Translate

Senin, 03 Oktober 2016

Al-Baqarah, ayat 203-218

{وَاذْكُرُوا اللَّهَ فِي أَيَّامٍ مَعْدُودَاتٍ فَمَنْ تَعَجَّلَ فِي يَوْمَيْنِ فَلا إِثْمَ عَلَيْهِ وَمَنْ تَأَخَّرَ فَلا إِثْمَ عَلَيْهِ لِمَنِ اتَّقَى وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّكُمْ إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ (203) }
Dan berzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang berbilang. Barang siapa yang ingin cepat berangkat (dari Mina) sesudah dua hari, maka tiada dosa baginya. Dan barang siapa yang ingin menangguhkan (keberangkatannya dari dua hari itu), maka tidak ada dosa pula baginya, bagi orang yang bertakwa. Dan bertakwalah kepada Allah, dan ketahuilah bahwa kalian akan dikumpulkan kepada-Nya.
Ibnu Abbas mengatakan, yang dimaksud dengan hari-hari yang berbilang ialah hari-hari tasyriq (menjemur dendeng); juga dikenal dengan sebutan hari-hari yang telah diketahui, yaitu hari belasan.
Ikrimah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan berzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang berbilang. (Al-Baqarah: 203) Yang dimaksud dengan berzikir ialah bertakbir dalam hari-hari tasyriq sesudah salat lima waktu, yaitu: Allahu Akbar, Allahu Akbar (Allah Mahabesar, Allah Mahabesar).
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا وَكِيع، حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ عَلِيٍّ، عَنْ أَبِيهِ، قَالَ: سَمِعْتُ عُقْبَةَ بْنَ عَامِرٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "يَوْمُ عَرَفة وَيَوْمُ النَّحْرِ وَأَيَّامُ التَّشْرِيقِ عيدُنا أَهْلَ الْإِسْلَامِ، وَهِيَ أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Waki telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Ali, dari ayahnya yang menceritakan bahwa ia pernah mendengar Uqbah ibnu Amir menceritakan hadis berikut, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Hari Arafah dan hari Kurban serta hari-hari tasyriq adalah hari raya kita pemeluk agama Islam, ia adalah hari-hari makan dan minum.
وَقَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ أَيْضًا: حَدَّثَنَا هُشَيم، أَخْبَرَنَا خَالِدٌ، عَنْ أَبِي الْمَلِيحِ، عَنْ نُبَيشة الْهُذَلِيِّ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَيَّامُ التَّشْرِيقِ أيامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ وَذِكْرِ اللَّهِ".
Imam Ahmad meriwayatkan pula, telah menceritakan kepada kami Hisyam, telah menceritakan kepada kami Khalid, dari Abul Malih, dari Nabisyah Al-Huzali yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Hari-hari tasriq adalah hari-hari untuk makan, minum, dan berzikir kepada Allah.
Imam Muslim meriwayatkan pula hadis ini.
Dalam pembahasan yang lalu telah disebutkan hadis Jubair ibnu Mut'im yang bunyinya mengatakan:
"عَرَفَة كُلُّهَا مَوْقِفٌ، وَأَيَّامُ التَّشْرِيقِ كُلُّهَا ذَبْحٌ".
Arafah seluruhnya adalah tempat wuquf, dan hari-hari tasyriq adalah hari kurban.
Telah disebutkan pula hadis Abdur Rahman ibnu Ya'mur Ad-Daili, yang bunyinya mengatakan:
"وَأَيَّامُ مِنًى ثَلَاثَةٌ، فَمَنْ تَعَجَّلَ فِي يَوْمَيْنِ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ، وَمَنْ تَأَخَّرَ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ".
Hari-hari Mina adalah tiga hari. Maka barang siapa yang ingin cepat berangkat dari Mina sesudah dua hari, tiada dosa bag-nya; dan barang siapa yang ingin menangguhkan (keberangkatannya dari dua hari itu), maka tidak ada dosa pula baginya.
قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ وَخَلَادُ بْنُ أَسْلَمَ، قَالَا حَدَّثَنَا هُشَيم، عَنْ عَمْرو بْنِ أَبِي سَلَمَةَ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم قَالَ: "أَيَّامُ التَّشْرِيقِ أَيَّامُ طُعْم وَذِكْرٍ"
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ya'qub ibnu Ibrahim dan Khallad ibnu Aslam; keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hisyam, dari Amr ibnu Abu Salamah, dari ayahnya, dari Abu Hurairah r.a., bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Hari-hari tasyriq adalah hari-hari makan dan berzikir kepada Allah.
وَحَدَّثَنَا خَلَّادُ بْنُ أَسْلَمَ، حَدَّثَنَا رَوْح، حَدَّثَنَا صَالِحٍ، حَدَّثَنِي ابْنُ شِهَابٍ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيِّبِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعَثَ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ حُذافة يَطُوفُ فِي مِنًى: "لَا تَصُومُوا هَذِهِ الْأَيَّامَ، فَإِنَّهَا أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ، وَذِكْرِ اللَّهِ، عز وجل"
Telah menceritakan kepada kami Khalid ibnu Aslam, telah menceritakan kepada kami Rauh, telah menceritakan kepada kami Saleh, telah menceritakan kepadaku Ibnu Syihab, dari Sa'id ibnul Musayyab, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw. menyuruh Abdullah ibnu Huzafah untuk berkeliling di Mina menyampaikan seruan berikut: Janganlah kalian melakukan puasa pada hari-hari ini, karena sesungguhnya hari-hari ini adalah hari-hari untuk makan dan minum serta berzikir kepada Allah Swt.
وَحَدَّثَنَا يَعْقُوبُ، حَدَّثَنَا هُشَيم، عَنْ سُفْيَانَ بْنِ حُسَيْنٍ، عَنِ الزُّهْرِيِّ، قَالَ: بَعَثَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ حُذَافَةَ، فَنَادَى فِي أَيَّامِ التَّشْرِيقِ فَقَالَ: "إِنَّ هَذِهِ الْأَيَّامَ أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ وَذِكْرِ اللَّهِ، إِلَّا مَنْ كَانَ عَلَيْهِ صَوْم مِنْ هَدْي".
Telah menceritakan kepada kami Ya'qub, telah menceritakan kepada kami Hisyam, dari Sufyan ibnu Husain, dari Az-Zuhri yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. mengutus Abdullah ibnu Huzafah pada hari-hari tasyriq untuk menyerukan pengumuman berikut: Sesungguhnya hari-hari ini adalah hari-hari untuk makan, minum, dan berzikir kepada Allah, kecuali bagi orang yang diwajibkan puasa atas dirinya sebagai ganti dari berkurban.
Dalam riwayat ini terdapat tambahan yang baik dan memperjelas makna, tetapi mursal.
Hal yang sama diriwayatkan pula oleh Hisyam, dari Abdul Malik ibnu Abu Sulaiman, dari Amr ibnu Dinar, bahwa Rasulullah Saw. mengutus Bisyar ibnu Suhaim untuk menyerukan maklumat berikut pada hari-hari tasyriq, yaitu:
«إن هذه أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ وَذِكْرِ اللَّهِ»
Sesungguhnya hari-hari ini adalah hari-hari untuk makan dan minum serta berzikir kepada Allah.
Hasyim meriwayatkan dari Ibnu Abu Laila, dari Ata, dari Siti Aisyah yang menceritakan: Rasulullah Saw. melarang puasa pada hari-hari tasyriq. Beliau bersabda bahwa hari-hari tasyriq itu merupakan hari-hari untuk makan dan minum serta berzikir kepada Allah.
Muhammad ibnu Ishaq meriwayatkan dari Hakim ibnu Hakim, dari Mas'ud ibnul Hakam Az-Zurqi, dari ibunya yang menceritakan: Sesungguhnya aku benar-benar melihat Ali yang sedang mengendarai hewan bigal putih Rasulullah Saw., lalu ia berhenti diperkemahan orang-orang Ansar seraya mengatakan seruan berikut: "Hai manusia, sesungguhnya hari-hari ini bukanlah hari-hari puasa, melainkan hari-hari untuk makan, minum, dan berzikir kepada Allah."
Miqsam meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa ayyamam ma'dudat atau 'hari-hari yang berbilang' adalah hari-hari tasyriq, yaitu selama empat hari, dimulai dari Hari Raya Kurban hingga tiga hari berikutnya.
Hal yang semisal telah diriwayatkan pula dari Ibnu Umar, Ibnuz Zubair, Abu Musa, Ata, Mujahid, Ikrimah, Sa'id ibnu Jubair, Abu Malik, Ibrahim An-Nakha'i, Yahya ibnu Abu Kasir, Al-Hasan, Qata-dah, As-Saddi, Az-Zuhri, Ar-Rabi' ibnu Anas, Ad-Dahhak, Muqatil ibnu Hayyan, Ata Al-Khurrasani, dan Malik ibnu Anas serta lain-lainnya.
Ali ibnu Abu Talib r.a. mengatakan bahwa hari-hari tasyriq itu adalah tiga hari (yaitu Hari Raya Kurban dan dua hari sesudahnya). Berkurbanlah di hari mana pun yang kamu sukai (di antara ketiga hari itu). Akan tetapi, yang paling utama ialah pada hari pemulaannya.
Pendapat yang pertama lebih terkenal karena pendapat ini selaras dengan makna lahiriah yang ditunjukkan oleh firman-Nya:
{فَمَنْ تَعَجَّلَ فِي يَوْمَيْنِ فَلا إِثْمَ عَلَيْهِ وَمَنْ تَأَخَّرَ فَلا إِثْمَ عَلَيْهِ}
Barang siapa yang ingin cepat berangkat (dari Mina) sesudah dua hari, maka tiada dosa baginya. Dan barang siapa yang ingin menangguhkan (keberangkatannya dari dua hari itu), maka tidak ada dosa pula baginya. (Al-Baqarah: 203)
Dengan demikian, makna lahiriah ayat ini menunjukkan tiga hari ditambah dengan Hari Raya Kurban sebelumnya, hingga jumlah keseluruhannya empat hari.
Hal tersebut berkaitan dengan makna firman-Nya:
{وَاذْكُرُوا اللَّهَ فِي أَيَّامٍ مَعْدُودَاتٍ}
Dan berzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang berbilang. (Al-Baqarah: 203)
Yakni melakukan zikir kepada Allah sewaktu melakukan kurban. Dalam keterangan yang lalu telah disebutkan bahwa pendapat yang kuat dalam masalah ini adalah mazhab Imam Syafii rahimahullah, yaitu bahwa waktu untuk berkurban dimulai pada Hari Raya Kurban sampai dengan akhir hari-hari tasyriq. Berkaitan pula dengannya yaitu melakukan zikir sementara sesudah melakukan tiap-tiap salat, dan zikir yang mutlak yang dianjurkan dalam semua keadaan. Mengenai waktu berzikir ini banyak pendapat dari ulama yang mengatakannya, yang paling terkenal dan banyak diamalkan ialah dimulai dari salat Subuh hari Arafah sampai dengan salat Asar di akhir hari tasyriq, tepatnya di akhir waktu nafar yang terakhir. Sehubungan dengan waktu ini ada sebuah hadis yang membicarakannya, diriwayatkan oleh Imam Daruqutni, tetapi tidak sahih predikat marfu'-nya.
Sesungguhnya telah diriwayatkan bahwa Khalifah Umar ibnul Khattab r.a. melakukan takbir di dalam kemah kecilnya. Maka bertakbir pulalah semua orang yang ada di pasar karena takbirnya, hingga Mina bergetar oleh suara takbir semua orang.
Berkaitan pula dengan hal tersebut yaitu membaca takbir dan zikrullah di saat melempar jumrah setiap hari di hari-hari tasyriq. Di dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud dan lain-lainnya telah disebutkan bahwa sesungguhnya tawaf di Baitullah, sa'i di antara Safa dan Marwah, dan melempar jumrah disyariatkan hanyalah untuk menegakkan zikrullah.
Setelah Allah menyebutkan perihal nafar awwal dan nafar sani, yaitu berpencarnya semua orang dari musim haji menuju ke berbagai negeri sesudah mereka melakukan ijtima'-nya. dalam manasik dan tempat-tempat wuquf, kemudian Allah Swt. berfirman:
{وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّكُمْ إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ}
Dan bertakwalah kepada Allah, dan ketahuilah bahwa kalian akan dikumpulkan kepada-Nya. (Al-Baqarah: 203)
Perihalnya sama dengan makna yang terkandung di dalam ayat lain, yaitu firman-Nya:
وَهُوَ الَّذِي ذَرَأَكُمْ فِي الْأَرْضِ وَإِلَيْهِ تُحْشَرُونَ
Dan Dialah yang menciptakan serta mengembangbiakkan kalian di muka bumi ini, dan kepada-Nyalah kalian akan dihimpunkan. (Al-Muminun: 79)
{وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يُعْجِبُكَ قَوْلُهُ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيُشْهِدُ اللَّهَ عَلَى مَا فِي قَلْبِهِ وَهُوَ أَلَدُّ الْخِصَامِ (204) وَإِذَا تَوَلَّى سَعَى فِي الأرْضِ لِيُفْسِدَ فِيهَا وَيُهْلِكَ الْحَرْثَ وَالنَّسْلَ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ الْفَسَادَ (205) وَإِذَا قِيلَ لَهُ اتَّقِ اللَّهَ أَخَذَتْهُ الْعِزَّةُ بِالإثْمِ فَحَسْبُهُ جَهَنَّمُ وَلَبِئْسَ الْمِهَادُ (206) وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْرِي نَفْسَهُ ابْتِغَاءَ مَرْضَاةِ اللَّهِ وَاللَّهُ رَءُوفٌ بِالْعِبَادِ (207) }
Dan di antara manusia ada orang yang ucapannya tentang kehidupan dunia menarik hatimu, dan dipersaksikannya kepada Allah (atas kebenaran) isi hatinya, padahal ia adalah penantang yang paling keras. Dan apabila ia berpaling (dari muka kalian), ia berjalan di bumi untuk mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanam-tanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan. Dan apabila dikatakan kepadanya, "Bertakwalah kepada Allah," bangkitlah kesombongannya yang menyebabkannya berbuat dosa. Maka cukuplah (balasannya) neraka Jahannam. Dan sungguh neraka Jahannam itu tempat tinggal yang seburuk-buruknya. Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya.
As-Saddi mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Al-Akhnas ibnu Syuraiq As-Saqafi yang datang kepada Rasulullah Saw., lalu menampakkan keislamannya, sedangkan di dalam batinnya memendam kebalikannya.
Dari Ibnu Abbas disebutkan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan segolongan orang-orang munafik yang membicarakan perihal Khubaib dan teman-temannya yang gugur di Ar-Raji', orang-orang munafik tersebut mencela mereka. Maka Allah menurunkan firman-Nya yang mencela sikap orang-orang munafik dan memuji sikap Khubaib dan teman-temannya, yaitu: Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridaan Allah. (Al-Baqarah: 207)
Menurut pendapat yang lain, ayat ini mengandung celaan terhadap semua orang munafik secara keseluruhan, dan mengandung pujian kepada orang-orang mukmin secara keseluruhan. Pendapat ini dikemukakan oleh Qatadah, Mujahid, dan Ar-Rabi' ibnu Anas serta lainnya; pendapat inilah yang sahih.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Yunus, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Al-Lais ibnu Sa'd, dari Khalid ibnu Yazid, dari Sa'id ibnu Abu Hilal, dari- Al-Qurazi, dari Nauf (yakni Al-Bakkali, ahli dalam membaca kitab-kitab terdahulu) yang pernah mengatakan: Sesungguhnya aku menjumpai suatu sifat dari segolongan umat ini di dalam Kitabullah yang telah diturunkan, ada suatu kaum melakukan tipu muslihat dengan agama untuk meraih keduniawian; lisan mereka lebih manis daripada madu, telapi kalbu mereka lebih pahit daripada jazam (kina); mereka menampilkan dirinya di mata orang lain dengan berpakaian bulu kambing, padahal hati mereka adalah hati serigala. Allah Swt. berfirman, "Mereka berani terhadap diri-Ku dan mencoba menipu-Ku. Aku bersumpah atas nama-Ku, Aku benar-benar akan menimpakan kepada mereka suatu fitnah yang membuat orang yang penyantun (dari kalangan mereka) menjadi kebingungan." Selanjutnya Al-Qurazi mengatakan, "Setelah kupikirkan dan kubaca di dalam Al-Qur'an, ternyata kujumpai mereka yang bersifat demikian adalah orang-orang munafik," sebagaimana tertera di dalam firman-Nya: Dan di antara manusia ada orang yang ucapannya tentang kehidupan dunia menarik hatimu dan dipersaksikannya kepada Allah (atas kebenaran) isi hatinya. (Al-Baqarah: 204), hingga akhir ayat.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Abu Ma'syar, telah menceritakan kepadaku Abu Ma'syar (yakni Nujaih) yang menceritakan bahwa ia pernah mendengar Sa'id Al-Maqbari melakukan muzakarah bersama Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi. Maka Sa'id mengatakan, "Sesungguhnya di dalam salah satu kitab-kitab terdahulu disebutkan bahwa sesungguhnya ada segolongan hamba-hamba yang lisan mereka lebih manis daripada madu, tetapi hati mereka lebih pahit daripada kina. Mereka menampilkan dirinya di mata orang-orang dengan pakaian bulu domba yang kelihatan begitu lembut, mereka menjual agama dengan duniawi. Allah berfirman, 'Kalian berani kurang ajar terhadap-Ku dan mencoba menipu-Ku. Demi keagungan-Ku, Aku benar-benar akan menimpakan kepada mereka suatu fitnah yang akan membuat orang yang penyantun dari kalangan mereka kebingungan'." Maka Muhammad ibnu Ka'b mengatakan, "Ini terdapat di dalam Kitabullah (Al-Qur'an)." Sa'id bertanya, "Di manakah hal ini terdapat di dalam Kitabullah!" Muhammad ibnu Ka'b menjawab bahwa hal tersebut terkandung di dalam firman-Nya: Dan di antara manusia ada orang yang ucapannya tentang kehidupan dunia menarik hatimu. (Al-Baqarah: 204), hingga akhir ayat. Sa'id mengatakan, "Sesungguhnya aku telah mengetahui berkenaan dengan siapakah ayat ini diturunkan." Maka Muhammad ibnu Ka'b menjawab, "Sesungguhnya ayat ini memang diturunkan berkenaan dengan seorang lelaki, kemudian maknanya umum sesudah itu."
Apa yang dikatakan oleh Al-Qurazi ini hasan lagi sahih.
*************
Adapun mengenai firman-Nya:
{وَيُشْهِدُ اللَّهَ عَلَى مَا فِي قَلْبِهِ}
dan dipersaksikannya kepada Allah (atas kebenaran) isi hatinya. (Al-Baqarah: 204)
Ibnu Muhaisin membacanya wayasyhadullahu dengan huruf ya yang di-fathah-kan dan lafzul jalalah yang di-dammah-kan, sehingga maknanya menjadi seperti berikut: "Dan Allah menyaksikan apa yang sesungguhnya terkandung di dalam hatinya." Dengan kata lain, sekalipun hal ini dapat menipu mata kamu, tetapi Allah mengetahui orang yang di dalam hatinya mengandung keburukan. Perihalnya sama dengan makna yang terkandung di dalam ayat yang lain, yaitu firman-Nya:
إِذا جاءَكَ الْمُنافِقُونَ قالُوا نَشْهَدُ إِنَّكَ لَرَسُولُ اللَّهِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ إِنَّكَ لَرَسُولُهُ وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّ الْمُنافِقِينَ لَكاذِبُونَ
Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata, "Kami mengakui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah." Dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya; dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang pendusta. (Al-Munafiqun: 1)
Sedangkan menurut bacaan jumhur ulama, huruf ya dibaca dammah, dan lafzul jalalah dibaca nasab, yaitu: dan dipersaksikannya kepada Allah (atas kebenaran) di hatinya. (Al-Baqarah: 204) Makna yang dimaksud ialah bahwa dia menampakkan keislamannya di mata manusia, sedangkan Allah mengetahui kekufuran dan kemunafikan yang dipendam di dalam hatinya. Perihalnya sama dengan makna yang terkandung di dalam ayat yang lain, yaitu firman-Nya:
يَسْتَخْفُونَ مِنَ النَّاسِ وَلا يَسْتَخْفُونَ مِنَ اللَّهِ
Mereka bersembunyi dari manusia, tetapi mereka tidak bersembunyi dari Allah. (An-Nisa: 108), hingga akhir ayat.
Demikianlah menurut makna yang diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq, dari Muhammad ibnu Abu Muhammad, dari Ikrimah, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas.
Menurut pendapat yang lain, makna yang dimaksud ialah apabila dia ingin menampakkan keislamannya di mata orang-orang, maka ia bersumpah dan memakai nama Allah dalam sumpahnya itu untuk mendapat kepercayaan dari mereka bahwa apa yang diucapkan lisannya bersesuaian dengan apa yang ada dalam hatinya. Pengertian inilah yang sahih, dikatakan oleh Abdur Rahman ibnu Zaid Aslam dan dipilih oleh Ibnu Jarir. Pendapat ini dinisbatkan sampai kepada Ibnu Abbas, dan Ibnu Jarir meriwayatkannya melalui Mujahid.
***************
Firman Allah Swt.:
{وَهُوَ أَلَدُّ الْخِصَامِ}
padahal ia adalah penantang yang paling keras. (Al-Baqarah: 204)
Al-aladd menurut istilah bahasa artinya yang paling menyimpang (membangkang). Pengertiannya sama dengan yang terdapat di dalam firman-Nya:
الْأَعْوَجُ وَتُنْذِرَ بِهِ قَوْماً لُدًّا
dan agar kamu memberi peringatan dengannya kepada kaum yang membangkang. (Maryam: 97)
Makna yang dimaksud ialah menyimpang (membangkang). Demikianlah keadaan seorang munafik dalam perdebatannya, ia selalu berdusta dan melakukan pengelabuan terhadap perkara yang hak serta menyimpang dari jalan yang benar, bahkan seorang munafik itu selalu membuat-buat kedustaan dan melampaui batas. Seperti apa yang disebutkan di dalam hadis sahih dari Rasulullah Saw. yang pernah bersabda:
«آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلَاثٌ: إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ، وَإِذَا عَاهَدَ غَدَرَ، وَإِذَا خَاصَمَ فَجَرَ»
Pertanda orang munafik itu ada tiga: Apabila berbicara, dusta; apabila berjanji, ingkar; dan apabila bersengketa, curang.
قَالَ الْبُخَارِيُّ: حَدَّثَنَا قَبيصةُ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنِ ابْنِ جُرَيج، عَنِ ابْنِ أَبِي مُلَيْكة، عَنْ عَائِشَةَ تَرْفَعُه قَالَ: "أَبْغَضُ الرِّجَالِ إِلَى اللَّهِ الألَدُّ الخَصم"
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Qubaisah, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Ibnu Juraij, dari Ibnu Abu Mulaikah, dari Siti Aisyah dengan predikat marfu', yaitu: Sesungguhnya lelaki yang paling dibenci oleh Allah ialah penantang yang paling keras.
قَالَ: وَقَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يَزِيدَ: حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، حَدَّثَنِي ابْنُ جُرَيْجٍ، عَنِ ابْنِ أَبِي مُلَيكة، عَنْ عَائِشَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قال: "إن أَبْغَضَ الرِّجَالِ إِلَى اللَّهِ الْأَلَدُّ الْخَصِمُ"
Imam Bukhari mengatakan bahwa Abdullah ibnu Yazid mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sufyan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Juraij, dari Ibnu Abu Mulaikah, dari Siti Aisyah, dari Nabi Saw. yang pernah bersabda: Sesungguhnya lelaki yang paling dibenci oleh Allah ialah penantang yang keras.
Hal yang sama diriwayatkan pula oleh Abdur Razzaq:
عَنْ مَعْمَر فِي قَوْلِهِ: {وَهُوَ أَلَدُّ الْخِصَامِ} عَنِ ابْنِ جُرَيْجٍ، عَنِ ابْنِ أَبِي مُلَيْكَةَ، عَنْ عَائِشَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِنَّ أَبْغَضَ الرجال إلى الله الألد الخصم"
dari Ma'mar sehubungan dengan makna firman-Nya: padahal ia adalah penantang yang paling keras. (Al-Baqarah: 204) Dari Ibnu Juraij, dari Ibnu Abu Mulaikah, dari Siti Aisyah, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Sesungguhnya lelaki yang paling dimurkai oleh Allah ialah penantang yang paling keras.
**************
Firman Allah Swt:
{وَإِذَا تَوَلَّى سَعَى فِي الأرْضِ لِيُفْسِدَ فِيهَا وَيُهْلِكَ الْحَرْثَ وَالنَّسْلَ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ الْفَسَادَ}
Dan apabila ia berpaling (dari mukamu) ia berjalan di bumi untuk mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanam-tanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan. (Al-Baqarah: 205)
Dengan kata lain, ucapannya selalu menyimpang dan perbuatannya jahat. Yang pertama tadi adalah mengenai ucapannya, sedangkan yang disebutkan di dalam ayat ini mengenai perbuatannya. Yakni perkataannya dusta belaka dan keyakinannya telah rusak, perbuatannya semua buruk belaka.
Makna as-sa'yu dalam ayat ini sama dengan lafaz al-qasdu (bertujuan), sebagaimana yang disebutkan di dalam firman lainnya yang menceritakan perihal Fir'aun:
{ثُمَّ أَدْبَرَ يَسْعَى* فَحَشَرَ فَنَادَى* فَقَالَ أَنَا رَبُّكُمُ الأعْلَى* فَأَخَذَهُ اللَّهُ نَكَالَ الآخِرَةِ وَالأولَى* إِنَّ فِي ذَلِكَ لَعِبْرَةً لِمَنْ يَخْشَى}
Kemudian dia berpaling seraya berusaha menantang (Musa). Maka dia mengumpulkan (pembesar-pembesarnya), lalu berseru memanggil kaumnya (seraya) berkata, "Akulah tuhan kalian yang paling tinggi." Maka Allah mengazabnya dengan azab di akhirat dan azab di dunia. Sesungguhnya yang demikian ilu terdapat pelajaran bagi orang yang takut (kepada Tuhannya). (An-Nazi'at: 22-26)
Allah Swt. telah berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذا نُودِيَ لِلصَّلاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلى ذِكْرِ اللَّهِ
Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan salat pada hari Jumat, maka bersegeralah kalian mengingat Allah. (Al-Jumu'ah: 9)
Yakni segeralah kalian berangkat menuju tempat salat Jumat, karena sesungguhnya pengertian sa'yu secara konkret yakni berlari kecil menuju tempat salat merupakan perbuatan yang bertentangan dengan sunnah Nabi Saw. yang mengatakan:
"إِذَا أَتَيْتُمُ الصَّلَاةَ فَلَا تَأْتُوهَا وَأَنْتُمْ تَسْعَوْن، وَأْتُوهَا وَعَلَيْكُمُ السكينةُ وَالْوَقَارُ".
 Apabila kalian mendatangi salat, janganlah kalian mendatanginya dengan berlari-lari kecil, tetapi datangilah salat dengan langkah yang tenang dan anggun.
Orang munafik yang disebutkan dalam ayat ini (Al-Baqarah: 205) adalah orang munafik yang perbuatannya hanyalah membuat kerusakan di muka bumi dan membinasakan tanam-tanaman, termasuk ke dalam pengertian ini persawahan dan buah-buahan, juga ternak, yang keduanya merupakan makanan pokok bagi manusia.
Mujahid mengatakan, "Apabila terjadi kerusakan di muka bumi, karena Allah mencegah turunnya hujan, maka binasalah tanam-tanaman dan binatang ternak." dan Allah tidak menyukai kebinasaan. (Al-Baqarah: 205) Artinya, Allah tidak menyukai orang yang bersifat suka merusak, tidak suka pula kepada orang yang melakukannya.
**********
Firman Allah Swt.:
{وَإِذَا قِيلَ لَهُ اتَّقِ اللَّهَ أَخَذَتْهُ الْعِزَّةُ بِالإثْمِ}
Dan apabila dikatakan kepadanya, "Bertakwalah kepada Allah", bangkitlah kesombongannya yang menyebabkannya berbuat dosa. (Al-Baqarah: 206)
Apabila orang yang durhaka ini diberi nasihat agar mengubah bicara dan perbuatannya dan dikatakan kepadanya, "Bertakwalah kepada Allah, dan berhentilah dari cara bicara dan perbuatanmu itu, serta kembalilah ke jalan yang benar," maka ia menolak dan membangkang, timbullah rasa fanatisme dan kemarahannya yang menyebabkan dia melakukan dosa. Makna ayat ini serupa dengan makna ayat lainnya, yaitu firman-Nya:
{وَإِذَا تُتْلَى عَلَيْهِمْ آيَاتُنَا بَيِّنَاتٍ تَعْرِفُ فِي وُجُوهِ الَّذِينَ كَفَرُوا الْمُنْكَرَ يَكَادُونَ يَسْطُونَ بِالَّذِينَ يَتْلُونَ عَلَيْهِمْ آيَاتِنَا قُلْ أَفَأُنَبِّئُكُمْ بِشَرٍّ مِنْ ذَلِكُمُ النَّارُ وَعَدَهَا اللَّهُ الَّذِينَ كَفَرُوا وَبِئْسَ الْمَصِيرُ}
Dan apabila dibacakan di hadapan mereka ayat-ayat Kami yang terang, niscaya kamu melihat tanda-tanda keingkaran pada muka orang-orang yang kafir itu. Hampir-hampir mereka menyerang orang-orang yang membacakan ayat-ayat Kami di hadapan mereka. Katakanlah, "Apakah akan aku kabarkan kepada kalian yang lebih buruk daripada itu, yaitu neraka?’ Allah telah mengancamkannya kepada orang-orang yang kafir. Dan neraka itu adalah seburuk-buruknya tempat kembali. (Al-Hajj: 72)
Karena itulah maka Allah Swt. berfirman dalam ayat ini:
{فَحَسْبُهُ جَهَنَّمُ وَلَبِئْسَ الْمِهَادُ}
Maka cukuplah (balasannya) neraka Jahannam. Dan sungguh neraka Jahannam itu tempat tinggal yang seburuk-buruknya. (Al-Baqarah: 206)
Yakni neraka sudah cukup sebagai pembalasannya.
************
Firman Allah Swt.:
{وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْرِي نَفْسَهُ ابْتِغَاءَ مَرْضَاةِ اللَّهِ}
Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridaan Allah. (Al-Baqarah: 207)
Setelah Allah menyebutkan sifat orang-orang munafik yang tercela itu, pada ayat berikutnya Allah menyebutkan sifat orang-orang mukmin yang terpuji. Untuk itu Allah Swt. berfirman: Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridaan Allah. (Al-Baqarah: 207)
Menurut Ibnu Abbas, Anas, Sa'id ibnul Musayyab, Abu Usman An-Nahdi, Ikrimah, dan sejumlah ulama lainnya, ayat ini diturunkan berkenaan dengan Suhaib ibnu Sinan Ar-Rumi. Demikian itu terjadi ketika Suhaib telah masuk Islam di Mekah dan bermaksud untuk hijrah, lalu ia dihalang-halangi oleh orang-orang kafir Mekah karena membawa hartanya. Mereka mempersyaratkan 'jika Suhaib ingin hijrah, ia harus melepaskan semua harta bendanya, maka barulah ia diperbolehkan hijrah'. Ternyata Suhaib bersikeras hijrah, dan melepas semua harta bendanya, demi melepaskan dirinya dari cengkeraman orang-orang kafir Mekah; maka ia terpaksa menyerahkan harta bendanya kepada mereka, dan ikut hijrah bersama Nabi Saw. Lalu turunlah ayat ini, dan Umar ibnul Khattab beserta sejumlah sahabat lainnya menyambut kedatangannya di pinggiran kota Madinah, lalu mereka mengatakan kepadanya, "Alangkah beruntungnya perniagaanmu." Suhaib berkata kepada mereka, "Demikian pula kalian, aku tidak akan membiarkan Allah merugikan perniagaan kalian dan apa yang aku lakukan itu tidak ada apa-apanya." Kemudian diberitakan kepadanya bahwa Allah telah menurunkan ayat ini berkenaan dengan peristiwa tersebut.
Menurut suatu riwayat, Rasulullah Saw. bersabda kepada Suhaib:
"ربِح الْبَيْعُ صُهَيْبُ، رَبِحَ الْبَيْعُ صُهَيْبُ"
Suhaib telah beruntung dalam perniagaannya.
قَالَ ابْنُ مَرْدُويه: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بن رُسْتَة، حدثنا سليمان ابن دَاوُدَ، حَدَّثَنَا جَعْفَرُ بْنُ سُلَيْمَانَ الضَبَعي، حَدَّثَنَا عَوْفٌ، عَنْ أَبِي عُثْمَانَ النَّهْدِيِّ، عَنْ صُهَيْبٍ قَالَ: لَمَّا أردتُ الْهِجْرَةَ مِنْ مَكَّةَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ لِي قُرَيْشٌ: يَا صهيبُ، قَدمتَ إِلَيْنَا وَلَا مَالَ لك، وَتَخْرُجُ أَنْتَ وَمَالُكَ! وَاللَّهِ لَا يَكُونُ ذَلِكَ أَبَدًا. فَقُلْتُ لَهُمْ: أَرَأَيْتُمْ إِنْ دَفَعْتُ إِلَيْكُمْ مَالِي تُخَلُّون عَنِّي؟ قَالُوا: نَعَمْ. فدفعتُ إِلَيْهِمْ مَالِي، فخلَّوا عَنِّي، فَخَرَجْتُ حَتَّى قدمتُ الْمَدِينَةَ. فَبَلَغَ ذَلِكَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: "رَبح صهيبُ، رَبِحَ صُهَيْبٌ" مَرَّتَيْنِ
Ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah ibnu Rustuh, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Daud, telah menceritakan kepada kami Ja'far ibnu Sulai-man Ad-Dabbi, telah menceritakan kepada kami Auf, dari Abu Usman An-Nahdi, dari Suhaib yang menceritakan: Ketika aku hendak hijrah dari Mekah kepada Nabi Saw. (di Madinah), maka orang-orang Quraisy berkata kepadaku, "Hai Suhaib, kamu datang kepada kami pada mulanya tanpa harta, sedangkan sekarang kamu hendak keluar meninggalkan kami dengan harta bendamu. Demi Allah, hal tersebut tidak boleh terjadi selamanya." Maka kukatakan kepada mereka, "Bagaimanakah menurut kalian jika aku berikan kepada kalian semua hartaku, lalu kalian membiarkan aku pergi.? Mereka menjawab, "Ya, kami setuju." Maka kuserahkan hartaku kepada mereka dan mereka membiarkan aku pergi. Lalu aku berangkat hingga sampai di Madinah. Ketika berila ini sampai kepada Nabi Saw., maka beliau bersabda, "Suhaib telah beruntung dalam perniagaannya, Suhaib telah beruntung dalam perniagaannya," sebanyak dua kali.
Hammad ibnu Salamah meriwayatkan dari Ali ibnu Zaid, dari Sa'id ibnul Musayyab yang menceritakan bahwa Suhaib berangkat berhijrah untuk bergabung dengan Nabi Saw. (di Madinah), lalu ia dikejar oleh sejumlah orang-orang Quraisy. Maka Suhaib turun dari unta kendaraannya dan mencabut anak panah yang ada pada wadah anak panahnya, lalu ia berkata, "Hai orang-orang Quraisy, sesungguhnya kalian telah mengetahui bahwa aku adalah orang yang paling mahir dalam hal memanah di antara kalian semua. Demi Allah, kalian tidak akan sampai kepadaku hingga aku melemparkan semua anak panah yang ada pada wadah panahku ini, kemudian aku memukul dengan pedangku selagi masih ada senjata di tanganku. Setelah itu barulah kalian dapat berbuat sesuka hati kalian terhadap diriku. Tetapi jika kalian suka, aku akan tunjukkan kepada kalian semua harta bendaku dan budak-budakku di Mekah buat kalian semua, tetapi kalian jangan menghalang-halangi jalanku." Mereka menjawab, "Ya."  Ketika Suhaib datang ke Madinah, maka Nabi Saw. bersabda: Beruntunglah jual belinya. Perawi melanjutkan kisahnya, bahwa sehubungan dengan peristiwa tersebut turunlah ayat berikut, yaitu firman-Nya: Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya. (Al-Baqarah: 207)
Menurut kebanyakan mufassirin, ayat ini diturunkan berkenaan dengan semua mujahid yang berjuang di jalan Allah. Seperti pengertian yang terkandung di dalam firman-Nya:
{إِنَّ اللَّهَ اشْتَرَى مِنَ الْمُؤْمِنِينَ أَنْفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ بِأَنَّ لَهُمُ الْجَنَّةَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَيَقْتُلُونَ وَيُقْتَلُونَ وَعْدًا عَلَيْهِ حَقًّا فِي التَّوْرَاةِ وَالإنْجِيلِ وَالْقُرْآنِ وَمَنْ أَوْفَى بِعَهْدِهِ مِنَ اللَّهِ فَاسْتَبْشِرُوا بِبَيْعِكُمُ الَّذِي بَايَعْتُمْ بِهِ وَذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ}
Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang di jalan Allah, lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil, dan Al-Qur'an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) dari Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kalian lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar. (At-Taubah: 111)
Ketika Hisyam ibnu Amir maju menerjang kedua sayap barisan musuh, sebagian orang memprotes perbuatannya itu (dan mengatakan bahwa ia menjatuhkan dirinya ke dalam kebinasaan). Maka Umar ibnul Khattab dan Abu Hurairah serta selain keduanya membantah protes tersebut, lalu mereka membacakan ayat ini: Dan di antara manusia ada yang mengorbankan dirinya karena mencari keridaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya. (Al-Baqarah: 207)
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ (208) فَإِنْ زَلَلْتُمْ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَتْكُمُ الْبَيِّنَاتُ فَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ (209) }
Hai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam Islam keseluruhannya, dan janganlah kalian turuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagi kalian. Tetapi jika kalian tergelincir (dari jalan Allah) sesudah datang kepada kalian bukti-bukti kebenaran, maka ketahuilah bahwasanya Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.
Allah memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya yang beriman kepada-Nya dan membenarkan Rasul-Nya, hendaklah mereka berpegang kepada tali Islam dan semua syariatnya serta mengamalkan semua perintahnya dan meninggalkan semua larangannya dengan segala kemampuan yang ada pada mereka.
Al-Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas, Mujahid, Tawus, Ad-Dahhak, Ikrimah, Qatadah, As-Saddi, dan Ibnu Zaid sehubungan dengan firman-Nya: masuklah kalian ke dalam Islam keseluruhannya. (Al-Baqarah: 208) Yang dimaksud dengan as-silmi ialah agama Islam.
Ad-Dahhak meriwayatkan dari Ibnu Abbas, Abul Aliyah, dan Ar-Rabi' ibnu Anas sehubungan dengan firman-Nya: masuklah kalian ke dalam Islam. (Al-Baqarah: 208) Yang dimaksud dengan as-silmi ialah taat. Qatadah mengatakan pula bahwa yang dimaksud dengan as-silmi ialah berserah diri.
Lafaz kaffah menurut Ibnu Abbas, Mujahid, Abul Aliyah, Ikrimah, Ar-Rabi' ibnu Anas, As-Saddi, dan Muqatil ibnu Hayyan, Qatadah dan Ad-Dahhak artinya seluruhnya.
Mujahid mengatakan makna ayat ialah berkaryalah kalian dengan semua amal dan semua segi kebajikan.
Ikrimah menduga bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan segolongan orang dari kalangan orang-orang Yahudi dan lain-lainnya yang masuk Islam, seperti Abdullah ibnu Salam, Asad ibnu Ubaid, dan Sa'labah serta segolongan orang-orang yang meminta izin kepada Rasulullah Saw. untuk melakukan kebaktian pada hari Sabtu dan membaca kitab Taurat di malam hari.
Maka Allah memerintahkan mereka agar mendirikan syiar-syiar Islam dan menyibukkan diri dengannya serta melupakan hal lainnya.
Mengenai keterlibatan Abdullah ibnu Salam bersama mereka, masih perlu dipertimbangkan kebenarannya, karena mustahil dia meminta izin kepada Rasulullah untuk melakukan kebaktian di hari Sabtu, sedangkan dia selain memiliki iman yang sempurna; juga telah membuktikan bahwa hari Sabtu itu telah di-mansukh, dihapuskan, dan dibatalkan, kemudian diganti dengan hari-hari raya Islam.
Dari kalangan mufassirin ada orang yang menjadikan firman-Nya, "Kaffah," sebagai hal (keterangan keadaan) dari lafaz ad-dakhilin, yakni masuklah kalian semua ke dalam Islam.
Tetapi pendapat yang benar adalah pendapat yang pertama, yaitu yang mengatakan bahwa mereka diperintahkan untuk mengamalkan semua cabang iman dan syariat Islam yang banyak sekali dengan segenap kemampuan yang mereka miliki.
Seperti yang dikatakan oleh Ibnu Abu Hatim, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnus Sabbah, telah menceritakan kepadaku Al-Haisam ibnu Yaman, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Zakaria, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Aun, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam Islam keseluruhannya. (Al-Baqarah: 208) Dengan lafaz kaffah yang dibaca nasab menurut qiraah-nya, yang dimaksud dengan orang-orang yang beriman ialah orang-orang mukmin dari kalangan Ahli Kitab. Karena sesungguhnya sekalipun telah beriman kepada Allah, mereka masih tetap berpegang kepada sebagian perkara kitab Taurat dan syariat-syariat yang diturunkan di kalangan mereka. Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: masuklah kalian ke dalam Islam keseluruhannya. (Al-Baqarah: 208) Yakni masuklah kalian ke dalam syariat Nabi Muhammad Saw. dan janganlah kalian meninggalkan sesuatu pun yang ada padanya, dan tinggalkanlah apa yang ada di dalam kitab Taurat. Kalian hanya dituntut untuk beriman kepadanya saja, dan itu sudah cukup bagi kalian.
*************
Firman Allah Swt.:
{وَلا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ}
dan janganlah kalian turuti langkah-langkah setan. (Al-Baqarah: 208)
Maksudnya, kerjakanlah semua ketaatan, dan jauhilah apa yang diperintahkan oleh setan kepada kalian. Sebagaimana yang disebutkan oleh firman-Nya:
إِنَّما يَأْمُرُكُمْ بِالسُّوءِ وَالْفَحْشاءِ وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ
Sesungguhnya setan itu hanya menyuruh kalian berbuat jahat dan keji, dan mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kalian ketahui. (Al-Baqarah: 169)
إِنَّما يَدْعُوا حِزْبَهُ لِيَكُونُوا مِنْ أَصْحابِ السَّعِيرِ
Karena sesungguhnya setan-setan itu hanya mengajak golongannya supaya menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala. (Fathir: 6). Karena itulah maka dalam ayat ini Allah Swt. berfirman:
{إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ}
Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagi kalian. (Al-Baqarah: 208)
Mutarrif mengatakan bahwa di antara hamba-hamba Allah yang paling banyak menipu sesama hamba-Nya adalah setan.
**********
Firman Allah Swt.:
{فَإِنْ زَلَلْتُمْ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَتْكُمُ الْبَيِّنَاتُ}
Tetapi jika kalian tergelincir (dari jalan Allah) sesudah datang kepada kalian bukti-bukti kebenaran. (Al-Baqarah: 209)
Yaitu bila kalian menyimpang dari jalan yang hak (benar) sesudah nyata bagi kalian bukti-bukti yang jelas, maka ketahuilah bahwa Allah Mahaperkasa dalam pembalasan-Nya, tiada seorang pun yang dapat lari dari siksa-Nya, tiada seorang pun yang dapat mengalahkan-Nya; Dia Mahabijaksana dalam keputusan, ralat, dan ketetapan-Nya. Karena itulah maka Abul Aliyah dan Qatadah serta Ar-Rabi' ibnu Anas mengatakan bahwa Dia Mahaperkasa dalam pembalasan-Nya lagi Mahabijaksana dalam perkara-Nya.
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan bahwa Dia Mahakuasa dalam pertolongan-Nya untuk menghadapi orang yang kafir kepada-Nya, jika Dia menghendaki; lagi Dia Mahabijaksana dalam pemberian maaf dan alasan-Nya kepada hamba-hamba-Nya.
{هَلْ يَنْظُرُونَ إِلا أَنْ يَأْتِيَهُمُ اللَّهُ فِي ظُلَلٍ مِنَ الْغَمَامِ وَالْمَلائِكَةُ وَقُضِيَ الأمْرُ وَإِلَى اللَّهِ تُرْجَعُ الأمُورُ (210) }
Tiada yang mereka nanti-nantikan (pada hari kiamat) melainkan datangnya (siksa) Allah dalam naungan awan dan malaikat, dan diputuskanlah perkaranya. Dan hanya kepada Allah dikembalikan segala urusan.
Allah Swt. mengancam orang-orang kafir melalui Nabi Muhammad Saw. Untuk itu Dia berfirman: Tiada yang mereka nanti-nantikan (pada hari kiamat) melainkan datangnya (siksa) Allah dalam naungan awan dan malaikat. (Al-Baqarah: 210) Yakni pada hari kiamat nanti di saat diputuskan semua perkara seluruh umat manusia dari awal sampai akhirnya, lalu setiap orang yang beramal mendapat balasan yang setimpal dari amal perbuatannya. Jika amalnya baik, maka balasannya baik pula; jika amalnya buruk, maka balasannya buruk pula. Karena itulah dalam ayat berikutnya Allah Swt. berfirman: dan diputuskanlah perkaranya. Dan hanya kepada Allah dikembalikan segala urusan. (Al-Baqarah: 210)
Perihalnya sama dengan makna yang terkandung di dalam firman-Nya:
كَلَّا إِذا دُكَّتِ الْأَرْضُ دَكًّا دَكًّا. وَجاءَ رَبُّكَ وَالْمَلَكُ صَفًّا صَفًّا. وَجِيءَ يَوْمَئِذٍ بِجَهَنَّمَ يَوْمَئِذٍ يَتَذَكَّرُ الْإِنْسانُ وَأَنَّى لَهُ الذِّكْرى
Jangan (berbuat demikian). Apabila bumi diguncangkan berturut-turut, dan datanglah Tuhanmu, sedangkan malaikat berbaris-baris, dan pada hari itu diperlihatkan neraka Jahannam; dan pada hari itu ingatlah manusia, tetapi tidak berguna lagi mengingat itu baginya. (Al-Fajr: 21-23)
Dan firman Allah Swt.:
هَلْ يَنْظُرُونَ إِلَّا أَنْ تَأْتِيَهُمُ الْمَلائِكَةُ أَوْ يَأْتِيَ رَبُّكَ أَوْ يَأْتِيَ بَعْضُ آياتِ رَبِّكَ
Yang mereka nanti-nanti tidak lain hanyalah kedatangan malaikat kepada mereka (untuk mencabut nyawa mereka), atau kedatangan (siksa) Tuhanmu, atau kedatangan beberapa ayat Tuhanmu. (Al-An'am: 158), hingga akhir ayat.
Imam Abu Ja'far ibnu Jarir dalam bab ini menuturkan sebuah hadis mengenai As-sur (sangkakala) yang cukup panjang mulai dari permulaannya, dari Abu Hurairah, dari Rasulullah Saw. Hadis ini cukup terkenal dan diketengahkan oleh banyak pemilik kitab musnad dan lain-lainnya. Antara lain di dalamnya disebutkan seperti berikut:
Bahwa umat manusia di saat mengalami kesusahan di padang mahsyar, mereka meminta syafaat kepada Tuhannya melalui para nabi seorang demi seorang, mulai dari Nabi Adam sampai nabi-nabi yang sesudahnya. Tetapi nabi-nabi itu mengelakkan dirinya dari memohon syafaat tersebut, hingga sampailah mereka kepada Nabi Muhammad Saw. Ketika mereka datang kepadanya, maka beliau Saw. bersabda: Akulah orangnya, akulah orangnya yang dapat memohonkan syafaat. Lalu Nabi Saw. berangkat dan bersujud kepada Allah di bawah Arasy, dan beliau meminta syafaat dari sisi Allah agar Dia berkenan datang untuk memutuskan peradilan di antara semua hamba-Nya. Maka Allah memberi izin kepadanya untuk memberi syafaat. Lalu Allah datang dalam naungan awan sesudah langit dunia terbelah dan semua malaikat yang ada padanya turun; kemudian langit kedua, dan langit ketiga hingga langit ketujuh terbelah pula. Para malaikat penyangga Arasy dan malaikat Karubiyyun turun. Kemudian Allah Yang Mahaperkasa turun dalam naungan awan dan para malaikat yang terdengar gemuruh suara tasbih mereka seraya mengucapkan, "Mahasuci Allah yang mempunyai kerajaan dunia dan kerajaan langit. Mahasuci Allah yang memiliki segala keagungan dan keperkasaan. Mahasuci Allah Yang Mahahidup dan tak pernah mati. Mahasuci Allah yang mematikan semua makhluk, sedangkan Dia tidak mati. Mahasuci lagi Mahakudus Tuhan para malaikat dan roh. Mahasuci lagi Mahakudus Tuhan kami Yang Mahatinggi. Mahasuci Tuhan yang memiliki kekuasaan dan keagungan. Mahasuci Allah selama-lamanya."
Al-Hafiz Abu Bakar ibnu Murdawaih dalam bab ini mengetengahkan banyak hadis yang di dalamnya terkandung hal-hal yang aneh. Antara lain ialah apa yang diriwayatkannya melalui hadis Al-Minhal ibnu Amr, dari Abu Ubaidah ibnu Abdullah ibnu Maisarah, dari Masruq, dari Ibnu Mas'ud, dari Nabi Saw. yang telah bersabda:
"يَجْمَعُ اللَّهُ الْأَوَّلِينَ وَالْآخَرِينَ لِمِيقَاتِ يَوْمٍ مَعْلُومٍ، قِيَامًا شَاخِصَةً أَبْصَارُهُمْ إِلَى السَّمَاءِ، يَنْتَظِرُونَ فَصْل الْقَضَاءِ، وَيَنْزِلُ اللَّهُ فِي ظُلَل مِنَ الْغَمَامِ مِنَ الْعَرْشِ إِلَى الْكُرْسِيِّ"
Allah menghimpunkan orang-orang yang pertama dan orang-orang yang terakhir di suatu tempat pada hari yang telah dimaklumi, semua orang mengarahkan pandangannya ke langit menunggu-nunggu keputusan peradilan. Lalu Allah turun dalam naungan awan dari Arasy sampai ke Al-Kursi.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Zar'ah, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar ibnu Ata ibnu Miqdam, telah menceritakan kepada kami Mu'tamir ibnu Sulaiman, bahwa ia pernah mendengar Abdul Jalil Al-Qaisi menceritakan asar berikut dari Abdullah ibnu Amr sehubungan dengan makna firman-Nya: Tiada yang mereka nanti-nantikan (pada hari kiamat) melainkan datangnya (siksa) Allah dalam naungan awan. (Al-Baqarah: 210) Di saat awan itu turun, sedangkan jarak antara awan dan penciptanya itu tujuh puluh ribu hijab (tirai). Di antara tirai itu ada cahaya kegelapan dan air, kemudian di dalam kegelapan itu air mengeluarkan suara gelegar yang dapat mengejutkan hati.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, ayahku telah menceritakan kepada kami, Muhammad ibnul Wazir Ad-Dimasyqi telah menceritakan kepada kami, Al-Walid telah menceritakan kepada kami, bahwa aku bertanya kepada Zahir ibnu Muhammad mengenai firman Allah Swt. berikut: Tiada yang mereka nanti-nantikan (pada had kiamat) melainkan datangnya (siksa) Allah dalam naungan awan. (Al-Baqarah: 210) Naungan awan ini tersusun dari batu-batu yaqut dan bertahtakan berbagai mutiara dan zabarjad.
Ibnu Abu Nujaih mengatakan dari Mujahid sehubungan dengan makna zulalin minal gamam. Yang dimaksud dengan awan dalam ayat ini bukan sembarang awan. Awan ini belum pernah terlihat oleh seorang pun kecuali oleh Bani Israil ketika mereka tersesat di padang pasir.
Abu Ja'far Ar-Razi meriwayatkan dari Ar-Rabi' ibnu Anas, dari Abul Aliyah sehubungan dengan makna firman-Nya: Tiada yang mereka nanti-nantikan (pada hari kiamat) melainkan kedatangan Allah dalam naungan awan dan malaikat. (Al-Baqarah: 210)
Yakni para malaikat datang dengan bernaungkan awan, sedangkan Allah Swt. datang dengan cara yang Dia kehendaki. Pengertian ini menurut salah satu qiraah lainnya disebutkan seperti berikut:
"هَلْ يَنْظُرُونَ إِلَّا أَنْ يَأْتِيَهُمُ اللَّهُ وَالْمَلَائِكَةُ فِي ظُلَل مِنَ الْغَمَامِ"
Tiada yang mereka nanti-nantikan (pada hari kiamat) melainkan datangnya Allah dan para malaikat dalam naungan awan.
Perihalnya sama dengan makna yang terdapat di dalam ayat lain, yaitu firman-Nya:
وَيَوْمَ تَشَقَّقُ السَّماءُ بِالْغَمامِ وَنُزِّلَ الْمَلائِكَةُ تَنْزِيلًا
Dan (ingatlah) hari (ketika) langit pecah belah mengeluarkan kabut putih dan diturunkanlah malaikat bergelombang-gelombang. (Al-Furqan: 25)
{سَلْ بَنِي إِسْرَائِيلَ كَمْ آتَيْنَاهُمْ مِنْ آيَةٍ بَيِّنَةٍ وَمَنْ يُبَدِّلْ نِعْمَةَ اللَّهِ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَتْهُ فَإِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ (211) زُيِّنَ لِلَّذِينَ كَفَرُوا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا وَيَسْخَرُونَ مِنَ الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ اتَّقَوْا فَوْقَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَاللَّهُ يَرْزُقُ مَنْ يَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ (212) }
Tanyakanlah kepada Bani Israil, "Berapa banyaknya tanda-tanda (kebenaran) yang nyata, yang telah Kami berikan kepada mereka." Dan barang siapa yang menukar nikmat Allah setelah datang nikmat itu kepadanya, maka sesungguhnya Allah sangat keras siksa-Nya. Kehidupan dunia dijadikan indah dalam pandangan orang-orang kafir, dan mereka memandang hina orang-orang yang beriman. Padahal orang-orang yang bertakwa itu lebih mulia daripada mereka di hari kiamat. Dan Allah memberi rezeki kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya tanpa batas.
Allah Swt. menceritakan perihal kaum Bani Israil, sudah berapa banyak mereka melihat mukjizat yang jelas dari Nabi Musa a.s. Yang dimaksud dengan ayatin bayyinah ialah hujah yang membuktikan kebenaran Nabi Musa a.s. dalam menyampaikan kepada mereka apa yang telah diturunkan kepadanya, seperti tangan Nabi Musa, tongkatnya, terbelahnya laut, batu yang ia pukul, awan yang menaungi mereka di panas yang sangat terik, dan diturunkan-Nya manna dan salwa serta lain-lainnya yang menunjukkan adanya Tuhan yang berbuat demikian dalam keadaan tak terpaksa, dan kebenaran dari orang yang menyebabkan timbulnya hal-hal yang bertentangan dengan hukum alam tersebut. Tetapi sekalipun demikian, banyak dari kalangan mereka yang berpaling dari tanda-tanda yang jelas itu, dan mereka menggantikan nikmat Allah dengan kekufuran, yakni mereka membalas iman kepada hal-hal tersebut dengan keingkaran terhadapnya. Maka Allah mengancam mereka dengan siksa-Nya yang amat keras, seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya:
{وَمَنْ يُبَدِّلْ نِعْمَةَ اللَّهِ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَتْهُ فَإِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ}
Dan barang siapa yang menukar nikmat Allah setelah datang nikmat itu kepadanya, maka sesungguhnya Allah sangat keras siksa-Nya. (Al-Baqarah: 211)
Perihalnya sama dengan makna yang terkandung di dalam firman-Nya yang menceritakan perihal orang-orang kafir Quraisy, yaitu:
{أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ بَدَّلُوا نِعْمَةَ اللَّهِ كُفْرًا وَأَحَلُّوا قَوْمَهُمْ دَارَ الْبَوَارِ * جَهَنَّمَ يَصْلَوْنَهَا وَبِئْسَ الْقَرَارُ}
Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang telah menukar nikmat Allah dengan kekafiran dan menjatuhkan kaumnya ke lembah kebinasaan? Yaitu neraka Jahannam; mereka masuk ke dalamnya, dan itulah seburuk-buruk tempat kediaman. (Ibrahim: 28-29)
Kemudian Allah menyebutkan perhiasan kehidupan duniawi yang diberikan-Nya kepada orang-orang kafir, yaitu mereka yang merasa puas dengannya dan merasa tenang bergelimang di dalamnya serta berupaya menghimpun harta benda, tetapi mereka tidak mau membelanjakannya ke jalan-jalan yang diperintahkan kepada mereka untuk mengeluarkannya, yaitu jalan-jalan yang diridai oleh Allah Swt. Bahkan mereka mencemoohkan orang-orang beriman yang berpaling dari kesenangan duniawi, yaitu mereka yang membelanjakan sebagian apa yang mereka peroleh dari harta benda itu untuk ketaatan kepada Tuhan mereka. Mereka membelanjakannya demi memperoleh rida Allah. Karena itu, mereka beroleh kedudukan paling bahagia dan bagian yang berlimpah di hari mereka kembali pada hari kiamat nanti.
Kelak di hari kiamat keadaan orang-orang mukmin tersebut berada di atas mereka, baik di tempat mereka semua dihimpun —ketika mereka dibangunkan dari kuburnya masing-masing, dalam perjalanan mereka (hisabnya)— maupun tempat kembalinya. Orang-orang yang beriman akan menetap pada kedudukan yang paling tinggi di dalam surga, sedangkan orang-orang kafir berada di bagian paling bawah dari neraka- Jahannam dengan kekal dan untuk selama-lamanya. Karena itulah Allah Swt. berfirman:
{وَاللَّهُ يَرْزُقُ مَنْ يَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ}
Dan Allah memberi rezeki kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya tanpa batas. (Al-Baqarah: 212)
Yakni Allah memberi rezeki kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya dari kalangan makhluk-Nya dan memberinya pemberian yang banyak lagi berlimpah tanpa batas dan tanpa hitungan, baik di dunia maupun di akhirat. Seperti yang dinyatakan di dalam sebuah hadis berikut:
"ابْنَ آدَمَ، أَنْفقْ أُنْفقْ عَلَيْكَ"
Hai anak Adam, berinfaklah, niscaya Aku akan menggantikannya kepadamu.
Nabi Saw. pernah bersabda:
"أَنْفِقْ بِلَالُ وَلَا تَخْشَ مِنْ ذِي الْعَرْشِ إِقْلَالَا"
Infakkanlah terus, hai Bilal, janganlah kamu merasa takut kekurangan dari Tuhan Yang mempunyai Arasy.
Firman Allah Swt. yang mengatakan:
وَما أَنْفَقْتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهُ
Dan barang apa saja yang kalian nafkahkan (belanjakan), maka Allah akan menggantinya. (Saba': 39)
Di dalam kitab sahih disebutkan seperti berikut:
«أَنَّ مَلَكَيْنِ يَنْزِلَانِ من السماء صبيحة كل يوم فيقول أَحَدُهُمَا: اللَّهُمَّ أَعْطِ مُنْفِقًا خَلَفًا، وَيَقُولُ الْآخَرُ: اللَّهُمَّ أَعْطِ مُمْسِكًا تَلَفًا»
Bahwa ada dua malaikat yang turun dari langit di setiap pagi hari. Salah satunya mengatakan, "Ya Allah, berikanlah kepada orang yang berinfak penggantinya." Sedangkan yang lainnya mengatakan, "Ya Allah, timpakanlah kerusakan kepada orang yang kikir.”
Di dalam hadis sahih disebutkan:
«يَقُولُ ابْنُ آدَمَ: مَالِي مَالِي. وَهَلْ لَكَ مِنْ مَالِكَ إِلَّا مَا أَكَلْتَ فَأَفْنَيْتَ، وَمَا لَبِسْتَ فَأَبْلَيْتَ، وَمَا تَصَدَّقْتَ فَأَمْضَيْتَ، وَمَا سِوَى ذَلِكَ فَذَاهِبٌ وَتَارِكُهُ لِلنَّاسِ»
Anak Adam mengatakan, "Hartaku, hartaku." Tetapi tiada bagianmu dari hartamu kecuali apa yang telah kamu makan, lalu kamu lenyapkan; dan apa yang kamu pakai, lalu kamu rusakkan; apa yang kamu sedekahkan, maka kamu akan memetik hasilnya nanti, sedangkan hal-hal yang selain itu bakal lenyap dan menjadi peninggalan untuk orang lain.
Di dalam kitab Musnad Imam Ahmad disebutkan sebuah hadis, bahwa Nabi Saw. pernah bersabda:
«الدُّنْيَا دَارُ مَنْ لَا دَارَ لَهُ، وَمَالُ مَنْ لَا مَالَ لَهُ، وَلَهَا يَجْمَعُ مَنْ لا عقل له»
Dunia adalah rumah bagi orang yang tidak mempunyai rumah, dan harta bagi orang yang tidak memiliki harta, dan untuk dunialah orang yang tak berakal menghimpunnya.
{كَانَ النَّاسُ أُمَّةً وَاحِدَةً فَبَعَثَ اللَّهُ النَّبِيِّينَ مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ وَأَنزلَ مَعَهُمُ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ لِيَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ فِيمَا اخْتَلَفُوا فِيهِ وَمَا اخْتَلَفَ فِيهِ إِلا الَّذِينَ أُوتُوهُ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَتْهُمُ الْبَيِّنَاتُ بَغْيًا بَيْنَهُمْ فَهَدَى اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا لِمَا اخْتَلَفُوا فِيهِ مِنَ الْحَقِّ بِإِذْنِهِ وَاللَّهُ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ (213) }
Manusia itu adalah umat yang satu, maka Allah mengutus para nabi sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka Kitab dengan benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. Tidaklah berselisih tentang Kitab itu, melainkan orang yang telah didatangkan kepada mereka Kitab, yaitu setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, karena dengki antara mereka sendiri. Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkan itu dengan kehendak-Nya. Dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Abu Daud, telah menceritakan kepada kami Hammam, dari Qatadah, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa jarak antara Adam dan Nuh adalah sepuluh generasi, semuanya berada di atas suatu syariat yang diturunkan oleh Allah Swt. Lalu mereka berselisih, kemudian Allah mengutus nabi-nabi untuk membawa kabar gembira dan pemberi peringatan.
Ibnu Jarir mengatakan bahwa hal yang sama dikatakan pula oleh qiraah (bacaan) Abdullah, yaitu:
"كَانَ النَّاسُ أُمَّةً وَاحِدَةً فَاخْتَلَفُوا".
Pada mulanya manusia itu umat yang satu, lalu mereka berselisih.
Riwayat ini diketengahkan oleh Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya melalui hadis Bandar, dari Muhammad ibnu Basysyar; kemudian ia mengatakan bahwa riwayat itu sahih sanadnya, tetapi keduanya (Imam Bukhari dan Imam Muslim) tidak mengetengahkannya.
Hal yang sama diriwayatkan pula oleh Abu Ja'far Ar-Razi, dari Abul Aliyah, dari Ubay ibnu Ka'b. Disebutkan bahwa Ubay ibnu Ka'b membaca ayat ini dengan qiraah berikut:
"كَانَ النَّاسُ أُمَّةً وَاحِدَةً فَاخْتَلَفُوا فَبَعَثَ اللَّهُ النَّبِيِّيِّنَ مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ".
Pada mulanya manusia itu umat yang satu, lalu mereka berselisih, maka Allah mengutus para nabi sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan.
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Qatadah sehubungan dengan makna firman-Nya: Manusia itu adalah umat yang satu. (Al-Baqarah: 213) Yakni pada mulanya mereka berada dalam jalan petunjuk,  lalu mereka berselisih pendapat, maka Allah mengutus para nabi. (Al-Baqarah: 213) Nabi yang mula-mula diutus oleh Allah adalah Nabi Nuh.
Hal yang sama dikatakan pula oleh Mujahid, yakni sama dengan apa yang dikatakan oleh Ibnu Abbas tadi.
Al-Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya:  Manusia itu adalah umat yang satu. (Al-Baqarah: 213) Yaitu pada mulanya adalah kafir. maka Allah mengutus para nabi sebagai pemberi berita gembira dan pemberi peringatan. (Al-Baqarah: 213)
Tetapi pendapat yang pertama dari Ibnu Abbas lebih sahih sanad dan maknanya, karena manusia itu pada mulanya berada pada agama Nabi Adam a.s. dan lama-kelamaan mereka menyembah berhala. Maka Allah mengutus kepada mereka Nabi Nuh a.s. Dia adalah rasul pertama yang diutus oleh Allah kepada penduduk bumi ini.
Karena itulah maka dalam firman selanjutnya disebutkan:
{وَأَنزلَ مَعَهُمُ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ لِيَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ فِيمَا اخْتَلَفُوا فِيهِ وَمَا اخْتَلَفَ فِيهِ إِلا الَّذِينَ أُوتُوهُ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَتْهُمُ الْبَيِّنَاتُ بَغْيًا بَيْنَهُمْ}
Dan Allah menurunkan bersama mereka Kitab dengan benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. Tidaklah berselisih tentang Kitab itu melainkan orang yang telah didatangkan kepada mereka Kitab, yaitu setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, karena dengki antara mereka sendiri. (Al-Baqarah: 213)
Yakni sesudah hujah-hujah melumpuhkan mereka. Tidak sekali-kali mereka terdorong berbuat demikian (perselisihan) kecuali perbuatan aniaya sebagian dari mereka atas sebagian yang lain. Dalam firman selanjutnya disebutkan:
{فَهَدَى اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا لِمَا اخْتَلَفُوا فِيهِ مِنَ الْحَقِّ بِإِذْنِهِ وَاللَّهُ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ}
Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkan itu dengan kehendak-Nya. Dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus. (Al-Baqarah: 213)
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Sulaiman Al-A'masy, dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah sehubungan dengan firman-Nya: Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkan itu dengan kehendak-Nya. (Al-Baqarah: 213), hingga akhir ayat.  Abu Hurairah r.a. mengatakan bahwa Nabi Saw. pernah bersabda:
"نَحْنُ الْآخِرُونَ الْأَوَّلُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، نَحْنُ أوّلُ النَّاسِ دُخُولًا الْجَنَّةَ، بيد أنهم أوتوا الكتاب من قبلنا وأوتيناه مِنْ بَعْدِهِمْ، فَهَدَانَا اللَّهُ لِمَا اخْتَلَفُوا فِيهِ من الحق، فهذا اليوم الذي اختلفوا فيه، فَهَدَانَا لَهُ فَالنَّاسُ لَنَا فِيهِ تَبَعٌ، فَغَدًا لِلْيَهُودِ، وَبَعْدَ غَدٍ لِلنَّصَارَى".
Kami adalah umat yang terakhir, tetapi kami adalah umat yang pertama di hari kiamat. Kami adalah orang yang mula-mula masuk ke surga, hanya saja mereka diberi kitab sebelum kami dan kami diberi kitab sesudah mereka. Maka Allah memberi petunjuk kami kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkan itu dengan seizin-Nya. Dan hari ini (yakni hari Jumat) yang mereka perselisihkan, Allah telah memberi kami petunjuk kepadanya. Maka semua orang mengikut kepada kami tentangnya, dan besok untuk orang-orang Yahudi (hari Sabtu), kemudian sesudah besok (hari Ahad) untuk orang-orang Nasrani.
Kemudian Abdur Razzaq meriwayatkannya dari Ma'mar, dari Ibnu Tawus, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, yakni melalui jalur lain.
Ibnu Wahb meriwayatkan dari Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam, dari ayahnya sehubungan dengan makna firman-Nya: Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkan itu dengan kehendak-Nya. (Al-Baqarah: 213) Mereka berselisih pendapat mengenai hari Jumat. Akhirnya orang-orang Yahudi mengambil hari Sabtu dan orang-orang Nasrani mengambil hari Ahad, dan Allah memberi petunjuk umat Nabi Muhammad kepada hari Jumat.
Mereka pun berselisih pendapat mengenai kiblat. Orang-orang Nasrani menghadap ke arah timur, sedangkan orang-orang Yahudi menghadap ke arah Baitul Maqdis, dan Allah memberi petunjuk umat Muhammad ke arah kiblat.
Juga berselisih pendapat dalam cara salat. Di antara mereka ada yang rukuk tanpa sujud, ada yang sujud tanpa rukuk, ada yang salat sambil berbicara, dan ada yang salat sambil berjalan. Maka Allah memberi petunjuk umat Muhammad kepada jalan yang benar dalam melakukan salat.
Mereka berselisih pendapat mengenai puasa. Di antara mereka ada yang puasanya hanya setengah hari, ada pula yang puasa hanya meninggalkan jenis makanan tertentu. Maka Allah memberi petunjuk umat Muhammad kepada cara puasa yang benar.
Mereka berselisih pendapat mengenai Nabi Ibrahim a.s. Orang-orang Yahudi mengatakan bahwa Nabi Ibrahim adalah pemeluk agama Yahudi, sedangkan orang-orang Nasrani mengatakan bahwa Nabi Ibrahim adalah pengikut agama Nasrani. Allah menjadikan Nabi Ibrahim seorang yang hanif lagi muslim, maka Allah memberi petunjuk umat Muhammad ke jalan yang benar dalam hal ini.
Mereka berselisih pendapat mengenai Isa a.s. Orang-orang Yahudi mendustakannya dan mereka menuduh ibunya berbuat dosa yang besar (yakni zina). Sedangkan orang-orang Nasrani menjadikannya sebagai tuhan dan anak tuhan, padahal kenyataannya Isa diciptakan oleh Allah melalui roh ciptaan-Nya dan perintah-Nya. Maka dalam masalah ini Allah memberi petunjuk umat Muhammad kepada jalan yang benar.
Ar-Rabi' ibnu Anas mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkan itu dengan kehendak-Nya. (Al-Baqarah: 213) Yakni di saat mereka berselisih pendapat, maka umat Muhammad berada pada jalan seperti apa yang dibawa oleh rasul-rasul sebelum mereka (umat terdahulu) berselisih pendapat. Umat Muhammad menegakkan keikhlasan hanya kepada Allah Swt. semata dan hanya menyembah kepada-Nya, tiada sekutu bagi-Nya, mendirikan salat serta menunaikan zakat. Mereka menegakkan perkara yang semula sebelum terjadi perselisihan dan menjauhkan diri dari segala bentuk perselisihan. Mereka (umat Muhammad) menjadi saksi atas umat manusia semuanya kelak di hari kiamat; mereka menjadi saksi atas kaum Nabi Nuh, kaum Nabi Hud, kaum Nabi Saleh, kaum Nabi Syu'aib, dan keluarga Fir'aun; bahwa para rasul telah menyampaikan risalah Allah kepada mereka, tetapi mereka mendustakan para rasulnya.
Menurut qiraah (bacaan) Ubay ibnu Ka'b disebutkan:
"وَلِيَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَاللَّهُ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ"
Dan agar mereka menjadi saksi atas umat manusia di hari kiamat, dan Allah memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus.
Abul Aliyah selalu mengatakan sehubungan dengan ayat ini, bahwa ayat ini merupakan jalan keluar dari berbagai macam syubhat, kesesatan, dan fitnah.
Firman Allah Swt. yang mengatakan bi-iznihi artinya dengan sepengetahuan-Nya dan dengan petunjuk yang Dia berikan kepada mereka. Demikianlah menurut Ibnu Jarir.
*********
Firman Allah Swt.:
{وَاللَّهُ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ}
Dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya. (Al-Baqarah: 213)
Yakni dari kalangan makhluk-Nya. 
{إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ}
Kepada jalan yang benar. (Al-Baqarah: 213)
Hanya milik-Nyalah hikmah (kebijaksanaan) dan hujah yang kuat.
Di dalam kitab Sahih Bukhari dan Sahih Muslim disebutkan sebuah hadis dari Siti Aisyah r.a., bahwa Rasulullah Saw. apabila akan bangkit melakukan salat sunat malam harinya, beliau selalu mengucapkan doa berikut:
"اللَّهُمَّ، رَبَّ جِبْرِيلَ وَمِيكَائِيلَ وَإِسْرَافِيلَ، فَاطِرَ السموات وَالْأَرْضِ، عَالِمَ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ أَنْتَ تَحْكُمُ بَيْنَ عِبَادِكَ فِيمَا كَانُوا فِيهِ يَخْتَلِفُونَ، اهْدِنِي لِمَا اختلفَ فِيهِ مِنَ الْحَقِّ بِإِذْنِكَ، إِنَّكَ تَهْدِي مَنْ تَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ"
Ya Allah, Tuhan Jibril, Mikail, dan Israfil; Pencipta langit dan bumi, Yang Maha Mengetahui hal yang gaib dan hal yang nyata, Engkaulah yang memutuskan perkara di antara hamba-hamba-Mu dalam hal-hal yang mereka perselisihkan di masa silam. Berilah daku petunjuk kepada kebenaran yang diperselisihkan itu dengan kehendak-Mu. Sesungguhnya Engkau selalu memberi petunjuk orang yang Engkau kehendaki kepada jalan yang lurus.
Di dalam doa yang masur disebutkan seperti berikut:
اللَّهُمَّ، أَرِنَا الْحَقَّ حَقّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ، وَأَرِنَا الْبَاطِلَ بَاطِلًا وَوَفِّقْنَا لِاجْتِنَابِهِ، وَلَا تَجْعَلْه مُلْتَبِسًا عَلَيْنَا فَنَضِلَّ، وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
Ya Allah, tunjukilah kami kepada perkara hak yang sesungguhnya dan berilah kami rezeki untuk mengikutinya. Dan perlihatkanlah kepada kami perkara yang batil seperti apa adanya, dan berilah kami rezeki untuk menjauhinya. Dan janganlah Engkau jadikan perkara yang batil itu tampak samar bagi kami karena nanti kami akan sesat, dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.

{أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُمْ مَثَلُ الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلِكُمْ مَسَّتْهُمُ الْبَأْسَاءُ وَالضَّرَّاءُ وَزُلْزِلُوا حَتَّى يَقُولَ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ مَتَى نَصْرُ اللَّهِ أَلا إِنَّ نَصْرَ اللَّهِ قَرِيبٌ (214) }
Apakah kalian mengira bahwa kalian akan masuk surga, padahal belum datang kepada kalian (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kalian? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta diguncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya, "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.
Firman Allah Swt:
{أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ}
Apakah kalian mengira bahwa kalian akan masuk surga. (Al-Baqarah: 214)
Yakni sebelum kalian mendapat cobaan, ujian, dan kesengsaraan seperti apa yang pernah dialami oleh orang-orang sebelum kalian dari kalangan umat terdahulu? Karena itulah dalam ayat selanjutnya disebutkan:
{وَلَمَّا يَأْتِكُمْ مَثَلُ الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلِكُمْ مَسَّتْهُمُ الْبَأْسَاءُ وَالضَّرَّاءُ}
padahal belum datang kepada kalian (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kalian? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan. (Al-Baqarah: 214)
Yaitu berupa berbagai macam penyakit, kesengsaraan, musibah, dan malapetaka.
Ibnu Mas'ud, Ibnu Abbas, Abul Aliyah, Mujahid, Sa'id ibnu Jubair, Murrah Al-Hamdani, Al-Hasan, Qatadah, Ad-Dahhak, Ar-Rabi', As-Saddi, dan Muqatil ibnu Hayyan mengatakan bahwa al-ba-sa-u artinya kemiskinan, sedangkan ad-darra-u artinya penyakit. Wa-zul zilu artinya takut oleh musuh dengan takut yang sangat. Mereka mendapat cobaan yang sangat besar, seperti yang disebutkan di dalam hadis sahih dari Khabbab ibnul Art yang telah menceritakan hadis berikut:
قُلْنَا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَلَا تَسْتَنْصِرُ لَنَا؟ أَلَا تَدْعُو اللَّهَ لَنَا؟ فَقَالَ: "إِنَّ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ كَانَ أَحَدُهُمْ يُوضَعُ الْمِنْشَارُ عَلَى مفْرَق رَأْسِهِ فَيَخْلُصُ إِلَى قَدَمَيْهِ، لَا يَصْرفه ذَلِكَ عَنْ دِينِهِ، ويُمْشَطُ بِأَمْشَاطِ الْحَدِيدِ مَا بَيْنَ لَحْمِهِ وَعَظْمِهِ، لَا يَصْرِفُهُ ذَلِكَ عَنْ دِينِهِ". ثُمَّ قَالَ: "وَاللَّهِ لَيُتِمَّنَّ اللَّهُ هَذَا الْأَمْرَ حَتَّى يَسِيرَ الرَّاكِبُ مِنْ صَنْعَاءَ إِلَى حَضْرَمَوْتَ لَا يَخَافُ إِلَّا اللَّهَ وَالذِّئْبَ عَلَى غَنَمِهِ، وَلَكِنَّكُمْ قَوْمٌ تَسْتَعْجِلُونَ".
Kami berkata, "Wahai Rasulullah, mengapa engkau tidak meminta pertolongan buat kami, mengapa engkau tidak berdoa kepada Allah untuk kami?" Maka Rasulullah Saw. bersabda, "Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian ada seseorang dari mereka yang diletakkan pada ubun-ubunnya sebuah gergaji, lalu ia, dibelah dengan gergaji itu sampai kepada kedua telapak kakinya, tetapi hal itu tidak: memalingkannya dari agamanya. Ada pula yang antara daging dan tulangnya disisir dengan sisir besi, tetapi hal tersebut tidak menggoyahkan imannya dari agamanya." Kemudian Rasulullah Saw. bersabda:  Demi Allah, sesungguhnya Allah pasti akan menyempurnakan agama ini hingga seorang pengendara berjalan dari San'a ke Hadramaut tanpa merasa takut kecuali kepada Allah dan serigala yang mengancam ternak kambingnya, tetapi kalian ini adalah kaum yang tergesa-gesa.
Allah Swt. telah berfirman:
{الم* أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ* وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ}
Alif Lam Mim. Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan, "Kami telah beriman," sedangkan mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta. (Al-'Ankabut: 1-3)
Sesungguhnya hal seperti itu pernah dialami oleh para sahabat, yaitu cobaan  yang   sangat  besar  pada  hari  menjelang  Perang  Ahzab.
Sebagaimana yang disebutkan di dalam firman-Nya:
إِذْ جاؤُكُمْ مِنْ فَوْقِكُمْ وَمِنْ أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَإِذْ زاغَتِ الْأَبْصارُ وَبَلَغَتِ الْقُلُوبُ الْحَناجِرَ وَتَظُنُّونَ بِاللَّهِ الظُّنُونَا. هُنالِكَ ابْتُلِيَ الْمُؤْمِنُونَ وَزُلْزِلُوا زِلْزالًا شَدِيداً. وَإِذْ يَقُولُ الْمُنافِقُونَ وَالَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ مَا وَعَدَنَا اللَّهُ وَرَسُولُهُ إِلَّا غُرُوراً
(Yaitu) ketika mereka datang kepada kalian dari atas dan dari bawah kalian, dan ketika tidak tetap lagi penglihatan (kalian) dan hati kalian naik menyesak sampai ke tenggorokan dan kalian menyangka terhadap Allah dengan bermacam-macam purbasangka. Dan di situlah diuji orang-orang mukmin dan diguncangkan (hatinya) dengan guncangan yang sangat. Dan (ingatlah) ketika orang-orang munafik dan orang-orang yang berpenyakit dalam hatinya berkata, "Allah dan Rasul-Nya tidak menjanjikan kepada kami melainkan tipu daya." (Al-Ahzab: 10-12), dan ayat-ayat selanjutnya.
Ketika Heraklius bertanya kepada Abu Sufyan, "Apakah kalian mememeranginya?" Abu Sufyan menjawab, "Ya." Heraklius bertanya kembali, "Bagaimanakah keadaan perang di antara kalian?" Abu Sufyan menjawab, "Silih berganti, terkadang dia mengalami kemenangan atas kami, dan adakalanya kami mengalami kemenangan atas dia." Heraklius menjawab, "Demikianlah para rasul mendapat cobaan, tetapi pada akhirnya akibat yang terpuji berada di pihak para rasul."
*************
Firman Allah Swt.:
{مَثَلُ الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلِكُمْ}
sebagaimana orang-orang yang terdahulu sebelum kalian. (Al-Baqarah: 214)
Yakni sebagaimana hukum yang telah berlaku atas mereka. Perihalnya sama dengan makna yang terkandung di dalam ayat lain, yaitu firman-Nya:
فَأَهْلَكْنا أَشَدَّ مِنْهُمْ بَطْشاً وَمَضى مَثَلُ الْأَوَّلِينَ
Maka telah Kami binasakan orang-orang yang lebih besar kekuatannya daripada mereka itu (musyrikin Mekah) dan telah terdahulu (tersebut dalam Al-Qur'an) perumpamaan umat-umat masa dahulu. (Az-Zukhruf: 8)
***********
Adapun firman Allah Swt.:
{وَزُلْزِلُوا حَتَّى يَقُولَ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ مَتَى نَصْرُ اللَّهِ}
mereka diguncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya, "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" (Al-Baqarah: 214)
Artinya, bilakah mereka mendapat kemenangan atas musuh-musuh mereka dan mereka berdoa di saat keadaan sempit dan susah agar pertolongan dan kemenangan disegerakan.
************
Firman Allah Swt.:
{أَلا إِنَّ نَصْرَ اللَّهِ قَرِيبٌ}
Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat. (Al-Baqarah: 214)
Seperti makna yang terkandung di dalam firman-Nya:
فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْراً إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْراً
Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. (Alam Nasyrah: 5-6)
Yakni sebagaimana ada kesusahan, maka akan diturunkan pula pertolongan yang semisal dengannya. Karena itulah maka disebutkan: Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat. (Al-Baqarah: 214)
Di dalam sebuah hadis dari Abu Ruzain disebutkan:
"عَجب رَبُّكَ مِنْ قُنُوط عِبَادِهِ، وقُرْب غَيْثِهِ فَيَنْظُرُ إِلَيْهِمْ قَنطين، فَيَظَلُّ يَضْحَكُ، يَعْلَمُ أَنَّ فَرَجَهُمْ قَرِيبٌ" الْحَدِيثَ
Tuhanmu merasa heran dengan keputusasaan hamba-hamba-Nya, padahal saat pertolongan-Nya sudah dekat. Maka Tuhan memandang mereka yang dalam keadaan putus asa itu seraya tertawa karena Dia mengetahui bahwa jalan keluar mereka sudah dekat.
{يَسْأَلُونَكَ مَاذَا يُنْفِقُونَ قُلْ مَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ خَيْرٍ فَلِلْوَالِدَيْنِ وَالأقْرَبِينَ وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ (215) }
Mereka bertanya kepadamu tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah, "Harta apa saja yang kalian nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan." Dan apa saja kebajikan yang kalian buat, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya.
Muqatil ibnu Hayyan mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan masalah nafkah tatawwu' (sunat).
As-Saddi mengatakan bahwa ayat ini di-nasakh oleh zakat, tetapi pendapatnya ini masih perlu dipertimbangkan.
Makna ayat: Mereka bertanya kepadamu bagaimanakah caranya mereka memberi nafkah. Demikianlah menurut Ibnu Abbas dan Mujahid. Maka Allah menjelaskan kepada mereka hal tersebut melalui firman-Nya: Katakanlah, "Harta apa saja yang kalian nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan." (Al-Baqarah: 215)
Dengan kata lain, belanjakanlah harta tersebut untuk golongan-golongan itu. Seperti yang disebutkan di dalam sebuah hadis, yaitu:
«أُمَّكَ وَأَبَاكَ وَأُخْتَكَ وَأَخَاكَ ثُمَّ أَدْنَاكَ أَدْنَاكَ»
Ibumu, ayahmu, saudara perempuanmu, saudara laki-lakimu, kemudian orang yang lebih bawah (nasabnya) darimu dan yang lebih bawah lagi darimu.
Maimun ibnu Mahram pernah membacakan ayat ini, lalu berkata, "Inilah jalur-jalur nafkah, tetapi di dalamnya tidak disebutkan gendang, seruling, boneka kayu, tidak pula kain hiasan dinding."
Kemudian Allah Swt. berfirman:
{وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ}
Dan apa saja kebajikan yang kalian buat, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya. (Al-Baqarah: 215)
Yakni kebajikan apa pun yang telah kamu lakukan, sesungguhnya Allah mengetahuinya. Dan kelak Dia akan memberikan balasannya kepada kamu dengan balasan yang berlimpah, karena sesungguhnya Dia tidak akan berbuat aniaya terhadap seseorang barang sedikit pun.
{كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ (216) }
Diwajibkan atas kalian berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kalian benci. Boleh jadi kalian membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagi kalian; dan boleh jadi (pula) kalian menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagi kalian. Allah mengetahui, sedangkan kalian tidak mengetahui.
Allah mewajibkan jihad kepada kaum muslim demi mempertahankan agama Islam dari kejahatan musuh-musuhnya. Az-Zuhri mengatakan bahwa jihad itu wajib atas setiap orang, baik ia ahli dalam berperang ataupun tidak. Bagi orang yang tidak biasa berperang, apabila diminta bantuannya untuk keperluan jihad, maka ia harus membantu. Dan apabila dimintai pertolongannya, maka ia harus menolong. Apabila diminta untuk berangkat berjihad, maka ia harus berangkat; tetapi jika tidak diperlukan, ia boleh tinggal (tidak berjihad).
Menurut kami, di dalam sebuah hadis sahih telah disebutkan seperti berikut:
"مَنْ مَاتَ وَلَمْ يَغْزُ، وَلَمْ يُحَدِّثْ نَفْسَهُ بِغَزْوٍ مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً"
Barang siapa yang meninggal dunia, sedangkan dia belum pernah berperang (berjihad) dan tiada pula keinginan dalam hatinya untuk berperang, maka ia mati dalam keadaan mati Jahiliah.
Rasulullah Saw. pernah bersabda dalam hari kemenangan atas kota Mekah:
"لَا هِجْرَةَ، وَلَكِنْ جِهَادٌ ونيَّة، إِذَا اسْتُنْفِرْتُمْ فَانْفِرُوا"
Tidak ada hijrah sesudah kemenangan, tetapi hanya jihad dan niat; dan apabila kalian diperintahkan untuk berangkat berperang, maka berangkatlah.
***********
Firman Allah Swt.:
{وَهُوَ كُرْهٌ لَكُمْ}
padahal berperang itu adalah sesuatu yang kalian benci. (Al-Baqarah: 216)
Yakni terasa keras dan berat bagi kalian, dan memang kenyataan perang itu demikian, adakalanya terbunuh atau terluka selain dari masyaqat perjalanan dan menghadapi musuh. Kemudian Allah Swt. berfirman:
{وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ}
Boleh jadi kalian membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagi kalian. (Al-Baqarah: 216)
Dikatakan demikian karena berperang itu biasanya diiringi dengan datangnya pertolongan dan kemenangan atas musuh-musuh, menguasai negeri mereka, harta benda mereka, istri-istri, dan anak-anak mereka.
{وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ}
dan boleh jadi (pula) kalian menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagi kalian. (Al-Baqarah: 216)
Hal ini bersifat umum mencakup semua perkara. Adakalanya seseorang mencintai sesuatu, sedangkan padanya tidak ada kebaikan atau suatu maslahat pun baginya. Antara lain ialah diam tidak mau berperang, yang akibatnya musuh akan menguasai negeri dan pemerintahan.
Kemudian Allah Swt. berfirman:
{وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ}
Allah mengetahui, sedangkan kalian tidak mengetahui. (Al-Baqarah: 216)
Artinya, Allah lebih mengetahui tentang akibat dari semua perkara daripada kalian, dan lebih melihat tentang hal-hal yang di dalamnya terkandung kemaslahatan dunia dan akhirat bagi kalian. Maka perkenankanlah seruan-Nya dan taatilah perintah-Nya, mudah-mudahan kalian mendapat petunjuk.

{يَسْأَلُونَكَ عَنِ الشَّهْرِ الْحَرَامِ قِتَالٍ فِيهِ قُلْ قِتَالٌ فِيهِ كَبِيرٌ وَصَدٌّ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ وَكُفْرٌ بِهِ وَالْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَإِخْرَاجُ أَهْلِهِ مِنْهُ أَكْبَرُ عِنْدَ اللَّهِ وَالْفِتْنَةُ أَكْبَرُ مِنَ الْقَتْلِ وَلا يَزَالُونَ يُقَاتِلُونَكُمْ حَتَّى يَرُدُّوكُمْ عَنْ دِينِكُمْ إِنِ اسْتَطَاعُوا وَمَنْ يَرْتَدِدْ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَأُولَئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ (217) إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ هَاجَرُوا وَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أُولَئِكَ يَرْجُونَ رَحْمَةَ اللَّهِ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ (218) }
Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah, "Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar; tetapi menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah, (menghalangi masuk) Masjidil Haram, dan mengusir penduduknya dari sekitarnya lebih besar (dosanya) di sisi Allah. Dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya) daripada membunuh." Mereka tidak henti-hentinya memerangi kalian sampai mereka (dapat) mengembalikan kalian dari agama kalian (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup. Barang siapa yang murtad di antara kalian dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya. Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah, dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abu Bakar Al-Maqdami, telah menceritakan kepada kami Al-Mu'tamir ibnu Sulaiman, dari ayahnya, telah menceritakan kepadaku Al-Hadrami, dari Abus Siwar, dari Jundub ibnu Abdullah yang telah menceritakan hadis berikut: Rasulullah Saw. mengirimkan utusan yang terdiri atas sejumlah orang, dan mereka mengangkat Abu Ubaidah ibnul Jarrah sebagai pemimpin. Ketika Abu Ubaidah hendak berangkat menunaikan tugasnya, tiba-tiba ia menangis karena rindu kepada Rasulullah Saw. hingga terhentilah ia dari perjalanannya. Maka Rasulullah Saw. menggantinya dengan Abdullah ibnu Jahsy dan menulis sepucuk surat buatnya dengan instruksi ia tidak boleh membaca surat tersebut sebelum tiba di tempat tertentu. Nabi Saw. bersabda kepadanya: Jangan sekali-kali kamu memaksa seseorang dari kalangan teman-temanmu untuk berangkat bersamamu. Ketika ia membaca surat tersebut, ia mengucapkan istirja' (inna lillahi wa inna ilaihi raji'una), lalu mengatakan, "Aku tunduk dan taat kepada perintah Allah dan Rasul-Nya." Kemudian Abdullah ibnu Jahsy menceritakan kepada mereka dan membacakan surat Nabi Saw. itu kepada mereka. Maka ada dua orang lelaki dari kalangan mereka yang kembali, sedangkan sisanya tetap bersama Abdullah ibnu Jahsy. Kemudian mereka bersua dengan Ibnul Hadrami, lalu mereka membunuhnya, sedangkan mereka tidak mengetahui apakah bulan itu adalah bulan Rajab atau bulan Jumadi. Maka orang-orang musyrik berkata kepada orang-orang muslim, "Kalian telah melakukan pembunuhan dalam bulan Haram." Lalu Allah menurunkan firman-Nya: Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah, "Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar." (Al-Baqarah: 217), hingga akhir ayat.
As-Saddi mengatakan dari Abu Malik, dari Abu Saleh, dari Ibnu Abbas, dari Murrah, dari Ibnu Mas'ud sehubungan dengan makna firman-Nya: Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah, "Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar." (Al-Baqarah: 217), hingga akhir ayat. Pada mulanya Rasulullah Saw. mengirimkan sejumlah pasukan rahasia yang terdiri atas tujuh orang, di bawah pimpinan Abdullah ibnu Jahsy Al-Asadi. Mereka semuanya adalah Ammar ibnu Yasir, Abu Huzaifah ibnu Atabah ibnu Rabi'ah, Sa'id ibnu Abu Waqqas, Atabah ibnu Gazwan As-Sulami (teman sepakta Bani Naufal), Suhail ibnu Baida, Amir ibnu Fuhairah, dan Waqid ibnu Abdullah Al-Yarbu'i (teman sepakta Umar ibnul Khattab). Nabi Saw. menulis sepucuk surat buat Ibnu Jahsy dan berpesan kepadanya agar janganlah ia membaca surat tersebut sebelum turun di Lembah Nakhlah. Ketika ia turun di Lembah Nakhlah, ia membuka surat itu dan ternyata di dalamnya terdapat perintah: "Berjalanlah terus sampai kamu turun di Lembah Nakhlah". Maka Ibnu Jahsy berkata kepada teman-temannya, "Barang siapa yang ingin mati, hendaklah ia maju terus dan berwasiatlah, karena sesungguhnya aku sendiri akan berwasiat dan maju melakukan perintah Rasulullah Saw." Ibnu Jahsy maju, dan yang tidak ikut dengannya adaiah Sa'd ibnu Abu Waqqas serta Atabah; keduanya kehilangan unta kendaraannya. Karena itulah ia tidak ikut serta, sebab mencari unta kendaraannya masing-masing. Ibnu Jahsy terus berjalan menuju ke tengah Lembah Nakhlah. Tiba-tiba ia bersua dengan Al-Hakam ibnu Kaisan dan Usman ibnu Abdullah ibnul Mugirah. Bulan Jumada telah berakhir, lalu Amr terbunuh; ia dibunuh oleh Waqid ibnu Abdullah. Perang ini merupakan perang pertama yang menghasilkan ganimah bagi sahabat Rasulullah Saw. Ketika mereka kembali ke Madinah dengan membawa dua orang tawanan perang dan harta ganimah, maka penduduk Mekah berkeinginan untuk menebus kedua tawanannya itu. Mereka mengatakan, "Sesungguhnya Muhammad menduga bahwa dia taat kepada Allah, tetapi dia sendirilah orang yang mula-mula menghalalkan bulan Haram dan membunuh teman kami dalam bulan Rajab." Maka kaum muslim menjawab, "Sesungguhnya kami hanya membunuhnya dalam bulan Jumada, dan ia terbunuh pada permulaan malam Rajab dan akhir malam Jumada." Lalu kaum muslim menyarungkan pedang mereka ketika bulan Rajab masuk, dan Allah menurunkan firman-Nya mencela penduduk Mekah, yaitu: Mereka bertanya kepadamu tentang berperang dalam bulan Haram. Katakanlah, "Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar." (Al-Baqarah: 217) Yaitu tidak halal. Apa yang telah kalian lakukan, hai kaum musyrik, lebih besar daripada melakukan pembunuhan dalam bulan Haram, karena kalian kafir kepada Allah dan menghalang-halangi Muhammad Saw. dan sahabat-sahabatnya. Mengusir ahli Masjidil Haram darinya ketika mereka mengusir Muhammad Saw. dan sahabat-sahabatnya merupakan perbuatan yang lebih besar dosanya di sisi Allah daripada melakukan pembunuhan.
Al-Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Mereka bertanya kepadamu tentang perang pada bulan Haram. Katakanlah, "Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar" (Al-Baqarah: 217) Pada mulanya kaum musyrik menghalang-halangi Rasulullah Saw. (untuk sampai ke Masjidil Haram) dan menolaknya masuk, hal ini terjadi pada bulan Haram. Maka Allah memberikan kemenangan kepada Nabi-Nya pada bulan Haram, juga tahun berikutnya. Lalu orang-orang musyrik mencela Rasulullah Saw. karena melakukan perang dalam bulan Haram. Allah Swt. berfirman: tetapi menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah, (menghalangi masuk) Masjidil Haram, dan mengusir penduduknya dari sekitarnya lebih besar (dosanya) di sisi Allah. (Al-Baqarah: 217) Yakni daripada melakukan peperangan di dalam bulan Haram. Selanjutnya Nabi Muhammad Saw. mengirimkan suatu pasukan khusus, lalu mereka bersua dengan Amr ibnul Hadrami yang sedang dalam perjalanannya dari Taif pada akhir malam Jumada dan permulaan malam bulan Rajab. Sedangkan sahabat Nabi Saw. menduga bahwa malam itu masih termasuk bulan Jumada, padahal malam tersebut merupakan permulaan malam bulan Rajab, tetapi mereka tidak menyadarinya. Maka Amr ibnul Hadrami terbunuh oleh seseorang dari pasukan khusus tersebut dan mereka merampas semua barang bawaannya (sebagai ganimah). Lalu kaum musyrik mengirimkan utusannya, mencela Nabi Saw. yang telah melakukan demikian (dalam bulan Haram). Maka Allah Swt. berfirman: Mereka bertanya kepadamu tentang berperang dalam bulan Haram. Katakanlah, "Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar; tetapi menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah, (menghalangi masuk) Masjidil Haram, dan mengusir penduduknya dari sekitarnya.'" (Al-Baqarah: 217) Yaitu mengusir ahli Masjidil Haram lebih besar dosanya daripada apa yang telah dilakukan oleh sahabat Nabi Saw., dan dosa yang lebih besar lagi daripada semuanya ialah mempersekutukan Tuhan.
Demikianlah menurut riwayat Abu Sa'id Al-Baqqal, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan pasukan rahasia yang dipimpin oleh Abdullah ibnu Jahsy dan terbunuhnya Amr ibnul Hadrami.
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnus Saib Al-Kalbi, dari Abu Saleh, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa firman berikut diturunkan berkenaan dengan terbunuhnya Amr ibnul Hadrami dari peristiwa yang berkaitan dengannya, yaitu: Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram. (Al-Baqarah: 217), hingga akhir ayat. Abdul Malik ibnu Hisyam (seorang perawi Sirah) meriwayatkan dari Ziyad ibnu Abdullah, dari Muhammad ibnu Ishaq ibnu Yasar Al-Madani di dalam Kitabus Sirah-nya, bahwa Rasulullah Saw. pernah mengutus Abdullah ibnu Jahsy ibnu Rabbab Al-Asadi dalam bulan Rajab, sekembalinya beliau dari Badar pertama. Beliau pun mengutus pula bersama Ibnu Jahsy delapan orang lainnya yang semuanya dari kalangan Muhajirin tanpa ada seorang Ansar pun untuk membantunya. Nabi Saw. menulis sepucuk surat buat Ibnu Jahsy seraya berpesan bahwa janganlah Ibnu Jahsy membuka surat tersebut sebelum berjalan selama dua hari. Ibnu Jahsy berangkat seperti apa yang diperintahkan kepadanya dan tidak memaksa seorang pun di antara teman-temannya untuk ikut bersamanya. Teman-teman Abdullah ibnu Jahsy dalam misi tersebut terdiri atas kalangan Muhajirin, mereka dari Bani Abdusy Syams ibnu Abdu Manaf, yaitu Abu Huzaifah ibnu Atabah ibnu Rabi'ah ibnu Abdusy Syams ibnu Abdu Manaf; teman sepakta mereka adalah Abdullah ibnu Jahsy yang menjadi pemimpin mereka. Lalu Ukasyah ibnu Mihsan (seorang dari kalangan Bani Asad ibnu Khuzaimah, teman sepakta mereka), dan dari kalangan Bani Naufal ibnu Abdu Manaf ialah Atabah ibnu Gazwan ibnu Jabir, teman sepakta mereka. Dari kalangan Bani Zuhrah ibnu Kilab ialah Sa'd ibnu Abu Waqqas, dan dari Bani Ka'b ialah Addi ibnu Amir ibnu Rabi'ah, teman sepakta mereka. Sedangkan dari luar kalangan mereka ialah Ibnu Wail dan Waqid ibnu Abdullah ibnu Abdu Manaf ibnu Urs ibnu Sa'labah ibnu Yarbu', salah seorang dari kalangan Bani Tamim, teman sepakta mereka; juga Khalid ibnul Bukair (salah seorang dari Bani Sa'd ibnu Lais, teman sepakta mereka), sedangkan dari kalangan Banil Haris ibnu Fihr ialah Suhail ibnu Baida. Ketika Abdullah ibnu Jahsy telah berjalan selama dua hari, ia membuka surat tersebut, lalu ia membacanya. Ternyata di dalamnya berisikan kalimat berikut: Apabila kamu membaca suratku ini di tempat yang dimaksud, maka lanjutkanlah perjalananmu hingga kamu istirahat di Nakhlah yang terletak antara Mekah dan Taif untuk mengintai orang-orang Quraisy dan kamu sampaikan kepada kami berita tentang (gerak-gerik) mereka. Setelah isi surat itu dibaca oleh Abdullah ibnu Jahsy, ia berkata, "Kami tunduk dan patuh." Kemudian ia berkata kepada teman-temannya, "Sesungguhnya Rasulullah Saw. telah memerintahkan kepadaku untuk berangkat ke Nakhlah guna mengintai orang-orang Quraisy, lalu aku sampaikan beritanya kepada beliau Saw. Sesungguhnya Nabi Saw. melarangku memaksa seseorang dari kalian untuk ikut bersamaku. Maka barang siapa yang ingin mati syahid di antara kalian dan menyukainya, hendaklah ia berangkat bersamaku. Barang siapa yang tidak suka, ia boleh kembali. Adapun saya sendiri akan terus berangkat melaksanakan perintah Rasulullah Saw." Maka Ibnu Jahsy berangkat bersama teman-temannya, tiada seorang pun di antara mereka yang tertinggal. Ibnu Jahsy menempuh jalan Pegunungan Hijaz. Ketika ia sampai di suatu tambang yang terletak di atas bukit yang dikenal dengan nama Najran, Sa'd ibnu Abu Waqqas dan Atabah ibnu Gazwan kehilangan unta cadangannya, maka keduanya tertinggal karena mencari unta tersebut. Sedangkan Abdullah ibnu Jahsy dan teman-temannya tetap melanjutkan perjalanannya hingga sampai di Nakhlah. Kemudian lewatlah kafilah orang-orang Quraisy membawa muatan berupa minyak, lauk-pauk, dan barang dagangan milik mereka. Kafilah tersebut dikawal oleh Amr ibnul Hadrami (nama aslinya ialah Abdullah ibnu Abbad, salah seorang pengawal bayaran), Usman ibnu Abdullah ibnul Mugirah dan saudaranya (yaitu Naufal ibnu Abdullah), keduanya dari Bani Makhzum; juga Al-Hakam ibnu Kaisan maula Hisyam ibnul Mugirah. Ketika mereka melihat Abdullah ibnu Jahsy dan kawan-kawannya yang sedang beristirahat di dekat tempat mereka, maka rasa takut merayap di dalam hati mereka. Selanjutnya Ukasyah ibnu Mihsan menampakkan dirinya, yang saat itu Ukasyah telah mencukur rambutnya. Ketika mereka melihatnya, mereka tidak memeranginya dan membiarkannya dalam keadaan aman, dan mereka mengatakan, "Ammar termasuk salah seorang dari kaum." Kemudian kaum (pasukan kaum muslim) bermusyawarah di antara sesama mereka mengenai langkah yang akan mereka lakukan terhadap kafilah Quraisy itu. Hal tersebut terjadi pada akhir bulan Rajab. Lalu kaum berkata, "Demi Allah, seandainya kita membiarkan mereka malam ini, niscaya mereka berada di dalam bulan Haram, dan mereka akan selamat dari tangan kalian. Tetapi jika kalian memerangi mereka, berarti kalian berperang dengan mereka dalam bulan Haram." Pasukan kaum muslim ragu-ragu dan enggan memerangi mereka, tetapi pada akhirnya mereka membulatkan tekad untuk memerangi kafilah Quraisy dan sepakat untuk membunuh orang-orang yang dapat mereka kejar dari rombongan kafilah itu serta mengambil barang yang dibawanya. Kemudian Waqid ibnu Abdullah At-Tamimi melepaskan anak panahnya ke arah Amr ibnul Hadrami dan tepat mengenainya hingga ia mati, sedangkan Usman ibnu Abdullah dan Al-Hakam ibnu Kaisan mereka tawan. Di antara rombongan kafilah yang selamat ialah Naufal ibnu Abdullah, ia melarikan diri dan tidak dapat dikejar lagi oleh pasukan kaum muslim. Selanjutnya Abdullah ibnu Jahsy dan teman-temannya kembali membawa kafilah tersebut dan dua orang tawanan, hingga datang kepada Rasulullah Saw. di Madinah.
Ibnu Ishaq melanjutkan kisahnya, bahwa salah seorang keluarga Abdullah ibnu Jahsy ada yang menuturkan bahwa Abdullah berkata kepada teman-temannya, "Sesungguhnya Rasulullah Saw. mempunyai bagian dari ganimah yang kita hasilkan ini sebanyak seperlimanya." Demikian itu sebelum ada perintah dari Allah yang memfardukan seperlimanya buat Rasulullah Saw. (yakni seperlima ganimah). Lalu seperlima dari ganimah dipisahkan khusus buat Rasulullah Saw., sedangkan sisanya dibagi-bagikan kepada pasukan kaum muslim yang ikut dalam misi tersebut, yaitu Abdullah ibnu Jahsy dan teman-teman-nya.
Ibnu Ishaq melanjutkan kisahnya, bahwa setelah mereka datang di hadapan Rasulullah Saw., maka bersabdalah beliau Saw., "Aku tidak memerintahkan kalian melakukan perang dalam bulan Haram." Akhirnya kafilah itu dan kedua tawanan tersebut didiamkan dan beliau tidak berani mengambil sesuatu pun darinya. Ketika Rasulullah Saw. bersabda demikian, maka semua kaum yang terlibat merasa takut dan mereka menduga bahwa dirinya akan binasa, terlebih lagi saudara-saudara mereka dari kalangan kaum muslim lainnya ikut mengecam perbuatan mereka itu. Di lain pihak orang-orang Quraisy mengatakan bahwa Muhammad dan sahabat-sahabatnya telah menghalalkan bulan Haram, mengalirkan darah, dan merampas harta benda serta menahan orang-orang dalam bulan tersebut. Lalu orang yang menjawab ucapan mereka (dari kalangan kaum muslim) yang ada di Mekah mengatakan, "Sesungguhnya apa yang telah mereka lakukan itu hanya terjadi dalam bulan Sya'ban." Sedangkan pihak orang-orang Yahudi mengaitkan hal tersebut kepada Rasulullah Saw. dan bahwa Amr ibnul Hadrami dibunuh oleh Waqid ibnu Abdullah. Mereka mengemukakan ramalannya bahwa amr artinya ramai (yakni perang mulai ramai), sedangkan al-hadrami artinya perang telah tiba masanya, dan waqid artinya perang telah berkobar. Maka Allah membalikkan kenyataan tersebut menimpa diri orang-orang Yahudi, bukan orang-orang muslim. Tatkala peristiwa tersebut ramai dibicarakan oleh orang-orang, maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya kepada Rasulullah Saw., yaitu: Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah, "Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar; tetapi menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah, (menghalangi masuk) Masjidil Haram, dan mengusir penduduknya dari sekitarnya lebih besar (dosanya) di sisi Allah. Dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya) daripada membunuh." (Al-Baqarah: 217) Dengan kata lain, jika kalian melakukan peperangan dalam bulan Haram, sesungguhnya mereka telah menghalang-halangi kalian dari jalan Allah karena kekufuran mereka kepada-Nya; mereka juga telah mengusir kalian dari Masjidil Haram dan menghalang-halangi kalian darinya, padahal kalian adalah penduduknya. lebih besar dosanya di sisi Allah. (Al-Baqarah: 217) Yaitu daripada kalian membunuh seseorang di antara mereka. Dan berbuat fitnah lebih besar dosanya daripada membunuh. (Al-Baqarah: 217) Yakni sebelum itu mereka telah memfitnah orang muslim dalam agamanya agar mereka mengembalikannya kepada kekufuran sesudah ia beriman. Perbuatan tersebut jauh lebih besar dosanya menurut Allah daripada membunuh. Sebagaimana yang disebutkan di dalam firman berikutnya: Mereka tidak henti-hentinya memerangi kalian sampai mereka (dapat) mengembalikan kalian dari agama kalian (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup. (Al-Baqarah: 217) Kemudian mereka tetap melakukan hal tersebut, bahkan yang lebih kotor dan lebih besar lagi tanpa henti-hentinya dan tanpa merasa jenuh.
Ibnu Ishaq mengatakan bahwa ketika Al-Qur'an menurunkan keterangan ini, maka legalah hati kaum muslim, dan kini mereka merasa terbebas dari apa yang selama ini mengungkung hati mereka. Akhirnya Rasulullah Saw. menerima ganimah kafilah itu berikut kedua tawanannya. Selanjutnya orang-orang Quraisy mengirimkan sejumlah harta kepada Nabi Saw. untuk menebus Usman ibnu Abdullah dan Al-Hakam ibnu Kaisan. Tetapi Rasulullah Saw. menjawab: Kami tidak mau menerima tebusan kedua orang ini dari kalian sebelum kedua sahabat kami datang (dengan selamat). Yang dimaksud dengan kedua sahabat itu adalah Sa'd ibnu Abu Waqqas dan Atabah ibnu Gazwan. Selanjutnya Nabi Saw. bersabda: Karena sesungguhnya kami merasa khawatir kalian berbuat apa-apa terhadap kedua sahabatku itu. Jika kalian membunuh keduanya, maka kami akan membunuh kedua teman kalian ini. Ternyata Sa'd dan Atabah datang dengan selamat, maka Rasulullah Saw. baru mau menerima tebusan kedua tawanan itu dari mereka. Adapun Al-Hakam ibnu Kaisan, ia masuk Islam dan berbuat baik dalam masa Islamnya. Ia berada di dekat Rasulullah Saw. hingga gugur sebagai syahid dalam Perang Bi-r Ma'unah. Sedangkan Usman ibnu Abdullah bergabung di Mekah dan mati dalam keadaan kafir di Mekah.
Ibnu Ishaq melanjutkan kisahnya, bahwa setelah Abdullah ibnu Jahsy dan kawan-kawannya merasa lega dari apa yang selama itu mengungkungnya berkat adanya keterangan dari Al-Qur'an yang baru diturunkan, maka mereka merasa kehausan akan pahala, lalu mereka berkata, "Wahai Rasulullah, apakah engkau menginginkan agar kami maju berperang lagi, karena kami menginginkan perolehan. pahala orang-orang yang berjihad?" Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah, dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Al-Baqarah: 218) Akhirnya Allah Swt. memenuhi keinginan mereka dengan pemenuhan yang mernuaskan.
Ibnu Ishaq mengatakan bahwa hadis mengenai hal ini dari Az-Zuhri dan Yazid ibnu Rauman, dari Urwah. Yunus ibnu Bukair meriwayatkan hal yang hampir sama konteksnya dengan hadis ini, dari Muhammad ibnu Ishaq, dari Yazid ibnu Rauman, dari Urwah ibnuz Zubair. Musa ibnu Uqbah telah meriwayatkan pula hal yang semisal dari Az-Zuhri sendiri.
Syu'aib ibnu Abu Hamzah meriwayatkannya dari Az-Zuhri, dari Urwah ibnuz Zubair hal yang semisal dengan hadis ini, tetapi di dalamnya disebutkan bahwa Ibnul Hadrami merupakan korban pertama dalam perang yang terjadi antara kaum muslim dan kaum musyrik. Kemudian sejumlah orang kafir Quraisy sebagai utusan mereka, memacu kendaraannya menuju Madinah, hingga tibalah mereka di hadapan Rasulullah Saw., lalu mereka berkata, "Apakah dihalalkan melakukan peperangan dalam bulan Haram?" Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Mereka bertanya kepadamu tentang berperang dalam bulan Haram. (Al-Baqarah: 217), hingga akhir ayat.
Hal ini telah diteliti oleh Al-Hafiz Abu Bakar Al-Baihaqi di dalam kitab Dalailun Nubuwwah-nya.
Kemudian Ibnu Hisyam mengatakan dari Ziyad, dari Ibnu Ishaq, bahwa salah seorang keluarga Ibnu Jahsy menceritakan bahwa harta fai' dibagi-bagikan di antara keluarganya, empat perlimanya diberikan kepada orang-orang yang terlibat dalam perang tersebut, sedangkan yang seperlimanya dikhususkan buat Allah dan Rasul-Nya. Maka ketentuan tersebut tetap berlaku seperti apa yang telah dilakukan oleh Abdullah ibnu Jahsy terhadap kafilah tersebut.
Ibnu Hisyam mengatakan bahwa kafilah tersebut merupakan harta ganimah yang mula-mula didapat oleh kaum muslim, dan Amr ibnul Hadrami adalah orang yang mula-mula terbunuh oleh kaum muslim, sedangkan Usman ibnu Abdullah serta Al-Hakam ibnu Kaisan merupakan orang yang mula-mula ditawan oleh kaum muslim.
Ibnu Ishaq mengatakan bahwa setelah peristiwa perang yang dialami oleh Abdullah ibnu Jahsy tersebut, sahabat Abu Bakar mengucapan syair berikut.
Tetapi menurut pendapat lain, yang mengatakannya justru Abdullah ibnu Jahsy sendiri. Yaitu ketika orang-orang Quraisy mengatakan, "Sesungguhnya Muhammad dan sahabat-sahabatnya telah menghalalkan bulan Haram. Maka mereka mengalirkan darah padanya, merampas harta, dan menahan orang-orang."
Ibnu Hisyam mengatakan bahwa bait-bait berikut adalah mihk Abdullah ibnu Jahsy sendiri, yaitu:
تَعُدُّونَ قَتْلًا فِي الْحَرَامِ عَظِيمَةً ... وَأَعْظَمُ مِنْهُ لَوْ يَرَى الرُّشْدَ رَاشِدُ
صُدُودُكُمُ عَمَّا يَقُولُ مُحَمَّدٌ ... وَكُفْرٌ بِهِ وَاللَّهُ رَاءٍ وَشَاهِدُ
وَإِخْرَاجُكُمْ مِنْ مَسْجِدِ اللَّهِ أَهْلَهُ ... لِئَلَّا يُرَى لِلَّهِ فِي الْبَيْتِ سَاجِدُ
فَإِنَّا وَإِنْ عَيَّرْتُمُونَا بِقَتْلِهِ ... وَأَرْجَفَ بِالْإِسْلَامِ بَاغٍ وَحَاسِدُ
سَقَيْنَا مِنَ ابْنِ الْحَضْرَمِيِّ رِمَاحَنَا ... بِنَخْلَةَ لَمَّا أَوْقَدَ الْحَرْبَ وَاقِدُ
دَمًا وَابْنُ عَبْدِ اللَّهِ عُثْمَانُ بَيْنَنَا ... يُنَازِعُهُ غلّ من القدّ عائد
Kalian menganggap pembunuhan dalam bulan Haram merupakan dosa besar, padahal ada yang lebih besar lagi dosanya daripada itu sekiranya orang yang berakal mau menggunakan pikirannya. Yaitu kalian telah menghalang-halangi apa yang dikatakan oleh Muhammad dan ingkar kepadanya, Allah melihat dan menyaksikan hal itu. Dan kalian telah mengusir penduduk Masjidil Haram dari tempat tinggalnya agar tidak terlihat lagi di rumah-Nya orang yang bersujud (kepada-Nya). Dan sesungguhnya kami sekalipun kalian mencela kami karena telah membunuhnya (Ibnul Hadrami) hanyalah untuk menghajar orang yang kelewat batas dan orang yang dengki terhadap Islam. Kami telah membasahi tombak kami dengan darah Ibnul Hadrami di Nakhlah, yaitu ketika Waqid menyalakan peperangan. Dan Ibnu Abdullah yaitu Usman berada di antara kami dalam keadaan terbelenggu oleh rantai akan dikembalikan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar