى بْنِ يَعْمَرَ عَنِ ابْنِ عُمَرَ عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ: أَنَّهُ خَرَجَ ذَاتَ يَوْمٍ إِلَى النَّاسِ وَهُمْ سَمَاطَاتٌ فَقَالَ: أَيُّكُمْ يُخْبِرُنِي بِأَعْظَمِ آيَةٍ فِي الْقُرْآنِ؟ فَقَالَ ابْنُ مَسْعُودٍ: عَلَى الْخَبِيرِ سَقَطْتَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "أَعْظَمُ آيَةٍ فِي الْقُرْآنِ: {اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ}
    telah menceritakan kepada kami Abdul Baqi ibnu Nafi’ telah menceritakan kepada kami Isa ibnu Muhammad Al-Marwazi, telah menceritakan kepada kami Umar ibnu Muhammad Al-Bukhari, telah menceritakan kepada kami Isa ibnu Musa (yaitu Ganjar), dari Abdullah ibnu Kaisan, telah menceritakan kepada kami Yahya, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Uqail, dari Yahya ibnu Ya'mur, dari Ibnu Umar, dari Umar ibnul Khattab, bahwa pada suatu hari ia keluar menemui orang banyak yang saat itu mereka terdiam, lalu Umar bertanya, "Siapakah di antara kalian yang mengetahui ayat Al-Qur'an manakah yang paling agung?" Maka Ibnu Mas'ud menjawab: Engkau bertanya kepada orang yang tepat, aku pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda, "Ayat Al-Qur'an yang paling agung ialah 'Allah, tidak ada Tuhan melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus-menerus mengurus (makhluk-Nya)' (Al-Baqarah: 255)."
    Hadis lain mengatakan bahwa di dalamnya terdapat asma Allah yang paling agung.
    قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَكْرٍ أَخْبَرَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ  بْنُ أَبِي زِيَادٍ حَدَّثَنَا شَهْرُ بْنُ حَوْشَبٍ عَنْ أَسْمَاءَ بِنْتِ يَزِيدَ بْنِ السَّكَنِ قَالَتْ : سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم يقول فِي هَاتَيْنِ الْآيَتَيْنِ {اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ} وَ {الم * اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ} [آلِ عِمْرَانَ:1، 2] "إِنَّ فِيهِمَا اسْمَ اللَّهِ الْأَعْظَمِ"
    Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Bakir, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Abu Ziyad, telah menceritakan kepada kami Syahr ibnu Hausyab, dari Asma binti Yazid ibnus Sakan yang menceritakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda sehubungan dengan kedua ayat berikut, yaitu firman-Nya: Allah, tidak ada Tuhan melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus-menerus mengurus (makhluk-Nya). (Al-Baqarah: 255) Dan firman-Nya: Alif lam Mim. Allah, tidak ada Tuhan melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus-menerus mengurus (makhluk-Nya). (Ali Imran: 1-2) Beliau Saw. bersabda: Sesungguhnya di dalam kedua ayat tersebut terdapat asma Allah yang paling agung.
    Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Abu Daud melalui Musaddad, sedangkan Imam Turmuzi melalui Ali ibnu Khasyram, dan Ibnu Majah melalui Abu Bakar ibnu Abu Syaibah; ketiga-tiganya menceritakan hadis ini dari Isa ibnu Yunus, dari Abdullah ibnu Abu Ziyad dengan lafaz yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini berpredikat hasan sahih.
    Hadis lain semakna dengan hadis ini diriwayatkan dari Abu Umamah r.a.,
    قَالَ ابْنُ مَرْدُويه: أَخْبَرَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ نُمَيْرٍ أَخْبَرَنَا إِسْحَاقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ بْنِ إِسْمَاعِيلَ أَخْبَرَنَا هِشَامُ بْنُ عَمَّارٍ أَخْبَرَنَا الْوَلِيدُ بْنُ مُسْلِمٍ، أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْعَلَاءِ بْنِ زَيْدٍ: أَنَّهُ سَمِعَ الْقَاسِمَ بْنَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ يُحَدِّثُ عَنْ أَبِي أُمَامَةَ يَرْفَعُهُ قَالَ: "اسْمُ اللَّهِ الْأَعْظَمِ الَّذِي إِذَا دُعِيَ بِهِ أَجَابَ فِي ثَلَاثٍ: سُورَةِ الْبَقَرَةِ وَآلِ عِمْرَانَ وَطَهَ" وَقَالَ هِشَامٌ -وَهُوَ ابْنُ عَمَّارٍ خَطِيبُ دِمَشْقَ-: أَمَّا الْبَقَرَةُ فَـ {اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ} وَفِي آلِ عِمْرَانَ: {الم * اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ} وَفِي طَهَ: {وَعَنَتِ الْوُجُوهُ لِلْحَيِّ الْقَيُّومِ}
    Ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Numair, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Ibrahim ibnu Ismail, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Ammar, telah menceritakan kepada kami Al-Walid ibnu Muslim, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnul Ala ibnu Zaid, bahwa dia pernah mendengar Al-Qasim ibnu Abdur Rahman menceritakan hadis berikut dari Abu Umamah yang me-rafa'-kannya (kepada Nabi Saw.), yaitu: Asma Allah yang paling agung yang apabila dibaca di dalam doa pasti dikabulkan ada dalam tiga tempat, yaitu surat Al-Baqarah, surat Ali Imran, dan surat Thaha. Hisyam (yaitu Ibnu Ammar, khatib kota Damaskus) mengatakan, yang di dalam surat Al-Baqarah ialah firman-Nya: Allah, tidak ada Tuhan melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus-menerus mengurus (makhluk-Nya). (Al-Baqarah: 255). Di dalam surat Ali Imran ialah firman-Nya: Alif Lam Mim. Allah, tidak ada Tuhan melainkan Dia yang Hidup kekal lagi terus-menerus mengurus (makhluk-Nya). (Ali Imran: 1-2), Dan yang di dalam surat Thaha ialah firman-Nya: Dan tunduklah semua muka kepada Tuhan Yang Hidup kekal lagi senantiasa mengurus (makhluk-Nya). (Thaha: 111)
    Hadis lain dari Abu Umamah dalam keutamaan membacanya sesudah salat fardu.
    قَالَ أَبُو بَكْرِ بْنُ مَرْدُويه: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مُحْرِزِ بْنِ مُسَاوِرٍ الْأُدْمِيُّ أَخْبَرَنَا جَعْفَرُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ الْحَسَنِ أَخْبَرَنَا الحُسَين بْنُ بِشْرٍ بطَرسُوس أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ حِمْيَرٍ أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ زِيَادٍ عَنْ أَبِي أُمَامَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنْ قَرَأَ دُبُر كُلِّ صَلَاةٍ مَكْتُوبَةٍ آيَةَ الْكُرْسِيِّ لَمْ يَمْنَعْهُ مِنْ دُخُولِ الْجَنَّةِ إِلَّا أَنْ يَمُوتَ".

    Abu Bakar ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Muharriz ibnu Yanawir Al-Adami, telah menceritakan kepada kami Ja'far ibnu Muhammad ibnul Hasan, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Bisyr di Tartus, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Humair, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ziyad, dari Abu Umamah yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Barang siapa yang membaca ayat Kursi sehabis setiap salat fardu, maka tiada penghalang baginya untuk memasuki surga kecuali hanya mati.
    Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Nasai di dalam kitab Al-Yaum wal Lailah dari Al-Hasan ibnu Bisyr dengan lafaz yang sama.
    Ibnu Hibban di dalam kitab sahihnya telah meriwayatkan dari hadis Muhammad ibnu Humair (yaitu Al-Himsi, salah seorang Rijal Imam Bukhari), hadis ini dapat dinilai sahih dengan syarat Imam Bukhari. Abul Faraj —yakni Ibnul Jauzi— menduga bahwa hadis ini maudu'.
    Ibnu Murdawaih meriwayatkannya melalui hadis Ali dan Al-Mugirah ibnu Syu'bah serta Jabir ibnu Abdullah semisal dengan hadis ini, tetapi di dalam sanad masing-masing terdapat ke-daif-an.
    Ibnu Murdawaih mengatakan pula:
    حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْحَسَنِ بْنِ زِيَادٍ الْمُقْرِيُّ أَخْبَرَنَا يَحْيَى بْنُ دُرُسْتُوَيه الْمَرْوَزِيُّ أَخْبَرَنَا زِيَادُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ أَخْبَرَنَا أَبُو حَمْزَةَ السُّكَّرِيُّ عَنِ الْمُثَنَّى عَنْ قَتَادَةَ عَنِ الْحَسَنِ عَنْ أَبِي مُوسَى الْأَشْعَرِيِّ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "أَوْحَى اللَّهُ إِلَى مُوسَى بْنِ عِمْرَانَ عَلَيْهِ السَّلَامُ أَنِ اقْرَأْ آيَةَ الْكُرْسِيِّ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ مكتوبة فإنه من يقرؤها فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ مَكْتُوبَةٍ أجعلْ لَهُ قَلْبَ الشَّاكِرِينَ وَلِسَانَ الذَّاكِرِينَ وَثَوَابَ الْمُنِيبِينَ وَأَعْمَالَ الصِّدِّيقِينَ وَلَا يُوَاظِبُ عَلَى ذَلِكَ إِلَّا نَبِيٌّ أَوْ صِدِّيقٌ أَوْ عَبْدٌ امتحنتُ قَلْبَهُ لِلْإِيمَانِ أَوْ أُرِيدُ قَتْلَهُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ"
    telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul Hasan ibnu Ziyad Al-Muqri, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Durustuwaih Al-Marwazi, telah menceritakan kepada kami Ziyad ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Abu Hamzah As-Sukari, dari Al-Musanna, dari Qatadah, dari Al-Hasan, dari Abu Musa Al-Asy'ari, dari Nabi Saw. yang telah bersabda:  Allah mewahyukan kepada Musa ibnu Imran a.s., "Bacalah ayat Kursi pada tiap-tiap sehabis salat fardu, karena sesungguhnya barang siapa yang membacanya setelah selesai dari tiap salat fardu, niscaya Aku jadikan baginya kalbu orang-orang yang bersyukur, lisan orang-orang yang berzikir, pahala para nabi dan amal para siddiqin. Dan tidak sekali-kali melestarikan hal tersebut kecuali hanya seorang nabi atau seorang siddiq atau seorang hamba yang Aku uji kalbunya untuk iman atau Aku menghendakinya terbunuh di jalan Allah."
    Hadis ini munkar sekali.
    Hadis lain menyebutkan bahwa ayat Kursi memelihara pembacanya pada permulaan siang hari dan permulaan malam hari.
    قَالَ أَبُو عِيسَى التِّرْمِذِيُّ: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ الْمُغِيرَةِ أَبُو سَلَمَةَ الْمَخْزُومِيُّ الْمَدِينِيُّ أَخْبَرَنَا ابْنُ أَبِي فُدَيْكٍ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْمَلِيكِيِّ عَنْ زُرَارَةَ بْنِ مُصْعَبٍ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنْ قَرَأَ: {حم} الْمُؤْمِنَ إِلَى: {إِلَيْهِ الْمَصِيرُ} وَآيَةَ الْكُرْسِيِّ حِينَ يُصْبِحُ حُفِظَ بِهِمَا حَتَّى يُمْسِيَ وَمَنْ قَرَأَهُمَا حِينَ يُمْسِي حُفِظَ بِهِمَا حَتَّى يُصْبِحَ
    Abu Isa At-Turmuzi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnul Mugirah (yaitu Abu Salamah Al-Makhzumi Al-Madini), telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Fudaik, dari Abdur Rahman Al-Mulaiki, dari Zararah ibnu Mus'ab, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Barang siapa yang membaca Ha-Mim surat Al-Mu’min sampai kepada firman-Nya, "Ilaihil masir," dan ayat Kursi di saat pagi hari, maka ia akan dipelihara oleh keduanya hingga petang hari. Dan barang siapa yang membaca keduanya hingga petang hari, maka ia akan dipelihara berkat keduanya hingga pagi hari.
    Kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini berpredikat garib. Sebagian dari kalangan ahlul ilmi meragukan hafalan Abdur Rahman ibnu Abu Bakar ibnu Abu Mulaikah Al-Mulaiki.
    Sesungguhnya banyak hadis lain yang menceritakan keutamaan ayat Kursi ini, sengaja tidak kami ketengahkan untuk meringkas, mengingat predikatnya tidak ada yang sahih lagi sanadnya daif, seperti hadis Ali yang menganjurkan membacanya di saat hendak ber-hijamah (berbekam). Disebutkan bahwa membaca ayat Kursi di saat hendak berhijamah sama kedudukannya dengan melakukan hijamah dua kali. Dan hadis Abu Hurairah yang menceritakan perihal menulis ayat Kursi pada telapak tangan kiri dengan memakai minyak za'faran sebanyak tujuh kali, lalu dijilat yang faedahnya untuk menguatkan hafalan dan tidak akan lupa pada hafalannya. Kedua hadis tersebut diketengahkan oleh Ibnu Murdawaih, juga hadis-hadis yang lain mengenainya.
    Ayat Kursi Mengandung Sepuluh Kalimat yang Menyendiri.
    Firman Allah Swt:
    {اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلا هُوَ}
    Allah, tidak ada Tuhan melainkan Dia. (Al-Baqarah: 255)
    Pemberitahuan yang menyatakan bahwa Dialah Tuhan Yang Maha Esa bagi semua makhluk.
    {الْحَيُّ الْقَيُّومُ}
    Yang Hidup kekal lagi terus-menerus mengurus (makhluk-Nya). (Al-Baqarah: 255)
    Yakni Dia adalah Zat Yang Hidup kekal, tidak mati selama-lamanya, lagi terus-menerus mengurus selain-Nya. Sahabat Umar membacanya qiyamun dengan pengertian bahwa semua makhluk berhajat kepada-Nya, sedangkan Dia Mahakaya dari semua makhluk. Dengan kata lain, segala sesuatu tidak akan berujud tanpa perintah dari-Nya. Perihalnya sama dengan makna yang ada dalam firman-Nya:
    أَنْ تَقُومَ السَّماءُ وَالْأَرْضُ بِأَمْرِهِ
    Dan di antara  tanda-tanda kekuasaan-Nya  ialah  berdirinya langit dan bumi dengan kehendak-Nya. (Ar-Rum: 25)
    Adapun firman Allah Swt.:
    {لَا تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلا نَوْمٌ}
    tidak mengantuk dan tidak tidur. (Al-Baqarah: 255)
    Artinya, Dia tidak pernah terkena kekurangan, tidak lupa, tidak pula lalai terhadap makhluk-Nya. Bahkan Dia mengurus semua jiwa berikut amal perbuatannya, lagi menyaksikan segala sesuatu. Tiada sesuatu pun yang gaib (tidak diketahui) oleh-Nya, tiada suatu perkara yang samar pun yang tidak diketahui-Nya. Di antara kesempurnaan sifat Qayyum-Nya ialah Dia tidak pernah mengantuk dan tidak pernah pula tidur.
    Lafaz la ta-khuzuhu artinya tidak pernah terkena; sinatun, artinya mengantuk, yaitu pendahuluan dari tidur. Wala naum, dan tidak pula tidur, lafaz ini disebutkan karena pengertiannya lebih kuat daripada yang pertama.
    Di dalam sebuah hadis sahih disebutkan dari Abu Musa:
    قَامَ فِينَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ، فَقَالَ «إِنَّ اللَّهَ لَا يَنَامُ، وَلَا يَنْبَغِي لَهُ أَنْ يَنَامَ، يُخْفِضُ الْقِسْطَ وَيَرْفَعُهُ، يُرْفَعُ إِلَيْهِ عَمَلُ النَّهَارِ قَبْلَ عَمَلِ اللَّيْلِ، وَعَمَلُ اللَّيْلِ قَبْلَ عَمَلِ النَّهَارِ، حِجَابُهُ النُّورُ أَوِ النَّارُ، لَوْ كَشَفَهُ لَأَحْرَقَتْ سُبُحَاتُ وَجْهِهِ مَا انْتَهَى إِلَيْهِ بَصَرُهُ مِنْ خَلْقِهِ»
    Rasulullah Saw. berdiri di antara kami, lalu mengucapkan empat kalimat berikut, yaitu: "Sesungguhnya Allah tidak tidur dan tidak layak bagi-Nya tidur. Dia merendahkan dan mengangkat timbangan (amal perbuatan); dilaporkan kepada-Nya semua amal perbuatan siang hari sebelum amal perbuatan malam hari; dan amal perbuatan malam hari sebelum amal perbuatan siang hari. Hijab (penghalang)-Nya adalah nur atau api. Seandainya Dia membuka hijab-Nya, niscaya Kesucian Zat-Nya akan membakar semua makhluk sejauh pandangan-Nya."
    Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, telah menceritakan kepadaku Al-Hakam ibnu Aban, dari Ikrimah maula Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Tidak mengantuk dan tidak tidur. (Al-Baqarah: 255) Bahwa Musa a.s. pernah bertanya kepada para malaikat, "Apakah Allah Swt. pernah tidur?" Maka Allah mewahyukan kepada para malaikat dan memerintahkan mereka untuk membuat Musa mengantuk selama tiga hari, dan mereka tidak boleh membiarkannya terjaga. Mereka mengerjakan apa yang diperintahkan itu. Mereka memberi dua buah botol kepada Musa supaya dipegang, lalu mereka meninggalkannya. Sebelum itu mereka mewanti-wanti kepada Musa agar hati-hati terhadap kedua botol tersebut, jangan sampai pecah. Maka Musa mulai mengantuk, sementara kedua botol itu dipegang oleh masing-masing tangannya. Kemudian Musa mengantuk dan sadar, dan mengantuk serta sadar. Akhirnya ia mengantuk selama beberapa saat, lalu salah satu dari kedua botol itu beradu dengan yang lainnya hingga pecah.
    Ma'mar mengatakan, sesungguhnya apa yang disebutkan oleh kisah di atas merupakan misal (perumpamaan) yang dibuat oleh Allah Swt. Ma'mar 'mengatakan bahwa demikian pula halnya langit dan bumi di tangan kekuasaan-Nya (seandainya Dia mengantuk, niscaya keduanya akan hancur berantakan).
    Hal yang sama diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir, dari Al-Hasan ibnu Yahya, dari Abdur Razzaq yang mengetengahkan kisah ini. Pada kenyataannya kisah ini merupakan salah satu dari berita kaum Bani Israil, yang kesimpulannya menyatakan bahwa hal seperti ini termasuk salah satu hal yang diajarkan kepada Musa untuk mengetahui bahwa Allah Swt. itu tiada sesuatu pun yang samar bagi-Nya dan bahwa Dia Mahasuci dari hal tersebut.
    Hal yang lebih garib (aneh) lagi daripada kisah di atas ialah sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir. Disebutkan bahwa:
    حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ أَبِي إِسْرَائِيلَ حَدَّثْنَا هِشَامُ بْنُ يُوسُفَ عَنْ أُمَيَّةَ بْنِ شِبْلٍ عَنِ الْحَكَمِ بْنِ أَبَانَ عَنْ عِكْرِمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَحْكِي عَنْ مُوسَى عَلَيْهِ السَّلَامُ عَلَى الْمِنْبَرِ، قَالَ: "وَقَعَ فِي نَفْسِ مُوسَى: هَلْ يَنَامُ اللَّهُ؟ فَأَرْسَلَ اللَّهُ إِلَيْهِ مَلَكًا فَأَرَّقَهُ ثَلَاثًا ثُمَّ أَعْطَاهُ قَارُورَتَيْنِ فِي كُلِّ يَدٍ قَارُورَةٌ وَأَمَرَهُ أَنْ يَحْتَفِظَ بِهِمَا". قَالَ: "فَجَعَلَ يَنَامُ تَكَادُ يَدَاهُ تَلْتَقِيَانِ فَيَسْتَيْقِظُ فَيَحْبِسُ إِحْدَاهُمَا عَلَى الْأُخْرَى، حَتَّى نَامَ نَوْمَةً فَاصْطَفَقَتْ يَدَاهُ فَانْكَسَرَتِ الْقَارُورَتَانِ" قَالَ: "ضَرَبَ اللَّهُ لَهُ مَثَلًا عَزَّ وَجَلَّ: أَنَّ اللَّهَ لَوْ كَانَ يَنَامُ لَمْ تَسْتَمْسِكِ السَّمَاءُ وَالْأَرْضُ"
    telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Abu Israil, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Yusuf, dari Umayyah ibnu Syibl, dari Al-Hakam ibnu Aban, dari Ikrimah, dari Abu Hurairah yang menceritakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. yang ada di atas mimbarnya mengisahkan kejadian yang dialami oleh Musa a.s.:  Timbul pertanyaan di dalam hati Nabi Musa, apakah Allah tidur? Maka Allah mengutus malaikat kepadanya dan Musa dibuatnya mengantuk selama tiga hari. Sebelumnya malaikat itu memberikan dua buah botol kepadanya, pada masing-masing tangan satu botol; dan memerintahkan kepadanya agar kedua botol itu dijaga (jangan sampai pecah). Lalu Musa tertidur dan kedua tangannya hampir saja bertemu satu sama lainnya, tetapi ia keburu bangun, lalu ia menahan keduanya supaya jangan beradu dengan yang lainnya. Akhirnya Musa tertidur sejenak dan kedua tangannya beradu hingga kedua botol itu pecah. Nabi Saw. bersabda, "Allah Swt. membuat suatu perumpamaan; seandainya Allah tidur, niscaya langit dan bumi tidak dapat dipegang-Nya."
    Hadis ini garib sekali, yang jelas hadis ini adalah kisah israiliyat, tidak marfu' (sampai kepada Nabi Saw.).
    Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnul Qasim ibnu Atiyyah, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Abdur Rahman Ad-Dustuki, telah menceritakan kepadaku ayahku, dari ayahnya, telah menceritakan kepada kami Asy'as ibnu Ishaq, dari Ja'far ibnu Abul Mugirah, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas, bahwa orang-orang Bani Israil pernah bertanya, "Hai Musa, apakah Tuhanmu tidur?" Musa menjawab, "Ber-takwalah kalian kepada Allah." Maka Tuhan berseru kepadanya, "Hai Musa, mereka menanyakan kepadamu, apakah Tuhanmu tidur? Maka ambillah dua buah botol, lalu peganglah pada kedua tanganmu dan janganlah kamu tidur pada malam harinya." Musa melakukan hal itu. Ketika sepertiga malam hari lewat, Musa merasa mengantuk hingga ia jatuh terduduk, tetapi ia terbangun, lalu dengan segera ia membetulkan letak kedua botol itu. Tetapi ketika malam hari berada pada penghujungnya, Musa mengantuk dan kedua botol itu jatuh, lalu pecah. Maka Allah Swt. berfirman, "Hai Musa, seandainya Aku mengantuk, niscaya terjatuhlah langit dan bumi dan hancur berantakan, sebagaimana kedua botol yang ada pada kedua tanganmu itu terjatuh." Kemudian Allah Swt. menurunkan ayat Kursi ini kepada Nabi-Nya Saw.
    Firman Allah Swt.:
    {لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأرْضِ}
    Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. (Al-Baqarah: 255)
    Ayat ini memberitakan bahwa semuanya adalah hamba-hamba-Nya, berada dalam kekuasaan-Nya dan di bawah pengaturan dan pemerintahan-Nya. Perihalnya sama dengan makna yang ada dalam ayat lain, yaitu firman-Nya:
    {إِنْ كُلُّ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ إِلا آتِي الرَّحْمَنِ عَبْدًا لَقَدْ أَحْصَاهُمْ وَعَدَّهُمْ عَدًّا * وَكُلُّهُمْ آتِيهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَرْدًا}
    Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi kecuali akan datang kepada Tuhan Yang Maha Pemurah selaku seorang hamba. Sesungguhnya Allah telah menentukan jumlah mereka dan menghitung mereka dengan hitungan yang teliti. Dan tiap-tiap mereka akan datang kepada Allah pada hari kiamat dengan sendiri-sendiri. (Maryam: 93-95)
    Adapun firman Allah Swt.:
    {مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلا بِإِذْنِهِ}
    Tidak ada seorang pun yang dapat memberi syafaat di sisi-Nya melainkan dengan seizin-Nya. (Al-Baqarah: 255)
    Makna ayat ini sama dengan ayat lain, yaitu firman-Nya:
    وَكَمْ مِنْ مَلَكٍ فِي السَّماواتِ لَا تُغْنِي شَفاعَتُهُمْ شَيْئاً إِلَّا مِنْ بَعْدِ أَنْ يَأْذَنَ اللَّهُ لِمَنْ يَشاءُ وَيَرْضى
    Dan berapa banyak malaikat di langit, syafaat mereka sedikit pun tidak berguna kecuali sesudah Allah mengizinkan bagi orang yang dikehendaki dan diridai-(Nya). (An-Najm: 26)
    Sama pula dengan firman-Nya:
    وَلا يَشْفَعُونَ إِلَّا لِمَنِ ارْتَضى
    dan mereka tidak memberi syafaat melainkan kepada orang yang diridai Allah. (Al-Anbiya: 28)
    Demikian itu karena keagungan dan kebesaran serta ketinggian-Nya, hingga tidak ada seorang pun yang berani memberikan syafaat kepada seseorang di sisi-Nya melainkan dengan izin dari-Nya. Seperti hal yang disebutkan di dalam hadis mengenai syafaat, yaitu:
    «آتِي تَحْتَ الْعَرْشِ فَأَخِرُّ سَاجِدًا، فَيَدَعُنِي مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَدَعَنِي. ثُمَّ يُقَالُ: ارْفَعْ رَأْسَكَ وَقُلْ تُسْمَعْ وَاشْفَعْ تُشَفَّعْ- قَالَ- فَيَحِدُّ لِي حَدًّا فَأُدْخِلُهُمُ الْجَنَّةَ» .
    Aku datang ke bawah Arasy, lalu aku menyungkur bersujud, dan Allah membiarkan diriku dalam keadaan demikian menurut apa yang dikehendaki-Nya. Kemudian Dia berfirman, "Angkatlah kepalamu dan katakanlah (apa yang engkau kehendaki), niscaya kamu didengar; dan mintalah syafaat, niscaya kamu diberi izin untuk memberi syafaat." Nabi Saw. melanjutkan kisahnya, "Kemudian Allah memberikan suatu batasan kepadaku, lalu aku masukkan mereka ke dalam surga."
    Firman Allah Swt.:
    {يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ}
    Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka. (Al-Baqarah: 255)
    Ayat ini merupakan dalil yang menunjukkan bahwa pengetahuan Allah meliputi semua yang  ada, baik masa lalu, masa  sekarang, maupun masa depannya. Perihalnya sama dengan makna yang terkandung dalam ayat lain yang mengisahkan malaikat:
    {وَمَا نَتَنزلُ إِلا بِأَمْرِ رَبِّكَ لَهُ مَا بَيْنَ أَيْدِينَا وَمَا خَلْفَنَا وَمَا بَيْنَ ذَلِكَ وَمَا كَانَ رَبُّكَ نَسِيًّا}
    Dan tidaklah kami (Jibril) turun kecuali dengan perintah Tuhanmu. Kepunyaan-Nyalah apa-apa yang ada di hadapan kita, apa-apa yang ada di belakang kita, dan apa-apa yang ada di antara keduanya, dan tidaklah Tuhanmu lupa. (Maryam: 64)
    {وَلا يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِنْ عِلْمِهِ إِلا بِمَا شَاءَ}
    Dan   mereka   tidak   mengetahui   apa-apa   dari   ilmu   Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. (Al-Baqarah: 255)
    Yakni tidak ada seorang pun yang mengetahui sesuatu dari ilmu Allah kecuali sebatas apa yang Allah beri tahukan kepadanya dan apa yang diperlihatkan kepadanya.
    Akan tetapi, makna ayat ini dapat ditafsirkan bahwa makna yang dimaksud ialah mereka tidak dapat mengetahui sesuatu pun mengenai pengetahuan tentang Zat dan sifat-sifat-Nya melainkan hanya sebatas apa yang diperlihatkan oleh Allah kepadanya. Perihalnya sama dengan makna yang terkandung di dalam firman-Nya:
    وَلا يُحِيطُونَ بِهِ عِلْماً
    sedangkan ilmu mereka tidak dapat meliputi ilmu-Nya. (Thaha: 110)
    {وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ}
    Kursi Allah meliputi langit dan bumi. (Al-Baqarah: 255)
    Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Ibnu Idris, dari Mutarrif, dari Tarif, dari Ja'far ibnu Abul Mugirah, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna ayat ini. Ibnu Abbas mengatakan, yang dimaksud dengan 'Kursi-Nya' ialah ilmu-Nya.
    Hal yang sama telah diriwayatkan Ibnu Jarir melalui hadis Abdullah ibnu Idris dan Hasyim, keduanya dari Mutarrif ibnu Tarif dengan lafaz yang sama. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah diriwayatkan pula dari Sa'id ibnu Jubair hal yang semisal.
    Kemudian Ibnu Jarir mengatakan bahwa ulama lainnya mengatakan, "Yang dimaksud dengan Kursi ialah tempat kedua telapak kaki (kekuasaan-Nya)." Kemudian ia meriwayatkannya dari Abu Musa, As-Saddi, Ad-Dahhak, dan Muslim Al-Batin.
    Syuja' ibnu Makhlad mengatakan di dalam kitab tafsirnya, telah menceritakan kepada kami Abu Asim, dari Sufyan, dari Ammar Az-Zahabi, dari Muslim Al-Batin, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa Nabi Saw. pernah ditanya mengenai makna firman-Nya: Kursi Allah meliputi langit dan bumi. (Al-Baqarah: 255) Maka beliau Saw. menjawab:
    «كُرْسِيُّهُ مَوْضِعُ قَدَمَيْهِ وَالْعَرْشُ لَا يُقَدِّرُ قَدْرَهُ إِلَّا اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ»
    Kursi Allah ialah tempat kedua telapak kaki (kekuasaan-Nya), sedangkan Arasy tiada yang dapat menaksir luasnya kecuali hanya Allah Swt. sendiri.
    Al-Hafiz Abu Bakar ibnu Murdawaih meriwayatkan pula hadis ini melalui jalur Syuja' ibnu Makhlad Al-Fallas yang menceritakan hadis ini, tetapi ke-marfu'-an hadis ini adalah suatu kekeliruan. Karena Waki' meriwayatkannya pula di dalam kitab tafsirnya, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Ammar Az-Zahabi, dari Muslim Al-Batin, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Kursi adalah tempat kedua telapak kaki (kekuasaan)-Nya; dan Arasy, tidak ada seorang pun yang dapat menaksir luasnya.
    Hal yang semisal diriwayatkan pula oleh Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya, dari Abul Abbas (yaitu Muhammad ibnu Ahmad Al-Mahbubi), dari Muhammad ibnu Mu'az, dari Abu Asim, dari Sufyan (yaitu As-Sauri) berikut sanadnya, dari Ibnu Abbas, tetapi mauquf sampai kepada Ibnu Abbas saja (dan tidak marfu' sampai kepada Nabi Saw.). Selanjutnya Imam Hakim mengatakan bahwa asar ini sahih dengan syarat Syaikhain (Bukhari dan Muslim), tetapi keduanya tidak mengetengahkan asar ini.
    Ibnu Murdawaih meriwayakan pula melalui jalur Al-Hakim ibnu Zahir Al-Fazzari Al-Kufi yang dikenal hadisnya tak terpakai, dari As-Saddi, dari ayahnya, dari Abu Hurairah secara marfu', tetapi tidak sahih predikatnya.
    As-Saddi meriwayatkan dari Abu Malik bahwa Kursi terletak di bawah Arasy.
    As-Saddi sendiri mengatakan bahwa langit dan bumi berada di dalam Kursi, sedangkan Kursi berada di hadapan Arasy.
    Ad-Dahhak meriwayatkan dari Ibnu Abbas, "Seandainya langit dan bumi yang masing-masingnya terdiri atas tujuh lapis dihamparkan, kemudian satu sama lainnya disambungkan, maka semuanya itu bukan apa-apa bila dibandingkan dengan luasnya Kursi, melainkan hanya seperti suatu halqah (sekerumunan manusia) yang berada di tengah-tengah padang pasir."
    Hal ini diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Yunus, telah menceritakan kepadaku Ibnu Wahb, bahwa Ibnu Zaid pernah mengatakan, ayahnya pernah menceritakan kepadanya bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
    «ما السموات السَّبْعُ فِي الْكُرْسِيِّ إِلَّا كَدَرَاهِمَ سَبْعَةٍ أُلْقِيَتْ فِي تُرْسٍ»
    Tiadalah langit yang tujuh (bila) diletakkan di dalam Kursi, melainkan seperti tujuh keping uang dirham yang dilemparkan di atas sebuah tameng.
    Disebutkan pula, Abu Zar r.a. pernah mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
    "مَا الْكُرْسِيُّ فِي الْعَرْشِ إِلَّا كَحَلْقَةٍ مِنْ حَدِيدٍ أُلْقِيَتْ بَيْنَ ظَهْرَيْ فَلَاةٍ مِنَ الْأَرْضِ"
    Tiadalah Kursi itu (bila) diletakkan di dalam Arasy melainkan seperti sebuah halqah (lingkaran) besi yang dilemparkan di tengah-tengah sebuah padang pasir dari bumi.
    Abu Bakar ibnu Murdawaih mengatakan:
    أَخْبَرَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ أَحْمَدَ أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ وُهَيْبٍ الغزي أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ أَبِي السَّرِيّ الْعَسْقَلَانِيُّ أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ  التَّمِيمِيُّ عَنِ الْقَاسِمِ بْنِ مُحَمَّدٍ الثَّقَفِيِّ عَنْ أَبِي إِدْرِيسَ الْخَوْلَانَيِّ عَنْ أَبِي ذَرٍّ الْغِفَارِيِّ، أَنَّهُ سَأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الْكُرْسِيِّ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "والذي نفسي بيده ما السموات السَّبْعُ وَالْأَرْضُونَ السَّبْعُ عِنْدَ الْكُرْسِيِّ إِلَّا كَحَلْقَةٍ مُلْقَاةٍ بِأَرْضِ فَلَاةٍ، وَإِنَّ فَضْلَ الْعَرْشِ عَلَى الْكُرْسِيِّ كَفَضْلِ الْفَلَاةِ عَلَى تِلْكَ الْحَلْقَةِ"
    telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Ahmad, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Wuhaib Al-Muqri, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abul Yusri Al-Asqalani, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah At-Tamimi, dari Al-Qasim ibnu Muhammad As-Saqafi, dari Abu Idris Al-Khaulani, dari Abu Zar Al-Gifari, bahwa ia pernah bertanya kepada Rasulullah Saw. tentang Kursi. Maka beliau Saw. bersabda: Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, tiadalah langit yang tujuh dan bumi yang tujuh lapis bila diletakkan pada Kursi melainkan seperti sebuah lingkaran (besi) yang dilemparkan di tengah-tengah padang pasir. Dan sesungguhnya keutamaan Arasy atas Kursi sama dengan keutamaan padang pasir atas lingkaran itu.
    Al-Hafiz Abu Ya'la Al-Mausuli telah mengatakan di dalam kitab Musnad-nya:
    حَدَّثَنَا زُهَيْرٌ حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي بُكَيْر حَدَّثَنَا إِسْرَائِيلُ عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ خَلِيفَةَ عَنْ عُمَرَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: أَتَتِ امْرَأَةٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتِ: ادْعُ اللَّهَ أَنْ يُدْخِلَنِي الْجَنَّةَ. قَالَ: فَعَظَّمَ الرَّبَّ تَبَارَكَ وَتَعَالَى وَقَالَ: "إن كرسيه وسع السموات وَالْأَرْضَ وَإِنَّ لَهُ أَطِيطًا كَأَطِيطِ الرَّحل الْجَدِيدِ مِنْ ثِقَلِهِ"
    telah menceritakan kepada kami Zuhair, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Bakar, telah menceritakan kepada kami Israil, dari Abu Ishaq, dari Abdullah ibnu Khalifah, dari Umar r.a. yang menceritakan bahwa ada seorang wanita datang kepada Rasulullah Saw., lalu berkata, "Doakanlah kepada Allah, semoga Dia memasukkan diriku ke dalam surga." Sahabat Umar melanjutkan kisahnya, bahwa Nabi Saw. menyebutkan asma Allah Yang Mahaagung lagi Mahatinggi, lalu bersabda: Sesungguhnya Kursi Allah meliputi semua langit dan bumi, dan sesungguhnya Kursi Allah mengeluarkan suara seperti suara pelana besi karena beratnya.
    Hadis ini diriwayatkan pula oleh Al-Hafiz Al-Bazzar di dalam kitab Musnad-nya yang terkenal, juga Abdu Humaid serta Ibnu Jarir di dalam kitab tafsir masing-masing, Imam Tabrani dan Ibnu Abu Asim di dalam kitab sunnah masing-masing; Al-Hafiz Ad-Diya di dalam kitabnya yang berjudul Al-Mukhtar melalui hadis Ishaq As-Subai'i, dari Abdullah ibnu Khalifah. Akan tetapi, hal tersebut tidak menjamin hadis ini menjadi masyhur, sedangkan mengenai mendengarnya Abdullah ibnu Khalifah dari sahabat Umar masih perlu dipertimbangkan.
    Kemudian di antara mereka ada orang yang meriwayatkannya dari Abdullah ibnu Khalifah, dari Umar r.a. secara mauquf (hanya sampai pada dia). Di antara mereka ada yang meriwayatkannya dari Abdullah ibnu Khalifah secara mursal. Ada yang menambahkan pada matannya dengan tambahan yang garib (aneh), dan ada pula yang membuangnya. Hal yang lebih aneh daripada kisah di atas ialah hadis yang diceritakan oleh Jabir ibnu Mut'im mengenai sifat (gambaran) Arasy, seperti hadis yang diriwayatkan Imam Abu Daud di dalam kitab sunnahnya.
    Ibnu Murdawaih dan lain-lainnya meriwayatkan banyak hadis dari Buraidah, Jabir, dan selain keduanya yang isinya mengisahkan bahwa kelak di hari kiamat Kursi akan diletakkan untuk menyelesaikan masalah peradilan. Tetapi menurut makna lahiriahnya, hal tersebut tidak disebut di dalam ayat ini (Al-Baqarah: 255).
    Sebagian ahli ilmu filsafat mengenai astrologi dari kalangan orang-orang Islam mengatakan bahwa Kursi menurut mereka adalah falak yang jumlahnya ada delapan, yaitu falak yang bersifat tetap; di atasnya terdapat falak lain yang kesembilan, yaitu falak asir yang dikenal dengan sebutan atlas. Akan tetapi, pendapat mereka di-sanggah oleh golongan yang lain.
    Ibnu Jarir meriwayatkan melalui jalur Juwaibir, dari Al-Hasan Al-Basri, ia pernah mengatakan bahwa Kursi adalah Arasy. Tetapi menurut pendapat yang benar, Kursi itu lain dengan Arasy; Arasy jauh lebih besar daripada Kursi, seperti yang ditunjukkan oleh banyak asar dan hadis. Dalam hal ini Ibnu Jarir berpegang kepada hadis Abdullah ibnu Khalifah, dari Umar. Menurut kami, kesahihan asar tersebut masih perlu dipertimbangkan.
    Firman Allah Swt.:
    {وَلا يَئُودُهُ حِفْظُهُمَا}
    Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya.   (Al-Baqarah: 255)
    Maksudnya, tidak memberatkan-Nya dan tidak mengganggu-Nya sama sekali memelihara langit dan bumi serta semua makhluk yang ada pada keduanya, bahkan hal tersebut mudah dan sangat ringan bagi-Nya. Dialah yang mengatur semua jiwa beserta semua apa yang diperbuatnya, Dialah yang mengawasi segala sesuatu. Tidak ada sesuatu pun yang terhalang dari-Nya, dan tiada sesuatu pun yang gaib bagi-Nya. Segala sesuatu seluruhnya hina di hadapan-Nya dalam keadaan tunduk dan patuh bila dibandingkan dengan-Nya, lagi berhajat kepada-Nya, sedangkan Dia Mahakaya lagi Maha Terpuji, Maha melakukan semua yang dikehendaki-Nya, tidak dimintai pertanggungjawaban tentang apa yang dilakukan-Nya, sedangkan mereka dimintai pertanggungjawaban. Dia Mahamenang atas segala sesuatu, Maha Menghitung atas segala sesuatu, Maha Mengawasi (Waspada), Mahaagung. Tidak ada Tuhan selain Dia, dan tidak ada Rabb selain Dia.
    Firman-Nya:
    {وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ}
    Dan Allah Mahatinggi lagi Mahabesar. (Al-Baqarah: 255)
    Sama maknanya dengan firman-Nya:
    الْكَبِيرُ الْمُتَعالِ
    Yang Mahabesar lagi Mahatinggi. (Ar-Ra'd: 9)
    Cara memahami ayat-ayat ini dan hadis-hadis sahih yang semakna dengannya lebih baik memakai metode yang dilakukan oleh ulama Salaf yang saleh dan dianjurkan oleh mereka, yaitu tidak serupa dan tidak mirip dengan apa yang digambarkan dalam teksnya.

    {لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى لَا انْفِصَامَ لَهَا وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ (256) }
    Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang salah. Karena itu, barang siapa yang ingkar kepada tagut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
    Firman Allah Swt.:
    {لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّين}
    Tidak ada paksaan  untuk  (memasuki)  agama  (Islam).  (Al-Baqarah: 256)
    Yakni janganlah kalian memaksa seseorang untuk masuk agama Islam, karena sesungguhnya agama Islam itu sudah jelas, terang, dan gamblang dalil-dalil dan bukti-buktinya. Untuk itu, tidak perlu memaksakan seseorang agar memeluknya. Bahkan Allah-lah yang memberinya hidayah untuk masuk Islam, melapangkan dadanya, dan menerangi hatinya hingga ia masuk Islam dengan suka rela dan penuh kesadaran. Barang siapa yang hatinya dibutakan oleh Allah, pendengaran dan pandangannya dikunci mati oleh-Nya, sesungguhnya tidak ada gunanya bila mendesaknya untuk masuk Islam secara paksa.
    Mereka menyebutkan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan suatu kaum dari kalangan Ansar, sekalipun hukum yang terkandung di dalamnya bersifat umum.
    Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Yasar, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Addi, dari Syu'bah, dari Abu Bisyr, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa dahulu ada seorang wanita yang selalu mengalami kematian anaknya, maka ia bersumpah kepada dirinya sendiri, "Jika anakku hidup kelak, aku akan menjadikannya seorang Yahudi". Ketika Bani Nadir diusir dari Madinah, di antara mereka ada anak-anak dari kalangan Ansar. Lalu mereka berkata, "Kami tidak akan menyeru anak-anak kami (untuk masuk Islam)." Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam), sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang salah. (Al-Baqarah: 256)
    Imam Abu Daud dan Imam Nasai meriwayatkan pula hadis ini, kedua-duanya meriwayatkannya dari Bandar dengan lafaz yang sama. Sedangkan dari jalur-jalur yang lain diriwayatkan hal yang semakna, dari Syu'bah.
    Hadis ini diriwayatkan pula oleh Ibnu Abu Hatim dan Ibnu Hibban di dalam kitab sahihnya melalui hadis Syu'bah dengan lafaz yang sama. Hal yang sama disebutkan oleh Mujahid, Sa'id ibnu Jubair, Asy-Sya'bi, dan Al-Hasan Al-Basri serta lain-lainnya, bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan peristiwa tersebut.
    Muhammad ibnu Ishaq meriwayatkan dari Muhammad ibnu Abu Muhammad Al-Jarasyi, dari Zaid ibnu Sabit, dari Ikrimah atau Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam). (Al-Baqarah: 256). Ibnu Abbas menceritakan: Ayat ini diturunkan berkenaan dengan seorang lelaki Ansar dari kalangan Bani Salim ibnu Auf yang dikenal dengan panggilan Al-Husaini. Dia mempunyai dua orang anak lelaki yang memeluk agama Nasrani, sedangkan dia sendiri adalah seorang muslim. Maka ia bertanya kepada Nabi Saw., "Bolehkah aku memaksa keduanya (untuk masuk Islam)? Karena sesungguhnya keduanya telah membangkang dan tidak mau kecuali hanya agama Nasrani." Maka Allah menurunkan ayat ini berkenaan dengan peristiwa tersebut.
    Hadis diriwayatkan oleh Ibnu Jarir. As-Saddi meriwayatkan pula hal yang semakna, tetapi di dalam riwayatnya ditambahkan seperti berikut: Keduanya telah masuk agama Nasrani di tangan para pedagang yang datang dari negeri Syam membawa zabib (anggur kering). Ketika keduanya bertekad untuk ikut bersama para pedagang Syam itu, maka ayah keduanya bermaksud memaksa keduanya (untuk masuk Islam) dan meminta kepada Rasulullah Saw. agar mengutus dirinya untuk menyusul keduanya agar pulang kembali. Maka turunlah ayat ini.
    Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Auf, telah menceritakan kepada kami Syarik, dari Abu Hilal, dari Asbaq yang menceritakan, "Pada mulanya aku memeluk agama mereka sebagai seorang Nasrani yang menjadi budak Umar ibnul Khajtab, dan ia selalu menawarkan untuk masuk Islam kepadaku, tetapi aku menolak. Maka ia membacakan firman-Nya: 'Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam).' (Al-Baqarah: 256). Ia mengatakan, 'Hai Asbaq, seandainya kamu masuk Islam, niscaya aku akan mengangkatmu sebagai pegawai untuk mengurusi sebagian urusan kaum muslim'."
    Golongan yang cukup banyak dari kalangan ulama berpendapat bahwa ayat ini diinterpretasikan dengan pengertian tertuju kepada kaum Ahli Kitab dan orang-orang yang termasuk ke dalam kategori mereka sebelum (mengetahui adanya) pe-nasakh-an dan penggantian, tetapi dengan syarat bila mereka membayar jizyah.
    Ulama lain mengatakan bahwa ayat ini di-mansukh oleh ayat qital (perang). Wajib menyeru semua umat untuk memasuki agama Al-Hanif, yaitu agama Islam. Jika ada seseorang di antara mereka menolak untuk masuk ke dalam agama Islam serta tidak mau tunduk kepada peraturannya atau tidak mau membayar jizyah, maka ia diperangi hingga titik darah penghabisan. Yang demikian itulah makna ikrah, seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya:
    سَتُدْعَوْنَ إِلى قَوْمٍ أُولِي بَأْسٍ شَدِيدٍ تُقاتِلُونَهُمْ أَوْ يُسْلِمُونَ
    Kalian akan diajak untuk (memerangi) kaum yang mempunyai kekuatan yang besar, kalian akan memerangi mereka atau mereka menyerah (masuk Islam). (Al-Fath: 16)
    Dalam ayat yang lain Allah Swt berfirman:
    يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ جاهِدِ الْكُفَّارَ وَالْمُنافِقِينَ وَاغْلُظْ عَلَيْهِمْ
    Hai Nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik itu, dan bersikap keraslah terhadap mereka. (At-Taubah: 73)
    يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قاتِلُوا الَّذِينَ يَلُونَكُمْ مِنَ الْكُفَّارِ وَلْيَجِدُوا فِيكُمْ غِلْظَةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ  
    Hai orang-orang yang beriman, perangilah orang-orang kafir yang ada di sekitar kalian itu, dan hendaklah mereka menemui kekerasan daripada kalian; dan ketahuilah bahwa Allah beserta orang-orang yang bertakwa. (At-Taubah: 123)
    Di dalam sebuah hadis sahih disebutkan:
    «عَجِبَ رَبُّكَ مِنْ قَوْمٍ يُقَادُونَ إِلَى الْجَنَّةِ فِي السَّلَاسِلِ»
    Tuhanmu kagum kepada suatu kaum yang digiring masuk ke surga dalam keadaan dirantai.
    Makna yang dimaksud ialah para tawanan yang didatangkan ke negeri Islam dalam keadaan terikat oleh rantai dan belenggu. Sesudah itu mereka masuk Islam dan memperbaiki amal perbuatan serta hati mereka. Maka mereka kelak termasuk ahli surga.
    Adapun mengenai hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, yaitu:
    حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ حُمَيْدٍ عَنْ أَنَسٍ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لِرَجُلٍ: "أَسْلِمْ" قَالَ: إِنِّي أَجِدُنِي كَارِهًا. قَالَ: "وَإِنْ كُنْتَ كَارِهًا"
    telah menceritakan kepada kami Yahya, dari Humaid, dari sahabat Abas r.a. yang menceritakan: Bahwa Rasulullah Saw. pernah berkata kepada seorang lelaki, "Masuk Islamlah kamu!" Lelaki itu menjawab, "Sesungguhnya masih belum menyukainya." Nabi Saw. bersabda, "Sekalipun kamu belum menyukainya."
    Hadis ini merupakan salah satu dari hadis yang diriwayatkan oleh tiga orang, tetapi sahih. Hanya saja tidak termasuk ke dalam bab ini karena pada kenyataannya Nabi Saw. tidak memaksanya untuk masuk Islam, melainkan beliau menyerunya untuk masuk Islam, lalu lelaki itu menjawab bahwa ia masih belum mau menerimanya, bahkan masih tidak suka untuk masuk Islam. Maka Rasulullah Saw. bersabda kepadanya, "Masuk Islamlah, sekalipun hatimu tidak suka, karena sesungguhnya Allah pasti akan menganugerahimu niat yang baik dan ikhlas."
    *******************
    Firman Allah Swt.:
    {فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى لَا انْفِصَامَ لَهَا وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ}
    Karena itu, barang siapa yang ingkar kepada tagut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Al-Baqarah: 256)
    Yakni barang siapa yang melepaskan semua tandingan dan berhala-berhala serta segala sesuatu yang diserukan oleh setan berupa penyembahan kepada selain Allah, lalu ia menauhidkan Allah dan menyembah-Nya semata serta bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Dia, berarti ia seperti yang diungkapkan oleh firman-Nya: maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat. (Al-Baqarah: 256)
    Yaitu berarti perkaranya telah mapan dan berjalan lurus di atas tuntunan yang baik dan jalan yang lurus.
    Abul Qasim Al-Bagawi meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Abu Rauh Al-Baladi, telah menceritakan kepada kami Abul Ahwas (yaitu Salam ibnu Salim), dari Abu Ishaq, dari Hassan (yaitu Ibnu Qaid Al-Absi) yang menceritakan bahwa Umar r.a. pernah mengatakan, "Sesungguhnya al-jibt adalah sihir, dan tagut adalah setan. Sesungguhnya sifat berani dan sifat pengecut ada di dalam diri kaum lelaki; orang yang pemberani berperang membela orang yang tidak dikenalnya, sedangkan orang yang pengecut lari tidak dapat membela ibunya sendiri. Sesungguhnya kehormatan seorang lelaki itu terletak pada agamanya, sedangkan kedudukannya terletak pada akhlaknya, sekalipun ia seorang Persia atau seorang Nabat."
    Hal yang sama diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim melalui riwayat As-Sauri, dari Abu Ishaq, dari Hassan ibnu Qaid Al-Abdi, dari Umar.
    Makna ucapan Umar tentang tagut —bahwa tagut adalah setan— sangat kuat, karena sesungguhnya pengertian tersebut mencakup semua bentuk kejahatan yang biasa dilakukan oleh ahli Jahiliah, seperti menyembah berhala dan meminta keputusan hukum kepadanya serta membelanya.
    *******************
    Firman Allah Swt.:
    {فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى}
    Maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. (Al-Baqarah: 256)
    Yakni sesungguhnya ia telah berpegang kepada agama dengan sarana yang sangat kuat. Hal itu diserupakan dengan buhul tali yang kuat lagi tak dapat putus. Pada kenyataannya tali tersebut dipintal dengan sangat rapi, kuat lagi halus, sedangkan ikatannya pun sangat kuat. Karena itu, disebutkan oleh firman-Nya: Maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang . amat kuat yang tidak akan putus. (Al-Baqarah: 256)
    Mujahid mengatakan bahwa al-'urwatil wusqa artinya iman. Menurut As-Saddi artinya agama Islam, sedangkan menurut Sa'id ibnu Jubair dan Ad-Dahhak artinya ialah kalimah "Tidak ada Tuhan selain Allah." '
    Menurut sahabat Anas ibnu Malik, al-'urwatul wusqa artinya Al-Qur'an. Menurut riwayat yang bersumber dari Salim ibnu Abul Ja'd, yang dimaksud adalah cinta karena Allah dan benci karena Allah.
    Semua pendapat di atas benar, satu sama lainnya tidak bertentangan.
    Sahabat Mu'az ibnu Jabal mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: yang tidak akan putus. (Al-Baqarah: 256), Bahwa yang dimaksud dengan terputus ialah tidak dapat masuk surga.
    Mujahid dan Sa'id ibnu Jubair sehubungan dengan pengertian yang ada di dalam firman-Nya: maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. (Al-Baqarah: 256), Kemudian membacakan ayat berikut, yaitu firman-Nya:
    إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ
    Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. (Ar-Ra'd: 11)
    قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ يُوسُفَ حَدَّثَنَا ابْنُ عَوْنٍ عَنْ مُحَمَّدٍ عَنْ قَيْسِ بْنِ عَبَّادٍ قَالَ: كُنْتُ فِي الْمَسْجِدِ فَجَاءَ رَجُلٌ فِي وَجْهِهِ أَثَرٌ مِنْ خُشُوعٍ، فَدَخَلَ فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ أَوْجَزَ فِيهِمَا فَقَالَ الْقَوْمُ: هَذَا رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ. فَلَمَّا خَرَجَ اتَّبَعْتُهُ حَتَّى دَخَلَ مَنْزِلَهُ فَدَخَلْتُ مَعَهُ فَحَدَّثْتُهُ فَلَمَّا اسْتَأْنَسَ قُلْتُ لَهُ: إِنَّ الْقَوْمَ لَمَّا دَخَلْتَ قَبْلُ الْمَسْجِدَ قَالُوا كَذَا وَكَذَا. قَالَ: سُبْحَانَ اللَّهِ مَا يَنْبَغِي لِأَحَدٍ أَنْ يَقُولَ مَا لَا يَعْلَمُ وَسَأُحَدِّثُكَ لِمَ: إِنِّي رَأَيْتُ رُؤْيَا عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم فَقَصَصْتُهَا عَلَيْهِ: رَأَيْتُ كَأَنِّي فِي رَوْضَةٍ خَضْرَاءَ -قَالَ ابْنُ عَوْنٍ: فَذَكَرَ مِنْ خُضْرَتِهَا وَسِعَتِهَا-وَسَطُهَا عَمُودُ حَدِيدٍ أَسْفَلُهُ فِي الْأَرْضِ وَأَعْلَاهُ فِي السَّمَاءِ فِي أَعْلَاهُ عُرْوَةٌ، فَقِيلَ لِيَ: اصْعَدْ عَلَيْهِ فَقُلْتُ: لَا أَسْتَطِيعُ. فَجَاءَنِي مِنْصَف -قَالَ ابْنُ عَوْنٍ: هُوَ الْوَصِيفُ -فَرَفَعَ ثِيَابِي مِنْ خَلْفِي، فَقَالَ: اصْعَدْ. فَصَعِدْتُ حَتَّى أَخَذْتُ بِالْعُرْوَةِ فَقَالَ: اسْتَمْسِكْ بِالْعُرْوَةِ. فَاسْتَيْقَظْتُ وَإِنَّهَا لَفِي يَدِي فَأَتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَصَصْتُهَا عَلَيْهِ. فَقَالَ: "أَمَّا الرَّوْضَةُ فَرَوْضَةُ الْإِسْلَامِ وَأَمَّا الْعَمُودُ فَعَمُودُ الْإِسْلَامِ وَأَمَّا الْعُرْوَةُ فَهِيَ الْعُرْوَةُ الْوُثْقَى، أَنْتَ عَلَى الْإِسْلَامِ حَتَّى تَمُوتَ"
    Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Yusuf, telah menceritakan kepada kami Ibnu Auf, dari Muhammad ibnu Qais ibnu Ubadah yang menceritakan bahwa ketika ia berada di dalam masjid, datanglah seorang lelaki yang pada roman mukanya ada bekas kekhusyukan. Lalu lelaki itu salat dua rakaat dengan singkat. Maka kaum yang ada di dalam masjid itu berkata, "Lelaki ini termasuk ahli surga." Ketika lelaki itu keluar (dari masjid), maka aku (Muhammad ibnu Qais ibnu Ubadah) mengikutinya hingga ia memasuki rumahnya. Aku ikut masuk bersamanya, dan aku mengobrol dengannya. Setelah kami saling berkenalan, aku katakan kepadanya, "Sesungguhnya kaum yang ada di masjid tadi ketika engkau masuk ke dalam masjid, mereka mengatakan anu dan anu." Lelaki itu menjawab, "Mahasuci Allah, tidak layak bagi seseorang mengatakan apa yang tidak diketahuinya. Aku akan menceritakan kepadamu mengapa demikian. Sesungguhnya aku pernah bermimpi sesuatu di masa Rasulullah, lalu aku ceritakan mimpi itu kepadanya. Aku melihat diriku berada di sebuah taman yang hijau —Ibnu Aun mengatakan bahwa lelaki itu menggambarkan suasana kesuburan taman dan luasnya—. Di tengah-tengah kebun itu terdapat sebuah tiang besi yang bagian bawahnya berada di bumi, sedangkan bagian atasnya berada di langit, dan pada bagian atasnya ada buhul tali-nya. Kemudian dikatakan kepadaku, 'Naiklah ke tiang itu.' Aku menjawab, 'Aku tidak dapat.' Lalu datanglah seorang yang memberi nasihat kepadaku —Ibnu Aun mengatakan bahwa orang tersebut adalah penjaga taman tersebut—. Orang itu mengangkat bajuku dari belakang seraya berkata, 'Naiklah!' Maka aku naik hingga dapat memegang tali tersebut. Orang tersebut berkata, 'Berpeganglah kepada tali ini.' Aku terbangun, dan sesungguhnya tali itu benar-benar masih berada dalam pegangan kedua tanganku. Aku datang kepada Rasulullah Saw., lalu kuceritakan kepadanya mimpi tersebut. Maka beliau bersabda: 'Adapun taman tersebut adalah. taman Islam, sedangkan tiang tersebut adalah tiang Islam; dan tali itu adalah tali yang kuat, artinya engkau tetap berada dalam agama Islam hingga mati'."
    Perawi mengatakan bahwa lelaki tersebut adalah sahabat Abdullah ibnu Salam.
    Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkan hadis ini di dalam kitab Sahihain melalui riwayat Abdullah ibnu Aun, maka aku (perawi) berdiri menghormatinya. Hadis ini diriwayatkan pula oleh Imam Bukhari melalui jalur lain, dari Muhammad ibnu Sirin dengan lafaz yang sama.
    Jalur yang lain dan teks yang lain:
    قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا حَسَنُ بْنُ مُوسَى وَعَفَّانُ قَالَا حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ، عَنْ عَاصِمِ بْنِ بَهْدَلَةَ عَنِ الْمُسَيَّبِ بْنِ رَافِعٍ عَنْ خَرَشَةَ بْنِ الحُرِّ قَالَ: قَدِمْتُ الْمَدِينَةَ فَجَلَسْتُ إِلَى مَشْيَخَةٍ فِي مَسْجِدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. فَجَاءَ شَيْخٌ يَتَوَكَّأُ عَلَى عَصًا لَهُ فَقَالَ الْقَوْمُ: مَنْ سَرَّهُ أَنَّ يَنْظُرَ إِلَى رَجُلٍ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَلْيَنْظُرْ إِلَى هَذَا. فَقَامَ خَلْفَ سَارِيَةٍ فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ فَقُمْتُ إِلَيْهِ، فَقُلْتُ لَهُ: قَالَ بَعْضُ الْقَوْمِ: كَذَا وَكَذَا. فَقَالَ: الْجَنَّةُ لِلَّهِ يُدخلها مَنْ يَشَاءُ وَإِنِّي رَأَيْتُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رُؤْيَا، رَأَيْتُ كَأَنَّ رَجُلًا أَتَانِي فَقَالَ: انْطَلِقْ. فَذَهَبْتُ مَعَهُ فَسَلَكَ بِي مَنْهَجًا عَظِيمًا فَعَرَضَتْ لِي طَرِيقٌ عَنْ يَسَارِي، فَأَرَدْتُ أَنْ أَسْلُكَهَا. فَقَالَ: إِنَّكَ لَسْتَ مِنْ أَهْلِهَا. ثُمَّ عَرَضَتْ لِي طريق عن يَمِينِي فَسَلَكْتُهَا حَتَّى انْتَهَتْ إِلَى جَبَلٍ زَلَقٍ فَأَخَذَ بِيَدِي فَزَجَلَ فَإِذَا أَنَا عَلَى ذُرْوَتِهِ، فَلَمْ أَتَقَارَّ وَلَمْ أَتَمَاسَكْ فَإِذَا عَمُودُ حَدِيدٍ فِي ذُرْوَتِهِ حَلْقَةٌ مِنْ ذَهَبٍ فَأَخَذَ بِيَدِي فَزَجَلَ حَتَّى أَخَذْتُ بِالْعُرْوَةِ فَقَالَ: اسْتَمْسِكْ. فَقُلْتُ: نَعَمْ. فَضَرَبَ الْعَمُودَ بِرِجْلِهِ فَاسْتَمْسَكْتُ بِالْعُرْوَةِ، فَقَصَصْتُهَا على رسول الله صلى الله عليه وسلم فَقَالَ: "رَأَيْتَ خَيْرًا أَمَّا الْمَنْهَجُ الْعَظِيمُ فَالْمَحْشَرُ، وَأَمَّا الطَّرِيقُ الَّتِي عَرَضَتْ عَنْ يَسَارِكَ فَطَرِيقُ أَهْلِ النَّارِ، وَلَسْتَ مِنْ أَهْلِهَا، وَأَمَّا الطَّرِيقُ الَّتِي عَرَضَتْ عَنْ يَمِينِكَ فَطَرِيقُ أَهْلِ الْجَنَّةِ، وَأَمَّا الْجَبَلُ الزَّلَقُ فَمَنْزِلُ الشُّهَدَاءِ، وَأَمَّا الْعُرْوَةُ الَّتِي اسْتَمْسَكْتَ بِهَا فَعُرْوَةُ الْإِسْلَامِ فَاسْتَمْسِكْ بِهَا حَتَّى تَمُوتَ". قَالَ: فَإِنَّمَا أَرْجُو أَنْ أَكُونَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ. قَالَ: وَإِذَا هُوَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ سَلَامٍ
    Imam Ahmad berkata: telah menceritakan kepada kami Hasan ibnu Musa dan Usman. Keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, dari Asim ibnu Bahdalah, dari Al-Musayyab ibnu Rafi', dari Kharsyah ibnul Hur yang menceritakan hadis berikut: Aku tiba di Madinah, lalu aku duduk (bergabung) dengan halqah salah seorang guru di Masjid Nabawi. Lalu datanglah seorang syekh (guru) yang bertopang pada sebilah tongkat, maka kaum yang ada berkata, "Barang siapa yang ingin melihat seorang lelaki dari kalangan ahli surga, hendaklah ia memandang syekh ini." Kemudian syekh itu berdiri di belakang sebuah tiang dan melakukan salat dua rakaat. Lalu aku berkata kepadanya, "Sebagian dari kaum mengatakan anu dan anu." Maka ia menjawab, "Surga adalah milik Allah, Dia memasukkan ke dalamnya siapa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya aku pernah mengalami sebuah mimpi di zaman Rasulullah Saw. Aku melihat dalam mimpiku itu seakan-akan ada seorang lelaki datang kepadaku, lalu lelaki itu berkata, 'Berangkatlah.' Maka aku berangkat bersamanya, dan ia menempuh sebuah jalan yang besar bersamaku. Lalu ada sebuah jalan di sebelah kiriku; ketika aku hendak menempuhnya, lelaki itu berkata, 'Sesungguhnya kamu bukan termasuk ahlinya.' Kemudian tampak sebuah jalan di sebelah kananku, dan aku langsung menempuhnya hingga sampai di sebuah bukit yang licin. Lalu ia memegang tanganku dan mendorongku, tiba-tiba diriku telah berada di puncak bukit tersebut; aku merasa diriku tidak tetap dan tiada pegangan. Kemudian muncullah sebuah tiang besi yang di puncaknya terdapat tali emas. Maka ia memegang tanganku dan mendorongku hingga aku dapat memegang tali tersebut, lalu ia berkata, 'Berpeganglah.' Aku menjawab, 'Ya.' Lalu ia memanjatkan kakinya ke tiang tersebut, dan aku berpegang dengan tali itu. Lalu aku kisahkan hal tersebut kepada Rasulullah Saw. Maka beliau menjawab: 'Kamu telah melihat kebaikan; adapun jalan yang besar itu adalah padang mahsyar, adapun jalan yang tampak di sebelah kirimu adalah jalan ahli neraka, sedangkan kamu bukan termasuk ahlinya. Dan adapun jalan yang tampak di sebelah kananmu adalah jalan ahli surga, dan adapun mengenai bukit yang licin itu adalah kedudukan para syuhada, sedangkan tali yang menjadi peganganmu itu adalah tali Islam. Maka berpeganglah kepadanya hingga kamu mati.' Lalu Syekh itu berkata, 'Sesungguhnya aku hanya berharap semoga diriku ini termasuk ahli surga'." Perawi mengatakan, ternyata Syekh itu adalah Abdullah ibnu Salam.
    Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Nasai, dari Ahmad ibnu Sulaiman, dari Affan dan Ibnu Majah, dari Abu Bakar ibnu Abu Syaibah, dari Al-Hasan ibnu Musa Al-Asyyab. Keduanya meriwayatkannya pula dari Hammad ibnu Salimah dengan lafaz yang semisal.
    Imam Muslim mengetengahkannya di dalam kitab sahihnya melalui hadis Al-A'masy, dari Sulaiman ibnu Mishar, dari Kharsyah ibnul Hur Al-Fazari dengan lafaz yang sama.

    {اللَّهُ وَلِيُّ الَّذِينَ آمَنُوا يُخْرِجُهُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَوْلِيَاؤُهُمُ الطَّاغُوتُ يُخْرِجُونَهُمْ مِنَ النُّورِ إِلَى الظُّلُمَاتِ أُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ (257) }
    Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah setan, yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.
    Allah menceritakan bahwa Dia memberi petunjuk orang yang mengikuti jalan yang diridai-Nya ke jalan keselamatan. Untuk itu Dia mengeluarkan hamba-hamba-Nya yang mukmin dari kegelapan, kekufuran, dan keraguan menuju kepada cahaya perkara hak yang jelas lagi gamblang, terang, mudah, dan bercahaya. Orang-orang kafir itu penolong mereka hanyalah setan. Setanlah yang menghiasi mereka dengan kebodohan dan kesesatan. Setan mengeluarkan mereka dan menyimpangkan mereka dari perkara yang hak kepada kekufuran dan kebohongan.
    {أُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ}
    Mereka itu adalah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya. (Al-Baqarah: 257)
    Karena itulah dalam ayat ini Allah mengungkapkan lafaz an-nur dalam bentuk tunggal, sedangkan lafaz zalam (kegelapan) diungkapkan-Nya dalam bentuk jamak. Dengan kata lain, disebutkan demikian karena perkara yang hak itu satu, sedangkan perkara yang kufur itu banyak ragamnya; semuanya adalah batil. Seperti yang diungkapkan oleh ayat lainnya, yaitu firman-Nya:
    {وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ}
    dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kalian dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepada kalian agar kalian bertakwa. (Al-An'am: 153)
    وَجَعَلَ الظُّلُماتِ وَالنُّورَ

    dan mengadakan kegelapan dan terang. (Al-An'am: 1)
    عَنِ الْيَمِينِ وَالشَّمائِلِ
    Dari kanan dan dari kiri dengan berkelompok-kelompok. (Al-Ma'arij: 37)
    Dan ayat-ayat lain yang lafaznya memberikan pengertian ketunggalan perkara yang hak dan tersebarnya kebatilan; dan bahwa perkara yang hak itu satu, sedangkan kebatilan banyak ragamnya.
    Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Maisarah, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz ibnu Abu Usman, dari Musa ibnu Ubaidah, dari Ayyub ibnu Khalid yang mengatakan bahwa kelak seluruh umat manusia akan dibangkitkan; maka barang siapa yang kesukaannya adalah iman, maka fitnah (ujian)nya tampak putih bersinar, sedangkan orang yang kesukaannya adalah kekufuran, maka fitnahnya tampak hitam lagi gelap. Lalu ia membacakan firman-Nya: Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah setan, yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (Al-Baqarah: 257)
    {أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِي حَاجَّ إِبْرَاهِيمَ فِي رَبِّهِ أَنْ آتَاهُ اللَّهُ الْمُلْكَ إِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّيَ الَّذِي يُحْيِي وَيُمِيتُ قَالَ أَنَا أُحْيِي وَأُمِيتُ قَالَ إِبْرَاهِيمُ فَإِنَّ اللَّهَ يَأْتِي بِالشَّمْسِ مِنَ الْمَشْرِقِ فَأْتِ بِهَا مِنَ الْمَغْرِبِ فَبُهِتَ الَّذِي كَفَرَ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ (258) }
    Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya (Allah) karena Allah telah memberikan kepada orang itu pemerintahan (kekuasaan). Ketika Ibrahim mengatakan, "Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan mematikan," orang itu berkata, "Saya dapat menghidupkan dan mematikan." Ibrahim berkata, "Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah dia dari barat." Lalu terdiamlah orang kafir itu; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.
    Orang yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya dalam ayat ini adalah Raja Babil (yaitu Namrud ibnu Kan'an ibnu Kausy ibnu Sam ibnu Nuh), dan menurut pendapat yang lain dikatakan Namrud ibnu Falik ibnu Abir ibnu Syalikh ibnu Arfakhsyad ibnu Sam ibnu Nuh. Pendapat yang pertama dikatakan oleh Mujahid dan lain-lainnya. Mujahid mengatakan bahwa raja yang menguasai belahan timur dan barat dunia ada empat orang; dua orang di antaranya mukmin, sedangkan dua orang lainnya kafir. Raja yang mukmin ialah Sulaiman ibnu Daud dan Zul Qamain, sedangkan raja yang kafir ialah Namrud dan Bukhtanasar.
    Makna firman-Nya:
    {أَلَمْ تَرَ}
    Tidakkah kamu perhatikan. (Al-Baqarah: 258)
    Yakni apakah kamu tidak memperhatikan dengan hatimu, hai Muhammad!
    {إِلَى الَّذِي حَاجَّ إِبْرَاهِيمَ فِي رَبِّهِ}
    orang yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya. (Al-Baqarah: 258)
    Yaitu tentang keberadaan Tuhannya. Demikian itu karena raja tersebut ingkar terhadap keberadaan Tuhan selain dirinya sendiri, seperti halnya yang dikatakan oleh Raja Fir'aun yang hidup sesudahnya kepada para pembantu terdekatnya, yang disebutkan oleh firman-Nya:
    مَا عَلِمْتُ لَكُمْ مِنْ إِلهٍ غَيْرِي
    Aku tidak mengetahui tuhan bagi kalian selain aku. (Al-Qashash: 38)
    Dan tidak ada yang mendorongnya (raja itu) berbuat keterlaluan dan kekufuran yang berat serta keingkaran yang keras ini kecuali karena kecongkakannya dan lamanya masa memegang kerajaan. Menurut suatu pendapat, Raja Namrud memegang tahta pemerintahannya selama empat ratus tahun. Karena itulah dalam ayat ini disebutkan:
    أَنْ آتاهُ اللَّهُ الْمُلْكَ
    karena Allah telah memberikan kepada orang itu pemerintahan (kekuasaan). (Al-Baqarah: 258)
    Pada mulanya raja itu meminta kepada Ibrahim agar mengemukakan bukti yang menunjukkan keberadaan Tuhan yang diserukan olehnya. Maka Ibrahim menjawabnya yang disitir oleh firman-Nya:
    رَبِّيَ الَّذِي يُحْيِي وَيُمِيتُ
    Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan Yang mematikan. (Al-Baqarah: 258)
    Dengan kata lain, sesungguhnya bukti yang menunjukkan keberadaan Tuhan ialah adanya semua yang wujud di alam ini, padahal sebelumnya tentu tidak ada, lalu menjadi tidak ada sesudah adanya. Hal tersebut menunjukkan adanya Pencipta yang berbuat atas kehendak-Nya sendiri dengan pasti. Mengingat segala sesuatu yang kita saksikan ini tidak ada dengan sendirinya, maka pasti ada pelaku yang menciptakannya. Dia adalah Tuhan yang aku serukan kepada kalian agar menyembah-Nya semata dan tidak ada sekutu bagi-Nya.
    Setelah itu orang yang mendebat Ibrahim —yaitu Raja Namrud— mengatakan, yang perkataannya disitir oleh firman-Nya:
    أَنَا أُحْيِي وَأُمِيتُ
    Saya dapat menghidupkan dan mematikan. (Al-Baqarah: 258)
    Qatadah, Muhammad ibnu Ishaq, As-Saddi serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang mengatakan bahwa untuk membuktikan ucapannya itu raja tersebut mendatangkan dua orang lelaki yang keduanya dikenai sanksi hukuman mati. Lalu si Raja Namrud membunuh salah seorangnya dan memaafkan yang lainnya hingga selamat, tidak dikenai hukuman mati. Demikianlah makna menghidupkan dan mematikan menurutnya.
    Akan tetapi, pada kenyataannya bukanlah demikian jawaban yang dikehendaki oleh Ibrahim a.s. dan tidak pula sealur dengannya, mengingat   hal   tersebut   tidak   menghalangi    adanya   Pencipta.
    Sesungguhnya raja itu mengakui kedudukan tersebut hanyalah semata-mata sebagai ungkapan keingkaran dan kecongkakannya, serta mengkamuflasekan jawabannya seakan-akan dialah yang melakukan hal tersebut. Bahwa seakan-akan dialah yang menghidupkan dan yang mematikan. Sikapnya itu diikuti oleh Raja Fir'aun dalam ucapannya yang disitir oleh firman-Nya:
    {مَا عَلِمْتُ لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرِي}
    Aku tidak mengetahui tuhan bagi kalian selain aku. (Al-Qashash: 38)
    Karena itulah Nabi Ibrahim menjawabnya dengan jawaban berikut ketika raja tersebut mengakui dirinya menduduki kedudukan tersebut dengan penuh kecongkakan, yaitu:
    فَإِنَّ اللَّهَ يَأْتِي بِالشَّمْسِ مِنَ الْمَشْرِقِ فَأْتِ بِها مِنَ الْمَغْرِبِ
    Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah dia dari barat. (Al-Baqarah: 258)
    Dengan kata lain, apabila kamu mengakui dirimu seperti apa yang kamu katakan itu, yaitu bahwa dirimu dapat menghidupkan dan mematikan, maka Tuhan yang menghidupkan dan yang mematikan adalah Yang dapat mengatur semua alam wujud, yakni pada semua makhluk dan dapat menundukkan semua bintang serta peredarannya. Bahwa matahari yang tampak setiap harinya ini terbit dari arah timur, maka jika kamu seperti apa yang kamu akukan sebagai tuhan, terbit-kanlah dia dari arah barat!
    Setelah raja itu menyadari kelemahan dan ketidakmampuannya, karena ia tidak dapat mencongkakkan dirinya lagi kali ini, maka ia terdiam, tidak dapat menjawab sepatah kata pun, dan hujah Nabi Ibrahim mematahkan argumentasinya.
    Allah Swt. berfirman:
    {وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ}
    Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. (Al-Baqarah: 258)
    Artinya, Allah tidak memberi ilham hujah dan bukti kepada mereka, bahkan hujah mereka terputus di hadapan Tuhan mereka, dan bagi mereka murka Allah serta azab yang keras.
    Analisis makna ayat seperti di atas lebih baik daripada apa yang disebutkan oleh kebanyakan ahli mantiq yang menyatakan bahwa peralihan jawaban yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim dari dalil yang pertama kepada dalil yang kedua merupakan perpindahan dari suatu dalil kepada dalil yang lebih jelas daripada yang pertama. Di antara mereka ada yang menganggapnya mutlak dalam jawabannya, tetapi kenyataannya tidaklah seperti yang dikatakan oleh mereka. Bahkan dalil yang pertama merupakan pendahuluan dari dalil yang kedua serta membatalkan alasan yang diajukan oleh Raja Namrud, baik pada dalil yang pertama maupun dalil yang kedua.
    As-Saddi menyebutkan bahwa perdebatan antara Nabi Ibrahim dan Raja Namrud ini terjadi setelah Nabi Ibrahim selamat dari api. Nabi Ibrahim belum pernah bersua dengan Namrud kecuali hanya pada hari tersebut, lalu terjadilah perdebatan di antara keduanya.
    Abdur Razzaq meriwayatkan dari Ma'mar, dari Zaid ibnu Aslam, bahwa Raja Namrud menyimpan makanan pokok dan orang-orang datang kepadanya untuk makanan itu. Lalu Namrud mengirimkan sejumlah utusannya, mengundang Nabi Ibrahim untuk makanan tersebut. Setelah terjadi perdebatan di antara keduanya, maka Nabi Ibrahim tidak diberi makanan itu barang sedikit pun, sebagaimana orang-orang diberi makanan; bahkan dia keluar tanpa membawa makanan sedikit pun. Ketika Nabi Ibrahim telah berada di dekat rumah keluarganya, ia menuju ke suatu gundukan pasir, maka ia memenuhi kedua kantongnya dengan pasir itu, kemudian berkata, "Aku akan menyibukkan keluargaku dari mengingatku, jika aku datang kepada mereka." Ketika ia datang, ia langsung meletakkan pelana kendaraannya yang berisikan pasir itu dan langsung bersandar, lalu tidur. Maka istrinya —yaitu Siti Sarah— bangkit menuju ke arah kedua kantong tersebut, dan ternyata ia menjumpai keduanya dipenuhi oleh makanan yang baik. Ketika Nabi Ibrahim terbangun dari tidurnya, ia menjumpai apa yang telah dimasak oleh keluarganya, lalu ia bertanya, "Dari manakah kalian memperoleh semua ini?" Sarah menjawab, "Dari orang yang engkau datang darinya." Maka Nabi Ibrahim menyadari bahwa hal tersebut merupakan rezeki dari Allah yang dianugerahkan kepadanya. Zaid ibnu Aslam mengatakan bahwa setelah itu Allah mengirimkan seorang malaikat kepada raja yang angkara murka itu untuk menyerunya kepada iman. Tetapi si raja menolak, lalu malaikat itu menyerunya untuk yang kedua kalinya dan untuk yang ketiga kalinya, tetapi si raja tetap menolak. Akhirnya malaikat berkata, "Kumpulkanlah semua kekuatanmu dan aku pun akan mengumpulkan kekuatanku pula." Maka Namrud mengumpulkan semua bala tentara dan pasukannya di saat matahari terbit, dan Allah mengirimkan kepada mereka pasukan nyamuk yang menutupi mereka hingga tidak dapat melihat sinar matahari. Lalu Allah menguasakan nyamuk-nyamuk itu atas mereka. Nyamuk-nyamuk itu memakan daging dan menyedot darah mereka serta meninggalkan mereka menjadi rulang-belulang. Salah seekor nyamuk memasuki kedua lubang hidung si raja, lalu ia bercokol di bagian dalam hidung si raja selama empat ratus tahun sebagai azab dari Allah untuknya. Tersebutlah bahwa Raja Namrud memukuli kepalanya dengan palu selama masa itu hingga Allah membinasakannya dengan palu tersebut.

    {أَوْ كَالَّذِي مَرَّ عَلَى قَرْيَةٍ وَهِيَ خَاوِيَةٌ عَلَى عُرُوشِهَا قَالَ أَنَّى يُحْيِي هَذِهِ اللَّهُ بَعْدَ مَوْتِهَا فَأَمَاتَهُ اللَّهُ مِائَةَ عَامٍ ثُمَّ بَعَثَهُ قَالَ كَمْ لَبِثْتَ قَالَ لَبِثْتُ يَوْمًا أَوْ بَعْضَ يَوْمٍ قَالَ بَلْ لَبِثْتَ مِائَةَ عَامٍ فَانْظُرْ إِلَى طَعَامِكَ وَشَرَابِكَ لَمْ يَتَسَنَّهْ وَانْظُرْ إِلَى حِمَارِكَ وَلِنَجْعَلَكَ آيَةً لِلنَّاسِ وَانْظُرْ إِلَى الْعِظَامِ كَيْفَ نُنْشِزُهَا ثُمَّ نَكْسُوهَا لَحْمًا فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُ قَالَ أَعْلَمُ أَنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (259) }
    Atau apakah (kamu tidak memperhatikan) orang yang melalui suatu negeri yang (temboknya) telah roboh menutupi atapnya. Dia berkata, "Bagaimana Allah menghidupkan kembali negeri ini setelah roboh?" Maka Allah mematikan orang itu seratus tahun, kemudian menghidupkannya kembali. Allah bertanya, "Berapa lamakah kamu tinggal di sini?" Ia menjawab, "Saya tinggal di sini sehari atau setengah hari." Allah berfirman, "Sebenarnya kamu telah tinggal di sini seratus tahun lamanya; lihatlah kepada makanan dan minumanmu yang belum lagi berubah; dan lihatlah kepada keledai kamu (yang telah menjadi tulang belulang); Kami akan menjadikan kamu tanda kekuasaan Kami bagi manusia; dan lihatlah kepada tulang-belulang keledai itu, bagaimana Kami menyusunnya kembali, kemudian Kami menutupnya dengan daging." Maka tatkala telah nyata kepadanya (bagaimana Allah menghidupkan yang telah mati), dia pun berkata, "Saya yakin bahwa Allah Mahakuasa atas segala sesuatu."
    Dalam pembahasan yang lalu telah disebutkan firman Allah Swt. yang mengatakan:
    {أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِي حَاجَّ إِبْرَاهِيمَ فِي رَبِّهِ}
    Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya. (Al-Baqarah: 258)
    Makna firman ini dalam hal kekuatannya sama dengan pengertian "Apakah engkau memperhatikan perumpamaan orang yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya." Karena itu, dalam ayat berikutnya di-’ataf-kan kepadanya firman Allah Swt.:
    {أَوْ كَالَّذِي مَرَّ عَلَى قَرْيَةٍ وَهِيَ خَاوِيَةٌ عَلَى عُرُوشِهَا}
    Atau apakah (kamu tidak memperhatikan) orang yang melalui suatu negeri yang (temboknya) telah roboh menutupi atapnya. (Al-Baqarah: 259)
    Para ulama berbeda pendapat tentang siapa orang yang lewat tersebut. Ibnu Abu Hatim meriwayatkan dari Isam ibnu Daud, dari Adam ibnu Iyas, dari Israil, dari Abi Ishaq, dari Najiyah ibnu Ka'b, dari Ali ibnu Abu Talib yang mengatakan bahwa orang yang disebut dalam ayat ini adalah Uzair. Hal yang sama diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, dari Najiyah pula. Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya juga dari Ibnu Abbas, Al-Hasan, Qatadah, As-Saddi, dan Sulaiman ibnu Buraidah. Pendapat inilah yang terkenal.
    Wahb ibnu Munabbih dan Abdullah ibnu Ubaid (yaitu Armia ibnu Halqiya) mengatakan bahwa Muhammad ibnu Ishaq pernah meriwayatkan dari seseorang yang tidak diragukan lagi periwayatannya dari Wahb ibnu Munabbih yang mengatakan bahwa orang tersebut adalah Khaidir a.s.
    Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, bahwa ia pernah mendengar dari Sulaiman ibnu Muhammad Al-Yasari Al-Jari, seseorang dari ahli Al-Jari (yaitu anak paman Mutarrif). Ia mengatakan bahwa ia pernah mendengar Salman mengatakan, "Sesungguhnya ada seseorang dari ulama negeri Syam mengatakan bahwa orang yang dimatikan oleh Allah Swt. selama seratus tahun, lalu sesudah itu dihidupkan lagi oleh-Nya bernama Hizqil ibnu Bawar."
    Mujahid ibnu Jabr mengatakan bahwa orang tersebut adalah seorang lelaki dari kalangan Bani Israil.
    Adapun negeri yang disebutkan dalam ayat, menurut pendapat yang terkenal mengatakan Baitul Maqdis. Orang tersebut melaluinya setelah negeri itu dihancurkan oleh Bukhtanasar dan semua penduduknya dibunuh.
    {وَهِيَ خَاوِيَة}
    yang (temboknya) roboh menutupi atapnya. (Al-Baqarah: 259)
    Khawiyah artinya kosong, tidak ada seorang pun; diambil dari perkataan mereka, "Khawatid daru", yang artinya rumah itu kosong tak berpenghuni.
    'Ala 'Urusyiha, yakni tembok dan atapnya runtuh menimpa halaman negeri tersebut dan lapangannya. Maka lelaki itu berdiri seraya berpikir tentang kejadian yang menimpa negeri itu dan penduduknya, padahal sebelumnya negeri tersebut sangat ramai dan dipenuhi oleh bangunan-bangunan. Lalu ia berkata: Bagaimana Allah  menghidupkan  kembali  negeri  ini  setelah roboh? (Al-Baqarah: 259)
    Dia mengatakan demikian setelah melihat kehancuran dan kerusakan negeri tersebut yang sangat parah, dan sesudah itu bagaimana cara mengembalikannya seperti semula.
    *******************
    Firman Allah Swt.:
    {فَأَمَاتَهُ اللَّهُ مِائَةَ عَامٍ ثُمَّ بَعَثَه}
    Maka Allah mematikan orang itu seratus tahun, kemudian menghidupkannya kembali. (Al-Baqarah: 259)
    Menurut suatu pendapat, negeri tersebut diramaikan kembali setelah tujuh puluh tahun kematian lelaki itu, penduduknya lengkap seperti semula, dan kaum Bani Israil kembali lagi ke negeri itu. Ketika Allah membangkitkannya sesudah ia mati, maka anggota tubuhnya yang mula-mula dihidupkan oleh Allah adalah kedua matanya. Dengan demikian, maka ia dapat menyaksikan perbuatan Allah, bagaimana Allah menghidupkan kembali dirinya. Setelah seluruh tubuh lelaki itu hidup seperti sediakala, maka Allah berfirman kepadanya melalui malaikat:
    {كَمْ لَبِثْتَ قَالَ لَبِثْتُ يَوْمًا أَوْ بَعْضَ يَوْم}
    Berapakah lamanya kamu tinggal? Ia menjawab, "Saya telah tinggal di sini sehari atau setengah hari." (Al-Baqarah: 259)
    Dia merasakan bahwa dirinya mati pada permulaan siang hari, kemudian dihidupkan kembali pada petang harinya. Akan tetapi, ketika ia melihat matahari masih tetap ada, ia menduga bahwa ia dibangkitkan dalam hari yang sama. Karena itulah ia berkata, "Atau setengah hari." Maka Allah Swt. menjawab dengan melalui firman-Nya:
    {أَوْ بَعْضَ يَوْمٍ قَالَ بَلْ لَبِثْتَ مِائَةَ عَامٍ فَانْظُرْ إِلَى طَعَامِكَ وَشَرَابِكَ لَمْ يَتَسَنَّهْ}
    Allah berfirman, "Sebenarnya kamu telah tinggal di sini seratus tahun lamanya; lihatlah kepada makanan dan minumanmu yang belum lagi berubah." (Al-Baqarah: 259)
    Demikian itu karena menurut kisahnya disebutkan bahwa lelaki itu membawa buah anggur, buah tin, dan minuman jus. Maka ia melihatnya masih utuh seperti semula, tiada sesuatu pun yang berubah; minuman jusnya tidak berubah, buah tinnya tidak masam dan tidak busuk, serta buah anggurnya tidak berkurang barang sedikit pun.
    {وَانْظُرْ إِلَى حِمَارِك}
    dan lihatlah kepada keledai kamu (yang telah menjadi tulang-belulang). (Al-Baqarah: 259)
    Yakni bagaimana Allah Swt. menghidupkannya kembali dengan disaksikan oleh kedua matamu.
    {وَلِنَجْعَلَكَ آيَةً لِلنَّاسِ}
    Kami  akan  menjadikan kamu tanda  kekuasaan Kami bagi manusia. (Al-Baqarah: 259)
    Yaitu sebagai dalil yang membuktikan adanya hari berbangkit.
    وَانْظُرْ إِلَى الْعِظامِ كَيْفَ نُنْشِزُها
    Dan lihatlah kepada tulang-belulang keledai itu, bagaimana Kami menyusunnya kembali. (Al-Baqarah: 259)
    Maksudnya, bagaimana Kami mengangkatnya dan menyusun sebagian darinya atas sebagian yang lain hingga seperti bentuk semula.
    Imam Hakim meriwayatkan di dalam kitab Mustadrak-nya melalui hadis Nafi' ibnu Abu Na'im, dari Ismail ibnu Hakim, dari Kharijah ibnu Zaid ibnu Sabit, dari ayahnya, bahwa Rasulullah Saw. membaca kaifa nunsyizuha dengan memakai huruf za. Kemudian Imam Hakim mengatakan bahwa sanad hadis ini sahih, tetapi keduanya (Imam Bukhari dan Imam Muslim) tidak mengetengahkannya.
    Menurut pendapat yang lain dibaca nunsyiruha (dengan memakai huruf ra), artinya 'Kami menghidupkannya kembali'. Demikianlah menurut Mujahid.
    ثُمَّ نَكْسُوها لَحْماً
    kemudian Kami menutupinya dengan daging. (Al-Baqarah: 259)
    As-Saddi dan lain-lainnya mengatakan bahwa tulang-belulang keledainya telah bercerai-berai di sebelah kanan dan kirinya. Lalu ia memandang ke tulang-belulang itu yang berkilauan karena putihnya. Kemudian Allah mengirimkan angin, lalu angin itu menghimpun kembali tulang-belulang itu ke tempat semula. Kemudian masing-masing tulang tersusun pada tempatnya masing-masing, hingga jadilah seekor keledai yang berdiri berbentuk rangka tulang tanpa daging. Selanjutnya Allah memakaikan kepadanya daging, otot, urat, dan kulit, lalu Allah mengirim malaikat yang ditugaskan untuk meniupkan roh ke dalam tubuh keledai itu melalui kedua lubang hidungnya. Maka dengan serta merta keledai itu meringkik dan hidup kembali dengan seizin Allah Swt. Semuanya itu terjadi di hadapan pandangan mata Uzair. Setelah ia menyaksikan hal itu dengan jelas dan kini ia mengerti, maka ia berkata yang perkataannya disitir oleh firman-Nya:
    {قَالَ أَعْلَمُ أَنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ}
    Dia berkata, "Saya yakin bahwa Allah Mahakuasa atas segala sesuatu." (Al-Baqarah: 259)
    Yakni saya yakin akan hal ini karena saya telah menyaksikan dengan mata kepala saya sendiri, dan saya adalah orang yang paling mengetahui hal ini di antara semua manusia yang hidup di zaman saya.
    Menurut ulama yang lain, ayat ini dibaca i'lam yang artinya 'ketahuilah', sebagai perintah buat dia untuk mengetahuinya.
    {وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ أَرِنِي كَيْفَ تُحْيِ الْمَوْتَى قَالَ أَوَلَمْ تُؤْمِنْ قَالَ بَلَى وَلَكِنْ لِيَطْمَئِنَّ قَلْبِي قَالَ فَخُذْ أَرْبَعَةً مِنَ الطَّيْرِ فَصُرْهُنَّ إِلَيْكَ ثُمَّ اجْعَلْ عَلَى كُلِّ جَبَلٍ مِنْهُنَّ جُزْءًا ثُمَّ ادْعُهُنَّ يَأْتِينَكَ سَعْيًا وَاعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ (260) }
    Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata, "Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang mati." Allah berfirman, "Apakah kamu belum percaya?" Ibrahim menjawab, "Saya telah percaya, tetapi agar bertambah tetap hati saya." Allah berfirman, "(Kalau demikian) ambillah empat ekor burung, lalu potong-potonglah burung-burung itu olehmu, kemudian letakkanlah tiap bagian darinya atas tiap-tiap bukit. Sesudah itu panggillah dia, niscaya dia akan datang kepadamu dengan segera." Dan ketahuilah bahwa Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.
    Mereka menyebutkan beberapa penyebab yang mendorong Ibrahim a.s. bertanya seperti itu; antara lain ialah ketika ia berkata kepada Namrud, yang perkataannya itu disitir oleh firman-Nya:
    {رَبِّيَ الَّذِي يُحْيِي وَيُمِيتُ}
    Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan Yang mematikan. (Al-Baqarah: 258)
    Maka Nabi Ibrahim ingin agar pengetahuannya yang berdasarkan keyakinan itu menjadi meningkat kepada pengetahuan yang bersifat 'ainul yaqin dan ingin menyaksikan hal tersebut dengan mata kepalanya sendiri. Untuk itulah ia berkata dalam ayat ini:
    {رَبِّ أَرِنِي كَيْفَ تُحْيِ الْمَوْتَى قَالَ أَوَلَمْ تُؤْمِنْ قَالَ بَلَى وَلَكِنْ لِيَطْمَئِنَّ قَلْبِي}
    Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang mati. Allah berfirman, "Apakah kamu belum percaya?" Ibrahim menjawab, "Saya telah percaya, tetapi agar bertambah tetap hati saya." (Al-Baqarah: 260)
    Adapun mengenai hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari sehubungan dengan ayat ini, yaitu:
    حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ صَالِحٍ، حَدَّثَنَا ابْنُ وَهْبٍ، أَخْبَرَنِي يُونُسُ، عَنِ ابْنِ شِهَابٍ، عَنْ أَبِي سَلَمَةَ وَسَعِيدٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "نَحْنُ أَحَقُّ بِالشَّكِّ مِنْ إِبْرَاهِيمَ، إِذْ قَالَ: رَبِّ أَرِنِي كيف تحيى الموتى؟ قال: أو لم تُؤْمِنْ. قَالَ: بَلَى، وَلَكِنْ لِيَطْمَئِنَّ قَلْبِي"
    telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Saleh, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Yunus, dari Ibnu Syihab, dari Abu Salamah dan Sa'id dari Abu Hurairah r.a. yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Kami lebih berhak untuk ragu ketimbang Nabi Ibrahim, ketika ia berkata, "Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang mati." Allah berfirman, "Apakah kamu belum percaya?" Ibrahim menjawab, "Saya telah percaya, tetapi agar bertambah tetap hati saya." (Al-Baqarah: 260)
    Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Muslim, dari Harmalah ibnu Yahya, dari Wahb dengan lafaz yang sama.
    Yang dimaksud dengan istilah syak (ragu) dalam hadis ini bukanlah seperti apa yang dipahami oleh orang-orang yang tidak berilmu mengenainya, tanpa ada yang memperselisihkannya. Sesungguhnya pemahaman tersebut telah dijawab oleh banyak sanggahan yang mematahkan alasannya.
    Sehubungan dengan pembahasan ini, pada salinan yang ada di tangan kami terdapat komentar. Dan sehubungan dengan masalah ini kami akan mengemukakan apa yang dikatakan oleh Al-Bagawi demi melengkapi pembahasan ini. Al-Bagawi mengatakan bahwa Muhammad ibnu Ishaq ibnu Khuzaimah meriwayatkan dari Abu Ibrahim (yaitu Ismail ibnu Yahya Al-Muzani) bahwa ia pernah mengatakan sehubungan dengan makna hadis ini, sebenarnya Nabi Saw. tidak ragu —begitu pula Nabi Ibrahim a.s.— mengenai masalah bahwa Allah Mahakuasa untuk menghidupkan orang-orang mati. Melainkan keduanya merasa ragu apakah permohonan keduanya diperkenankan untuk hal tersebut.
    Abu Sulaiman Al-Khattabi mengatakan sehubungan dengan sabda Nabi Saw. yang mengatakan: Kami lebih berhak untuk ragu ketimbang Ibrahim. Di dalam ungkapan ini tidak terkandung pengakuan keraguan atas dirinya dan tidak pula atas diri Nabi Ibrahim, melainkan justru mengandung pengertian yang menghapuskan keraguan tersebut dari keduanya. Seakan-akan Nabi Saw. berkata, "Jika aku tidak ragu tentang kekuasaan Allah Swt. dalam menghidupkan kembali orang-orang mati, maka Ibrahim lebih berhak untuk tidak ragu." Nabi Saw. mengungkapkan demikian sebagai rasa rendah diri dan sopan santunnya kepada Nabi Ibrahim.
    Demikian pula sabda Nabi Saw. yang mengatakan:
    "لو لَبِثْتُ فِي السِّجْنِ مَا لَبِثَ يُوسُفُ لَأَجَبْتُ الداعي"
    Seandainya aku tinggal di dalam penjara selama Nabi Yusuf tinggal di penjara, niscaya aku mau memenuhinya.
    Di dalam pembahasan ini terkandung pemberitahuan bahwa masalah yang dialami oleh Nabi Ibrahim a.s. tidak diungkapkannya dari segi perasaan ragu, melainkan dari segi ingin menambah ilmu dengan melalui kesaksian mata. Karena sesungguhnya kesaksian mata itu dapat memberikan pengetahuan dan ketenangan hati lebih daripada pengetahuan yang didasari hanya oleh teori.
    Menurut suatu pendapat, ketika ayat ini (Al-Baqarah: 260) diturunkan, ada segolongan kaum yang mengatakan, "Nabi Ibrahim ragu, sedangkan Nabi kita tidak ragu." Maka Rasulullah Saw. mengucapkan sabdanya yang telah disebutkan di atas sebagai ungkapan rasa rendah diri dan bersopan santun kepada Nabi Ibrahim a.s. sehingga beliau mendahulukan Nabi Ibrahim atas dirinya sendiri.
    *******************
    Firman Allah Swt.:
    {قَالَ فَخُذْ أَرْبَعَةً مِنَ الطَّيْرِ فَصُرْهُنَّ إِلَيْكَ}
    Allah berfirman, "(Kalau demikian) ambillah empat ekor burung, lalu potong-potonglah burung-burungt itu olehmu." (Al-Baqarah: 260)
    Para ahli tafsir berbeda pendapat mengenai jenis keempat burung itu, sekalipun tiada faedahnya menentukan jenis-jenisnya; karena seandainya hal ini penting, niscaya Al-Qur'an akan menycbutkannya dengan keterangan yang jelas.
    Telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa ia pernah mengatakan, "Keempat burung tersebut terdiri atas burung Garnuq, burung merak, ayam jago, dan burung merpati."
    Telah diriwayatkan pula dari Ibnu Abbas bahwa Nabi Ibrahim mengambil angsa, anak burung unta, ayam jago, dan burung merak.
    Mujahid dan Ikrimah mengatakan bahwa keempat burung tersebut adalah merpati, ayam jago, burung merak, dan burung gagak.
    *******************
    Firman Allah Swt.:
    {فَصُرْهُنَّ إِلَيْك}
    dan potong-potonglah burung-burung itu olehmu. (Al-Baqarah: 260)
    Yakni memotong-motongnya (sesudah menyembelihnya). Demikianlah menurut Ibnu Abbas, Ikrimah, Sa'id ibnu Jubair, Abu Malik, Abul Aswad Ad-Duali, Wahb ibnu Munabbih, Al-Hasan, As-Saddi, serta lain-lainnya.
    Al-Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: dan ikatlah burung-burung itu olehmu. (Al-Baqarah: 260) Setelah burung-burung itu diikat, maka Nabi Ibrahim menyembelihnya, kemudian menjadikan tiap bagian dari burung-burung itu pada tiap bukit.
    Mereka menyebutkan bahwa Nabi Ibrahim menangkap empat ekor burung, lalu menyembelihnya, kemudian memotong-motongnya, mencabuti bulu-bulunya, dan mencabik-cabiknya. Setelah itu sebagian dari burung-burung itu dicampuradukkan dengan sebagian yang lain. Kemudian   dibagi-bagi   menjadi   beberapa   bagian   dan   menaruh sebagian darinya pada tiap bukit. Menurut suatu pendapat adalah empat buah bukit, dan menurut pendapat yang lain tujuh buah bukit. Ibnu Abbas mengatakan, Nabi Ibrahim memegang kepala keempat burung itu pada tangannya. Kemudian Allah Swt. memerintahkan kepada Ibrahim agar memanggil burung-burung itu. Maka Ibrahim memanggil burung-burung itu seperti apa yang diperintahkan oleh Allah Swt. Nabi Ibrahim melihat bulu-bulu burung-burung tersebut beterbangan ke arah bulu-bulunya, darah beterbangan ke arah darah-nya, dan daging beterbangan ke arah dagingnya; masing-masing bagian dari masing-masing burung bersatu dengan bagian lainnya, hingga masing-masing burung bangkit seperti semula, lalu datang kepada Ibrahim dengan berlari, dimaksudkan agar lebih jelas dilihat oleh orang yang meminta kejadian tersebut. Lalu masing-masing burung datang mengambil kepalanya yang ada di tangan Nabi Ibrahim a.s. Apabila Nabi Ibrahim mengulurkan kepala yang bukan milik burung yang bersangkutan, burung itu menolak; dan jika Ibrahim mengulurkan kepala yang menjadi milik burung bersangkutan, maka menyatulah kepala itu dengan tubuhnya berkat kekuasaan Allah Swt. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
    {وَاعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ}
    Dan ketahuilah bahwa Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana. (Al-Baqarah: 260)
    Yakni Mahaperkasa, tiada sesuatu pun yang mengalahkan-Nya, dan tiada sesuatu pun yang menghalang-halangi-Nya; semua yang dikehendaki-Nya pasti terjadi tanpa ada yang mencegah-Nya, karena Dia Mahamenang atas segala sesuatu, lagi Mahabijaksana dalam semua firman, perbuatan, syariat serta kekuasaan-Nya.
    Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Ayyub sehubungan dengan firman-Nya: tetapi agar bertambah tetap hati saya. (Al-Baqarah: 260), Bahwa Ibnu Abbas pernah mengatakan, "Tiada suatu ayat pun di dalam Al-Qur'an yang lebih aku harapkan selain darinya (Al-Baqarah: 260)."
    Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnul Musanna, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Syu'bah; ia pernah mendengar Zaid ibnu Ali menceritakan asar berikut dari Sa'id ibnul Musayyab yang mengatakan bahwa Abdullah ibnu Abbas dan Abdullah ibnu Amr ibnul As sepakat mengadakan pertemuan, saat itu kami berusia muda. Salah seorang dari keduanya berkata yang lainnya, "Ayat apakah di dalam Kitabullah yang paling diharapkan olehmu untuk umat ini?" Maka Abdullah ibnu Amr membacakan firman-Nya:
    {يَاعِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا}
    Katakanlah, "Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya." (Az-Zumar 53)
    Ibnu Abbas berkata, "Jika kamu mengatakan itu, maka aku katakan bahwa ayat yang paling kuharapkan dari Kitabullah untuk umat ini ialah ucapan Nabi Ibrahim," yaitu: "Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang mati?" Allah berfirman, "Apakah kamu belum percaya?" Ibrahim menjawab, "Saya telah percaya, tetapi agar bertambah tetap hati saya." (Al-Baqarah: 260)
    Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Saleh Katib Al-Lais, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Abu Salamah, dari Amr, telah menceritakan kepadaku Ibnul Munkadir, bahwa ia pernah bersua dengan Abdullah ibnu Abbas dan Abdullah ibnu Amr ibnul As. Lalu Abdullah ibnu Abbas berkata kepada Ibnu Amr ibnul As, "Ayat Al-Qur'an apakah yang paling kamu harapkan menurutmu?" Abdullah ibnu Amr membacakan firman-Nya: Katakanlah, "Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah." (Az-Zumar: 53), hingga akhir ayat Maka Ibnu Abbas berkata, "Tetapi menurutku adalah firman Allah Swt.: Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata, 'Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang mati?' Allah berfirman, 'Apakah kamu belum percaya?' Ibrahim menjawab, 'Saya telah percaya.' (Al-Baqarah: 260), hingga akhir ayat." Allah rida kepada Ibrahim setelah dia mengatakan bala (saya telah percaya). Hal ini terjadi setelah timbul keinginan itu di dalam hatinya dan setan mengembuskan godaan kepadanya.
    Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya melalui Abu Abdullah, yaitu Muhammad ibnu Ya'qub ibnul Ahzam, dari Ibrahim ibnu Abdullah As-Sa'di, dari Bisyr ibnu Umar Az-Zahrani, dari Abdul Aziz ibnu Abu Salamah berikut sanadnya dengan lafaz yang semisal. Selanjutnya Imam Hakim mengatakan bahwa sanad asar ini sahih, padahal keduanya (Imam Bukhari dan Imam Muslim) tidak mengetengahkannya.

    {مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِائَةُ حَبَّةٍ وَاللَّهُ يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ (261) }
    Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Mahaluas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.
    Hal ini merupakan perumpamaan yang dibuat oleh Allah Swt. untuk menggambarkan perlipatgandaan pahala bagi orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah dan mencari keridaan-Nya. Setiap amal kebaikan itu dilipatgandakan pahalanya menjadi sepuluh kali lipat, sampai kepada tujuh ratus kali lipat. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
    {مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ}
    Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah. (Al-Baqarah: 261)
    Yang dimaksud dengan 'jalan Allah' menurut Sa'id ibnu Jubair ialah dalam rangka taat kepada Allah Swt.
    Menurut Makhul, yang dimaksud dengan 'jalan Allah' ialah menafkahkan hartanya untuk keperluan berjihad, seperti mempersiapkan kuda dan senjata serta lain-lainnya untuk tujuan berjihad.
    Syabib ibnu Bisyr meriwayatkan dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, bahwa menafkahkan harta untuk keperluan jihad dan ibadah haji pahalanya dilipatgandakan sampai tujuh ratus kali lipat. Karena itulah disebutkan di dalam firman-Nya:
    {كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِائَةُ حَبَّةٍ}
    serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. (Al-Baqarah: 261)
    Perumpamaan ini lebih berkesan dalam hati daripada hanya menyebutkan sekadar bilangan tujuh ratus kali lipat, mengingat dalam ungkapan perumpamaan tersebut tersirat pengertian bahwa amal-amal saleh itu dikembangkan pahalanya oleh Allah Swt. buat para pelakunya, sebagaimana seorang petani menyemaikan benih di lahan yang subur. Sunnah telah menyebutkan adanya perlipatgandaan tujuh ratus kali lipat ini bagi amal kebaikan.
    قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا زِيَادُ بْنُ الرَّبِيعِ أَبُو خِدَاش، حَدَّثَنَا وَاصِلٌ مَوْلَى ابْنِ عُيَيْنَةَ، عَنْ بَشَّارِ بْنِ أَبِي سَيْفٍ الْجُرْمِيِّ، عَنْ عِيَاضِ بْنِ غَطِيفٍ قَالَ: دَخَلْنَا عَلَى أَبِي عُبَيْدَةَ [بْنِ الْجَرَّاحِ] نَعُودُهُ مِنْ شَكْوَى أَصَابَهُ -وَامْرَأَتُهُ تُحَيْفَة قَاعِدَةٌ عِنْدَ رَأْسِهِ -قُلْنَا: كَيْفَ بَاتَ أَبُو عُبَيْدَةَ؟ قَالَتْ: وَاللَّهِ لَقَدْ بَاتَ بِأَجْرٍ، قَالَ أَبُو عُبَيْدَةَ: مَا بَتُّ بِأَجْرٍ، وَكَانَ مُقْبِلًا بِوَجْهِهِ عَلَى الْحَائِطِ، فَأَقْبَلَ عَلَى الْقَوْمِ بِوَجْهِهِ، وَقَالَ: أَلَا تَسْأَلُونِي عَمَّا قُلْتُ؟ قَالُوا: مَا أَعْجَبَنَا مَا قَلْتَ فَنَسْأَلُكَ عَنْهُ، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "مَنْ أَنْفَقَ نَفَقَةً فَاضِلَةً فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَبِسَبْعِمِائَةٍ، وَمَنْ أَنْفَقَ عَلَى نَفْسِهِ وَأَهْلِهِ، أَوْ عَادَ مَرِيضًا أَوْ مازَ أَذًى، فَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا، وَالصَّوْمُ جُنَّةٌ مَا لَمْ يَخْرُقْهَا، وَمَنِ ابْتَلَاهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ، بِبَلَاءٍ فِي جَسَدِهِ فَهُوَ لَهُ حِطَّةٌ".
    Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ziyad ibnur Rabi' Abu Khaddasy, telah menceritakan kepada kami Wasil maula Ibnu Uyaynah, dari Basysyar ibnu Abu Saif Al-Jurmi, dari lyad ibnu Gatif yang menceritakan bahwa kami datang ke rumah Abu Ubaidah dalam rangka menjenguknya karena ia sedang mengalami sakit pada bagian lambungnya. Saat itu istrinya bernama Tuhaifah duduk di dekat kepalanya. Lalu kami berkata, "Bagaimanakah keadaan Abu Ubaidah semalam?" Tuhaifah menjawab, "Demi Allah, sesungguhnya dia menjalani malam harinya dengan berpahala." Abu Ubaidah menjawab, "Aku tidak menjalani malam hariku dengan berpahala." Saat itu Abu Ubaidah menghadapkan wajahnya ke arah tembok, lalu ia menghadapkan wajahnya ke arah kaum yang menjenguknya dan berkata, "Janganlah kalian menanyakan kepadaku tentang apa yang telah kukatakan." Mereka berkata, "Kami sangat heran dengan ucapanmu itu, karenanya kami menanyakan kepadamu, apa yang dimaksud dengannya?" Abu Ubaidah berkata bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Barang siapa yang membelanjakan sejumlah harta lebihan di jalan Allah, maka pahalanya diperlipatgandakan tujuh ratus kali. Dan barang siapa yang membelanjakan nafkah buat dirinya dan keluarganya atau menjenguk orang yang sakit atau menyingkirkan gangguan (dari jalan), maka suaiu amal kebaikan (pahalanya) sepuluh kali lipat kebaikan yang semisal. Puasa adalah benteng selagi orang yang bersangkutan tidak membobolnya. Dan barang siapa yang mendapat suatu cobaan dari Allah Swt. pada tubuhnya, maka hal itu baginya merupakan penghapus (dosa).
    Imam Nasai meriwayatkan sebagian darinya dalam Bab "Puasa" melalui hadis yang berpredikat mausul, sedangkan dari jalur lain berpredikat mauquf.
    Hadis lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad:
    حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ سُلَيْمَانَ، سَمِعْتُ أَبَا عَمْرٍو الشَّيْبَانِيَّ، عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ: أَنَّ رَجُلًا تَصَدَّقَ بِنَاقَةٍ مَخْطُومَةٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لَتَأْتِيَنَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِسَبْعِمِائَةِ نَاقَةٍ مَخْطُومَةٍ".
    telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Sulaiman, bahwa ia pernah mendengar Abu Amr Asy-Syaibani menceritakan hadis berikut dari Ibnu Mas'ud, bahwa ada seorang lelaki menyedekahkan seekor unta yang telah diberi tali kendali, maka Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya kamu akan datang di hari kiamat nanti dengan membawa tujuh ratus ekor unta yang telah diberi tali kendali.
    Imam Muslim dan Imam Nasai meriwayatkannya melalui hadis Sulaiman ibnu Mihran, dari Al-A'masy dengan lafaz yang sama. Lafaz menurut riwayat Imam Muslim seperti berikut:
    جَاءَ رَجُلٌ بِنَاقَةٍ مَخْطُومَةٍ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، هَذِهِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ. فَقَالَ: "لَكَ بِهَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ سَبْعُمِائَةِ نَاقَةٍ".
    Seorang lelaki datang dengan membawa seekor unta yang telah diberi tali kendali, lalu ia berkata, "Wahai Rasulullah, unta ini untuk sabilillah." Maka beliau Saw. bersabda, "Kamu kelak di hari kiamat akan mendapatkan tujuh ratus ekor unta karenanya."
    Hadis lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Disebutkan:
    حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ مَجْمَع أَبُو الْمُنْذِرِ الْكِنْدِيُّ، أَخْبَرَنَا إِبْرَاهِيمُ الْهِجْرِيِّ، عَنْ أَبِي الْأَحْوَصِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنْ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ، جَعَلَ حَسَنَةَ ابْنِ آدَمَ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا، إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ، إِلَّا الصَّوْمَ، وَالصَّوْمُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ، وَلِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ: فَرْحَةٌ عِنْدَ إِفْطَارِهِ وَفَرْحَةٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَلَخُلُوفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ المسك"
    telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Majma' Abul Munzir Al-Kindi, telah menceritakan kepada kami Ibrahim Al-Hijri, dari Abul Ahwas, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Sesungguhnya Allah menjadikan suatu amal kebaikan anak Adam menjadi sepuluh kali lipat sampai dengan tujuh ratus kali lipat pahala kebaikan, selain puasa. Puasa (menurut firman Allah Swt) adalah untuk-Ku, Akulah yang membalasnya (secara langsung). Bagi orang yang puasa ada dua kegembiraan; satu kegembiraan di saat ia berbuka, dan kegembiraan yang lain (diperolehnya) pada hari kiamat. Dan sesungguhnya bau mulut orang yang berpuasa lebih wangi di sisi Allah daripada minyak misik (kesturi).
    Hadis lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Disebutkan bahwa:
    حَدَّثَنَا وَكِيع، حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ، عَنْ أَبِي صَالِحٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ، الْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ، إِلَى مَا شَاءَ اللَّهُ، يَقُولُ اللَّهُ: إِلَّا الصَّوْمَ، فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ، يَدَعُ طَعَامَهُ وَشَهْوَتَهُ مِنْ أَجْلِي، وَلِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ: فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ، وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ، ولخُلُوف فِيه أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ. الصَّوْمُ جُنَّةٌ، الصَّوْمُ جُنَّةٌ"
    telah menceritakan kepada kami Waki', telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Semua amal (kebaikan) anak Adam diperlipatgandakan, suatu amal baik menjadi sepuluh kali lipat pahala kebaikan sampai dengan tujuh ratus kali lipat, dan sampai bilangan yang dikehendaki oleh Allah. Allah berfirman, "Kecuali puasa, karena sesungguhnya puasa adalah untuk-Ku, Akulah yang akan membalasnya (secara langsung); orang yang puasa meninggalkan makan dan minumnya karena demi Aku." Bagi orang yang puasa ada dua kegembiraan; satu kegembiraan di saat ia berbuka, dan kegembiraan yang lain di saat ia bersua dengan Tuhannya. Dan sesungguhnya bau mulut orang yang puasa itu lebih wangi di sisi Allah (menurut Allah) daripada minyak kesturi. Puasa adalah benteng, puasa adalah benteng.
    Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Bakar ibnu Abu Syaibah dan Abu Sa'id Al-Asyaj, keduanya meriwayatkan hadis ini dari Waki' dengan lafaz yang sama.
    Hadis lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad, disebutkan bahwa:
    حَدَّثَنَا حُسَيْنُ بْنُ عَلِيٍّ، عَنْ زَائِدَةَ، عَنِ الرُّكَيْنِ، عَنْ يُسَيْر بْنِ عَمِيلَةَ عَنْ خَرِيمِ بْنِ فَاتِكٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنْ أَنْفَقَ نَفَقَةً فِي سَبِيلِ اللَّهِ تُضَاعَفُ بِسَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ"
    telah menceritakan kepada kami Husain ibnu Ali, dari Zaidah, dari Ad-Dakin, dari Bisyr ibnu Amilah, dari Harim ibnu Fatik yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Barang siapa yang membelanjakan sejumlah harta di jalan Allah, maka pahalanya dilipatgandakan menjadi tujuh ratus kali lipat.
    Hadis lain diriwayatkan oleh Imam Abu Daud;
    حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ عَمْرِو بْنِ السَّرْحِ، حَدَّثَنَا ابْنُ وَهْبٍ، عَنْ يَحْيَى بْنِ أَيُّوبَ وَسَعِيدِ بْنِ أَبِي أَيُّوبَ، عَنْ زَبَّانَ بْنِ فَائِدٍ، عَنْ سَهْلِ بْنِ مُعَاذٍ، عَنْ أَبِيهِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّ الصَّلَاةَ وَالصِّيَامَ وَالذِّكْرَ يُضَاعَفُ عَلَى النَّفَقَةِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ سَبْعَمِائَةِ ضِعْفٍ"
    telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Amr ibnus Sarh, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, dari Yahya ibnu Ayyub dan Sa'id ibnu Abu Ayyub, dari Zaban ibnu Faid, dari Sahl ibnu Mu'az, dari ayahnya yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya salat, puasa, dan zikir dilipatgandakan pahalanya menjadi tujuh ratus kali lipat di atas membelanjakan harta di jalan Allah.
    Hadis lain diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim, disebutkan bahwa:
    حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا هَارُونُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَرْوَانَ، حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي فُدَيْكٍ، عَنِ الْخَلِيلِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ، عَنِ الْحَسَنِ، عَنْ عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قال: "من أَرْسَلَ بِنَفَقَةٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، وَأَقَامَ فِي بَيْتِهِ فَلَهُ بِكُلِّ دِرْهَمِ سَبْعُمِائَةِ دِرْهَمٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَمَنْ غَزَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ، وَأَنْفَقَ فِي جِهَةِ ذَلِكَ فَلَهُ بِكُلِّ دِرْهَمِ سَبْعُمِائَةِ أَلْفِ دِرْهَمٍ". ثُمَّ تَلَا هَذِهِ الْآيَةَ: {وَاللَّهُ يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ}
    telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Harun ibnu Abdullah ibnu Marwan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Fudaik, dari Al-Khalil ibnu Abdullah ibnul Hasan, dari Imran ibnu Husain, dari Rasulullah Saw. yang telah bersabda: Barang siapa yang mengeluarkan nafkah (perbelanjaan) di jalan Allah, lalu ia tinggal di dalam rumahnya, maka baginya dari setiap dirham (yang telah dibelanjakannya) menjadi tujuh ratus dirham di hari kiamat. Dan barang siapa yang berperang di jalan Allah, lalu ia membelanjakan hartanya untuk tujuan itu, maka baginya dari setiap dirham (yang telah dibelanjakannya menjadi) tujuh ratus ribu dirham. Kemudian Rasulullah Saw. membacakan firman-Nya: Allah melipatgandakan (pahala) bagi siapa yang Dia kehendaki. (Al-Baqarah: 261)
    Hadis ini garib.
    Dalam pembahasan yang lalu telah disebutkan hadis Abu Usman An-Nahdi, dari Abu Hurairah yang menceritakan tentang perlipatgandaan suatu amal kebaikan sampai menjadi dua ribu kali lipat kebaikan, yaitu pada firman-Nya:
    {مَنْ ذَا الَّذِي يُقْرِضُ اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضَاعِفَهُ لَهُ أَضْعَافًا كَثِيرَةً}
    Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan melipatgandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. (Al-Baqarah: 245), hingga akhir ayat.
    Hadis lain diriwayatkan oleh Ibnu Murdawaih;
    حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ الْعَسْكَرِيِّ الْبَزَّازُ، أَخْبَرَنَا الْحَسَنُ بْنُ عَلِيِّ بْنِ شَبِيبٍ، أَخْبَرَنَا مَحْمُودُ بْنُ خَالِدٍ الدِّمَشْقِيُّ، أَخْبَرَنَا أَبِي، عن عيسى بن المسيب، عَنْ نَافِعٍ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ: لَمَّا نَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ: {مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّه} قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "رَبِّ زِدْ أُمَّتِي" قَالَ: فَأَنْزَلَ اللَّهُ: {مَنْ ذَا الَّذِي يُقْرِضُ اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا} قَالَ: "رَبِّ زِدْ أُمَّتِي" قَالَ: فَأَنْزَلَ اللَّهُ: {إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ}
    telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Ubaidillah ibnul Askari Al-Bazzar, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Ali ibnu Syabib, telah menceritakan kepada kami Mahmud ibnu Khalid Ad-Dimasyqi, telah menceritakan kepada kami ayahku, dari Isa ibnul Musayyab, dari Nafi’ dari Ibnu Umar. Disebutkan bahwa ketika ayat berikut diturunkan, yaitu firman-Nya: Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah. (Al-Baqarah: 261), hingga akhir ayat. Maka Nabi Saw. berdoa, "Ya Tuhanku, tambahkanlah buat umatku." Maka Allah menurunkan firman-Nya: Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik. (Al-Baqarah: 245) Nabi Saw. masih berdoa, "Ya Tuhanku, tambahkanlah buat umatku." Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Sesungguhnya   hanya   orang-orang   yang   bersabarlah   yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas. (Az-Zumar: 10)
    Hadis ini diriwayatkan pula oleh Ibnu Abu Hatim dan Ibnu Hibban di dalam kitab sahihnya, dari Hajib ibnu Arkin, dari Abu Umar (yaitu Hafs ibnu Umar ibnu Abdul Aziz Al-Muqri), dari Abu Ismail Al-Mu-addib, dari Isa ibnul Musayyab, dari Nafi', dari Ibnu Umar, lalu ia mengetengahkan hadis ini.
    *******************
    Firman Allah Swt.:
    {وَاللَّهُ يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ}
    Allah melipatgandakan (pahala) bagi siapa yang Dia kehendaki. (Al-Baqarah: 261)
    Yakni sesuai dengan keikhlasan orang yang bersangkutan dalam amalnya.
    {وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ}
    Dan Allah Mahaluas lagi Maha Mengetahui. (Al-Baqarah: 261)
    Artinya, anugerah-Nya Mahaluas lagi banyak, lebih banyak daripada makhluk-Nya, lagi Maha Mengetahui siapa yang berhak mendapat pahala yang berlipat ganda dan siapa yang tidak berhak. Mahasuci Allah dengan segala pujian-Nya.

    {الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ثُمَّ لَا يُتْبِعُونَ مَا أَنْفَقُوا مَنًّا وَلا أَذًى لَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ (262) قَوْلٌ مَعْرُوفٌ وَمَغْفِرَةٌ خَيْرٌ مِنْ صَدَقَةٍ يَتْبَعُهَا أَذًى وَاللَّهُ غَنِيٌّ حَلِيمٌ (263) يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُبْطِلُوا صَدَقَاتِكُمْ بِالْمَنِّ وَالأذَى كَالَّذِي يُنْفِقُ مَالَهُ رِئَاءَ النَّاسِ وَلا يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ صَفْوَانٍ عَلَيْهِ تُرَابٌ فَأَصَابَهُ وَابِلٌ فَتَرَكَهُ صَلْدًا لَا يَقْدِرُونَ عَلَى شَيْءٍ مِمَّا كَسَبُوا وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ (264) }
    Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima), mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. Tidak ada kekhawaliran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hali. Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik daripada sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Mahakaya lagi Maha Penyantun. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian menghilangkan (pahala) sedekah kalian dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatu pun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.
    Allah Swt. memuji orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian tidak mengiringi kebaikan dan sedekah yang telah mereka infakkan dengan menyebut-nyebutnya kepada orang yang telah mereka beri. Dengan kata lain, mereka tidak menyebutkan amal infaknya itu kepada seorang pun dan tidak pula mengungkapkannya, baik dengan ucapan maupun dengan perbuatan.
    *******************
    Firman Allah Swt.:
    {وَلا أَذًى}
    dan (tidak pula) menyakiti (perasaan si penerima). (Al-Baqarah: 262)
    Dengan kata lain, mereka tidak melakukan perbuatan yang tidak disukai terhadap orang yang telah mereka santuni, yang akibatnya kebaikan mereka menjadi terhapuskan pahalanya karena perbuatan tersebut. Kemudian Allah Swt. menjanjikan kepada mereka pahala yang berlimpah atas perbuatan yang baik tanpa menyakiti hati si penerima itu, melalui firman-Nya:
    لَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ
    mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. (Al-Baqarah: 262)
    Yakni pahala mereka atas tanggungan Allah, bukan atas tanggungan seseorang selain-Nya.
    وَلا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ
    Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka. (Al-Baqarah: 262)
    Maksudnya, tidak ada kekhawatiran bagi mereka dalam menghadapi masa mendatang, yaitu kengerian di hari kiamat.
    وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ
    dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Al-Baqarah: 262)
    Yaitu tidak bersedih hati atas sanak keluarga yang mereka tinggalkan, tidak pula atas kesenangan dunia dan gemerlapannya yang terluputkan. Sama sekali mereka tidak menyesalinya, karena mereka telah beralih kepada keadaan yang jauh lebih baik bagi mereka daripada semuanya itu.
    Kemudian Allah Swt. berfirman:
    قَوْلٌ مَعْرُوفٌ
    Perkataan yang baik. (Al-Baqarah: 263)
    Yang dimaksud ialah kalimat yang baik dan doa buat orang muslim.
    وَمَغْفِرَةٌ
    dan pemberian maaf. (Al-Baqarah: 263)
    Yakni memaafkan dan mengampuni perbuatan aniaya yang ditujukan terhadap dirinya, baik berupa ucapan maupun perbuatan.
    خَيْرٌ مِنْ صَدَقَةٍ يَتْبَعُها أَذىً
    lebih baik daripada sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan. (Al-Baqarah: 263)
    قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا ابْنُ نُفَيْلٍ قَالَ: قَرَأْتُ عَلَى مَعْقِلِ بْنِ عُبَيْدِ اللَّهِ، عَنْ عَمْرِو بْنِ دِينَارٍ قَالَ: بَلَغَنَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "مَا مِنْ صَدَقَةٍ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ قَوْلٍ مَعْرُوفٍ، أَلَمْ تَسْمَعْ قَوْلَهُ: {قَوْلٌ مَعْرُوفٌ وَمَغْفِرَةٌ خَيْرٌ مِنْ صَدَقَةٍ يَتْبَعُهَا أَذًى} "
    Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayah ku, telah menceritakan kepada kami Ibnu Fudail yang menceritakan bahwa ia pernah belajar mengaji kepada Ma'qal ibnu Abdullah, dari Amr ibnu Dinar yang mengatakan, telah sampai kepada kami bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda,  "Tiada suatu sedekah pun yang lebih disukai oleh Allah selain ucapan yang baik. Tidakkah kami mendengar firman-Nya yang mengatakan: 'Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik daripada sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima).’
    *******************
    وَاللَّهُ غَنِيٌّ
    Allah Mahakaya' (Al-Baqarah: 263).
    Yakni tidak membutuhkan makhluk-Nya.
    حَلِيمٌ
    lagi Maha Penyantun. (Al-Baqarah: 263)
    Yaitu penyantun, pengampun, pemaaf, dan membiarkan (kesalahan) mereka."
    Banyak hadis yang menyebutkan larangan menyebut-nyebut pemberian sedekah. Di dalam kitab Sahih Muslim disebutkan melalui hadis Syu'bah, dari Al-A'masy, dari Sulaiman ibnu Misar, dari Kharsyah ibnul Hur, dari Abu Zar yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
    "ثلاثة لَا يُكَلِّمُهُمُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَلَا يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ، وَلَا يُزَكِّيهِمْ، وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ: الْمَنَّانُ بِمَا أَعْطَى، وَالْمُسْبِلُ إِزَارَهُ، وَالْمُنَفِّقُ سِلْعَتَهُ بِالْحَلِفِ الْكَاذِبِ"
    Ada tiga macam orang yang Allah tidak mau berbicara kepada mereka di hari kiamat dan tidak mau memandang mereka serta tidak mau menyucikan mereka (dari dosa-dosanya) dan bagi mereka siksa yang pedih, yaitu orang yang suka menyebut-nyebut pemberiannya, orang yang suka memanjangkan kainnya, dan orang yang melariskan dagangannya melalui sumpah dusta.
    قَالَ ابْنُ مَرْدَوَيْهِ: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ عُثْمَانَ بْنِ يَحْيَى، أَخْبَرَنَا عُثْمَانُ بْنُ مُحَمَّدٍ الدُّورِيُّ، أَخْبَرَنَا هُشَيْمُ بْنُ خَارِجَةَ، أَخْبَرَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ عُقْبَةَ، عَنْ يُونُسَ بْنِ مَيْسَرَةَ، عَنْ أَبِي إِدْرِيسَ، عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ عَاقٌّ، وَلَا مَنَّانٌ، وَلَا مُدْمِنُ خَمْرٍ، ولا مكذب بقدر"
    Ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Usman ibnu Yahya, telah menceritakan kepada kami Us'man ibnu Muhammad Ad-Dauri, telah menceritakan kepada kami Hasyim ibnu Kharijah, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Uqbah, dari Yunus ibnu Maisarah, dari Abu Idris, dari Abu Darda, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Tidak dapat masuk surga orang yang menyakiti (kedua orang tuanya), orang yang suka menyebut-nyebut pemberiannya, orang yang gemar minuman keras, dan orang yang tidak percaya kepada takdir.
    Imam Ahmad dan Imam Ibnu Majah meriwayatkan pula hal yang semisal melalui hadis Yunus ibnu Maisarah.
    Kemudian Ibnu Murdawaih, Ibnu Hibban, Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya, dan Imam Nasai melalui hadis Abdullah ibnu Yasar Al-A'raj, dari Salim ibnu Abdullah ibnu Umar, dari ayahnya yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
    «ثَلَاثَةٌ لَا يَنْظُرُ اللَّهُ إِلَيْهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ: الْعَاقُّ لِوَالِدَيْهِ، وَمُدْمِنُ خمر، وَالْمَنَّانُ بِمَا أَعْطَى»
    Ada tiga macam orang, Allah tidak mau memandang kepada mereka di hari kiamat, yaitu orang yang menyakiti kedua orang tuanya, orang yang gemar minum khamr (minuman keras), dan orang yang suka menyebut-nyebut apa yang telah diberikannya.
    Imam Nasai meriwayatkan dari Malik ibnu Sa'd, dari pamannya yang bernama Rauh ibnu Ubadah, dari Attab ibnu Basyir, dari Khasif Al-Jarari, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas, dari Nabi Saw. yang telah bersabda:
    «لا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مُدْمِنُ خَمْرٍ، وَلَا عَاقٌّ لِوَالِدَيْهِ، وَلَا مَنَّانٌ»
    Tidak dapat masuk surga orang yang gemar minuman khamr, orang yang menyakiti kedua orang tuanya, dan orang yang menyebut-nyebut pemberiannya.
    Hadis ini diriwayatkan pula oleh Ibnu Abu Hatim, dari Al-Hasan ibnul Minhal, dari Muhammad ibnu Abdullah ibnu Assar Al-Mausuli, dari Attab, dari Khasif, dari Mujahid, dari ibnu Abbas; Imam Nasai meriwayatkan pula dari hadis Abdul Karim ibnu Malik Al-Huri, dari Mujahid perkataannya. Hadis ini diriwayatkan pula dari Mujahid, dari Abu Sa'id dan dari Mujahid, dari Abu Hurairah dengan lafaz yang semisal.
    *******************
    Untuk itulah Allah Swt. berfirman dalam ayat yang lain yang bunyinya:
    يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُبْطِلُوا صَدَقاتِكُمْ بِالْمَنِّ وَالْأَذى
    Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian menghilangkan (pahala) sedekah kalian dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima). (Al-Baqarah: 264)
    Dengan ayat ini Allah Swt. memberitahukan bahwa amal sedekah itu pahalanya terhapus bila diiringi dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti perasaan si penerimanya. Karena dengan menyebut-nyebut sedekah dan menyakiti hati penerimanya, maka pahala sedekah menjadi terhapus oleh dosa keduanya.
    Dalam ayat selanjutnya Allah Swt. berfirman:
    كَالَّذِي يُنْفِقُ مالَهُ رِئاءَ النَّاسِ
    seperti orang yang membelanjakan hartanya karena riya (pamer) kepada manusia. (Al-Baqarah: 264)
    Dengan kata lain, janganlah kalian menghapus pahala sedekah kalian dengan perbuatan manna dan aza. Perbuatan riya juga membatalkan pahala sedekah, yakni orang yang menampakkan kepada orang banyak bahwa sedekah yang dilakukannya adalah karena mengharapkan rida Allah, padahal hakikatnya ia hanya ingin dipuji oleh mereka atau dirinya menjadi terkenal sebagai orang yang memiliki sifat yang terpuji, supaya orang-orang hormat kepadanya; atau dikatakan bahwa dia orang yang dermawan dan niat lainnya yang berkaitan dengan tujuan duniawi, tanpa memperhatikan niat ikhlas karena Allah dan mencari rida-Nya serta pahala-Nya yang berlimpah. Karena itu, disebutkan dalam firman selanjutnya:
    وَلا يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ
    dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. (Al-Baqarah: 264)
    Perumpamaan ini dibuatkan oleh Allah Swt. untuk orang yang pamer (riya) dalam berinfak. Ad-Dahhak mengatakan bahwa orang yang mengiringi infaknya dengan menyebut-nyebutnya atau menyakiti perasaan penerimanya, perumpamaannya disebut oleh firman Allah Swt.:
    فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ صَفْوانٍ
    Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin. (Al-Baqarah: 264)
    Lafaz safwan adalah bentuk jamak dari safwanah. Di antara ulama ada yang mengatakan bahwa lafaz safwan dapat digunakan untuk makna tunggal pula yang artinya sofa, yakni batu yang licin.
    عَلَيْهِ تُرابٌ فَأَصابَهُ وابِلٌ
    yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat. (Al-Baqarah: 264)
    Yang dimaksud dengan wabilun ialah hujan yang besar.
    فَتَرَكَهُ صَلْداً
    lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). (Al-Baqarah: 264)
    Dengan kata lain, hujan yang lebat itu membuat batu licin yang dikenainya bersih dan licin, tidak ada sedikit tanah pun padanya, melainkan semuanya lenyap tak berbekas. Demikian pula halnya amal orang yang riya (pamer), pahalanya lenyap dan menyusut di sisi Allah, sekalipun orang yang bersangkutan menampakkan amal perbuatannya di mata orang banyak seperti tanah (karena banyaknya amal). Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
    لَا يَقْدِرُونَ عَلى شَيْءٍ مِمَّا كَسَبُوا وَاللَّهُ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكافِرِينَ
    Mereka tidak menguasai sesuatu pun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir. (Al-Baqarah: 264)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar