تَفْسِيرُ
سُورَةِ الضُّحَى
(Waktu Matahari Sepenggalah
Naik)
Makkiyah, 11 ayat Turun sesudah
Surat Al-Fajr
Telah diriwayatkan kepada kami melalui jalur Abul Hasan alias Ahmad ibnu
Muhammad ibnu Abdullah ibnu Abu Buzzah Al-Muqri yang mengatakan bahwa ia pernah
belajar membaca Al-Qur'an dari Ikrimah ibnu Sulaiman, dan ia menceritakan
kepadaku bahwa ia pernah belajar kepada Ismail ibnu Qustantin dan Syibl ibnu
Abbad. Ketika qiraahnya sampai pada surat Adh-Dhuha, keduanya mengatakan
kepadanya, "Bertakbirlah sampai kamu khatamkan suratnya dan juga pada akhir tiap
surat lainnya." Karena sesungguhnya kami belajar qiraat pada Ibnu Kasir, dan
ternyata dia memerintahkan hal tersebut kepada kami. Ibnu KaSir telah
menceritakan kepada kami bahwa dia belajar qiraat dari Mujahid, dan ternyata
Mujahid memerintahkan kepadanya untuk melakukan hal itu (takbir), dan Mujahid
menceritakan kepadanya bahwa ia belajar qiraat kepada Ibnu Abbas, maka ternyata
ia memerintahkan kepadanya untuk melakukan hal itu, dan Ibnu Abbas menceritakan
kepadanya bahwa ia pernah belajar qiraat kepada Ubay ibnu Ka'b, dan Ubay
memerintahkan kepadanya untuk melakukan hal itu. Dan Ubay menceritakan kepadanya
bahwa ia pernah belajar qiraat kepada Rasulullah Saw., dan ternyata beliau
memerintahkan kepadanya untuk melakukan hal itu.Ini merupakan sunnah yang dikemukakan oleh Abul Hasan alias Ahmad ibnu Muhammad Ibnu Abdullah Al-Buzzi, salah seorang putra Al-Qasim ibnu Abu Buzzah secara munfarid (tunggal); dia adalah seorang Imam dalam ilmu qiraat.
Adapun dalam ilmu hadis ia dinilai daif oleh Abu Hatim Ar-Razi, yang telah mengatakan bahwa ia tidak mau meriwayatkan hadis darinya. Hal yang semisal dikatakan oleh Abu Ja'far Al-Uqaili yang mengatakan bahwa Abul Hasan ini hadisnya tidak terpakai.
Tetapi Syekh Syihabud Din Abu Syamah di dalam syarah Asy-Syatibi telah meriwayatkan dari Asy-Syafii, bahwa ia pernah mendengar seorang lelaki mengucapkan takbir ini dalam salatnya, maka Imam Syafii mengatakan, "Kamu baik dan sesuai dengan tuntunan sunnah." Hal ini memberikan pengertian bahwa hadis ini berpredikat sahih.
Kemudian para ulama ahli qiraat berbeda pendapat mengenai tempat dilakukannya takbir ini dan juga mengenai sigat-nya. Sebagian dari mereka mengatakan bahwa hendaknya seseorang mengucapkan takbir dimulai dari akhir surat Al-Lail (hingga surat-surat berikutnya). Dan sebagian yang lainnya mengatakan takbir dimulai dari akhir surat Adh-Dhuha.
Mengenai bentuk takbir ini menurut sebagian dari mereka ialah hendaknya seseorang mengucapkan, "Allah Mahabesar, tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, Allah Mahabesar".
Ulama ahli qiraat sehubungan dengan topik membaca takbir mulai dari akhir surat Adh-Dhuha ini menyebutkan bahwa ketika wahyu datang terlambat kepada Rasulullah Saw. dan beliau mengalami kesenjangan di masa fatrah wahyu itu, kemudian datanglah Malaikat (Jibril) dengan membawa wahyu firman-Nya:
Demi waktu matahari sepenggalah naik, dan demi malam apabila telah sunyi. (Adh-Dhuha: 1-2), hingga akhir surat.
Maka Nabi Saw. mengucapkan takbir karena gembira dan senang kepada wahyu yang datang lagi. Tetapi hadis ini tidak diriwayatkan melalui sanad yang dapat dipertanggungjawabkan kesahihan atau ke-daif-annya; hanya Allah sajalah Yang Maha Mengetahui.
بِسْمِ
اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Dengan nama Allah Yang Maha
Pemurah lagi Maha Penyayang.
وَالضُّحَى
(1) وَاللَّيْلِ إِذَا سَجَى (2) مَا وَدَّعَكَ رَبُّكَ وَمَا قَلَى (3)
وَلَلْآخِرَةُ خَيْرٌ لَكَ مِنَ الْأُولَى (4) وَلَسَوْفَ يُعْطِيكَ رَبُّكَ
فَتَرْضَى (5) أَلَمْ يَجِدْكَ يَتِيمًا فَآوَى (6) وَوَجَدَكَ ضَالًّا فَهَدَى (7)
وَوَجَدَكَ عَائِلًا فَأَغْنَى (8) فَأَمَّا الْيَتِيمَ فَلَا تَقْهَرْ (9)
وَأَمَّا السَّائِلَ فَلَا تَنْهَرْ (10) وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ
(11)
Demi waktu matahari yang sepenggalah naik, dan
demi malam apabila telah sunyi, Tuhanmu tiada meninggalkan kamu dan tiada (pula)
benci kepadamu, dan sesungguhnya akhir itu lebih baik bagimu daripada permulaan.
Dan kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu, lalu (hati) kamu
menjadi puas. Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu dia
melindungimu. Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu Dia
memberikan petunjuk. Dan ia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu
Dia memberikan kecukupan. Adapun terhadap anak yatim, maka janganlah kamu
berlaku sewenang-wenang. Dan terhadap orang yang minta-minta, maka janganlah
kamu men-hardiknya. Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah kamu
menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur).Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Na'im, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Al-Aswad ibnu Qais yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Jundub menceritakan bahwa Nabi Saw. mengalami sakit selama satu atau dua malam hingga beliau tidak melakukan qiyamul lail. Maka datanglah kepadanya seorang wanita dan berkata, "Hai Muhammad, menurut hematku setanmu itu tiada lain telah meninggalkanmu," maksudnya malaikat yang membawa wahyu kepadanya. Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Demi waktu matahari sepenggalah naik, dan demi malam apabila telah sunyi. Tuhanmu tiada meninggalkan kamu dan tiada (pula) benci kepadamu. (Adh-Dhuha: 1-3)
Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Turmuzi, Imam Nasai, Imam Ibnu Abu Hatim, dan Imam Ibnu Jarir telah meriwayatkan hadis ini melalui berbagai jalur dari Al-Aswad ibnu Qais, dari Jundub ibnu Abdullah Al-Bajali yang juga dikenal pula dengan Al-Alaqi dengan sanad yang sama. Menurut riwayat Sufyan ibnu Uyaynah, dari Al-Aswad ibnu Qais, disebutkan bahwa ia pernah mendengar Jundub mengatakan bahwa Malaikat Jibril datang terlambat kepada Rasulullah Saw., maka orang-orang musyik mengatakan, "Muhammad ditinggalkan oleh Tuhannya." Maka Allah menurunkan firman-Nya: Demi waktu matahari sepenggalah naik, dan demi malam apabila telah sunyi. Tuhanmu tiada meninggalkan kamu dan tiada (pula) benci kepadamu. (Adh-Dhuha: 1-3)
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj dan Amr ibnu Abdullah Al-Audi, keduanya mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Abu Usamah, telah menceritakan kepadaku Sufyan, telah menceritakan kepadaku Al-Aswad ibnu Qais; ia pernah mendengar Jundub mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah dilempar dengan batu hingga mengenai jari tangannya sampai berdarah, maka beliau mengucapkan kalimat berikut: Tiadalah engkau selain dari jari tangan yang berdarah, di jalan Allah padahal engkau mengalaminya.
Lalu Rasulullah Saw. tinggal selama dua atau tiga malam tanpa mengerjakan qiyamul lail (salat sunat malam hari). Maka ada seorang wanita (musyrik) yang berkata kepadanya, "Menurutku tiada lain setanmu telah meninggalkanmu." Maka turunlah firman Allah Swt.: Demi waktu matahari sepenggalah naik, dan demi malam apabila telah sunyi. Tuhanmu tiada meninggalkan kamu dan tiada (pula) benci kepadamu. (Adh-Dhuha: 1-3)
Menurut konteks hadis yang ada pada Abu Sa'id, suatu pendapat mengatakan bahwa wanita tersebut adalah Jamil, istri Abu Lahab. Disebutkan pula bahwa jari tangan beliau Saw. terluka. Dan mengenai sabdaNabi Saw. di atas bertepatan dengan wazan syair telah disebutkan di dalam kitab Sahihain. Akan tetapi, hal yang aneh dalam hadis ini ialah luka di ibu jari itu menjadi penyebab beliau Saw. meninggalkan qiyamul lailnya dan juga menjadi turunnya surat ini.
Adapun menurut apa yang telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abusy Syawarib, telah menceritakan kepada kami Abdul Wahid ibnu Ziyad, telah menceritaka'n kepada kami Sulaiman Asy-Syaibani, dari Abdullah ibnu Syaddad, bahwa Siti Khadijah berkata kepada Nabi Saw., "Menurut hemat saya, Tuhanmu telah meninggalkan kamu." Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Demi waktu matahari sepenggalah naik, dan demi malam apabila telah sunyi. Tuhanmu tiada meninggalkan kamu dan tiada (pula) benci kepadamu. (Adh-Dhuha: 1-3)
Ibnu Jarir mengatakan pula bahwa telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Waki', dari Hisyam ibnu Urwah, dari ayahnya yang mengatakan bahwa Malaikat Jibril datang terlambat kepada Nabi Saw. Maka nabi Saw. merasa sangat gelisah karenanya, lalu Siti Khadijah mengatakan, "Sesungguhnya aku melihat Tuhanmu telah meninggalkan kamu, karena aku melihat kegelisahanmu yang berat." Urwah melanjutkan kisahnya, bahwa maka turunlah firman Allah Swt.: Demi waktu matahari sepenggalah naik dan demi malam apabila telah sunyi. Tuhanmu tiada meninggalkan kamu dan tiada (pula) benci kepadamu. (Adh-Dhuha: 1-3) hingga akhir surat.
Maka sesungguhnya hadis ini berpredikat mursal dari kedua jalur tersebut. Barangkali penyebutan Khadijah bukanlah berdasarkan hafalan, atau memang dia terlibat dan mengatakannya dengan nada menyesal dan bersedih hati; hanya Allah sajalah Yang Maha Mengetahui.
Sebagian ulama Salaf —antara lain Ibnu Ishaq— menyebutkan, bahwa surat inilah yang disampaikan oleh Jibril a.s. kepada Nabi Saw. ketika Jibril a.s. menampakkan rupa aslinya kepada Nabi Saw. dan datang mendekatinya, lalu turun menuju kepada beliau Saw. yang saat itu beliau sedang berada di Lembah Abtah, seperti yang disebutkan firman-Nya: Lalu dia menyampaikan kepada hamba-Nya (Muhammad) apa yang telah Allah wahyukan. (An-Najm: 10)
Ibnu Ishaq mengatakan bahwa saat itulah Jibril menyampaikan kepada Rasulullah Saw. surat ini yang diawali oleh firman-Nya: Demi waktu matahari sepenggalah naik, dan demi malam apabila telah sunyi. (Adh-Dhuha: 1 -2)
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa setelah diturunkan kepada Nabi Saw. permulaan wahyu Al-Qur'an, maka Jibril datang terlambat beberapa hari dari Nabi Saw. sehingga roman muka beliau Saw. berubah sedih karenanya. Dan orang-orang musyrik mengatakan, "Dia telah ditinggalkan oleh Tuhannya dan dibenci." Maka Allah Swt. menurunkan firman Allah Swt.: Tuhanmu tiada meninggalkan kamu dan tiada (pula) benci kepadamu. (Adh-Dhuha: 3) Ini merupakan sumpah dari Allah Swt. dengan menyebut waktu duha dan cahaya yang Dia ciptakan padanya.
{وَاللَّيْلِ
إِذَا سَجَى}
dan demi malam apabila telah sunyi. (Adh-Dhuha: 2)Yakni bila telah tenang dan gelap gulita. Demikianlah menurut Mujahid, Qatadah, Ad-Dahhak, Ibnu Zaid, dan lain-lainnya. Hal ini menunjukkan akan kekuasaan Tuhan Yang Maha Pencipta, dan merupakan bukti yang jelas lagi gamblang. Makna ini sama dengan apa yang disebutkan di dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَاللَّيْلِ
إِذَا يَغْشَى وَالنَّهَارِ إِذَا تَجَلَّى}
Demi malam apabila menutupi (cahaya siang), dan siang apabila terang
benderang. (Al-Lail: 1-2)Juga sama dengan firman Allah Swt.:
فالِقُ
الْإِصْباحِ وَجَعَلَ اللَّيْلَ سَكَناً وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ حُسْباناً ذلِكَ
تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ
Dia menyingsingkan pagi dan menjadikan malam untuk beristirahat, dan
(menjadikan) matahari dan bulan untuk perhitungan. Itulah ketentuan Allah Yang
Mahaperkasa lagi Maha Mengetahui. (Al-An'am: 96)Adapun firman Allah Swt.:
{مَا
وَدَّعَكَ رَبُّكَ}
Tuhanmu tiada meninggalkan kamu. (Adh-Dhuha: 3) Artinya, Dia tidak meninggalkanmu.
{وَمَا
قَلَى}
dan tiada (pula) benci kepadamu. (Adh-Dhuha: 3)Yakni Dia tidak murka kepadamu.
{وَلَلآخِرَةُ
خَيْرٌ لَكَ مِنَ الأولَى}
dan sesungguhnya akhir itu lebih baik bagimu daripada permulaan.
(Adh-Dhuha: 4)Sesungguhnya negeri akhirat itu lebih baik bagimu daripada negeri ini (dunia). Karena itu, Rasulullah Saw. adalah orang yang paling zuhud terhadap perkara dunia dan paling menjauhinya serta paling tidak menyukainya, sebagaimana yang telah dimaklumi dari perjalanan hidup beliau Saw. ketika Nabi Saw. disuruh memilih di usia senjanya antara hidup kekal di dunia sampai akhir usia dunia —kemudian ke surga— dan antara kembali ke sisi Allah Swt. Maka beliau Saw. memilih apa yang ada di sisi Allah daripada dunia yang rendah ini.
قَالَ
الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَزِيدُ، حَدَّثَنَا الْمَسْعُودِيُّ، عَنْ
عَمْرِو بْنِ مُرَّةَ، عَنْ إِبْرَاهِيمَ النَّخعِي، عَنْ عَلْقَمَةَ، عَنْ عَبْدِ
اللَّهِ -هُوَ ابْنُ مَسْعُودٍ-قَالَ: اضْطَجَعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى حَصِيرٍ، فَأَثَّرَ فِي جَنْبِهِ، فَلَمَّا اسْتَيْقَظَ
جَعَلْتُ أَمْسَحُ جَنْبَهُ وَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَلَا آذَنْتَنَا
حَتَّى نَبْسُطَ لَكَ عَلَى الْحَصِيرِ شَيْئًا؟ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "ما لِي وَلِلدُّنْيَا؟! مَا أَنَا وَالدُّنْيَا؟!
إِنَّمَا مَثَلِي وَمَثَلُ الدُّنْيَا كَرَاكِبٍ ظَلّ تَحْتَ شَجَرَةٍ، ثُمَّ راح
وتركتها
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yazid, telah
menceritakan kepada kami Al-Mas'udi, dari Amr ibnu Murrah, dari Ibrahim
An-Nakha'i, dari Alqamah, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa
Rasulullah Saw. berbaring di atas hamparan tikar sehingga anyaman tikar yang
kasar itu membekas di lambungnya. Ketika beliau bangkit dari berbaringnya, maka
aku (Ibnu Mas'ud) mengusap lambung beliau dan kukatakan kepadanya, "Wahai
Rasulullah, izinkanlah kepada kami untuk menggelarkan kasur di atas tikarmu."
Maka Rasulullah Saw. menjawab: Apakah hubungannya antara aku dan dunia,
sesungguhnya perumpamaan antara aku dan dunia tiada lain bagaikan seorang
musafir yang berteduh di bawah naungan sebuah pohon, kemudian dia pergi
meninggalkannya.Imam Turmuzi dan Imam Ibnu Majah meriwayatkannya melalui hadis Al-Mas'udi, dan Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini kalau tidak hasan berarti sahih.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَلَسَوْفَ
يُعْطِيكَ رَبُّكَ فَتَرْضَى}
Dan kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu, lalu (hati) kamu
menjadi puas. (Adh-Dhuha: 5)Yakni kelak di negeri akhirat Allah akan memberinya hingga ia merasa puas tentang umatnya dan juga kemuliaan yang telah disediakan oleh Allah untuk dirinya. Yang antara lain ialah Telaga Kautsar yang kedua tepinya berupa kubah-kubah dari mutiara yang berongga, sedangkan tanahnya bibit minyak kesturi, sebagaimana yang akan diterangkan kemudian.
Imam Abu Amr Al-Auza'i telah meriwayatkan dari Ismail ibnu Abdullah ibnu Abul Muhajir Al-Makhzumi, dari Ali ibnu Abdullah ibnu Abbas, dari ayahnya yang mengatakan bahwa ditampakkan kepada Rasulullah Saw. Apa yang bakal dibukakan buat umatnya sesudah ia tiada perbendaharaan demi perbendaharaan. Maka beliau merasa senang dengan hal tersebut, lalu Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Dan kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu, lalu (hati) kamu menjadi puas. (Adh-Dhuha: 5)
Dan Allah Swt. memberikan kepada beliau Saw. di dalam surga sejuta gedung, dalam tiap gedung terdapat istri-istri dan para pelayan yang layak baginya. Demikianlah menurut apa yang telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim melalui jalur Abu Amr Al-Auza'i. Sanad ini sahih sampai kepada Ibnu Abbas, dan hal yang semisal dengan ini tiada lain kecuali berpredikat mauquf.
As-Saddi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa untuk memuaskan hati Nabi Muhammad Saw., Allah tidak akan memasukkan seorang pun dari kalangan ahli baitnya ke dalam neraka. Demikianlah menurut apa yang telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim. Al-Hasan mengatakan bahwa yang dimaksud dengan hal tersebut ialah syafaat (diizinkan untuk memberi syafaat). Hal yang sama telah dikatakan oleh Abu Ja'far Al-Baqir.
قَالَ
أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ: حَدَّثَنَا معاويةُ بْنُ هِشَامٍ، عَنْ عَلِيِّ
بْنِ صَالِحٍ، عَنْ يَزِيدَ بْنِ أَبِي زِيَادٍ، عَنْ إِبْرَاهِيمَ، عَنْ
عَلْقَمَةَ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وسلم: "أنا أهلُ بَيْتٍ اخْتَارَ اللَّهُ لَنَا الْآخِرَةَ عَلَى
الدُّنْيَا {وَلَسَوْفَ يُعْطِيكَ رَبُّكَ فَتَرْضَى}
Abu Bakar ibnu Abu Syaibah mengatakan, telah menceritakan kepada kami
Mu'awiyah ibnu Hisyam, dari Ali ibnu Saleh, dari Yazid ibnu Abu Ziyad, dari
Ibrahim, dari Alqamah, dari Abdullah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah
bersabda: Sesungguhnya kami adalah suatu ahli bait, Allah telah memilihkan
akhirat di atas dunia bagi kami. Dan kelak Tuhanmu pasti memberikan
karunia-Nya kepadamu, lalu (hati) kamu menjadi puas. Kemudian Allah Swt. menyebutkan dalam firman berikutnya bilangan nikmat-nikmat yang telah Dia karuniakan kepada hamba dan Rasul-Nya Nabi Muhammad Saw.:
{أَلَمْ
يَجِدْكَ يَتِيمًا فَآوَى}
Bukanlah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu.
(Adh-Dhuha: 6)Demikian itu karena ayah beliau wafat sejak beliau masih berada dalam kandungan ibunya. Menurut pendapat yang lain, ayah beliau wafat ketika beliau baru dilahirkan. Kemudian ibunya (yaitu Aminah binti Wahb) wafat pula saat beliau berusia enam tahun. Sesudah itu beliau berada dalam pemeliharaan kakeknya (yaitu Abdul Muttalib) hingga kakeknya wafat saat beliau masih berusia delapan tahun.
Kemudian beliau dipelihara oleh pamannya yang bernama Abu Talib, yang bersikap terus-menerus melindunginya, menolongnya, meninggikan kedudukannya, dan mengagungkannya serta membentenginya dari gangguan kaumnya sesudah Allah mengangkatnya menjadi seorang rasul dalam usia empat puluh tahun.
Perlu diketahui bahwa Abu Talib adalah pengikut agama kaumnya yang menyembah berhala-berhala, dan Nabi Saw. tidak terpengaruh, yang hal ini tiada lain berkat takdir Allah dan pengaturan-Nya yang baik. Dan ketika Abu Talib meninggal dunia sebelum Nabi Saw. akan melakukan hijrah dalam waktu yang tidak lama, maka orang-orang yang kurang akalnya dan orang-orang yang bodoh dari kalangan kaum Quraisy mulai berani mengganggunya.
Maka Allah Swt. memilihkan hijrah baginya dari kalangan mereka menuju negeri kaum Aus dan Khazraj, sebagaimana yang telah digariskan oleh suratan takdir-Nya yang lengkap lagi sempurna. Ketika beliau Saw. sampai di negeri mereka, mereka memberinya tempat, menolongnya, melindunginya, dan membelanya dengan jiwa dan harta mereka; semoga Allah melimpahkan rida-Nya kepada mereka semuanya. Dan semuanya itu berkat pemeliharaan dan penjagaan serta perhatian dari Allah kepada Nabi Saw.
Firman Allah Swt.:
{وَوَجَدَكَ
ضَالا فَهَدَى}
Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberikan
petunjuk. (Adh-Dhuha: 7)Semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
وَوَجَدَكَ
ضَالًّا فَهَدى كَقَوْلِهِ: وَكَذلِكَ أَوْحَيْنا إِلَيْكَ رُوحاً مِنْ أَمْرِنا
مَا كُنْتَ تَدْرِي مَا الْكِتابُ وَلَا الْإِيمانُ وَلكِنْ جَعَلْناهُ نُوراً
نَهْدِي بِهِ مَنْ نَشاءُ مِنْ عِبادِنا
Dan demikianlah Kami wahyukan kepada wahyu (Al-Qur'an) dengan perintah
Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al-Kitab (Al-Qur'an) dan tidak
pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al-Qur’an itu cahaya,
yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba
Kami. (Asy-Syura: 52), hingga akhir ayat.Di antara ulama ada yang mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah sesungguhnya Nabi Saw. pernah tersesat di lereng-lereng pegunungan Mekah saat ia masih kecil, kemudian ia dapat pulang kembali ke rumahnya. Menurut pendapat yang lain, sesungguhnya ia pernah tersesat bersama pamannya di tengah jalan menuju ke negeri Syam. Saat itu Nabi Saw. mengendarai unta betina di malam yang gelap, lalu datanglah iblis yang menyesatkannya dari jalur jalannya. Maka datanglah Malaikat Jibril yang langsung meniup iblis hingga terpental jauh sampai ke negeri Habsyah. Kemudian Jibril meluruskan kembali kendaraanNabi Saw. ke jalur yang dituju. Keduanya diriwayatkan oleh Al-Bagawi.
Firman Allah Swt.:
{وَوَجَدَكَ
عَائِلا فَأَغْنَى}
Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan
kecukupan. (Adh-Dhuha: 8)Yakni pada mulanya kamu hidup dalam keadaan fakir lagi banyak anak, lalu Allah memberimu kecukupan dari selain-Nya. Dengan demikian, berarti Allah menghimpunkan baginya antara kedudukan orang fakir yang sabar dan orang kaya yang bersyukur, semoga salawat dan salam-Nya terlimpahkan kepadanya.
Qatadah telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu. Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk. Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan. (Adh-Dhuha: 6-8) Bahwa demikianlah kedudukan Nabi Saw. sebelum beliau diangkat menjadi utusan oleh Allah Swt. Demikianlah menurut apa yang telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Hatim.
Di dalam kitah Sahihain disebutkan melalui jalur Abdur Razzaq, dari Ma'mar, dari Hammam ibnu Munabbih yang mengatakan bahwa berikut ini adalah apa yang telah diceritakan kepada kami oleh Abu Hurairah yang telah mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
«لَيْسَ
الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى
النَّفْسِ»
Bukanlah orang kaya itu karena banyak memiliki harta benda, tetapi orang
yang kaya itu adalah orang yang jiwanya kaya.Di dalam kitab Sahih Muslim disebutkan dari Abdullah ibnu Amr yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
«قَدْ
أَفْلَحَ مَنْ أَسْلَمَ وَرُزِقَ كَفَافًا وَقَنَّعَهُ اللَّهُ بما
آتاه»
Sesungguhnya beruntunglah orang yang Islam dan diberi rezeki secukupnya
serta Allah telah menjadikannya menerima seadanya menurut apa yang diberikan
oleh-Nya (diberi sifat qana'ah).Kemudian Allah Swt. dalam ayat selanjutnya berfirman:
{فَأَمَّا
الْيَتِيمَ فَلا تَقْهَرْ}
Adapun terhadap anak yatim, maka janganlah kamu berlaku
sewenang-wenang. (Adh-Dhuha: 9)Yakni sebagaimana engkau dahulu seorang yang yatim, lalu Allah melindungimu, maka janganlah kamu berlaku sewenang-wenang terhadap anak yatim. Yakni janganlah kamu menghina, membentak, dan merendahkannya; tetapi perlakukanlah dia dengan baik, dan kasihanilah dia. Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna ayat ini, bahwa jadilah engkau terhadap anak yatim sebagai seorang ayah yang penyayang.
{وَأَمَّا
السَّائِلَ فَلا تَنْهَرْ}
Dan terhadap orang yang meminta-minta, maka janganlah kamu
menghardiknya. (Adh-Dhuha: 10)Yaitu sebagaimana engkau dahulu dalam keadaan kebingungan, lalu Allah memberimu petunjuk, maka janganlah kamu menghardik orang yang meminta ilmu yang benar kepadamu dengan permintaan yang sesungguhnya.
Ibnu Ishaq mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan terhadap orang yang minta-minta, maka janganlah kamu menghardiknya. (Adh-Dhuha: 10) Maksudnya, janganlah kamu bersikap sewenang-wenang, jangan sombong, jangan berkata kotor, dan jangan pula bersikap kasar terhadap orang-orang yang lemah dari hamba-hamba Allah.
Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna ayat ini, bahwa makna yang dimaksud ialah bila menolak orang miskin lakukanlah dengan sikap kasih sayang dan lemah lembut.
{وَأَمَّا
بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ}
Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya
(dengan bersyukur). (Adh-Dhuha: 11)Yakni sebagaimana engkau dahulu orang yang kekurangan lagi banyak tanggungannya,'lalu Allah menjadikanmu berkecukupan, maka syukurilah nikmat Allah yang diberikan kepadamu itu. Sebagaimana yang disebutkan dalam doa yang di-ma’sur dari Nabi Saw. seperti berikut:
«وَاجْعَلْنَا
شَاكِرِينَ لِنِعْمَتِكَ مُثِنِينَ بِهَا عَلَيْكَ قابليها وأتمها
علينا»
Dan jadikanlah kami orang-orang yang mensyukuri nikmat-Mu dan memanjatkan
pujian kepada-Mu karenanya serta menerimanya, dan sempurnakanlah nikmat itu
kepada kami.Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ya'qub, telah menceritakan kepada kami Ibnu Aliyyah, telah menceritakan kepada kami Sa’id ibnu Iyas Al-Jariri, dari Abu Nadrah yang mengatakan bahwa dahulu orang-orang muslim memandang bahwa termasuk mensyukuri nikmat-mkmat Allah ialah dengan menyebut-nyebutnya (mensyukurinya dengan lisan).
قَالَ
عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْإِمَامِ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا مَنْصُورُ بْنُ أَبِي
مُزَاحِمٍ، حَدَّثَنَا الْجَرَّاحُ بْنُ مَليح، عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ،
عَنِ الشَّعْبِيِّ، عَنِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى الْمِنْبَرِ: "مَنْ لَمْ يَشْكُرِ
الْقَلِيلَ، لَمْ يَشْكُرِ الْكَثِيرَ، وَمَنْ لَمْ يَشْكُرِ النَّاسَ لَمْ
يَشْكُرِ اللَّهَ. وَالتَّحَدُّثُ بِنِعْمَةِ اللَّهِ شَكْرٌ، وَتَرْكُهَا كُفْرٌ.
والجماعة رحمة، والفرقة عذاب"
Abdullah ibnu Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Mansur
ibnu Abu Muzahim, telah menceritakan kepada kami Al-Jarrah ibnu Falih, dari Abu
Abdur Rahman, dari Asy-Sya'bi, dari An-Nifman ibnu Basyir yang mengatakan bahwa
Rasulullah Saw. bersabda di atas mimbar: Barang siapa yang tidak mensyukuri
nikmat yang sedikit, berarti tidak mensyukuri nikmat yang banyak. Dan
barang siapa yang tidak berterima kasih kepada (jasa) orang lain, berarti dia
tidak bersyukur kepada Allah. Dan menyebut-nyebut nikmat Allah adalah (ungkapan
rasa) syukur, sedangkan meninggalkannya berarti mengingkarinya. Persatuan itu
membawa rahmat dan berpecah belah itu membawa azab.Sanad hadis ini daif.
Di dalam kitab Sahihain disebutkan dari Anas, bahwa Kaum Muhajirin bertanya, "Wahai Rasulullah, orang-orang Ansar telah memborong semua pahala." Maka Nabi Saw. menjawab:
«لَا
مَا دَعَوْتُمُ اللَّهَ لَهُمْ وَأَثْنَيْتُمْ عَلَيْهِمْ»
Tidak, selama kalian mendoakan mereka kepada Allah dan memuji sikap baik
mereka.
قَالَ
أَبُو دَاوُدَ: حَدَّثَنَا مُسْلِمُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ، حَدَّثَنَا الرَّبِيعُ بْنُ
مُسْلِمٍ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ زِيَادٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "لَا يَشْكُرُ اللَّهَ مَنْ لَا يَشْكُرُ
النَّاسَ"
Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muslim ibnu Ibrahim,
telah menceritakan kepada kami Ar-Rabi' ibnu Muslim, dari Muhammad ibnu Ziyad,
dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Tidaklah bersyukur
kepada Allah orang yang tidak berterima kasih kepada (kebaikan) orang
lain.Imam Turmuzi meriwayatkannya dari Ahmad ibnu Muhammad, dari Ibnul Mubarak, dari Ar-Rabi' ibnu Muslim, dan Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini sahih.
قَالَ
أَبُو دَاوُدَ: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْجَرَّاحِ، حَدَّثَنَا جَرِيرٌ،
عَنِ الْأَعْمَشِ، عَنْ أَبِي سُفْيَانَ، عَنْ جَابِرٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "مَنْ أُبْلِي بَلَاءً فَذَكَرَهُ فَقَدْ
شَكَرَهُ، وَإِنْ كَتَمَهُ فَقَدْ كَفَرَهُ"
Abu Daud mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnul
Jarrah, telah menceritakan kepada kami Jarir, dari Al-A'masy, dari Abu Sufyan,
dari Jabir, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Barang siapa yang mendapat
suatu cobaan (yang baik), lalu ia menyebutnya, berarti dia telah mensyukurinya;
dan barang siapa yang menyembunyikannya, berarti dia telah
mengingkarinya.Imam Abu Daud meriwayatkan hadis ini secara munfarid (tunggal).
قَالَ
أَبُو دَاوُدَ: حَدَّثَنَا مُسَدَّد، حَدَّثَنَا بِشْرٌ حَدَّثَنَا عُمَارَةُ بْنُ
غَزْية، حَدَّثَنِي رَجُلٌ مِنْ قَوْمِي، عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنْ أعطَى عَطاء
فَوَجَد فَليَجزْ بِهِ، فَإِنْ لَمْ يَجِدْ فَليُثن بِهِ، فَمَنْ أَثْنَى بِهِ
فَقَدْ شَكَرَهُ، وَمَنْ كَتَمَهُ فَقَدْ كَفَرَهُ"
Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Musaddad, telah
menceritakan kepada kami Bisyr, telah menceritakan kepada kami Imarah ibnu
Gaziyyah, telah menceritakan kepadaku seorang lelaki dari kalangan kaumku, dari
Jabir ibnu Abdullah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
Barang siapa yang diberi suatu pemberian, lalu ia mempunyai sesuatu untuk
membalasnya, maka balaslah pemberian itu. Dan jika ia tidak mempunyai
sesuatu untuk membalasnya, maka hendaklah ia memuji pemberinya. Maka barang
siapa yang memuji pemberinya, berarti telah mensyukurinya; dan barang siapa yang
menyembunyikannya (tidak menyebutnya), berarti dia telah mengingkarinya.Abu Daud mengatakan bahwa dan Yahya ibnu Ayyub meriwayatkannya dari Imarah ibnu Gaziyyah, dari Syurahbil, dari Jabir; mereka tidak mau menyebut nama Syurahbil karena mereka tidak suka kepadanya. Abu Daud meriwayatkan hadis ini secara munfarid (tunggal).
Mujahid mengatakan bahwa nikmat yang dimaksud dalam ayat ini adalah kenabian yang telah diberikan oleh Allah Swt. kepada Nabi-Nya. Yakni syukurilah kenabian yang telah diberikan Tuhanmu kepadamu. Menurut riwayat yang lain, nikmat yang dimaksud adalah Al-Qur'an.
Lais telah meriwayatkan dari seorang lelaki, dari Al-Hasan ibnu Ali sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur). (Adh-Dhuha: 11) Yakni kebaikan apapun yang telah kamu kerjakan, maka ceritakanlah hal itu kepada saudara-saudaramu.
Muhammad ibnu Ishaq telah mengatakan sehubungan dengan makna ayat ini, bahwa apa yang telah diberikan oleh Allah kepadamu berupa nikmat, kemuliaan dan kenabian, hendaklah engkau menyebut-nyebutnya dan ceritakanlah kepada orang lain dan serulah (mereka) kepadanya. Muhammad ibnu Ishaq melanjutkan, bahwa lalu Rasulullah Saw. menceritakan karunia kenabian yang telah diterima olehnya itu kepada orang-orang yang telah beliau percayai dari kalangan keluarganya secara diam-diam. Lalu difardukanlah ibadah salat kepadanya, maka beliau mengerjakannya.
Demikianlah akhir tafsir surat
Adh-Dhuha: dengan memanjatkan puji dan syukur kepada Allah Swt. atas segala
karunia-Nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar